Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN

DAMPAK KEBIJAKAN TOL LAUT TERHADAP DISPARITAS HARGA DAN


PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

Disusun oleh:
ADI PERMANA
1706086436

PROGRAM STUDI PASCASARJANA ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebanyak 13.466
pulau, memiliki luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan hampir mencapai dua kali lipat
daratan, yaitu 3.257.483 km2 (www.big.go.id). Dengan luas wilayah yang begitu besar,
Indonesia mempunyai masalah yang cukup serius dalam hal ketimpangan. Salah satunya
adalah ketimpangan harga (disparitas harga), sebagian besar harga komoditas di wilayah barat
jauh lebih murah daripada di wilayah timur Indonesia.
Disparitas harga yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat kawasan timur
Indonesia berdampak terhadap daya beli masyarakat. Mahalnya berbagai jenis komoditas
menyebabkan masyarakat di kawasan timur Indonesia memiliki pilihan yang terbatas dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berbagai dampak negatif yang muncul akibat adanya
disparitas harga menyebabkan pemerintah berkomitmen untuk mengurangi disparitas harga ini
(Presiden RI, 2014). Kondisi disparitas harga di kawasan timur Indonesia dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Disparitas Harga beberapa Komoditas di Kawasan Timur Indonesia, 2018
Wilayah
Komoditas Disparitas
Surabaya Manokwari Jayapura Sorong (persen)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Beras 12158 13663 13508 12450 12,38
Minyak goreng 13083 17271 15646 14863 32,01
Daging sapi 114400 114167 130696 108333 14,24
Daging ayam 32604 37954 39629 36958 21,55
Telur ayam ras 22104 32250 30854 28383 45,90
Bawang merah 23375 42708 41629 37500 82,71
Keterangan: Harga rata-rata dalam Rp/Kg. Disparitas dalam tabel ini dihitung dari selisih antara harga di
Surabaya dengan harga tertinggi di kabupaten/kota lain.
Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (diolah 30/12/18)

Salah satu komponen penting dalam pembentukan harga adalah adanya margin
perdagangan dan biaya angkut. Biaya angkut merupakan komponen paling besar dalam
struktur biaya logistik, hal ini sesuai dengan penelitian Swenseth & Godfrey (2002) yang
menemukan bahwa biaya transportasi dapat mencapai hampir 50 persen dari total biaya
logistik. Panjangnya distribusi komoditas yang dihasilkan oleh wilayah barat untuk sampai ke
wilayah timur Indonesia menyebabkan harga yang diterima oleh masyarakat menjadi lebih
mahal, sehingga terjadi disparitas harga yang cukup tinggi.

1
Pemerintah melalui kebijakan Tol Laut berusaha mengurangi disparitas harga dengan
memberikan subsidi biaya transportasi di laut. Dengan turunnya biaya transportasi diharapkan
harga yang diterima konsumen akhir di wilayah timur juga semakin turun, akibatnya disparitas
harga dapat dikurangi. Berdasarkan Perpres RI No 70 Tahun 2015 yang menjadi fokus utama
kebijakan tol laut diantaranya barang penting (semen, benih, LPG 3kg, pupuk, triplek, besi baja
konstruksi, dan baja ringan) dan barang kebutuhan pokok (beras, kedelai bahan baku
tempe/tahu, cabe, bawang merah, gula, minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, daging
ayam ras, telur ayam ras dan ikan segar seperti bandeng, kembung, tongkol,/tuna/cakalang).
Kebijakan Tol Laut yang sudah berjalan sejak 2015 diklaim pemerintah berhasil
mengurangi disparitas harga hingga 23 persen, pendapat ini disampaikan oleh Menteri
Perhubungan Budi Karya di Jakarta 2 Maret 2018 (www.cnnindonesia.com). Namun,
pernyataan berbeda disampaikan oleh Direktur National Maritime Institute, Siswanto Rusdi,
yang menilai kebijakan tol laut masih perlu diperbaiki karena pengurangan disparitas harga di
pasar belum signifikan (nasional.kontan.co.id). Hal ini akibat bengkaknya biaya logistik di
darat, yaitu biaya distribusi dari pelabuhan sampai ke pasar atau tangan konsumen.
Selain untuk mengatasi disparitas harga, agenda besar terkait tol laut adalah cita-cita
Presiden Jokowi yaitu menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Berdasarkan
laporan implementasi Tol Laut oleh Bappenas (2015), perdagangan internasional yang
diangkut melalui laut mencapai 90 persen, dengan 40 persen melewati jalur di sekitar wilayah
Indonesia. Banyaknya arus kapal yang melewati wilayah Indonesia merupakan peluang
sekaligus tantangan sehingga menyebabkan pemerintah sangat bersemangat untuk dapat
menyukseskan program tol laut ini.
Kebijakan tol laut berdasarkan laporan Bappenas dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019) mengagendakan kebutuhan anggaran yang cukup
besar, yaitu 700 trilyun. Anggaran tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur
pelabuhan berupa pengerukan kolam pelabuhan, pengembangan terminal kontainer, perbaikan
jalan akses, pengadaan kapal kontainer, kapal patroli, dan sebagainya yang dapat dilihat dalam
tabel 2. Anggaran yang besar ini memerlukan pengawasan dan dukungan berbagai pihak agar
target pembangunan infrastruktur pelabuhan tersebut dapat tercapai.
Berdasarkan studi (Shan, Yu, & Lee, 2014), aktivitas di pelabuhan mempunyai dampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi di China. Pembangunan infrastruktur pelabuhan secara
besar-besaran oleh pemerintah Indonesia melalui tol laut bertujuan untuk meningkatkan
aktivitas ekonomi di pelabuhan. Peningkatan aktivitas ekonomi di pelabuhan pada akhirnya
akan mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2
Tabel 2. Indikasi Kebutuhan Pendanaan Tol Laut dalam RPJMN 2015-2019
Dana
No Kebutuhan Infrastruktur Keterangan
(Milyar
Pendukung Tol Laut
rupiah)
(1) (2) (3) (4)
1 24 pelabuhan strategis 243.696 Termasuk pengerukan, pengem-
bangan terminal kontainer serta
lahannya.
2 Short sea shipping (Jawa) 7.500 Kapal, Pelabuhan Sumur, Bojanegara,
Kendal, Paciran, Cirebon.
3 Fasilitas kargo umum dan bulk 40.615 Sesuai rencana induk pelabuhan
Nasional
4 Pengembangan pelabuhan 148.100 1481 pelabuhan
non-komersial
5 Pengembangan pelabuhan 41.500 83 pelabuhan
komersial lainnya
6 Percepatan sasaran pemba- 50.000 Sesuai Renstra Dirjen Kelautan dan
ngunan lama yang tak tercapai Rencana Induk Pelabuhan Nasional
7 Transportasi multimuda untuk 50.000 Sistem multimoda, sesuai Renstra
mencapai pelabuhan Dirjen Perhubungan Laut
8 Revitalisasi galangan kapal 10.800 12 galangan kapal secara menyeluruh
(tidak ditentukan)
9 Kapal untuk 5 tahun ke depan 101.740 Kapal kontainer, barang peinrtis, bulk
carrier, tug & barge, Tanker, dan
Kapal rakyat
10 Kapal patroli 6.048 Kapal patroli dari kelas IA s.d V
Total 699.999
Sumber: Laporan Implementasi Tol Laut 2015, Bappenas

Berangkat dari dugaan dan klaim dari berbagai sumber yang ada terkait keberhasilan
tol laut dalam mengurangi disparitas harga dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana
perkembangan disparitas harga barang kebutuhan pokok di kawasan timur Indonesia hingga
saat ini? apasaja faktor yang mempengaruhi disparitas harga dan apakah kebijakan Tol Laut
telah berhasil menurunkan disparitas harga terutama di kawasan timur Indonesia? Selain itu
penelitian ini juga ingin melihat bagaimana peran pelabuhan dan kebijakan tol laut terhadap
pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Disparitas harga yang sangat besar antara kawasan barat dan timur Indonesia berusaha
ditekan melalui kebijakan Tol Laut, berupa pemberian subsidi ongkos angkut di laut untuk
komoditas bahan pokok dan penting. Dengan menurunnya biaya transportasi laut diharapkan
3
harga di tingkat konsumen kawasan timur akan menurun. Adanya perbedaan klaim antara
pemerintah dan akademisi mendorong peneliti untuk melakukan identifikasi faktor-faktor yang
memengaruhi disparitas harga barang kebutuhan pokok serta dampak kebijakan Tol Laut
terhadap disparitas harga di kawasan timur Indonesia.
Selain mengurangi disparitas harga, kebijakan tol laut dalam jangka panjang bertujuan
untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk mewujudkan hal itu,
pemerintah melalui kebijakan tol laut melakukan pembangunan infrastruktur pelabuhan secara
besar-besaran. Besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk mendukung kebijakan tol laut
mendorong peneliti untuk melihat sejauh mana peran pelabuhan di kawasan timur Indonesia
terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana dampak tol laut terhadap pertumbuhan
ekonomi kawasan timur Indonesia.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
tujuan dari penelitian ini antara lain:
a. Melihat perkembangan disparitas harga beberapa komoditas kebutuhan pokok di kawasan
timur Indonesia.
b. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi disparitas harga barang kebutuhan pokok di
kawasan timur Indonesia.
c. Menganalisis dampak kebijakan tol laut terhadap disparitas harga barang kebutuhan pokok
di kawasan timur Indonesia.
d. Menganalisis dampak kebijakan tol laut terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan timur
Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Disparitas Harga
Teori Spatial arbitrage dalam (Ridhwan, Karlina, & Yanfitri, 2012) menyatakan bahwa
harga barang yang homogen pada dua lokasi akan berbeda karena adanya biaya transaksi untuk
memindahkan barang dari wilayah yang memiliki harga lebih rendah ke wilayah dengan harga
lebih tinggi. Ekspektasi dari deviasi absolut dari dua lokasi adalah lebih rendah atau sama
dengan biaya transportasi dan distribusi. Teori tersebut secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut:
�𝑝𝑝𝑖𝑖 − 𝑝𝑝𝑗𝑗 � ≤ 𝑡𝑡 (1)
dimana 𝑝𝑝𝑖𝑖 = harga barang di wilayah i,

4
𝑝𝑝𝑗𝑗 = harga barang di wilayah j,
𝑡𝑡 = biaya transportasi.
Pembentukan harga suatu komoditas di dalam penelitian (Prastowo, Yanuarti, &
Depari, 2008) didasari dari sifat produsen yang rasional sehingga akan berusaha untuk
memaksimalkan keuntungan. Produsen dan agen ekonomi akan memasukkan marjin
keuntungan dalam komoditas yang diperdagangkan, sehingga dapat ditulis dalam persamaan:
𝑝𝑝 = 𝑚𝑚 + 𝑐𝑐 + 𝜋𝜋 (2)
Harga jual (p) merupakan penjumlahan dari komponen biaya input (m), biaya penambahan
nilai (c), dan marjinal keuntungan (π). Biaya input terdiri dari pembelian bahan baku produksi,
baik berupa barang mentah maupun barang setengah jadi. Komponen biaya penambahan nilai
dapat berupa biaya pengolahan untuk merubah bentuk, biaya penyimpanan (inventory), dan
biaya distribusi. Kebijakan Tol Laut berupa subsidi ongkos angkut dalam penelitian ini terkait
di dalam komponen biaya distribusi.
Subsidi ongkos angkut di laut menyebabkan penurunan biaya produsen yang harus
dikeluarkan dalam proses distribusi komoditas bahan pokok dan penting ke wilayah timur
Indonesia. Selain subsidi ongkos angkut, dalam implementasinya tol laut juga menggunakan
kapal khusus yang mampu membawa muatan lebih banyak. Peningkatan kapasitas muatan
kapal dalam kebijakan tol laut menurunkan biaya rata-rata per unit komoditas karena adanya
efek economic of scale. Dengan menurunnya biaya transportasi yang ditanggung oleh produsen
dan bertambahnya volume yang bisa diangkut dengan kapal tol laut, maka suplly terhadap
komoditas tersebut di pasar semakin bertambah sehingga kurva supply bergeser ke kanan,
harapannya adalah akan terjadi penurunan harga konsumen sehingga menurunkan disparitas
harga di kawasan timur Indonesia. Secara grafis dapat dilihat mekanismenya dalam gambar 1.

P P

S0
S1

E0
P0
P0 P1 E1
AC
P1
D

Q Q
Gambar 1. Mekanisme Kebijakan Tol Laut dalam Mengurangi Disparitas Harga

5
Pada tahap awal peneliti akan menghitung koefisen variasi (cv) dari harga barang
kebutuhan pokok pada tahun 2018. Setelah itu akan dipilih dua komoditas untuk diestimasi
menggunakan model empiris, yaitu komoditas yang memiliki rata-rata cv terbesar dan terkecil.
Pemilihan dua komoditas dalam penelitian ini bertujuan menyederhanakan proses estimasi
model, jika secara empiris terbukti kebijakan tol laut signifikan, maka kesimpulannya dapat
digeneralisasi untuk komoditas kebutuhan pokok lainnya. Rumus yang digunakan dalam
menghitung cv adalah:

𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 = . 100 (3)
𝑥𝑥̅

Keterangan:
sdev : standar deviasi harga komoditas masing-masing kabupaten/kota selama periode
penelitian.
𝑥𝑥̅ : harga rata-rata komoditas masing-masing kabupaten/kota selama periode penelitian.
2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi
Model pertumbuhan ekonomi Solow menunjukkan bagaimana tabungan/investasi,
pertumbuhan populasi serta kemajuan teknologi memengaruhi tingkat output perekonomian
maupun pertumbuhannya. Tenaga kerja dan modal diasumsikan mengalami constant returns
to scale apabila keduanya dianalisis secara bersama-sama (Mankiw, 2006). Output per pekerja
merupakan fungsi dari kapital per pekerja, sehingga fungsi produksi dapat ditulis:
𝑦𝑦 = 𝑓𝑓(𝑘𝑘) (4)
𝑌𝑌 𝐾𝐾
dengan 𝑦𝑦 = dan 𝑘𝑘 =
𝐿𝐿 𝐿𝐿

Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi, artinya
output per pekerja (y) merupakan konsumsi per pekerja (c) ditambah dengan investasi per
pekerja (i).
𝑦𝑦 = 𝑐𝑐 + 𝑖𝑖 (5)
Model Solow mengasumsikan setiap tahun orang akan menabung sebagian (s) dari
pendapatannya dan mengonsumsi sebanyak (1-s), jika dimasukkan ke persamaan 5 menjadi:
𝑦𝑦 = (1 − 𝑠𝑠)𝑦𝑦 + 𝑖𝑖 yang disederhanakan menjadi 𝑖𝑖 = 𝑠𝑠𝑠𝑠 (6)
Investasi merupakan pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru sehingga
menyebabkan persediaan modal akan bertambah, sedangkan depresiasi (δ) merupakan
penggunaan modal atau nilai modal yang mengalami penurunan akibat penggunaan, dalam
matematis ditulis sebagai:

6
∆𝑘𝑘 = 𝑖𝑖 −(δ+n+g)k atau ∆𝑘𝑘 = 𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑘𝑘) − (δ+n+g)k (7)
∆𝑘𝑘 merupakan perubahan persediaan modal per pekerja. Persamaan 7 memasukkan unsur
pertumbuhan penduduk yang dalam model Solow merupakan pertumbuhan tenaga kerja (n),
dan pertumbuhan teknologi (g). Dengan Kondisi steady state terjadi saat ∆𝑘𝑘=0, artinya sudah
tidak terjadi perubahan persedian modal per pekerja.
Pembangunan infrastruktur pelabuhan untuk menunjang tol laut sekaligus
implementasi nawacita presiden RI yaitu poros maritim, akan meningkatkan stok kapital per
pekerja. Perubahan pada stok kapital akan meningkatkan output, selain itu juga terjadi
peningkatan investasi. Gambar 2 memperlihatkan kondisi awal sebelum ada pembangunan
infrastruktur besar-besaran dalam kebijakan tol laut. Kebijakan tol laut secara grafis
menyebabkan grafik output dan investasi per pekerja shifting ke atas, yang artinya terjadi
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Shifting output dan investasi per pekerja juga disebabkan
oleh adanya pertumbuhan penduduk/jumlah penduduk yang bekerja dan peningkatan
teknologi.
y

δk
f(k0)

s.f(k0)

k
k*
Gambar 1. Mekanisme Kebijakan Tol Laut dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

2.2 Kajian Literatur


2.2.1 Literatur Disparitas Harga
Studi Keller & Shiue (2007) tentang pola spatial perdagangan komoditi beras di China
melalui jalur transportasi sungai menghasilkan kesimpulan disparitas harga beras dipengaruhi
oleh faktor geografi, sedangkan faktor cuaca tidak berpengaruh terhadap harga beras. Temuan
yang sama diperoleh Ridhwan, Karlina, & Yanfitri (2012) bahwa faktor geografis berperan
dalam menentukan disparitas harga komoditas strategis (beras, minyak goreng, gula pasir,
bawang merah dan cabai merah) antar daerah di Indonesia.

7
Biaya transportasi, jumlah stok, dan biaya input produksi merupakan faktor penyebab
disparitas harga komoditi strategis di Indonesia (Ridhwan et al., 2012). Hasil yang sama juga
diperoleh Prastowo et al. (2008), yaitu biaya distribusi (harga BBM) menyebabkan naiknya
harga komoditas. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa gangguan distribusi yang
menggunakan proksi berupa dummy kejadian bencana banjir/tanah longsor signifikan dalam
meningkatkan harga komoditas.
Faktor iklim berupa curah hujan berpengaruh terhadap disparitas harga, hal ini
berdasarkan penelitian Sativa (2017) yang fokus mengenai disparitas harga cabai merah.
Menurut penelitiannya, curah hujan berpengaruh terhadap jumlah produksi dan pada akhirnya
mempengaruhi disparitas harga. Selain curah hujan, infrastruktur yang diukur dari rasio
panjang jalan dengan luas wilayah juga sangat berpengaruh terhadap disparitas harga.
Infrastruktur logistik merupakan aspek terpenting dalam perbaikan rantai pasok semen,
hal ini berdasarkan penelitian Perdana (2014) di Papua Barat dengan metode Analytic
Hierarchy Process. Kegiatan pembangunan infrastruktur logistik di antaranya perbaikan
pelabuhan dan perbaikan jalan dari pelabuhan ke konsumen. Kesimpulan yang sama diperoleh
Adam & Dwiastuti (2015) bahwa infrastruktur pelabuhan Indonesia masih jauh tertinggal
dengan negara-negara lain dari segi kuantitas dan kualitasnya.
Studi tentang kebijakan tol laut masih sangat terbatas, diantaranya berupa analisis
deskriptif (Juwanda, 2017), dan yang dilakukan (Faisal, 2015) menggunakan model
Computable General Equilibrium (CGE) dengan menambahkan 1 pelabuhan feeder,
menghasilkan 3 simulasi yaitu skenario elastisitas dan akselerasi pertumbuhan ekonomi,
skenario 1 ditambah dengan akselerasi pertumbuhan daerah timur, serta skenario 2 ditambah
dengan lower handling cost. Hasilnya adalah dengan skenario 2 dan 3 akan menghasilkan
magnitude dan kepadatan rute yang lebih besar daripada skenario pertama.
Studi terbaru yang cukup detail membahas dampak kebijakan tol laut terhadap
disparitas harga dilakukan oleh Harahap (2018) yang menggunakan 64 kabupaten/kota inflasi.
Hasilnya adalah tol laut berhasil menurunkan disparitas harga, variabel yang memengaruhi
disparitas harga diantaranya jarak antar pelabuhan, daya beli masyarakat (proksi berupa upah
minimum regional), dan infrastruktur (volume bongkar muat pelabuhan dan panjang jalan).
Kontribusi studi ini adalah terletak pada fokus penelitian yaitu kawasan timur
Indonesia, karena tujuan utama kebijakan tol laut adalah untuk mengurangi disparitas harga di
kawasan timur Indonesia. Selain itu studi ini juga mengeksplorasi peran distribusi darat yang
menurut Keller & Shiue (2007), Juniati (2017) berperan penting terhadap disparitas harga
karena sebagian besar akses transportasi darat di daerah timur masih sangat terbatas.
8
2.2.2 Literatur Pertumbuhan Ekonomi
Menurut teori pertumbuhan ekonomi Solow, peningkatan populasi akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Hasil empiris (Karunia, 2013) dan (Hapsari & Iskandar, 2011)
menyajikan kesimpulan yang sama. Namun hasil empiris Crismanto (2017) menunjukkan
jumlah penduduk tidak signifikan dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hal ini
mungkin disebabkan masalah kolinieritas karena dalam regresinya variabel jumlah penduduk
digunakan bersama dengan variabel jumlah pengangguran. Penelitian Larasati (2017)
menemukan bahwa jumlah penduduk yang bekerja tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Yogyakarta.
Investasi riil akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Studi empiris telah banyak
dilakukan terkait investasi, diantaranya Maryaningsih et al. (2014) yang menggunakan proksi
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), share investasi asing digunakan oleh Shan et al.
(2014), Hapsari & Iskandar (2011) dan Wiennata (2014).
Rata-rata lama sekolah per daerah mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah tersebut. Hasil yang mendukung diperoleh Shan et al. (2014), Maryaningsih
et al. (2014), Karunia (2017), dan (Hapsari & Iskandar, 2011). Rata-rata lama sekolah
menunjukkan kualitas sumber daya manusia di dalam wilayah tersebut, semakin tinggi rata-
rata lama sekolah di suatu wilayah maka pertumbuhan ekonomi akan semakin meningkat.
Urbanisasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun hasil empiris di
Indonesia belum membuktikan peran urbanisasi terhadap pertumbuhan ekonomi (Karunia,
2013) dan (Maryaningsih et al., 2014). Hasil ini diperoleh karena pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di Indonesia belum diimbangi dengan pemerataan ekonomi.
Pelabuhan memiliki peran positif terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini sesuai
penelitian Karunia (2013) dan Maryaningsih et al. ( 2014). Penelitian tersebut menggunakan
proksi peran pelabuhan berupa volume barang ekspor dan impor. Ada juga penelitian yang
menggunakan kapasitas pelabuhan sebagi proksi dalam mengukur peran pelabuhan (Shan et
al., 2014).
Infrastruktur kesehatan suatu wilayah memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Artinya semakin banyak tersedia infrastruktur kesehatan menandakan bahwa wilayah
tersebut memiliki akses yang baik terhadap kebutuhan kesehatan, pada akhirnya akan
meningkatkan modal manusia sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Studi empiris yang
mendukung diantaranya (Hapsari & Iskandar, 2011).

9
2.3 Tol Laut
Kebijakan tol laut (Bappenas, 2015) merupakan implementasi nawacita ketiga, yaitu
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dari desa dalam
kerangka negara kesatuan. Tol laut merupakan suatu konsep memperkuat jalur pelayaran
khususnya Indonesia bagian Timur. Tujuannya adalah untuk memperbaiki koneksi
interregional di Indonesia sekaligus mempermudah perdagangan internasional, yang dalam
jangka pendek akan mengurangi disparitas harga.
Pemerintah menetapkan dua pelabuhan wilayah depan sebagai hub-internasional, yaitu
pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung. Distribusi logistik dari wilayah depan akan dihubungkan
dengan wilayah dalam melalui pelabuhan-pelabuhan pengumpul, selanjutnya diteruskan ke
pelabuhan feeder (pengumpan) dan akhirnya ke sub-feeder dan atau pelabuhan rakyat. Armada
kapal yang melayani pergerakan kargo/logistik internasional akan berbeda dengan domestik.
Bentuk implementasi kebijakan tol laut diantaranya pemberian subsidi ongkos angkut
kapal yang membawa barang kebutuhan pokok dan barang penting. Selain itu kebijakan tol
laut juga melakukan perbaikan infrastruktur pendukung khususnya pelabuhan dan kapal
dengan anggaran yang cukup besar (lihat tabel 2). Dengan meningkatnya fasilitas pelabuhan
dan perbaikan konektivitas antar pulau di Indonesia maka diharapkan disparitas harga dapat
menurun serta terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi, khususnya di kawasan timur
Indonesia.

Sumber: Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015, Direktorat Transportasi Bappenas

Gambar 3. Pelabuhan Strategis dalam Konsep Tol Laut

10
BAB III METODE EMPIRIS
3.1 Model Empiris
Model empiris dalam menganalisis disparitas harga mengacu pada persamaan (1) dan
(2) yaitu berusaha mengukur determinan dari variasi harga dengan persamaan ekonometrika
sebagai berikut:
|𝑝𝑝𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑝𝑝𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 | = 𝛽𝛽0 + 𝛽𝛽1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑖𝑖𝑖𝑖 + 𝛽𝛽2 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 + 𝛽𝛽3 𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 (8)
Keterangan:
1. Variabel |𝑝𝑝𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑝𝑝𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 | merupakan persentase selisih harga absolut dari komoditas di
kabupaten/kota i dengan harga di Surabaya untuk komoditas k dalam rentang waktu t.
Harga di Surabaya sebagai referensi, karena berdasarkan jalur tol laut pelabuhan
Tanjung Perak merupakan hub/sentra asal barang pokok yang dikirim ke kawasan timur
Indonesia.
2. Variabel distribusi digunakan untuk menangkap berbagai faktor distribusi yang
berpengaruh terhadap disparitas harga, diantaranya gangguan distribusi (berupa dummy
bencana), biaya transportasi (harga BBM), biaya pengiriman barang (tarif ekspedisi
dengan pos/yang lainnya), jarak dari kab/kota ke pelabuhan terdekat, jarak pelabuhan
terdekat dengan pelabuhan lain dalam jalur Tol Laut.
3. Variabel infrastruktur diantaranya adalah dummy kebijakan subsidi ongkos angkut di
laut, panjang jalan beraspal, dan kapasitas pelabuhan.
4. Variabel 𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 merupakan variabel kontrol lainnya seperti jumlah penduduk, produk
domestik regional bruto (PDRB).
Untuk menganalisis model pertumbuhan ekonomi digunakan pengembangan dari
persamaan, sebagai berikut:
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝛼𝛼0 + 𝛼𝛼1 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑖𝑖𝑖𝑖 + 𝛼𝛼2 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 + 𝛼𝛼3 𝑅𝑅𝑖𝑖𝑖𝑖 (9)
Keterangan:
1. Variabel 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔ℎ merupakan pertumbuhan pdrb setiap provinsi di kawasan timur
Indonesia.
2. Variabel 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 merupakan berbagai modal yang menurut teori mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, diantaranya modal manusia (jumlah dan kualitas), investasi, dan
urbanisasi.
3. Variabel 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 dalam persamaan 9 merupakan proksi ketersediaan fasilitas
yang mendukung kegiatan ekonomi diantaranya pelabuhan (volume bongkar muat,
kapasitas pelabuhan dan pemberlakuan tol laut), dan panjang jalan beraspal.

11
4. Sedangkan untuk 𝑅𝑅𝑖𝑖𝑖𝑖 merupakan variabel kontrol lainnya seperti ketersediaan fasilitas
kesehatan dan pendidikan.

Model ekonometrik yang digunakan dalam menyelesaikan persamaan disparitas harga dan
pertumbuhan ekonomi adalah analisis regresi data panel, karena menurut (Baltagi & Bresson,
2011) memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
a. Data panel mampu mengontrol unobserved heterogenity , yaitu heterogenitas data antar
individu yang tidak diamati.
b. Peluang terjadi masalah autokorelasi maupun multikolinieritas sangat kecil, berbeda
dengan data time series.
c. Data panel juga bisa mengatasi adanya omitted variables.
Dalam penerapannya analisis data panel mempunyai tiga pilihan utama yaitu common effect,
random effect, dan fixed effect. Dalam perkembangannya analisis data panel mempunyai
banyak ragam model estimasi diantaranya analisis persamaan simultan, panel seeimingly
unrelated regression (SUR), panel dinamis, dan sebagainya.
3.2 Definisi Operasional Variabel
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Kementrian Perdagangan, dan beberapa sumber lainnya. Struktur data panel menurut daerah
(kabupaten /kota di kawasan timur Indonesia) dengan periode waktu triwulanan, series data
dari tahun 2011-2018. Menurut Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1993, pulau yang
terletak di kawasan timur Indonesia antara lain Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Sehingga kabupaten/kota dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota di kawasan timur yang
masuk dalam perhitungan indeks harga konsumen oleh BPS, yaitu Bulukumba, Kota Ambon,
Kota Bau-Bau, Kota Bima, Kota Gorontalo, Kota Jayapura, Kota Kendari, Kota Kupang, Kota
Makassar, Kota Manado, Kota Mataram, Kota Palopo, Kota Palu, Kota Pare Pare, Kota Sorong,
Kota Ternate, Kota Tual, Mamuju, Manokwari, Maumere, Merauke, dan Watampone. Definisi
variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dalam tabel 3.
Tabel 3. Nama Variabel, Keterangan dan Satuan dalam Model Disparitas Harga
Nama Sumber data
No Keterangan Satuan
Variabel
(1) (2) (3) (4) (5)
Disparitas harga, diukur dengan
persentase perbedaan harga eceran di BPS dan
1 disparity Persen
kab/kota dengan harga eceran di Kemendag
Surabaya.

12
Produk domestik regional bruto
2 pdrb Juta rupiah BPS
kab/kota
Jumlah penduduk sebagai proksi Ribu
3 pop BPS
besarnya demand. penduduk
Jarak pelabuhan terdekat dengan
4 portdist Km Google map
pelabuhan Tanjung Perak.
5 landist Jarak kab/kota ke pelabuhan terdekat. Km Google map
0 sebelum, 1
Perpres dan
setelah
6 dTol Dummy pemberlakuan tol laut Peraturan
berlakunya
lainnya
Tol Laut
Biaya pengiriman barang dari Pos
7 logcost Rp/kg
pelabuhan ke kab/kota Indonesia
Harga bensin eceran sebagai proksi
8 bbm Rp/liter Pertamina
biaya transportasi
1 jika terjadi
Dummy terjadinya bencana alam
banjir di
9 dbencana banjir/tanah longsor sebagai proksi BNPB
kab/kota, 0
adanya gangguan distribusi di darat.
tidak.
Dilakukan proksi berupa produksi
10 stok komoditas periode t dikurangi dengan Kwintal BPS
jumlah konsumsi periode t-1.
Panjang jalan beraspal sebagai proksi
11 aspal Km Dinas PU
ketersediaan infrastruktur.
Gross Dinas
12 portcap Kapasitas pelabuhan
tonnage Perhubungan
13 lagharga Harga komoditas periode t-1 rupiah BPS

Dalam menganalisis model pertumbuhan ekonomi peneliti menggunakan data panel


yang terbentuk dari provinsi di kawasan timur Indonesia (NTB, NTT, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku,
Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat) dengan data tahunan periode penelitian 2008 sampai
2018, sehingga terdapat 132 observasi. Data dan satuan serta keterangannya dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4. Nama Variabel, Keterangan dan Satuan dalam Model Pertumbuhan Ekonomi
Nama
No Keterangan Satuan Sumber data
Variabel
(1) (2) (3) (4) (5)
1 growth Pertumbuhan PDRB Persen BPS
2 port Volume bongkar muat pelabuhan Ton Simopel
Gross Dinas
3 portcap Kapasitas pelabuhan
tonnage Perhubungan
4 popden Kepadatan penduduk Jiwa/km2 BPS

13
5 pmtb Investasi riil Milyar rupiah BPS
6 urban Proporsi penduduk kota persen BPS
Panjang jalan beraspal sebagai
7 aspal Km Dinas PU
proksi ketersediaan infrastruktur
0 sebelum, 1
Perpres dan
setelah
8 dTol Dummy pemberlakuan tol laut Peraturan
berlakunya
lainnya
Tol Laut
Daerah Dalam
9 school Jumlah fasilitas pendidikan buah
Angka
Daerah Dalam
10 health Jumlah fasilitas kesehatan buah
Angka

3.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Kebijakan tol laut berhasil mengurangi disparitas harga di kawasan Timur
Indonesia.
2. Kebijakan tol laut berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan timur
Indonesia.

Daftar Pustaka
Adam, L., & Dwiastuti, I. (2015). Membangun poros maritim melalui pelabuhan.
Ejournal.Lipi.Go.Id, 1–9.
Baltagi, B. H., & Bresson, G. (2011). Maximum likelihood estimation and Lagrange
multiplier tests for panel seemingly unrelated regressions with spatial lag and spatial
errors: An application to hedonic housing prices in Paris. Journal of Urban Economics,
69(1), 24–42. https://doi.org/10.1016/j.jue.2010.08.007
Crismanto, D. (2017). Pengaruh pengangguran, Inflasi dan Pertumbuhan Penduduk
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 2006-2015. Universitas
Islam Negeri Raden Inten Lampung.
Ekananda, M. (2016). Analisis Ekonometrika Data Panel Edisi Kedua. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Faisal, A. (2015). Designing National Freight Maritime Network in Indonesia : A Supporting
Studyfor Maritime Highway Policy in Some Future Scenarios. Delft University of
Technology.
Hapsari, A. P., & Iskandar, D. D. (2011). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Pembangunan,
18(1), 68–79.
Harahap, P. P. U. (2018). Dampak Subsidi Ongkos Angkut di Laut terhadap Disparitas
Harga antar Daerah. Universitas Indonesia.

14
Juniati, H. (2017). Effect of Multimodal Transport Trought Commudity Disparity in West
Papua Province. Jurnal Transportasi Multimoda, 15(1), 39–52.
Juwanda. (2017). Analisis Kebijakan Tol laut Pelabuhan Panjang Lampung. Universitas
Lampung. Universitas Lampung. Retrieved from
https://osf.io/nf5me%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.tree.2015.01.012%0Ahttps://www.ta
ndfonline.com/doi/full/10.1080/1047840X.2017.1373546%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.lindif.2016.07.011%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.paid.2017.06.011%0Ahttp://progra
mme.exo
Karunia, D. S. (2013). Peran Pelabuhan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota di Indonesia.
Karunia, D. S. (2017). Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1–17.
Keller, W., & Shiue, C. H. (2007). The origin of spatial interaction. Journal of Econometrics,
140(1), 304–332. https://doi.org/10.1016/j.jeconom.2006.09.011
Larasati, I. (2017). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi DI Yogyakarta Tahun 2010-2016.
Maryaningsih, N., Hermansyah, O., & Savitri, M. (2014). Pengaruh Infrastruktur terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 17(1), 61–
98.
Perdana, Y. R. (2014). Analisis rantai pasok semen di papua barat. Simposium Nasional RAPI
XIII, 2, 188–193.
Prastowo, N. J., Yanuarti, T., & Depari, Y. (2008). Pengaruh Distribusi dalam Pembentukan
Harga Komoditas dan Implikasinya terhadap Inflasi. Jakarta.
RI, P. Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan
Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (2015).
RI, P. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang dari dan ke
Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan, Pub. L. No. 70 Tahun 2017
(2017). Indonesia: www.hukumonline.com/pusatdata.
Ridhwan, M. H. ., Karlina, I., & Yanfitri. (2012). Kajian Komoditas Pangan Strategis:
Faktor Determinasi Variasi Harga Antar Daerah. Jakarta.
Sativa, M. (2017). Analisis Disparitas dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap
Pergerakan Harga Cabai Merah di Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
Shan, J., Yu, M., & Lee, C. Y. (2014). An empirical investigation of the seaport’s economic
impact: Evidence from major ports in China. Transportation Research Part E: Logistics
and Transportation Review, 69, 41–53. https://doi.org/10.1016/j.tre.2014.05.010
Swenseth, S. R., & Godfrey, M. R. (2002). Incorporating transportation costs into inventory
replenishment decisions. International Journal of Production Economics, 77(2), 113–
130. https://doi.org/10.1016/S0925-5273(01)00230-4
Transportasi Bappenas, D. (2015). Implementasi Konsep Tol Laut 2015. Jakarta.
Wiennata, P. P. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi pada
Negara G-20 ( Pembuktian Grease The Wheels Hypothesis ). Universitas Diponegoro.

15
World Bank. 2010. Boom, Bust and Up Again? Evolution, Drivers and Impact of Commodity
Prices: Implications for Indonesia. World Bank, Jakarta. © World Bank.
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/13276 License: CC BY 3.0 IGO.

Unduhan Internet:
https://nasional.kontan.co.id/news/mengukur-efektifitas-tol-laut-tiga-tahun-ini .diakses Sabtu,
8 Desember 2018.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20171017201816-92-249094/3-tahun-jokowi-tol-
laut-diklaim-tekan-disparitas-harga . diakses Sabtu, 8 Desember 2018.
http://supplychainindonesia.com/new/kelangkaan-barang-dan-disparitas-harga/ .diakses
Sabtu, 22 Desember 2018.
http://setkab.go.id/program-tol-laut-presiden-telah-dijalankan-disparitas-harga-
dihilangkan/ .diakses Selasa, 1 Januari 2019.

16

Anda mungkin juga menyukai