Anda di halaman 1dari 13

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecerdasan (Intelegensi)
1. Pengertian
Intelegensi berasal dari kata Latin intelligere yang berarti

menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to

bind, together). Pengertian intelegensi memberikan bermacam-macam arti

bagi para ahli (Ahmadi, 2009).


Wechsler (1984), intelegensi adalah kemampuan bertindak dengan

menetapkan suatu tujuan, untuk berpikir secara rasional dan untuk

berhubungan dengan lingkungan di sekitarnya secara memuaskan. W.

Stern (1997), mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk

mengetahui problem serta kondisi baru, kemampuan berpikir abstrak,

kemampuan bekerja, kemampuan menguasai tingkah laku instingtif, dan

kemampuan menerima hubungan yang kompleks termasuk apa yang

dimaksud dengan intelegensi. Binet (1987), menyatakan bahwa intelegensi

adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,

untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan

untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri. Terman (1987), intelegensi

adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Berdasarkan pada pengertian-

pengertian yang telah dikemukakan di atas, intelegensi pada hakikatnya

merupakan suatu kemampuan dasar yang bersifat umum untuk

memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen

(Sukardi, 2009).

2. Teori-teori Intelegensi
8

Yusuf (2007), dalam menggambarkan secara sepintas tentang

intelegensi sebagai kemampuan dasar yang bersifat umum telah

berkembang berbagai teori intelegensi diantaranya:


a. Teori “Two Factors”
Teori ini dikemukakan oleh Charles Spearman (1904), berpendapat

bahwa intelegensi itu meliputi kemampuan umum yang diberi kode

“g” (general factor), dan kemampuan khusus yang diberi kode “s”

(spesific factor). Setiap individu memiliki kedua kemampuan ini yang

keduanya menentukan penampilan atau perilaku mentalnya.


b. Teori “Primary Mental Abilities”
Teori ini dikemukakan oleh Thurstone (1938), berpendapat bahwa

intelegensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu:


1) Kemampuan berbahasa: verbal comprehension
2) Kemampuan mengingat: memory
3) Kemampuan nalar atau berpikir logis: reasoning
4) Kemampuan tilikan ruang: spacial factor
5) Kemampuan bilangan: numerical ability
6) Kemampuan menggunakan kata-kata: word fluency
7) Kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat: perceptual

speed.
c. Teori “Multiple Intelligence”
Teori ini dikemukakan oleh J.P. Guilford dan Howard Gardner.

Guilford berpendapat bahwa inteligensi itu dapat dilihat dari tiga

kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu sebagai berikut:


1) Operasi Mental (Proses Berpikir)
a) Kognisi (menyimpan informasi yang lama dan menemukan

informasi yang baru).


b) Memory retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari).
c) Memory recording (ingatan yang segera).
d) Divergent production (berpikir melebar = banyak kemungkinan

jawaban).
9

e) Convergent production (berpikir memusat = hanya satu

jawaban/alternatif).
f) Evaluasi (mengambil keputusan tentang apakah sesuatu itu

baik, akurat, atau memadai).


2) Content (Isi yang dipikirkan)
a) Visual (bentuk kongkret atau gambaran).
b) Audiotory.
c) Word Meaning (semantic).
d) Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, angka

dan not musik).


e) Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui

penginderaan, ekspresi muka atau suara).


3) Product (Hasil Berpikir)
a) Unit (item tunggal informasi).
b) Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
c) Relasi (keterkaitan antarinformasi).
d) Sistem (kompleksitas bagian yang saling berhubungan).
e) Transformasi (perubahan, modifikasi atau redefinisi informasi).
f) Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item

lain).
Tokoh berikutnya dari teori “multiple inteligence” ini adalah

Howard Gardner (2002), mengemukakan bahwa ada delapan jenis

intelegensi, atau “kerangka pemikiran.” Hal tersebut dideskripsikan

berikut (Campbell, Campbell, & Dickinson 2004).


1) Keahlian verbal: Kemampuan menggunakan kata-kata dan bahasa

untuk mengekspresikan makna.


2) Keahlian matematis: Kemampuan mengerjakan operasi-operasi

matematika.
3) Keahlian spasial: Kemampuan berpikir tiga dimensi.
4) Keahlian kinestetik-fisik: Kemampuan memanipulasi objek dan

menjadi ahli secara fisik.


5) Keahlian musikal: Sensitivitas terhadap pola titi nada, melodi,

irama, dan nada.


10

6) Keahlian inter-personal: Kemampuan untuk memahami dan

berinteraksi secara efektif dengan orang lain.


7) Keahlian Intra-personal: Kemampuan untuk memahami diri

sendiri.
8) Keahlian natural: Kemampuan mengobservasi pola-pola alam dan

memahami sistem alamiah atau sistem buatan manusia.


d. Teori “Triarchic of intelligence”
Teori ini dikemukakan oleh Robert J. Sternberg (2009). Teori ini

menyatakan bahwa intelegensi terdiri atas tiga bentuk, yaitu:


1) Intelegensi analitis: berhubungan dengan kemampuan

menganalisis, menilai, mengevaluasi, membandingkan, dan

membedakan.
2) Intelegensi kreatif: terdiri atas keahlian untuk menciptakan,

merancang, menemukan, memulai, dan membayangkan.


3) Intelegensi praktis: mencakup kemampuan untuk menggunakan,

menerapkan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan gagasan


3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu,

yaitu:
a. Keturunan atau Pembawaan
Bayley (1979) dikutip Daryanto (2010), studi korelasi nilai-nilai

tes intelegensi di antara anak dan orang tua atau dengan kakek

neneknya, menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap

tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.

Djaali (2007), faktor pembawaan ditentukan oleh sifat yang dibawa

sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam

memecahkan masalah ditentukan oleh faktor ini.


b. Latar belakang sosial ekonomi
Bayley (1979) dikutip Daryanto (2010), pendapatan keluarga,

pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi lainnya,


11

berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu

mulai usia 3 tahun sampai dengan remaja.


c. Lingkungan hidup
Bayley (1979) dikutip Daryanto (2010), lingkungan yang kurang

baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik

pula. Lingkungan yang dinilai paling buruk bagi perkembangan

intelegensi adalah panti-panti asuhan serta intitusi lainnya, terutama

bila anak ditempatkan di sana sejak awal kehidupannya. Santrock

(2007), seberapa sering orang tua berkomunikasi dengan anak-anaknya

dalam masa tiga tahun pertama berkorelasi dengan skor IQ Stanford-

Binet pada usia 3 tahun. Semakin sering orang tua berkomunikasi

dengan anak-anak, skor IQ anak-anak tersebut semakin tinggi.


d. Kematangan
Ahmadi (2009), kecerdasan tidak tetap statis, tetapi dapat tumbuh

dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya intelegensi sedikit

banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur, dan kemampuan

lain yang telah dicapai (kematangannya). Djaali (2007), seseorang

yang telah tumbuh dan berkembang hingga mencapai kesanggupan

menjalankan fungsinya masing-masing akan dapat menyelesaikan

persoalan sesuai dengan umur.


4. Jenis-jenis Tes Intelegensi
Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu

(Sukardi, 2009) :
a. Tes intelegensi individual, beberapa di antaranya:
1) Stanford-Binet Intelligence Scale
2) Wechsler-Belleuve Intelligence Scale (WBIS)
3) Wechsler-Intelligence Scale for Children (WISC)
4) Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)
5) Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI)
b. Tes intelegensi kelompok, beberapa di antaranya:
12

1) Pintner Cunningham Primary Test


2) The California Test of Mental Maturity
3) The Henmon-Nelson Tests Mental Ability
4) Otis-Lennon mental Ability Test
5) Standard Progressive Matrices
c. Tes intelegensi dengan tindakan perbuatan
Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah, berupa :
1) The California Test of Mental Maturity
2) The Henmon-Nelson Tests Mental Ability
3) Otis-Lennon Mental Ability Tests
4) Standard Progressive Matrices
5) The Coloured Progressive Matrices
Alat pengukuran The Coloured Progressive Matrices (CPM) yang

dikembangkan oleh J.C. Raven. Tes ini dirancang berdasarkan

pengukuran Spearman atas faktor umum. Tes ini digunakan bagi anak-

anak dibawah usia 11 tahun. Hasil tes CPM memungkinkan untuk

menjelaskan kesenjangan yang teramati antara kapasitas seseorang anak

yang dites untuk berpikir produktif dan kemampuan untuk me-recall

informasi.
5. Klasifikasi Skor IQ
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-maca, salah satunya adalah

penggolongan tingkat IQ berdasarkan Stanford-Binet yang telah direvisi

oleh Terman dan Merill (Baharuddin dan Wahyuni, 2010).


Tabel 2.1
Klasifikasi skor IQ Menurut Stanford Revision

Tingkat kecerdasan (IQ) Klasifikasi


140 – 169 Amat Superior
120 – 139 Superior
110 – 119 Di atas Rata-rata
90 – 109 Rata-rata
80 – 89 Di bawah Rata-rata
70 – 79 Batas Lemah Mental
20 – 69 Lemah Mental
Sumber : (Baharuddin dan Wahyuni, 2010).

B. Motivasi Belajar
13

1. Pengertian

Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan

belajar siswa. Motivasi mendorong siswa ingin melakukan kegiatan

belajar. Para ahli psikolog mendefinisikan motivasi sebagai proses di

dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah dan menjaga

perilku setiap saat. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-

kebutuhan dan keinginan terhadap iintensitas dan arah perilaku seseorang

(Baharuddin dan Wahyuni, 2010).

Dimyati dan Mudjiono (2004), motivasi belajar dapat diartikan

sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku

manusia untuk belajar. Di dalam motivasi terdapat tiga komponen utama,

yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu

merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang telah dimiliki dengan yang

diharapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan

kegiatan dalam rangka memenuhi harapan atau tujuan. Dorongan yang

berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi.

2. Tujuan Motivasi

Purwanto (2003), tujuan motivasi secara umum adalah untuk

menggerakan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan

kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil

atau pencapaian tujuan tertentu. Tindakan memotivasi akan lebih dapat

berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh yang dimotivasi serta sesuai

dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang
14

yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-

benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang

akan dimotivasi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar di antaranya

adalah sebagai berikut:

a. Cita-cita dan aspirasi

Nursalam dan Efendi (2009), menjelaskan cita-cita merupakan

faktor pendorong yang dapat menambah semangat sekaligus

memberikan tujuan yang jelas dalam belajar. Cita-cita yang bersumber

dari dalam diri sendiri akan membuat seseorang melakukan upaya

lebih banyak yang dapat diindikasikan dengan:

1) Sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas

2) Kreativitas yang tinggi

3) Berkeinginan untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dialami

4) Berusaha agar teman dan guru memiliki kemampuan bekerja sama

5) Berusaha menguasai seluruh mata pelajaran

6) Beranggapan bahwa semua mata pelajaran penting

b. Kemampuan peserta didik

Nursalam dan Efendi (2009), kemampuan peserta didik akan

mempengaruhi motivasi belajar. Kemampuan yang dimaksud adalah

segala potensi yang berkaitan dengan intelektual atau intelegensi.

Kemampuan psikomotorik juga akan memperkuat motivasi.


15

Baharuddin dan Wahyuni (2010), adanya sifat positif dan kreatif yang

ada pada manusia dapat mempengaruhi motivasi belajar.

c. Kondisi peserta didik

Nursalam dan Efendi (2009), keadaan peserta didik secara

jasmaniah dan rohaniah akan mempengaruhi motivasi belajar. Kondisi

jasmani dan rohani yang sehat akan mendukung pemusatan perhatian

dan gairah dalam belajar.

d. Kondisi lingkungan belajar

Nursalam dan Efendi (2009), kondisi lingkungan belajar dapat

berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan,

kemasyarakatan dan lingkungan institusi penyelenggara pendidikan.

Kondisi lingkungan belajar juga termasuk hal yang penting untuk

diperhatikan. Lingkungan yang kondusif juga mempengaruhi minat

dan kemauan belajar seseorang.

Baharuddin dan Wahyuni (2010), kurangnya respons dari

lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar

seseorang menjadi lemah. Suryabrata (2004), mengungkapkan faktor

non sosial yang meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat

belajar, dan lain-lain dapat mempengaruhi motivasi belajar anak.

e. Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran

Nursalam dan Efendi (2009), peserta didik memiliki perasaan,

perhatian, ingatan, kemauan, dan pengalaman hidup yang turut


16

mempengaruhi minat dan motivasi dalam belajar baik secara langsung

maupun tidak langsung.

f. Upaya pengajar dalam membelajarkan peserta didik

Nursalam dan Efendi (2009), pengajar merupakan salah satu

stimulus yang sangat besar pengaruhnya dalam memotivasi peserta

didik untuk belajar. Kemampuan merancang bahan ajar dan perilaku

merupakan bagian dari upaya pembelajaran. Faktor yang datang dari

luar diri individu, Baharuddin dan Wahyuni (2010) menyebutnya

dengan motivasi ekstrinsik dapat memberi pengaruh terhadap kemauan

untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru,

orangtua, dan lain sebagainya.

4. Fungsi Motivasi dalam Belajar

Fungsi motivasi menurut Sardiman (2007), ada tiga fungsi motivasi

yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak dari setiap

kegiatan yang akan dikerjakan. Adanya usaha yang tekun dan didasari

adanya motivasi, maka seseorang yang belajar akan dapat melahirkan

prestasi yang baik.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni kea rah tujuan yang hendak dicapai.

Motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan

sesuai dengan rumusan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan


17

menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan

tersebut.

5. Alat Pengukuran Motivasi Belajar

Motivasi diukur dengan menggunakan kuesioner atau dengan

menggunakan wawancara. Dalam TRA (Theory of Reasoned Action),

motivasi merupakan bagian dari intense sehingga belum nampak

kegiatannya dan tidak dapat dilakukan observasi secara langsung. Hasil

pengukuran motivasi dapat dikategorikan menjadi motivasi rendah, bila 0-

75% dan tinggi, bila 76-100% Motivasi tidak dapat diobservasi secara

langsung namun harus diukur. Salah satu cara untuk mengukur motivasi

melalui kuesioner adalah dengan meminta klien untuk mengisi kuesioner

yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing motivasi klien

(Hidayat, 2009).

C. Hubungan Kecerdasan Intelektual dengan Motivasi Belajar Anak

Menurut Wechsler, intelegensi adalah kemampuan bertindak dengan

menetapkan suatu tujuan, untuk berpikir secara rasional, dan untuk

berhubungan dengan lingkungan di sekitarnya secara memuaskan (Sukardi,

2009). Sehingga anak yang mempunyai kemampuan intelegensi tersebut

mampu berpikir bahwa kebutuhan belajar sangat penting, maka anak akan

mempunyai dorongan untuk melakukan kegiatan belajar dalam rangka

memenuhi harapan atau tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan

tersebut merupakan inti motivasi (Dimyati dan Mudjiono, 2004).


18

Anak yang ingin dapat belajar dengan baik memerlukan motivasi yang

baik pula. Jika motivasi yang timbul untuk belajar karena rasa takut akan

hukuman, maka kegiatan belajar tersebut kurang efektif jika dibandingkan

dengan suatu motivasi yang menyenangkan. Motivasi berfungsi sebagai

pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Adanya usaha yang tekun dan

didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar akan dapat melahirkan

prestasi yang baik (Sardiman, 2007).

Bulan (2012) dalam penelitiannya menemukan prestasi belajar di sekolah

sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum yang dapat diukur dengan

Intelligence Quotient (IQ). Kemampuan intelektual merupakan kemampuan

kognisi yang diartikan sama dengan kecerdasan intelektual, yaitu kemampuan

yang didalamnya mencakup belajar dan pemecahan masalah. Kecerdasan

intelektual lebih difokuskan kepada kemampuan dalam berpikir.


19

D. Kerangka Teori

- Cita-cita dan Aspirasi


- Kondisi Peserta Didik Faktor Internal:
1. Keturunan
- Lingkungan Belajar
Kemampuan 2. Kematangan
- Unsur-unsur Dinamis
Peserta Didik
dalam Pembelajaran
(Kecerdasan
- Upaya Pengajar dalam Intelektual)
Membelajarkan Peserta Faktor Eksternal:
Didik 1. Lingkungan
Hidup
2. Kondisi
Ekonomi

Motivasi Upaya Prestasi


Belajar Belajar Belajar

Wawancara Kuesioner

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber ; Ahmadi (2009), Daryanto (2010), Dimyati dan Mudjiono (2004). Djaali
(2007). Nursalam (2009), Baharuddin dan Wahyuni (2010). Suryabrata (2004).

Anda mungkin juga menyukai