Anda di halaman 1dari 15

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN

PRAKTIK KEPERAWATAN DEWASA

DI SUSUN OLEH :

AFRIYANI

101431005

STIKes FALETEHAN SERANG


Tahun Ajaran 2016-20
A. Definisi

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau


tenaga fisik. Kekuatan otot dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang,
dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001).

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang


bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008)

Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan
merupakan satu-satunya tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002).

Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang


dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

B. Etiologi

1. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat


tersebut.

2. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari area benturan.

3. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau


tanpa trauma. Contohfraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik,
infeksi tulang dan tumor tulang.
Klasifikasi Klinis

1. Fraktur tertutup, merupakan fraktur tidak menyebabkan robek pada kulit

2. Fraktur terbuka, merupakan dengan luka pada kulit atau robek dan ujung
tulang menonjolsampai menembus kulit

3. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran

4. Fraktur tidak komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang

Klasifikasi Radiologis

1. Lokalisasi/letak fraktur seperti diafisis, metafisis, intra-artikular.

2. Konfigurasi/sudut patah dari fraktur :

 Fraktur transversal

 Fraktur oblik

 Fraktur spiral

 Fraktur kominutif

 Fraktur segmental

 Fraktur Impaksi/kompresi

3. Menurut ekstensi:

 Fraktur total

 Fraktur tidak total (fracture crack)

 Fraktur buckle/torus

 Fraktur garis rambut


 Fraktur greenstick

 Fraktur avulse

 Fraktur sendi

4. hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya yaitu tidak bergeser dan
Bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, overiding, impaksi)

Menurut R. Gustino Fraktur Terbuka dibagi atas 3 derajat yaitu:

Derajat I:

 Luka < 1 cm

 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk

 Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan

 Kontaminasi minimal

Derajat II:

 Laserasi >1 cm

 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi

 Fraktur kominutif sedang

 Kontaminasi sedang

Derajat III:

 Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot.
C. Manifestasi Klinik

 Tidak dapat menggunakan anggota gerak

 Nyeri pembengkakan

 Terdapat trauma

 Gangguan fungsi anggota gerak

 Deformitas

 Kelainan gerak

D. Tanda & Gejala Klinik (Manifestasi klinis)

Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :

1. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah
yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Hilangnya fungsi dan deformitas

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung


bergerak secara tidak alamiah. Cruris tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot berrgantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.

3. Pemendekan ekstremitas

Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang


melengket di atas dan bawah tempat fraktur.

4. Krepitus

Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.
5. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna

Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera

E. Penatalaksanaan Medis

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci.
Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara
sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus
dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas
harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi
maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut

1. Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani


pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi
meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau
nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor.
Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan
Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation).
Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim
dilakukan :

• Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang


patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
• Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,
paku dan,pin logam.
• Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog)
untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang
yang berpenyakit.
• Amputasi : penghilangan bagian tubuh
• Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)
atau melalui pembedahan sendi terbuka
• Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

• Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau


sintetis
• Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi
dengan logam atau sintetis
• Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
• Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia. (Ramadhan: 2008)

3. Terapi Medis

Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone


b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi (Ramadhan: 2008)

4. Prinsip 4 R pada Fraktur

Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu
menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa
nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan
diskontinuitas integritas rangka. fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak.

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)


Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya
untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus

Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari


atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai
melakukan
latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi
(Mansjoer, 2000).
D. Rencana Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

1. Pengkajian primer:

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan


sekret akibat kelemahan reflek batuk

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya


pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap


lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia,
kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

2. Pengkajian sekunder

a. Aktivitas/istirahat

 kehilangan fungsi pada bagian yangterkena


 Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi

 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)


 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori

 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 kelemahan
d. Kenyamanan

 nyeri tiba-tiba saat cidera


 spasme/ kram otot
e. Keamanan

 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan lokal
II. Diagnosa keperawatan, tujuan, intervensi, rasional

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1. Kaji ulang lokasi, intensitas 1. Mengetahui karakteristik
Agen cidera tindakan dan tipe nyeri nyeri
fisik keperawatan 2. Pertahankan imobilisasi bagian 2. Untuk mengurangi nyeri
(Nanda, 2013) selama 1x20 menit yang sakit dengan tirah baring
nyeri berkurang 3. Berikan lingkungan yang 3. Untuk menambahkan rasa
atau hilang tenang dan berikan dorongan nyaman
untuk melakukan aktivitas
KH: hiburan
Klien Mengatakan 4. Ganti posisi dengan bantuan 4. Untuk mengurangi nyeri
nyerinya berkurang bila ditoleransi
atau hilang 5. Dorong menggunakan tehnik 5. Untuk mengurangi
Skala nyeri (0-1) manajemen stress, contoh : sensasi nyeri
relasksasi, latihan nafas dalam,
imajinasi visualisasi, sentuhan
6. Observasi tanda-tanda vital 6. Untuk mengetahui
keadaan umum klien
7. Kolaborasi : pemberian 7. Untuk mengurangi nyeri
analgetik

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang integritas luka dan 1. Mengetahui adanya
Integritas tindakan observasi terhadap tanda tanda2 infeksi
Jaringan b/d keperawatan infeksi atau drainae
Faktor selama 1 x60 menit 2. Monitor suhu tubuh 2. Mengetahui adanya
mekanik integritas kulit yang infeksi kalau suhu tubuh
(misal:koyakan baik tetap terjaga naik
/robekan) 3. Lakukan perawatan kulit, 3. Untuk mempertahankan
(Nanda, 2013) KH: dengan sering pada patah integritas kulit
Klien mengatakan tulang yang menonjol
badannya bugar 4. Lakukan alih posisi dengan 4. Untuk mencegah
Luka tampak bersih sering, dekubitus
5. Pertahankan seprei tempat 5. Mencegah kerusakan
tidur tetap kering dan bebas integritas kulit
kerutan
6. Masage kulit ssekitar akhir 6. Meningkatkan sirkulasi
gips dengan alkohol perifer dan meningkatkan
kelemasan kulit dan otot
terhadap tekanan yang
relatif konstan pada
imobilisasi.
7. Kolaborasi pemberian 7. Untuk mencegah infeksi
antibiotik.

3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan intake dan 1. Menjaga keseimbangan


Volume Cairan tindakan output yang akurat volume cairan
Dalam Tubuh keperawatan 2. Monitor status hidrasi 2. Mengetahui kualitas
b/d selama 1 x 6 jam, (kelembaban membran pemasukan volume
hilangannya masalah mukosa, nadi adekuat, tekanan cairan
volume cairan kekurangan volume darah ortostatik) 3. Mendapatkan nutrisi
secara aktif cairan dalam tubuh 3. Dorong keluarga untuk yang adekuat.
(Nanda, 2013) teratasi membantu pasien makan 4. Mengoptimalkan
4. Tawarkan minuman/makanan pemasukan volume
KH: ringan (snack, jus buah, buah cairan
1. Mempertahankan segar )
urine output
sesuai dengan
usia dan BB, BJ
urine normal, HT
normal
2. Tek
anan darah, nadi,
suhu tubuh dalam
batas normal
3. Tid
ak ada tanda
tanda dehidrasi,
Elastisitas turgor
kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui perubahan
perfusi tindakan 2. Monitor adanya daerah yg sirkulasi
jaringan b/d keperawatan hanya peka terhadap 2. Mengetahui daerah yang
rasa nyeri selama 1xshift panas/dingin/tajam/tumpul mengalami gangguan
(Nanda, 2013) status sirkulasi baik 3. Observasi kulit 3. Mengetahui adanya lesi /
laserasi
KH: 4. Batasi gerakan pada rahang 4. Untuk menjaga sirkulasi
TTV dalam batas 5. Kolaborasi pemberian darah di rahang
normal analgetik

5 Defisit Setelah dilakukan 1. Monitor kemampuan pasien 1. Untuk mengetahui cara


perawatan diri tindakan untuk makan memberikan makanan
makan b/d keperawatan 2. Ciptakan lingkungan yang 2. Menambahkan rasa
gangguan selama 1x30 menit nyaman nyaman
muskuloskeleta ADL klien 3. Atur posisi pasien senyaman 3. Agar tidak terjadi aspirasi
l terpenuhi mungkin sebelum memberi
(Nanda, 2013) makan
KH: 4. Berikan alat bantu untuk 4. Memudahkan klien
Klien mengatakan makan, mis: sedotan, sendok. memakan makanan
bisa makan 5. Berikan makanan sesuai 5. Agar diet terpenuhi
Klien tampak bisa anjuran
makan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Nurarif Amih Huda, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jakarta: EGC

Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi Clinical Concepts


of Desiase Process, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa Brahm U, EGC :
jakarta.

Anda mungkin juga menyukai