Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Usaha adalah setiap tindakan atau kegiatan dalam bidang

perekonomian yang dilakukan untuk tujuan memperoleh keuntungan

dan/atau laba (Kemenparekraf, 2013). Usaha Penyediaan Akomodasi

adalah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat

dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. Usaha Hotel adalah

usaha penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu

bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan

minum, kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan

tujuan memperoleh keuntungan (Kemenparekraf, 2013). Menurut

Sulastiyono (2011:5) hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh

pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan

fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang melakukan perjalanan

dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan

pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus.

Sumber daya manusia yang terlibat dalam hotel meliputi Room

Attendant, Linen Attendant, Supervisor, Executive Housekeeper, dan

bagian lain yang terkait dalam lingkup organisasi hotel menurut Yasin

(dalam tjitrokusumo, 2014). Pelayanan di perhotelan salah satunya adalah

bagian housekeeping atau bisa juga disebut tata graha. Rumekso (dalam

Tjitrokusmo, 2014) menjelaskan Housekeeping berasal dari kata house

1
2

yang berarti rumah, wisma, hotel, dan keeping (to keep) yang berarti

merawat, memelihara, atau menjaga. Housekeeper adalah orang yang

bertugas menjaga, merawat, serta memelihara “rumah” yang dalam hal ini

adalah hotel. Rumekso (dalam Tjitrokusmo, 2014) menjelaskan

Housekeeping department adalah bagian dari hotel yang bertugas dan Commented [U1]: Penjelasan subjek

bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan, kerapihan, keindahan dan

kenyamanan di seluruh area hotel, baik diluar gedung maupun di dalam

gedung, termasuk kamar-kamar maupun ruangan-ruangan yang disewa

oleh para tamu, restaurant, office, serta toilet. Rumekso (dalam

Tjitrokusmo, 2014) menjabarkan beberapa tugas dan tanggung jawab

housekeeping sebagai berikut : 1. Menjaga kebersihan, kerapian, Commented [W2]: Tugas subjek

keindahan serta kenyamanan seluruh area hotel. 2. Memberikan pelayanan

yang memuaskan kepada tamu, agar tamu merasa puas saat berkunjung

maupun menginap di hotel. 3. Penyiapan, penataan, dan pemeliharaan

kamar hotel. Menurut Bakker & Leiter ( dalam titien 2016) perusahaan

modern saat ini membuat karyawan harus memiliki sikap antusias dan

menunjukan inisiatif pada pekerjaan. Selain itu, karyawan juga harus

memiliki energi dan mau berusaha mencapai kualitas dan kinerja yang

bagus. Commented [U3]: Sumber masalah

Schaufeli, (2006) menjelaskan bahwa work engagement

merupakan keadaan mental seseorang terkait dengan pekerjaannya yang

bersifat positif dan penuh yang ditandai oleh vigor, dedikasi dan

absorbtion. Senada dengan itu Shimazu et al (dalam Wulandari, dkk, 2013 Commented [U4]: Pengertian var y

) berpendapat bahwa work engagement adalah suatu keterlibatan,


3

komitmen, kegiatan untuk berkontribusi dan rasa memiliki terhadap

pekerjaan dan perusahaan.

Menurut Schaufeli & Bakker (2006) terdapat tiga dimensi yang

merupakan karakteristik dari work engagement, yaitu: 1). Vigor (energi), Commented [U5]: Dimensi var y

merupakan tingginya energinya yang dikeluarkan, kemauan untuk

memberikan usaha yang bisa dipertimbangkan, dan menunjukkan

ketekunan ketika menghadapi kesulitan. 2). Dedication yaitu antusiasme,

inspirasi, dan kebanggaan; identifikasi yang kuat terhadap suatu pekerjaan.

3). Absorption yaitu konsentrasi penuh, fokus terhadap pekerjaan.

Absorption memiliki karakteristik berupa keterlibatan penuh karyawan

pada pekerjaannya dengan berkonsentrasi penuh dan menyenangi

pekerjaannya, sehingga merasa waktu berjalan dengan cepat dan sulit

untuk memisahkan dari pekerjaannya.

Penelitian yang dilakukan Gallup pada tahun 2011 - 2012

menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan secara Commented [W6]: Data umumj

global hanya 13% karyawan yang engagement dengan pekerjaannya.

Jumlah ini menunjukkan adanya peningkatan di banding tahun 2009-2010

yang menyebutkan hanya 11% karyawan yg memiliki engagement dengan

pekerjaannya. Meski mengalami peningkatan, jumlah karyawan yang

engagement masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan karyawan

yang disengaged. Gallup menyebut jumlah karyawan yang tidak engaged

mencapai 63% sedangkan karywan yang actively disengaged berjumlah

24%. Gallup menyebutkan bahwa di Indonesia sendiri hanya sekitar 8%

karyawan yang memiliki engaged dengan pekerjaannya berjumlah sekitar


4

77% dan karyawan yg actively disengaged berjumlah sekitar 15%

(www.gallup.com).

Data tersebut diperkuat dengan wawancara peneliti yang dilakukan

pada 6 karyawan hotel bagian housekeeping yang dilakukan tanggal 14

November 2018. Dimana lewat wawancara langsung tersebut didapatkan Commented [U7]: Data khusus

bahwa karyawan belum berusaha sekuat tenaga mengerjakan pekerjaan,

karyawan merasa cepat lelah, karyawan tidak antusias mengerjakan

tugasnya, perkerja mengerjakan tugasnya tidak mencapai target yang

diharapkan, karyawan merasa waktu yang berlalu terasa lama.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti empat dari enam

kaeryawan hotel bagian housekeeping memiliki masalah work

engagement. Hal tersebut ditunjukan dengan aspek vigor, karyawan masih

belum berusaha sekuat tenaga mengerjakan pekerjaan, dan meras cepat

lelah dalam bekerja. Pada aspek dedication, saat mendapat pekerjaan yang

cukup sulit karyawan tidak antusias dalam bekerja. absorption, karyawan

sulit berkonsentrasi pada pekerjaannya sehingga apa yang dikerjakan jadi

tak maksimal.

Robinson, (dalam Pri, 2017) menyatakan karyawan yang engaged

menyadari konteks bisnis dan kerja dengan rekan- rekannya sesama

karyawan untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk kepentingan

perusahaan. Fay dan Luhrmann (dalam Lin, 2009) menemukan bahwa Commented [U8]: harapan

tingginya tingkat work engagement juga berhubungan erat terhadap

kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Semakin tinggi work

engagement maka kepuasan kerja dan komitmen organisasi juga semakin


5

tinggi. Karyawan secara sadar akan mengikat dirinya dalam pekerjaan

dengan berkomitmen secara fisik, kognitif dan emosional untuk

memberikan usaha terbaiknya melebihi apa yang dijadikan target Kahn

(dalam Albercht, 2010).

Karyawan yang memiliki tingkat work engagend yang tinggi akan

menunjukan performa terbaik mereka, hal ini karena karyawan tersebut

menikmati pekerjaan yang mereka lakukan (Bakker dalam Indrianti,

2012). Schaufeli (dalam Indrianti, 2012) menyatakan bahwa ada beberapa Commented [U9]: pentingnya y

pekerjaan yang menuntut work engagement yang tinggi ,diantara

pekerjaan yang melibatkan kualitas pelayanan sebagai modal utamanya.

Sedangkan Salanova (dalam Pri, 2017) menyatakan karyawan yang

memiliki work engagement tinggi maka akan menunjukan perilaku yang

berorientasi pada tujuan, tekun dalam mencapai sesuatu dengan penuh

semangat, serta antusias, bermakna dan bangga terhadap apa yang telah

dilakukan Salanova (dalam Pri, 2017)

Menurut Saks (2006) engagement dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu: 1) Job Characteristics menurut Kahn (dalam Saks, 2006) Commented [U10]: factor variable y

kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari karakteristik tugas yang

memberikan pekerjaan yang menantang, bervariasi, menggunakan

keterampilan yang berbeda, pertimbangan pribadi, dan kesempatan untuk

memberikan kontribusi. Pekerjaan yang memiliki karakteristik pekerjaan

tinggi, maka dapat mendorong karyawan lebih memaknai pekerjaan atau


6

menjadi lebih engaged.. 2) Reward and Recognition menurut Maslach et al

(dalam Saks, 2006) kurangnya reward dan recognition dapat mendorong

terjadinya burnout dan disengagement. Saat karyawan menerima reward

dan recognition dari organisasi, mereka akan memiliki rasa kewajiban

untuk merespon dengan tingkat engagement yang lebih tinggi. 3)

Perceived Organizational & Supervisor Support menurut Kahn & May et

al (dalam Saks, 2006) hubungan yang didasari dukungan dan rasa saling

percaya dari atasan, serta organisasi, dapat menciptakan rasa aman secara

psikologis. Sebuah studi yang dilakukan oleh Schaufeli dan Bakker (dalam

Saks, 2006) menemukan bahwa dukungan dari orang lain akan mendorong

terjadinya keterikatan. Dua variabel yang menangkap esensi dari

dukungan sosial yang dirasakan adalah Perceived organizational support

dan perceived supervisor support. Perceived organizational support

mengarah pada kepercayaan bahwa organisasi akan menghargai kontribusi

dan peduli pada kesejahteraan karyawan. Ketika karyawan percaya bahwa

organisasi peduli pada mereka, maka karyawan akan lebih engaged.

Perceived supervisor support juga dianggap sama pentingnya dengan

Perceived organizational support. Karyawan yang memiliki persepsi

dukungan organisasi positif akan memiliki komitmen organisasi, afeksi

terkait dengan pekerjaan, keterlibatan pada pekerjaan, perfomansi yang

meningkat, mengalami reduksi tegangan serta adanya keinginan untuk

menetap (Rhoades & Eisenberg, 2002). 4) Distributive & Procedural

Justice Penelitian yang dilakukan oleh Colquitt et al (dalam Saks, 2006)

tentang keadilan organisasi menemukan bahwa persepsi keadilan berkaitan


7

dengan hasil organisasi, seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi,

OCB, withdrawal, dan performansi. Ketika karyawan memiliki persepsi

yang tinggi tentang keadilan organisasi, maka mereka akan terikat

terhadap perusahaan. Disisi lain, persepsi yang rendah terhadap keadilan

akan menyebabkan karyawan melakukan withdrawal dan disengaged

(Saks, 2006).

Sari (dalam Putra, 2017) menyatakan organisasi yang mampu

menunjukan perhatian dan memperoleh kepercayaan akan mendapatkan

komitmen dari karyawan itu sendiri, selain itu karyawan turut serta dalam

membantu perusahaan untuk maju, sehingga diperlukan tingginya tingkat

komitmen karyawan dan rendahnya tingkat niat berpindah pekerjaan untuk

mencapai tujuan perusahaan. Berdasarkan faktor-faktor yang telah

dijelaskan oleh Saks (2006), peneliti memilih perceived organizational

support sebagai variable independen. Penelitian yang dilakukan Grace Commented [U11]: pemilihan variabel

Susilowati Man & Cholichul Hadi (2017), bahwa POS memiliki pengaruh

positif terhadap work engagement.

Eisenberger & Rhoades, (2006) mengatakan bahwa Perceived

organizational support adalah dukungan perusahaan yang dirasakan

dengan keyakinan secara umum mengenai sejauh mana organisasi menilai

kontribusi, memperhatikan kesejahteraan, mendengar keluhan,

mempehatikan kehidupan karyawan, dan dapat dipercaya untuk

memperlakukan karyawan secara adil. Robbins dan Judge ( dalam Ariarni, Commented [U12]: pengertian var x

2017) mendefinisikan Perceived organizational support (POS) adalah

tingkat sejauh mana karyawan yakin kontribusi dan kesejahteraannya


8

dihargai organisasi. menurut Bakker , dkk ( dalam Mujiasih, 2015).

Perceived organizational support merupakan tingkat dimana karyawan

merasa perusahaan memperhatikan kesejahteraan mereka dengan baik dan

menilai kontribusi yang sudah mereka lakukan pada perusahaan.

Rhoades dan Eisenberger (2002) menjabarkan dimensi POS yaitu : Commented [U13]: dimensi POS

a.) Keadilan (fairness), yaitu prosedur organisasi yang adil dalam

pembagian sumber daya diantara karyawan. b.) Dukungan atasan

(supervisor support), supervisor bertanggung jawab mengarahkan dan

mengevaluasi kinerja bawahan. c.) Penghargaan organisasi dan kondisi

kerja (organizational rewards and job condition), yaitu penghargaan

organisasi meliputi gaji, tunjangan, bonus, promosi, pelatihan,

pengembangan, sedangkan kondisi kerja tercermin adanya kondisi kerja

yang nyaman dan aman bagi karyawan.

Menurut Bakker , dkk ( dalam Mujiasih. E. (2015). Perceived

organizational support merupakan tingkat dimana karyawan merasa

perusahaan memperhatikan kesejahteraan mereka dengan baik dan menilai

kontribusi yang sudah mereka lakukan pada perusahaan. Penelitian yang

dilakukan Man dan Choirul tentang Hubungan antara Perceived

Organizational Support dengan Work Engagement Pada Guru SMA

Swasta di Surabaya menunjukan adanya hubungan yang positif antara Commented [U14]: penelitian sebelumnya

perceived organizational support dengan work engagement. Dibuktikan

dengan tingginya POS yang dimiliki oleh guru, membuktikan bahwa

dukungan organisasi merupakan salah satu bentuk antecedent dari work

engagement Penelitian yang dilakukan Dwitasari (2015) mengungkapkan


9

adanya pengaruh secara parsial perceived organizational support terhadap

work engagement. Dimana semakin karyawan merasakan adanya

dukungan yang diberikan oleh perusahaan akan membuat karyawan

semakin terikat dengan pekerjaan mereka. Hasil ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Man dan Hadi (2013), dimana dengan

adanya dukungan yang diberikan oleh organisasi yang diwujudkan sebagai

bentuk investasi sumber daya manusia akan meningkatkan rasa keterikatan

kerja guru serta berdampak pada perilaku positif guru.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui

apakah ada hubungan antara Perceived organizational support dengan

work engagement pada housekeeping di Hotel X ?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Perceived

organizational support dengan work engagement pada staf hous kepping

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian

a) Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu

psikologi, khususnya ilmu psikologi industri dan organisasi, serta


10

memperkaya kepustakaan yang sudah ada sebelumnya dengan

mengungkap lebih jauh tentang work engagement pada karyawan.

b) Manfaat praktis

Untuk mengetahui tingakat work engagement dan Perceived

organizational support karyawan sehingga nantinya pihak managemen

hotel dapat meningkatkan work engagement dan Perceived

organizational support agar kinerja karyawan lebih optimal.

Anda mungkin juga menyukai