Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 2
MATA MERAH

DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK I

Andi Aditya (10542 0064 09)


Andini Febriana Harto (10542 0066 09)
Syahrul Rideng (10542 0127 09)
Andi Fajar Bone Putra S. (10542 044713)
A. Mufidah Darwis (10542 0448 13)
A. Nurul Amaliah (10542 0449 13)
Faradilla Ayu Sasmitha (10542 0478 13)
Ikandi Praharsiwi (10542 0479 13)
Muhammad Adzan Akbar (10542 0499 13)
Nurul Annisa Muthahara (10542 051213)
Nurul Fitri (10542 0513 13)
Widya Putri Mustajab (10542 0546 13)

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbilalamin, puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah


SWT karena atas rahmat dan hidayahnya jualah sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
Tutorial Modul 2 dengan judul Mata Merah tepat pada waktunya.
Laporan ini berisi tentang hasil tutorial modul 2 selama dua kali pertemuan.Dengan
adanya laporan ini kami berharap pembaca bisa mendapat pengetahuan lebih tentang
penyakit-penyakit pada mata dan mengetahui gejala-gejalanya serta penatalaksanaannya.
Semoga laporan ini bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca. Namun kami
sadar bahwa laporan ini masih jauh dari ukuran kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca guna kesempurnaan
laporan kami mendatang.
Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu dosen dan tutor yang
telah membimbing kami serta teman-teman yang telah banyak membantu dan berpartisipasi
dalam penyelesaian laporan ini.

Makassar, Januari 2016

Penyusun
Skenario
Seorang pasien wanita, 33 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata merah dan
nyeri. Dialami sejak 1 hari yang lalu.

Kalimat kunci

 wanita 33 tahun
 datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata merah dan nyeri.
 dialami sejak 1 hari yang lalu.

Pertanyaan

1. Anatomi, histologi, dan fisiologi mata !


2. Mekanisme terjadinya mata merah dan nyeri !
3. Differential diagnosis !
4. Langkah diagnostik !
5. Penatalaksanaan !
6. Prognosis !

1. Anatomi, histologi, dan fisiologi mata !


Pembahasan:

ANATOMI

Cavum orbita

Berbentuk piramid dengan empat sisi. Basis terbuka menghadap ke ventral, berbentuk
segiempat. Pada apex terdapat foramen opticum dan fissura orbitalis superior. Dinding
medial letak sejajar satu sama lain, tipis, turut membentuk dinding cellulae ethmoidalis,
dibentuk antara lain oleh maxilla dan os lacrimale. Dinding lateral terletak miring ke medial,
tebal dan dibentuk antara lain oleh os zygomaticus. Dilihat dari samping dinding medial lebih
menonjol. Dinding lantai (dasar) dibentuk oleh os zygomaticum dan maxilla. Dinding atap
dibentuk oleh os frontale dengan tepi yang agak menonjol disebut margo supra orbitale.

Bulbus oculi

Berbentuk bulat denga diameter kira-kira 2,5 cm. Terdiri dari 3 lapisan, yaitu :

1. Lapisan superficial, berfungsi proteksi


2. Lapisan tengah, berfungsi nutrisi
3. Lapisan profunda, berfungsi visual

Isi dari bulbus oculi dari ventral ke dorsal adalah :

 Aquaeus humour (cairan, lautan garam)


 Lensa
 Corpus vitreum

Stimulasi cahaya mencapai retina dengan melewati cornea, aquaeus dan corpus vitreum,
struktur tersebut tadi merupakan media refraksi, yang paling penting adalah cornea.

Lamina superficialis (=lamina fibrosa) tebal, membentuk sclera yang merupakan 5/6
bagian posterior, berwarna putih dan 1/6 bagian anterior yang transparan membentuk cornea.
Tempat pertemuannya disebut sclero-corneal junction. Disebelah medial dari ujung posterior
sclera ditembusi oleh nervus opticus, tempat tersebut disebut blind spot (=papilla nervi
optici).

Lamina media (=lamina vascularis=uvea) membentuk choroidea, corpus ciliare, dan iris
yang letaknya berturut-turut dari dorsal ke ventral. Ketiga bagian tersebut kaya dengan
pembuluh darah, terutama pembuluh vea, serabut-serabut saraf, dan jaringan ikat longgar
yang berisi pigmen. Di dalam corpus ciliare terdapat m. ciliaris, yang berperan dalam
mengartur bentuk lensa, disebut akomodasi. Bagian paling anterior dari uvea membentuk iris
atau diaphragma berbentuk cakram, vascular dan berlubang di bagian tengah (pupil).
Didalam iris terdapat serabut-serabut otot yang berjalan sirkuler dan radial yang mengatur
bentuk pupil sesuai dengan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata. Pada iris terdapat
pigmen menentukan warnanya.

Lamina profunda (= lamina visualis = retina) bersama-sama dengan nervus opticus


merupakan bagian dari otak. Retina mengandung 3 jenis sel: 1). Rod dan cone. 2). Neuron
bipolar. 3). Neuron ganglion.

Rod dan cone sensitif terhadap cahaya. Rod berperan dalam cahaya dengan intensitas
rendah, sedangkan cone berperan dalam cahaya dengan intensitas tinggi dan sensitif terhadap
cahaya.

Pada saat seseorang melihat lurus ke depan maka stimulus cahaya tiba pada bagian dari
retina yang disebut macula lutea (=yellow spot). Neurit dari sel ganglion membentuk nervus
opticus, meninggalkan bulbus oculi melalui blind spot yang berada disebelah medial dari
macula lutea. Suatu objek dalam lapangan penglihatan akan tampak oleh retina pars lateralis
(pars temporalis) dari satu mata dan retina pars nasalis (pars medialis) dari mata yang lain.
Serabut-serabut dari nervus opticus yang berasal dari retina pars nasalis mengadakan
persilangan satu sama lain yang disebut chiasma opticum membentuk traktus opticus.

Otot-otot mata

Terdapat 6 buah otot mata dan sebuah otot untuk mengangkat palpebra superior, yaitu :

1. m. rectus superior
2. m. rectus inferior
3. m. rectus lateralis
4. m. rectus medialis
5. m. obliquus superior
6. m. obliquus inferior
7. m. levator palpebrae superior, yang berfungsi mengangkat palpebra, berorigo pada
cavum orbita dan insertio pada kulit palpebra superior.

Semua otot tersebut mendapatkan persarafan dari n. Oculomotorius, kecuali m. obliquus


superior yang dipersarafi oleh n. Trochlearis dan m. rectus lateralis oleh n. Abducens.

Sumber : Djayalangkara, Harfiah, dkk. 2013 . Buku Ajar Anatomi Biomedik ll. Makassar :
Universitas Hasanuddin. Hal : 158-160.

HISTOLOGI
Pada system penglihatan, mata adalah organ yang sangat khusus untuk persepsi bentuk,
cahaya, dan warna.Mata terletak dalam rongga protektif di dalam tengkorak yang disebut
orbita.Masing-masing mata memiliki selubung protektif untuk mempertahankan bentuknya,
sebuah lensa untuk memfokuskan cahaya, sel-sel fotosensitif yang berespons terhadap
rangsangan cahaya, dan banyak sel yang memproses informasi penglihatan.Impuls
penglihatan dari sel-sel fotosensitif kemudian disalurkan ke otak melalui akson di saraf optic
(nervus opticus).
Bola mata dikelilingi oleh tiga lapisan :
1. Sklera dan Kornea
Lapisan luar mata adalah sclera, suatu lapisan opak jaringan ikat padat.Sclera sebelah
dalam terletak berbatasan dengan koroid.Lapisan ini mengandung berbagai jenis serat
jaringan ikat dan sel jaringan ikat, termasuk makrofag dan melanosit.Di sebelah anterior,
sclera mengalami modifikasi menjadi kornea yang transparan, tempat lewatnya cahaya
masuk ke mata.
2. Uvea, Badan SIliar, dan Iris
Di sebelah dalam sclera yaitu lapisan tengah atau vascular (uvea). Lapisan ini terdiri
dari tiga bagian : suatu lapisan berpigmen padat yaitu koroid, badan siliar, dan iris. Di
koroid terdapat banyak pembuluh darah yang memberi makan sel fotoreseptor di retina
dan struktur bola mata.
3. Retina
Lapisan paling dalam di ruang paling posterior pada mata adalah retina.¾ posterior
retina adalah daerah fotosensitif.Bagian ini terdiri dari sel batang (neuron baciliferum), sel
kerucut (neuron coniferum), dan berbagai interneuron, yang terangsang oleh dan
berespons terhadap cahaya.Retina berakhir di daerah anterior mata yaitu ora serrata,
merupakan bagian retina yang tidak fotosensitif. Bagian ini berlanjut ke depan untuk
melapisi bagian dalam badan siliar dan daerah posterior iris.
Lapisan luar kelopak mata terdiri dari kulit tipis.Epidermis terdiri dari epitel berlapis
gepeng dengan paillla.Di dermis terdapat follikel rambut dengan kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat.
Lapisan interior kelopak mata adalah membrane mukosa yang disebut konjungtiva
palpebra.Bagian ini terletak dekat dengan bola mata.Epitel konjungtiva palpebra adalah
epitel berlapis kolumnar rendah dengan sedikit sel goblet.Epitel berlapis gepeng kulit tipis
berlanjut hingga ke tepi kelopak mata dan kemudian menyatu menjadi epitel berlapis
silindirs konjungtiva palpebra.
Lamina propria konjungtiva palpebra yang tipis mengandung serat elastic dan
kolagen.Di bawah lamina propria adalah lempeng jaringan ikat kolagenosa padat yang
disebut tarsus, tempat ditemukannya kelenjar sebasea khusus yang besar yaitu kelenjar
tarsal (meibomian) (glandula sebasea tarsalis).Asini sekretorik kelenjar tarsal bermuara ke
dalam duktus sentralis yang berjalan sejajar dengan konjungtiva palpebra bermuara di tepi
kelopak mata.

FISIOLOGI
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan
objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga
orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan
bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan
suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan
informasi visual ke otak (Junqueira, 2007).
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya
karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti
cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya
cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot
polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika
berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya
terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis
memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk
meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2001).
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan
kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina
dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh
otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid
di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi
lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis
menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).
Sumber : Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 6.
Jakarta: EGC.

2. Mekanisme terjadinya mata merah dan nyeri !

Pembahasan :
 Mekanisme terjadinya mata merah
Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtifa yang
terjadi pada perdangan mata akut, hyperemia terjadi akibat bertambahnya asupan
pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran seperti pada pembendungan
pembuluh darah, pelebaran pembuluh daran ataupun perdarahan antara konjungtifa
dan skela inilah yang menyebabkan mata terlihat merah
 Mekanisme nyeri
Ketika terjadi kerusakan jaringan pada mata, maka respon tubuh adalah
dengan mengeluarkan sel sel radang, sel sel radang seperti prostaglanding menambah
kepekaan nosireseptor , sinyal nyeri yang didapat dari nosireseptor tersebut kemudian
disalurkan ke saraf afferen melalui serabut saraf alfa dan c, dengan perantara
substantia P yang dikeluarkan oleh serat serat nyeri afferen rangsangan di kirim ke
thalamus dan kemudia kememicu respon tubuh terhadap nyeri yang dirasakan pada
mata.
Sumber : Sherwood lauralee, 2012, fisiologi manusia dari sel ke siste edisi 6, penerbit
buku kedokteran EGC, jakarta

Ilyas sidarta, Yulianti Rahayu, 2015, ilmu penyakit Mata edisi ke 5, fakultas
kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

3. Differential diagnosis !
Pembahasan :

KONJUNGTIVITIS
1. Definisi
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum
didunia.Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.Penyebab umumnya eksogen,
tetapi bisa endogen.
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakteri : akut (termasuk hiperakut dan sub akut)
dan kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri ,
berlangsung kurang lebih 14 hari. Sebaliknya, konjungtivitis hperakut (purulen) yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis dapat menimbulkan
komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini.
2. Etiologi bakteri
 Hiperakut (purulen)
Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis, Neisseria gonorrhoeae subspesies
kochii
 Akut (mukopurulen)
Pneumococcus (streptococcus pnemuniae) (iklim sedang), Haemophilus aegyptius
(basil koch-weeks)(iklim tropik).
 Suakut
Haemophilus influenza (iklim sedang)
 Kronik
Staphylacoccus aureus, Moraxella lacuanata
3. Tanda dan Gejala
Umumnya konjungtivitis ini bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan pelebaran
pembuluh darah bilateral, eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun
tidur, dan kadang-kadang edema palpebra.Infeksi biasanya dimulai pada satu mata dan
melalui tangan menular keseblahnya. Infeksi dapat menyebar keorang lain melalui benda
yang dapat menyebarkan kuman (fomit).
Konjungtivitis bakteri hiperakut (purulen) ditandai oleh eksudat purulen yang
banyak.Konjungtivitis meningokok kadang-kadang terjadi pada anak-anak.Setiap
konjuntivitis berat dengan banyak eksudat sudah harus segera dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan segera diobati.Jika ditunda, bisa terjadi kerusakan kornea atau
kehilangan mata, atau konjuntiva dapat menjadi gerbang masuknya Neisseria
gonorrhoea atau Neisseria meningitidis, yang mendahului sepsis atau meningitis.
Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal) akut sering terdapat dalam bentuk epidemik
dan disebut “mata merah(pinkiye)” oleh kebanyakan orang awa. Penyakit ini ditandai
dengan hiperemia konjungtiva akut dan sekret mukopurulen berjumlah sedang.
Konjungtivitis subakut paling sering disebabkan H influenza dan terkadang oleh
Escherichia coli dan spesies proteus.Infeksi h influenza ditandai dengan eksudat tipis
berair, atau berawan.
Konjungtivis bakteri kronik terjadi pada pasiendengan obstruksi ductus nasolacrimalis
dan dakriosistitis kronik, yang biasanya unilateral.Infeksi ini juga bisa menyertai
blefaritis bakterial kronik atau disfungsi kelenjar meibom.
4. Temuan laboratorium
Pada kebanyakan kasuskonjungtivitis bakteri, organisme penyebabnya dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan pulasan gram atau Giemsa; pemeriksaan ini menampilkan banyak neutrofil
polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva untuk mikroskop dan biakan disarankan untuk
semua kasus dan diharuskan jika penyakitnya, purulen, bermembran atau
berpsudomembran. Studi sensitivitas antibiotik juga diperlukan , tetapi terapi antibiotik
empiris harus dimulai. Bila hasil uji sensitivitas sudah didapatkan, terapi dengan
antibiotik spesifik dapat diberikan.
5. Terapi
Terapi spesifik konjuntivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologinya.
Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi dengan anti-mikroba
topikal sprektum luas (mis., polymyxin-trimethoprim). Pada setiap konjuntivitis purulen
yang pulasan gramnya menunjukkan diplokokkus gram negati, sugesstif neisseria, harus
segera dimulai terapi topikal dan sistemik.Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1 g yang
diberikan dosis tunggal per intramuskular bisanya merupakan terapi sistemik yang
adekuat.Jika kornea terkena, dibutuhkan ceftriaxone parenteral, 1-2 g per hari selama 5
hari.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas
dengan larutan saline agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva.Untuk mencegah
penyebaran penyakit, pasien dan keluarga diminta memerhatikan higiene perorangan
secara khusus.
6. Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri.Tanpa diobati, dapat
berlangsung selama 10-14 hari, jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjuntivitis stafilokok (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki fase kronik) dan konjuntivitis gonokok (yang bila tidak diobati dapat perforasi
kornea dan endoftalmitis).Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk
meningokokkus kedalam darah dan meninges, septikemia dan meningitis dapat menjadi
akhir konjuntivitis meningokokus.
Konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalahpengobatan yang menyulitkan.
Sumber: Vaughan & Asbury. OFTALMOLOGI UMUM .Edisi 17 (hal.97-102)

UVEITIS ANTERIOR
1. Defenisi

Istilah “uveitis” menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis,iridosiklitis),


corpus ciliare (uveitis intermermediate, uveitis perifer, atau pars planitis), atau koroid
(koroiditis).
2. Epidemiologi

Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10-20 %
kasus kebutaan yang tercatat di Negara-negara maju. Uveitis lebih banyak terdapat pada
Negara berkembang di bandingkan negara-negara maju karena lebih tingginya
prevalensi infeksi yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan
tuberculosis di negara-negara berkembang.
3. Gejala dan Tanda

Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan bisa mengenai lebih dari
satu bagian mata secara bersamaan.Uveitis anterior adalah bentuk yang paling umum dan
biasanya unilateral dengan onset akut.Gejala yang khas berupa nyeri, fotofobia, dan
penglihatan kabur. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan kemerahan sirkumkorneal
dengan injeksi konjungitva palpebralis dan secret yang minimal. Pupil kemungkinan
kecil (miosis) atau irregular karena terdapat sinekia posterior. Peradangan yang terbatas
pada bilik mata depan disebut “iritis”, peradangan pada bilik mata depan dan vitreous
anterior sering disebut sebagai iridosiklitis. Sensasi kornea dan tekanan intraocular harus
diperiksa pada setiap pasien uveitis. Peradangan bilik mata depan sering menyebabkan
timbulnya tumpukal sel-sel radang di sudut inferior (hipopion).
4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium umum nya tidak diperlukan pada pasien uveitis ringan
dan pasien dengan riwayat trauma atau pembedahan baru-baru ini atau dengan tanda-
tandainfeksi virus herpes simplex atau herpes zoster yang jelas, seperti dermatitis
vesikuler penyerta, keratitis dendritik atau disciformis, atau atrofi iris sektoral. Di lain
pihak, pemeriksaan sebaiknaya ditunda pada pasien usia muda hingga pertengahan yang
sehat dan asimptomatik, yang mengalami episode pertama iritis atau iridosiklitis
unilateral akut ringan sampai sedang yang cepat berespon terhadap pengobatan
kortikosteroid topical dan sikloplegik. Pasien uveitis difuse, posterior, intermediate,
dengan kelainan granulomatosa, bilateral, berat, dan rekuren harus diperiksa
sebagaimana setiap pasien uveitis yang tidak cepat merespon pengobatan
standar.Pemeriksaan sifilis harus mencakup uji VDRL, RPR, dan uji antibody anti-
treponema yang lebih spesifik, seperti FTA-ABS atau MHA-TP-assays. Kemungkinan
tuberculosis dan sarkoidosis harus disingkirkan dengan pemeriksaan sinar-X dada dan uji
kulit-menggunakan purified protein derivate (PPD) dan control atau anergi , seperti
campak dan candida. Riwayat vaksinasi BCG di masa lampautidak boleh mencegah
dilakukannya uji PPD karena hasil uji akan negative (indurasi <5 mm). Dalam 5 tahun
sejak dilakukannya vaksinasi.Pemeriksaan-pemeriksaan diluar uji untuk sifilis,
tuberculosis, sarkoidosis hendaknya di sesuaikan dengan temuan yang didapat pada
anamnesis atau pemeriksaan fisik. Sebagai contoh, pemeriksaan filter antibody
antinukleus (ANA) untuk anak kecil dengan iridosiklitis kronik dan arthritis yang
dicurigai menderita arthritis idiopatik juvenilisis ; uji antigen histokompatibilitas HLA-B
27 untuk pasien arthritis, psoriasis, urethritis, atau dengan gejala yang sesuai dengan
inflammatory bowel disease ; titer IgG dan IgM toksoplasmosis untuk pasien dengan
uveitis difus unilateral dan retinokoroiditis fokal.
5. Differensial Diagnosis

Mata merah disertai penurunan tajam penglihatan memiliki diagnosis differensial


yang sangat luas dan sangat tercakupseluruhnya dalam bahasan ini. Beberapa kelainan
yang sering dikelirukan dengan uveitis , antara lain : konjungtivitis, dibedakan dengan
adanya secret dan kemerahan pada konjungitvitis palpebralis maupun burlbaris; keratitis,
di bedakan dengan adanya penebalan atau infiltrate pada stroma; dan glaucoma akut
sudut tertutup, ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuolar, kekeruhan dan edema
kornea, dan sudut bilik mata depan yang sempit, yang sering kali terlihat lebih jelas pada
mata yang sehat.
6. Terapi

Terapi utama uveitis adalah pemberian kortikosteroid dan agen


midriatk/sikloplegik.Selama pemberian terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan;
kemungkinan defek epitel dan trauma tembus harus disingkirkan pada riwayat trauma;
harus diperiksa sensibilitas kornea dan tekanan intraocular untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi herpes simpleks atau zoster.
Terapi topical yang agresifdengan prednisolon asetat 1%, satu atau dua tetes pada
mata yang terkena setiap 1 atau 2 jam saat terjaga, biasanya mampu mengontrol
peradangan anterior.
Triamsinolon asetonid intraokula, 0,1 ml atau prednisosn oral 0,5-1,5 mg/kg/hari
juga efektif. Corticosteroid-sparing agent seperti metotreksat, azathioprine, tacrolimus,
cyclophosphamide, atau chlorambucil sering diperlukan pada peradangan non infeksi
bentuk berat atau kronik, terutama bila ditemukan ada nya keterlibatan sistemik.
7. Prognosis
Perjalanan penyakit dan prognosis uveitis tergantung pada banyak hal, seperti derajat
keparahannya, lokasi, dan penyebab peradangan.

Sumber : Riordan-Eva, Whitcher John. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC. 2013.
Hal 150-123.
GLAUKOMA
1. Definisi :
Glaukoma adalah kelainan pada mata yang di tandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler, atrofi saraf optik dan menyempitnya lapangan pandang.
2. Etiologi :
Glaukoma terjadi karena jalan aquos humor yang tertutup dan mengakibatkan tekanan
intraokuler meningkan sehingga imbul rasa sakit.
3. Manifestasi klinik
 Rasa nyeri
 Penglihatan kabur
 Ada rasa ingin muntah
 Mata terasa bengkak dan merah
 Tajam penglihatan menurun
 Kemosis konjunctiva
 Edema kornea
 Pupil melebar
4. Pengobatan:
 Pilocarpin 2% 1 tetes/jam
 Timolol meleat 0,5% 2 X/hari
 Carbonic anhidrase inhibitor (Diamox) 500-1000 mg
5. Penanganan:
Ketika tekanan intraokuler menurun dilakukan iridektomi perifer.
Sumber : Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta : Badan Penerbit FK UI, p:
222.

KERATITIS
1. Definisi
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada
media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis
terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.Keratitis
biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial dan
profunda atau interstisial (Ilyas, 2004).
2. Klasifikasi
Menurut Biswell, keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.
1. Berdasarkan lapisan yang terkena Keratitis dibagi menjadi:
a. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata
Subepitel)
Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea yang
dapat terletak superfisial dan subepitel
Etiologi : Keratitis Pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat
terjadi pada Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks,
Herpeszoster, Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia, trakoma, trauma
radiasi, dry eye, keratitis lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin,
tobramisin dan bahaya pengawet lainnya.
Gejala klinis dapat berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan.
Pemeriksaan laboratorium :Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang
meninggi berbentuk lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik pada
pemulasan dengan fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji fluoresein merupakan
sebuah tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Dasar dari uji
ini adalah bahwa zat warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media
alkali. Zat warna fluorescein bila menempel pada epitel kornea maka bagian yang
terdapat defek akanmemberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak
bersifat lebih basa.uji sensibilitas kornea juga diperiksa untuk mengetahui fungsi
dari saraf trigeminus dan fasial. Pada umumnya sensibilitas kornea juga akan
menurun.
Penatalaksanaan :Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada
prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi.Untuk virus dapat diberikan
idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama
adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat
diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi
campurandengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin
atau fluconazol.Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata
superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat
memberikan rasa nyaman seperti air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid.
b. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus.Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral
atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada
pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis
Etiologi :Strepcoccus pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata dan
Esrichia.
Gejala klinis :Penderita akan mengeluhkan sakit, seperti kelilipan, lakrimasi,
disertai fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada satu mata,
injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat
tunggal ataupun multipel, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.
Pemeriksaan laboratorium :Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan
pewarnaan Gram maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya
bakteri
Penatalaksanaan :Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika yang sesuai
dengan penyebab infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. Pada pasien dapat
diberikan vitamin B dan C dosis tinggi
c. Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh
darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi
kornea.Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan.Sifilis adalah
penyebab paling sering dari keratitis interstitial.
Etiologi :Keratitis Interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke
dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis
Gejala klinis : Biasanya akan memberikan gejala fotofobia, lakrimasi, dan
menurunnya visus. Menurut Hollwich keratitis yang disebabkan oleh sifilis
kongenital biasanya ditemukan trias Hutchinson (mata: keratitis interstisial,
telinga: tuli labirin, gigi: gigi seri berbentuk obeng), sadlenose, dan pemeriksaan
serologis yang positif terhadap sifilis. Pada keratitis yang disebabkan oleh
tuberkulosis terdapat gejala tuberkulosis lainnya.
Pemeriksaan laboratorium :Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan
pewarnaan gram maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya
bakteri
Penatalaksanaan :Penatalaksanaannya dapat diberikan kortikosteroid tetes mata
jangka lama secara intensif setiap jam dikombinasi dengan tetes mata atropin dua
kali sehari dan salep mata pada malam hari.
2. Berdasarkan penyebabnya
Keratitis diklasifikasikan menjadi:
a. Keratitis Bakteri
Etiologi :Menurut American Academy of Ophthalmology (2009).
Causes of Bacterial KeratitisCommon Organisms :Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae and other
Streptococcus spp, Pseudomonas aeruginosa (most common organism in soft
contact lens wearers), Enterobacteriaceae (Proteus,Enterobacter, Serratia),
Non-spore-forming anaerobes
Gejala klinis : Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri
pada mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan
menjadi kabur.Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis,
perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea.
Pemeriksaan laboratorium :Pemeriksaankultur bakteri dilakukan dengan
menggores ulkus kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril
kemudian ditanam di media cokelat (untuk Neisseria, Haemophillus dan
Moraxella sp), agar darah (untuk kebanyakan jamur, dan bakteri
kecualiNeisseria) dan agar Sabouraud (untuk jamur, media ini diinkubasi pada
suhu kamar).Kemudian dilakukan pewarnaan Gram.
Penatalaksanaan :Diberikan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil
kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan
(AmericanAcademy of Ophthalmology, 2009):

b. Keratitis Jamur
Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis
EtiologiMenurut Susetio (1993), secara ringkas dapat dibedakan :
1) Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-
cabang hifa.
2) Jamur bersepta :Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
3) Jamur tidak bersepta :Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
4) Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan
tunas:Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
5) Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media
pembiakan membentuk miselium :Blastomices sp, Coccidiodidies
sp,Histoplastoma sp, Sporothrix sp.
Gejala klinis :Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu
kemudian. Pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat, berair dan silau. Pada
mata aka terlihat infiltrate kelabu, disertai hipopion, peradangan, ulserasi
superficial, dan satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan
cincin endotel dengan plaque tanpak bercabang-cabang, dengan endothelium
plaque dengan gambaran stelit pada kornea, dan lipatan descement.
Pemeriksaan laboratorium :Hal yang utama adalah melakukan pemeriksaan
kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi
ulkus dengan biomikroskop. Kemudian dapat dilakukanpewarnaan KOH, Gram,
Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing ±
20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80
Penatalaksanaan :Hal yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai
jenis keratomikosis yang dihadapi, dapat dibagi:
1) Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya. Topikal amphotericin B
1,02,5 mg/ml, thiomerosal (10 mg/ml), natamycin > 10 mg/ml, golongan
imidazole.
2)Jamur berfilamen. Untuk golongan II : Topikal amphotericin B,
thiomerosal, natamycin (obat terpilih), imidazole (obat terpilih).
3) Ragi (yeast). Amphoterisin B, natamycin, imidazole
4) Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.Golongan
sulfa, berbagai jenis antibiotik.
c. Keratitis Virus
Etiologi : Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus
tersering pada kornea.Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host,
merupakan parasit intraselular obligat yang dapat ditemukan pada mukosa,
rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui
kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin
yang mengandung virus
Gejala klinis :Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri pada mata,
fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun
terutama jika bagian pusat yang terkena.Kebanyakan penderita juga disertai
keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya
infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu
dimana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang
stroma.
Pemeriksaan laboratorium :dilakukan kerokan dari lesi epitel pada keratitis
HSV dan cairan dari lesi kulit mengandung sel-sel raksasa. Virus ini dapat
dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan pada banyak
jenis lapisan sel jaringan (misal sel HeLa, tempat terbentuknya plak-plak khas).
Terapi :
1) Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement
epithelial, karena virus berlokasi didalam epitel.Debridement juga
mengurangi bebanantigenik virus pada stroma kornea.Epitel sehat melekat
erat pada kornea namunepitel yang terinfeksi mudah dilepaskan.Debridement
dilakukan dengan aplikatorberujung kapas khusus.Obat siklopegik seperti
atropin 1% atau homatropin 5%diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan
ditutup dengan sedikit tekanan. Pasienharus diperiksa setiap hari dan diganti
penutupnya sampai defek korneanyasembuh umumnya dalam 72 jam
2) Terapi Obat menurut Ilyas,
 IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan
diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam).
 Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.
 Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam.
 Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
 Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
3) Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes nonaktif.
d. Keratitis Acanthamoeba
Etiologi :Keratitis yang berhubungan dengan infeksi Acanthamoeba yang
biasanya disertai dengan penggunaan lensa kontak
Gejala klinis : Rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya yaitu
kemerahan, dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.Bentuk-bentuk awal pada penyakit ini, dengan
perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea semakin banyak
ditemukan. Keratitis Acanthamoeba sering disalah diagnosiskan sebagai
keratitisherpes
Pemeriksaan laboratorium :Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
kerokan dan biakan di atas media khusus.Biopsi kornea mungkin
diperlukan.Sediaan histopatologik menampakkan bentuk-bentuk amuba (kista
atau trofozoit).Larutan dan kontak lensa harus dibiak. Sering kali bentuk amuba
dapat ditemukan pada larutan kotak penyimpan lensa kontak
Penatalaksanaan :Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionat,
propamidin topikal (larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomisin.
Bikuanid poliheksametilen (larutan 0,01-0,02%) dikombinasi dengan obat lain
atau sendiri, kini makin populer. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan
untuk mengendalikan reaksi radang dalam kornea.Keratoplasti mungkin
diperlukan pada penyakit yang telah lanjut untuk menghentikan berlanjutnya
infeksi atau setelah resolusi dan terbentuknya parut untuk memulihkan
penglihatan.Jika organisme ini sampai ke sklera, terapi obat dan bedah tidak
berguna
Keratitis lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoptalmus di mana kelopak tidak dapat
menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea.lagoptalmus akan
menyebabkan mata terpapar sehingga terjadi trauma pada konjugtiva dan kornea menjadi
kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk konjungtivitis dan keratitis.
Lagoftalmus dapatdisebabkan tarikan jaringan parrut pada tepi kelopak, eksoftalmus,
paralise saraf fasial, atoni orbicularis okuli dan proptosis karena tiroid.
Pengobatan keratitis lagoftalmus adalah dengan mengatasi kausa dan air mata
buatan.Untuk mencegah infeksi sekunder diberikan salep mata.
Keratokonjungtiva epidemic
Keratitis yang terjadi pada keratokonjungtivitis epidermic adalah reaksi peradangan
kornea dan konjugtiva yang disebabkan reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 9, 19, 37 yang
berdifat bilateral
Keluhan umum demam, gangguan saluran nafas, penglihatan menurun, merasa seperti
ada benda asing, berair dan kadang disertai nyeri
Gejala klinis yang ditemukan edema kelopak dan folikel konjungtiva,
pseudomembran pada konjugtiva tarsal yang membentuk jaringan parut, kelenjar pre
aurikuler membesar. Pada hari ke 7 terdapat lesi epitel setempat dan hari ke 11-1 terdapat
keekeruhan subepitel di bawwah lesi epitel tersebut. Kekeruhan subepitel menghilang
sesudah 2 bulan sampai 3 tahun atau lebih.
Pengobatan pada keadaan akut sebaiknya dengan kompres dingin, cairan air mata dan
pengobatan penunjang lainya.Lebih baik diobati secara konservatif.Bila terdapat kekeruhan
pada kornea yang menyebabkan penurunan visus yang berat dapat diberikan steroid tetes
mata 3 kali / hari, IDU (iodo 2 dioxyrudine) tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Sumber : Riordan-Eva, Whitcher John. Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC. 2010.
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI. 2010.

EPISKLERITIS
1. Definisi
Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sclera (episklera).Dapat saja kelainan ini terjadi secara
spontan dan idiopatik.
2. Etiologi
Penyebab radang episklera belum diketahui.Radang mungkin disebabkan reaksi
hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti tuberculosis, rheumatoid arthritis,
lues, SLE, dan lainnya.Merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian
daripada infeksi.
3. Epidemiologi
Episkleritis umumnya menganai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan
sekitar 20-50 tahun dengan penyakit bawaan reumatik.
4. Gejala Klinis
Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering dengan rasa sakit yang
ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik.Bentuk radang yang terjadi pada
episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas
tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan
kapas atau ditekan pada kelopak di atas benjolan bola mata, akan memberikan rasa sakit,
rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis bila dilakukan pengangkatan
konjungtiva diatasnya, maka akan mudah terangkat atau dilepas dari pembuluh darah
yang meradang. Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut dan terdapat riwayat
berulang dan dapat berminggu-minggu atau beberapa bulan.
Terlihat mata merah satu sector yang disebabkan melebarnya pembuluh darah di
bawah konjungtiva. Pembuluh darah ini mengecil bila diberi fenil efrin 2,5% topical.
Secara klinis ada dua tipe yaitu episkleritis simple (difus) dan episkleritis nodular.
5. Pemeriksaan Penunjang : Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi terlihat adanya pelebaran pembuluh darah, serbukan sel-
sel radang limfosit, udema.Pada episkleritis nodular ditemukan kumpulan sel-sel raksasa
dan mononuclear dengan sebukan sel limfosit dan plasma disekitarnya.
6. Penatalaksanaan
Penyakit episkleritis merupakan self limiting disease.Penatalaksanaan yang diberikan
adalah memperbaiki keluhan utama serta terapi kausal. Pemberian vasokonstriktor,
misalnya fenil efrin 2,5% topical, untuk meredakan mata merah. Pada keadaan berat
diberi kortikosteroid tetes mata, sistemik atau salisilat.
7. Diagnosis Banding
1. Konjungtivitis
2. Skleritis anterior
8. Prognosis
Kadang merupakan kelainan berulang yang ringan. Episkleritis dapat sembuh
sempurna atau bersifat residif yang dapat menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-
beda dengan lama sakit umumnya berlangsung 4-5 minggu. Penyulit yang dpaat timbul
adalah terjadinya peradangan lebih dalam pada sclera yang disebut skleritis.
Sumber : Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta : Badan Penerbit FK UI, p:
121

ULKUS KORNEA
1. Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.
2. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama
bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan
epitel dan timbullah ulkus kornea.
3. Etiologi
1. Infeksi
1) Infeksi Bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Sebuah penelitian terbaru menyebutkan
bahwa telah ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah satu penyebab ulkus
kornea.7 Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri.
2) Infeksi Jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium
dan spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus kornea 40,65% disebabkan oleh
jamur.
3) Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus.
4) Acanthamoeba
Infeksi kornea oleh Acantha-moeba sering terjadi pada pengguna lensa kontak
lunak. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang
terpapar air yang tercemar.
2. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
 Radiasi atau suhu
 Sindrom Sjorgen
 Defisiensi vitamin A
 Obat-obatan
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis
4. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus Kornea Sentral :
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus: Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuning-an
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus yang
berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-
kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat
hipopion yang banyak. Secara histopatologi, khas pada ulkus ini ditemukan sel
neutrofil yang dominan.
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambar-an karakteristik yang disebutulkus serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman.
Ulkus Neisseria gonorrhoeae : Ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria
gonorrhoeae dan merupakan salah satu dari penyakit menular seksual. Gonore bisa
menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang sangat berarti pada struktur mata
yang lebih dalam.
b. Ulkus Kornea Fungi
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering.Tepi lesi berbatas tegas irregular, feathery edge dan terlihat penyebaran
seperti bulu di bagian epitel yang baik.Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran
di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitar-nya.Pada infeksi kandida
bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik dan dapat terjadi neovasku-larisasi
akibat rangsangan radang.
c. Ulkus kornea virus
Ulkus kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesi timbul 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan
vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat
terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu
kotor.
Ulkus kornea Herpes Simplex : Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi
siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea
disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. Bentuk dendrit herpes simplex
kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresein.
Ulkus kornea Acanthamoeba : Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan
temuan kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.
2. Ulkus Kornea Perifer :
a. Ulkus marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau
segiempat, dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan
limbus.
b. Ulkus mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan
progresif ke arah sentral tanpa adanya kecenderungan untuk perforasi ditandai tepi
tukak bergaung dengan bagian sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu yang
agak lama.
5. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif :
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif :
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamesis, pemeriksaan fisis mata, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisis mata dan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
diagnosis adalah :
1. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan snellen chart dan pinhole. Bisa
menurun sesuai dengan lokasi ulkus dan perjalanan penyakit.
2. Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) dengan menggunakan tonometri non-kontak
atau dengan palpasi. Tonometri kontrak merupakan kontraindikasi pada keadaan ini.
3. Pemeriksaan slit-lamp untuk melihat adanya hipopion, infiltrat, dan segmen anterior.
4. Pemeriksaan sensibilitas kornea, fluoresens, dan tes fistula.
5. Penilaian tingkat keparahan ulkus: apakah sudah melewati 1/3 stroma anterior, nilai
tanda-tanda endoftalmitis, nilai kemungkinan kejadian perforasi.
6. Pemeriksaan oftalmoskop untuk menilai bagian posterior mata.
7. Pemeriksaan gram, mikroskopis langsung dengan bantuan KOH 10%, dan biakan
dengan spesimen kerokan kornea.
7. Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
1. Penatalaksanaan non-medikamentosa
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat memperpanjang proses
penyembuhan luka.
2. Penatalaksanaan medikamentosa
Terapi antibiotik lokal :
1) Terapi empirik: fluorokuinolon (0,3%)
2) Kokus gram positif: cefuroksim (0,3%), vankomisin (5%)
3) Batang gram negatif: gentamisin (1,5%), fluorokuinolon (0,3%), seftazidim (5%)
4) Kokus gram negatif: fluorokuinolon (0,3%), seftriakson (5%)
5) Mycobacterium: amikacin (2%), klaritromisin (1%), atau trimetropim-
sulfametoksazol (1,6%: 8%)
Terapi antifungi lokal :
1) Candida: amphotericin B 0,15%, natamycin 5%, atau fluconazole 1%.
2) Kapang: natamisin 5%, amfoterisin B 0,15%, atau miconazole 1%.
Terapi antiviral lokal :
1) Herpes simpleks: salep asiklovir 3%
2) Varicella zoster: asiklovir oral 800 mg/hari selama 7-10 hari.
Pertimbangka terapi oral sesuai dengan tingkat keparahan penyakit. Berikan
agen antiglaukoma apabila ulkus melewati 1/3 stroma. Terbentuknya dermatokel atau
perforasi merupakan indikasi tindakan bedah.
8. Pencegahan
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.
9. Komplikasi
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder
10. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul.Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat
pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Sumber : Farida, Yusi. 2015.Corneal Ulcers Treatment . J Majority, Vol. 4, No. 1.
Tanto, chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1 edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius. Hal 377.

SKLERITIS
1. Definisi
Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang di tandai oleh destruksi
kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskuler yang mengisyaratkan adanya vaskulitis
2. Epidemiologi
Skleritis terjadi bilateral, pada wanita lebih banyak dibandingkan pria, yang timbul
pada usia 50-60 tahun.
3. Etiologi
Skleritis biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik.Lebih seing disebabkan
penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis dan gout.Kadang-kadang disebabkan
tuberculosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca
bedah.
4. Gambaran Klinis
Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis dan dagu yang
kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering kambuh. Mata
merah berair, fotofobia, dengan penglihatan menurun.
Terlihat konjungtiva kemotik dan sakit sehingga sering diduga adanya selulitis
orbita.Skleritis tidak mengeluarkan kotoran, terlihat benjolan berwarna sedikit lebih biru
jingga, mengenai seluruh lingkaran kornea, sehingga terlihat sebagai skleritis anular.
Skleritis dapat disertai dengan iritis dengan iritis atau siklitis dan koroiditis anterior.
Bila terjadi penyembuhan, maka akan terjadi penipisan sclera yang tidak tahan terhadap
tekanan bola mata sehingga terjadi stafiloma sclera yang berwarna biru.
Terdapat peradangan sclera, episklera, dan konjungtiva dengan melebarnya pembuluh
besar yang tidak kembali pulih dengan pemeberian fenilefrin.
5. Pengobatan
Pengobatannya dengan antiinflamasi steroid ataupun nonsteroid atau obat
imunosupresif lainnya.
6. Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Penyulit skleritis berupa
keratitis perifer, glaucoma, granuloma subretina, uveitis, ablasi retina eksudatif, proptosis,
katarak, dan hipermetropia.
Sumber : Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta : Badan Penerbit FK UI, p:
122.

PTERIGIUM
1. Definisi
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovascular konjungtiva yang bersifat
degenerative dan invasive.Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian
nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan
puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila
terjadi iritasi, akan berwarna merah dapat mengenai kedua mata.
2. Etiologi
Pterigium juga disebabkan iritasi kronis atau debu, cahaya sinar matahari, dan
udara yang panas.Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, dan degenerasi.
3. Gambaran Klinis
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata
iritatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan
gangguan penglihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen
(penipisan kornea akibat kering), dan garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak di
ujung pterigium.
4. Diagnosis Banding
Pseudopterigium, pannus, dan kista dermoid.
5. Pengobatan
Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan
pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme irregular
atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.
6. Pencegahan
Lindungi mata denga pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung.Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu
dapat diberi steroid.Bila terdapat dellen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam
bentuk salep. Pemberian vasokonstriktor perlu control dalam 2 minggu dan pengobatan
dihentikan, jika sudah ada perbaikan. Pterigium dapat tumbuh menutupi seluruh
permukaan kornea.
Sumber : Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. Hal
119.

ENDOFTALMITIS
1. Definisi
Endoftalmitis adalah peradangan supuratif intraokular yang melibatkan segmen anterior
dan posterior mata. Sering dihubungkan dengan infeksi bakteri atau jamur.
2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, endoftalmitis terbagi menjadi pasca-operasi, pasca-trauma dan
endogen.
1) Pasca-operasi terbagi menjadi akut (dalam 6 minggu pasca-operasi) dan kronis
(diatas 6 minggu pasca-operasi).
a. Endoftalmitis akut pasca-operasi : Staphylococcus aureus koagulase negatif.
Streptococcus sp., dan bakteri Gram negatif
b. Endoftalmitis kronis pasca-operasi : Porpionibacterium akne, Staphylococcus
koagulase negatif dan jamur.
2) Endoftalmitis endogen
a. Bakteri Gram : Streptococcus sp., Staphylococcus aureus, dan acillus sp.
b. Bakteri Gram negatif : Neisseria menigitidis.
3. Patogenesis
Endoftalmitis akut pasca-operasi sering disebabkan oleh flora normal kongjungtiva
dan kelopak mata. Operasi yang paling sering dikaitkan dengan endoftalmitis adalah
operasi katarak. Operasi lain yang berkaitan dengan endoftalmitis adalah glaucoma
filtering surgery, vitrektomi pars plana, retinopeksi pneumatik, dan keratoplasti
penetratif. Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran hematogen mikroorganisme
yang mengakibatkan peradangan intraokular.
4. Manifestasi klinik
Gejala endoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan, mata merah, floaters,
fotofobia, dan nyeri.
Pada pemeriksaan mata dapat ditemukan :
 Segmen anterior :
a. Pembengkakan dan spasme kelopak mata
b. Konjungtiva hiperemis (injeksi konjungtiva dan silier), khemosis, dan
edema kornea
c. Bilik mata depan : sel (+), flare (+), fibrin, dan hipopion.
 Segmen posterior
a. Kekeruhan vitreus
b. Nekrosis retina
5. Diagnosis
Anamnesis : riwayat operasi dan trauma sebelumnya serta penyakit sistemik yang
mendasari.
Pemeriksaan fisis mata : pemeriksaan segmen anterior dan posterior mata dapat dilihat
pada bagian manifestasi klinik
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan yang penting adalah biakan kuman dari vitreus
dan/ atau aqueous humor untuk mencari etiologi infeksi dan sebagai panduan tata laksana
antimikroba yang tepat.
6. Tata laksana
Endoftalmitis dapat diobati dengan antibiotika melalui periokular atau subkojungtiva.
Antibiotik topikal dan sistemik ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari.
Antibiotik yang sesuai untuk kausa bila kuman adalah stafilokok, basitrasin (topikal),
metisilin (subkojungtiva dan IV). Sedang bila pneumokok, streptokok, dan stafilokok –
penisilin G (top, subkonj dan IV). Neiseria – penisilin G (top. Subkonj. dan IV).
Pseudomonas diobati dengan gentamisin, tobramisin, dan karbesilin (top. Subkonj. dan
IV). Batang gram negatif lain – gentamisin ( top. Subkonj. dan IV).
Sikloplegik diberikan 3 kali sehari tetes mata. Kortikosteroid dapat diberikan dengan
hati-hati. Apabila pengobatan gagal dilakukan eviserasi. Enukleasi dilakukan bila mata
telah teang da ftisis bulbi. Penyebabnya jamur diberikan amfoterisin B150 mikro gram
sub-konjungtiva.
7. Prognosis
Penyulit endoftalmitis adalah bila proses peradangan mengenai ketiga lapisan mata (
retia, koroid, dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan panoftalmitis.
Prognosis endoftalmitis dan panoftalmitis sangat buruk terutama bila disebabkan jamur
atau parasit.
Sumber : Tanto, chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1 edisi 4. Jakarta :
Media Aesculapius. Hal 371.
4. Langkah diagnostik !
Pembahasan :
 Anamnesis tambahan :
- Apakah terdapat penurunan ketajaman penglihatan ?
- Apakah adanya nyeri apabila melihat cahaya terang ?
- Apakah terdapat gambaran halo pada saat melihat ?
- Apakah ada cairan eksudat pada mata ?
- Apakah ada riwayat penyakit terdahulu?
 Pemeriksaan :
- Inspeksi
Melihat adanya injeksi konjungtiva, injeksi siliar, dan injeksi episklera
- Pemeriksaan lapangan pandang
Uji konfrontasi : penderita diperiksa dengan duduk berhadapan terhadap
pemeriksa pada jarak 33 cm. Mata kanan pasien dengan mata kiri pemeriksa
saling berhadapan. Mata kiri pasien dan mata kanan pemeriksa diminta untuk
ditutup. Sebuah benda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahandari
perifer lapang pandang ke tengah. Bila pasien sudah melihatnya ia diminta
memberi tahu. Pada keadaan ini bila pasien melihat pada saat yang bersamaan
dengan pemeriksa berarti lapang pandang pasien adalah normal.Syarat pada
pemeriksaan ini adalah lapang pandang pemeriksa adalah normal.
- Pemeriksaan pupil
Perhatikan ukuran pupil bila terlihat anisokoria berdirilah menjauhi pasien dan
gelapkan ruangan dan lihat melalui oftalmoskop.Lihat reflek merah dari
fundus okuli dan bandingkan ukuran pupil secara langsung pada
glaucoma.Pada glaucoma akut terlihat pupil lonjong, asimetri pada trauma
tembus mata dan osilasi abnormal pada sindrom Adie tonik pupil.
Refleks pupil:
Refleks pupil langsung, mengecilnya pupil yang disinari. Mata disinari 3
detik dan akan terlihat konstriksi pupil. Bila tidak terdapat konstriksi pada
penyinaran ini sedang pupil sebelahnya berkonstriksi hal ini terjadi pada
parese iris karena trauma.
Refleks pupil tidak langsung, mengecilnya pupil yang tidak disinari.Refleks
ini terjadi akibat adanya dekusasi.
Refleks koklear, dengan rangsangan garpu nada akan terjadi midriasis setelah
miosis.
Refleks sinar, dengan rangsangan sinar kedua pupil mengecil.
Refleks orbicular, dengan rangsangan menutup kelopak dengan kuat terjadi
monocular miosis.
Refleks trigeminus, merangsang kornea akan terjadi midriasis yang disusul
dengan miosis.
- Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer.Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tonometer pada bola
mata dinamakan tonometri.Pemeriksaan tekanan bola mata, dapat juga secara
palpasi, terlihat sangat rendah ataupun sangat keras atau tinggi.Dikenal
beberapa alat tonometer seperti, alat tonometer schiotz dan tonometer aplanasi
goldman.
- Pemeriksaan tajam penglihatan
Uji ini untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang terjadi akibat
kelainan refraksi atau kelainan organik media penglihatan.Penderita duduk
menghadap kartu snelen dengan jarak 6 meter.Penderita disuruh melihat huruf
terkecil yang masih terlihat dengan jelas.Kemudian pada mata tersebut ditaruh
lempeng berlubang kecil (pinhole atau lubang sebesar 0,75mm).bila terdapat
perbaikan tajam penglihatan dengan melihat melalui lubang kecil berarti
terdapat kelainan refraksi. Bila terjadi pemunduran tajam penglihatan berarti
terdapat gangguan pada media penglihatan.Mungkin saja ini diakibatkan
kekeruhan kornea, katarak, kekeruhan dalam badan kaca, dan kelainan macula
lutea.
Sumber :Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. Hal
31, 41, 43, dan 46.
DAFTAR PUSTAKA

Djayalangkara, Harfiah, dkk. 2013 . Buku Ajar Anatomi Biomedik ll. Makassar : Universitas
Hasanuddin.

Farida, Yusi. 2015.Corneal Ulcers Treatment . J Majority, Vol. 4, No. 1.

Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.

Riordan-Eva, Whitcher John. 2013.Oftalmologi Umum.Edisi 17.Jakarta : EGC.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta: EGC.

Tanto, chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1 edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai