Anda di halaman 1dari 11

A.

Kegiatan Posyandu
Pengertian, Tujuan, dan Kegiatan Posyandu
Menurut data saat ini terdapat ribuan Posyandu yang hilang, baik dalam arti kegiatan,
eksistensi, maupun secara fisik. Sementara jumlah kader yang aktif juga semakin menurun,
sehingga dikawatirkan secara signifikan dapat menurunkan jangkauan pelayanan kesehatan
kita.

Sebagaimana kita ketahui, Posyandu merupakan perpanjangan tangan Puskesmas yang


memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu.
Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat. Posyandu sebagai wadah peran
serta masyarakat, yang menyelenggarakan system pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar,
peningkatan kualitas manusia, secara empirik telah dapat memeratakan pelayanan bidang
kesehatan. Kegiatan tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta
pelayanan kesehatan ibu dan anak (Departemen Kesehatan, 1999).
Menurut Effendy (1998), Posyandu merupakan forum komunikasi, alih teknologi dan
pelayanan kesehatan masyarakat, dari oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai
strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu adalah pusat
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan
oleh masyarakat dengan dukungan tehnis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian
norma keluarga kecil bahagia sejahtera
Tujuan Posyandu
Tujuan pokok dari Posyandu menurut Effendy (1998), antara lain untuk :
1. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak,
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak,
3. Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia sejahtera,
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan–kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat,
pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan geografi,
5. Meningkatkan dan pembinaaan peran serta masyarakat dalam rangka alih tehnologi
untuk swakelola usaha–usaha kesehatan masyarakat
Kegiatan Posyandu
Terdapat berbagai jenis kegiatan yang dilakukan pada Posyandu antara lain meliputi 5
kegiatan posyandu dan 7 kegiatan posyandu (sapta krida posyandu):
Lima kegiatan posyandu antara lain :
1. Kesehatan ibu anak,
2. Keluarga berencana,
3. Imunisasi,
4. Peningkatan gizi,
5. Penanggulangan diare;
Tujuh kegiatan Posyandu (sapta krida posyandu) meliputi:
1. Kesehatan ibu anak,
2. Keluarga berencana,
3. Imunisasi,
4. Peningkatan gizi,
5. Penanggulangan diare,
6. Sanitasi dasar,
7. Penyediaan obat esensial;

Sedangkan jenis pelayanan yang diberikan antara lain :


1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita,
2. Penimbangan bulanan,
3. Pemberian makanan tambahan,
4. imunisasai bagi bayi 0-11 bulan,
5. Pemberian oralit untuk penanggulangan diare,
6. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama;
Beberapa kegiatan pada pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia
subur antara lain :
1. Pemeriksaan kesehatan umum
2. Pemeriksaan kehamilan dan nifas
3. Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
4. Imunisasi tetanus toxoid untuk ibu hamil
5. Penyuluhan kesehatan dan keluarga berencana
6. Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
7. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
8. GPertolongan pertama pada kecelakaan
Prinsip dasar pelayanan Posyandu antara lain :

1. Pos pelayanan terpadu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan


antara pelayanan profesional
2. Adanya kerjasama lintas program yang baik kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, gizi, imunisasai, penanggulangan diare maupun lintas sektoral seperti:
departemen kesehatan, bantuan desa dan badan koordinasi keluarga berencana
nasional
3. Kelembagaan masyarakat pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos imunisasai,
pos kesehatan
4. Mempunyai sasaran penduduk yang sama bayi umur 0-1 tahun, anak balita umur 1-4
tahun, ibu hamil, pasangan usia subur
5. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan pembangunan kesehatan
masyarakat desa dan primary health care .
Sistem Kerja Posyandu
Menurut Muninjaya (1999), sistem kerja Posyandu merupakan rangkaian kegiatan yang
meliputi input, proses dan output.
Input adalah ketersedianya sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan
posyandu, yang meliputi antara lain:
1. Sarana fisik atau kelengkapan seperti bangunan, meja kursi, perlengkapan
penimbangan, perlengkapan pecatatan dan pelaporan, perlengkapan penyuluhan dan
perlengkapan pelayanan,
2. Sumber daya manusia yang ada seperti kader, petugas kesehatan dan aparat desa atau
kecamatan yang ikut berperan dalam kelangsungan program,
3. Ketersedianya dana, sebagai penunjang kegiatan yang berasal dari pemerintah
maupun swadaya masyarakat,
4. Penyelenggaraan kegiatan posyandu dan bagaimana cara persiapan serta mekanisme
pelayanannya.
Proses, dalam sistem pelayanan Posyandu antara lain meliputi:
1. Pengorganisasian posyandu mencakup adanya struktur organisasi, yaitu adanya
perencanaan kegiatan mulai persiapan, monitoring oleh petugas sampai evaluasi
proses dan hasil kegiatan. Adanya kejelasan tugas dan alur kerja yang jelas serta
dipahami oleh kader posyandu,
2. Pelaksanaan kegiatan posyandu yang mencakup pendaftaran, penimbangan,
pencatatan penyuluhan, pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Program pokok
yang minimal harus dilaksanakan meliputi lima pelayanan yaitu kesehatan ibu dan
anak, gizi, keluarga berencana, penanggulangan diare dan imunisasi
3. Pembinaan dan pemantauan petugas yang mencakup adanya rencana kegiatan
pembinaan dan pemantauan yang jelas dan tertulis, ada jadwal yang terencana dengan
baik, siapa yang menjadi sasaran, cara pembinaan, pemantauan dan pemecahan
masalah,
4. Pelaksanaan kunjungan rumah oleh kader untuk membina kesehatan dan gizi
masyarakat terutama pada keluarga sasaran. Proses pelaksanaan kunjungan harus
direncanakan siapa sasaran, kapan dilaksanakan, siapa yang melaksanakan dan hasil
dicatat dalam kegiatan kader
5. Pelaksanaan evaluasi program dilaksanakan setiap bulan. Di tingkat posyandu
dilaksanakan setelah selesai kegiatan pelayanan yang melibatkan kader, aparat desa,
pembinaan kesejahteraan keluarga dan petugas pembina. Sedangkan di tingkat
kecamatan dilaksanakan melalui pertemuan lintas sektor di kecamatan lain yang
berkaitan dengan kesehatan dan perbaikan gizi serta keluarga berencana
6. Umpan balik tentang hasil kegiatan posyandu, hasil pembinaan dan evaluasi
disampaikan melalui pertemuan rutin yang telah direncanakan. Umpan balik berasal
dari aparat desa, tokoh masyarakat dan kelompok kerja personal baik tingkat desa,
kecamatan maupun kabupaten
7. Imbalan (reward) bagi kader, sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian kader
dalam melaksanakan tugasnya, dan harus dipikirkan, karena dengan imbalan tersebut
diharapkan dapat memelihara dan meningkatkan motivasi kerja kader.

B. PENILAIAN STATUS GIZI


PENGERTIAN STATUS GIZI
 Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Contoh: Gondok merupakan
keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh
(Supariasa. IDN, 2002: 18).
 Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu
dalam suatu variabel (Hadi, 2002).
 Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan
antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya (Gibson, 1990).
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI
 Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang adalah lingkungan
fisik, biologis, budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Achmadi, 2009).
1. Kondisi fisik yang dapat mempengaruhi terhadap status pangan dan gizi suatu daerah
adalah cuaca, iklim, kondisi tanah, sistem bercocok tanam, dan kesehatan lingkungan.
2. Faktor lingkungan biologi misalnya adanya rekayasa genetika terhadap tanaman dan
produk pangan. Kondisi ini berpengaruh terhadap pangan dan gizi. Selain itu adanya
interaksi sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi yaitu infeksi akan
mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.
3. Lingkungan ekonomi. Kondisi ekonomi seseorang sangat menentukan dalam
penyediaan pangan dan kualitas gizi. Apabila tingkat perekonomian seseorang baik
maka status gizinya akan baik. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak
menderita gizi kurang dibandingkan golongan menengah ke atas.
4. Faktor lingkungan budaya. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat
pantangan, takhayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan
menjadi rendah. Di samping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah
anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga.
5. Lingkungan sosial. Kondisi lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi ekonomi di
suatu daerah dan menentukan pola konsumsi pangan dan gizi yang dilakukan oleh
masyarakat. Misalnya kondisi sosial di pedesaan dan perkotaan yang memiliki pola
konsumsi pangan dan gizi yang berbeda. Selain status gizi juga dipengaruhi oleh
kepadatan penduduk, ketegangan dan tekanan sosial dalam masyarakat.
6. Lingkungan politik. Ideologi politik suatu negara akan mempengaruhi kebijakan
dalam hal produksi, distribusi, dan ketersediaan pangan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBANTU TERCAPAINYA STATUS GIZI YANG BAIK


 Ada beberapa faktor yang membantu tercapainya status gizi yang baik, antara lain
(Barasi, M.E, 2007: 90) :
1. Aktivitas fisik
 Aspek ini mempertahankan kebutuhan energi dan nafsu makan, menjamin asupan
makanan yang adekuat, serta mempertahankan massa otot, yang menunjang hidup
mandiri dan kemampuan menyediakan makanannya sendiri.
2. Interaksi sosial
 Hal ini mendorong orang untuk makan dan mempertahankan minat mereka terhadap
makanan.
3. Pemilihan makanan
 Pemilihan makanan dari berbagai macam jenis, yang mencakup semua kelompok
makanan dalam jumlah yang sesuai.

METODE PENILAIAN STATUS GIZI


 Penilaian status gizi ada 2 macam, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan
penilaian status gizi secara tidak langsung ( Supariasa. IDN, 2002: 18).
I.Penilaian Status Gizi secara Langsung
 Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:
A. Antropometri

1. Pengertian
 Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
2. Penggunaan
 Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
3. Indeks Antropometri
 Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara
beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang
sering digunakan yaitu:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
 Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh.
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal,
dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan
gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutrirional Status).
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
 Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan
umur.
c. Berat badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
 Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan
dengan kecepatan tertentu.
d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)
 Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan
lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun
BB/TB.
e. Indeks Massa Tubuh (IMT)
 IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang
berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus
(penyakit) lainnya, seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi badan (m) x Tinggi Badan (m)
Atau
Barat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m).
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan
batas ambang untuk laki-laki dan perempuan.
Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8.

Batas ambang IMT untuk Indonesia, adalah sebagai berikut:


1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan
tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0-18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan Kekurangan Berat
Badan tingkat ringan atau KEK ringan.
3. IMT 18,5-25,0: keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.
4. IMT 25,1-27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan
tingkat ringan.
5. IMT > 27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan
tingkat berat.

f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur


 Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit dilakukan
pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas, lengan bawah, di
tengah garis ketiak, sisi dada, perut, paha, tempurung lutut, dan pertengahan tungkai
bawah.

g. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul


 Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat perubahan
metabolisme yang memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang
berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh.
 Dari berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan
ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu: persen terhadap
median, persentil, dan standar deviasi unit.
1). Persen terhadap Median
 Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi, median
sama dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan sama dengan 100% (untuk
standar). Setelah itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan
ambang batas.
Kategori
Cut of point*)
Gizi Lebih >120%
Gizi Baik 80% - 120%
Gizi Sedang 70% - 79,9%
Gizi Kurang 60% - 69,9%
Gizi Buruk <60%

2). Persentil
 Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah
persentil. Persentil 50 sama dengan Median atau nilai tengah dari jumlah populasi
berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. NCHS merekomendasikan
persentil ke 5 sebagai batas gizi buruk dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas
gizi lebih dan gizi baik.
3). Standar Deviasi Unit (SDU)
 Standar Deviasi Unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini
untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan.

B. Klinis

1. Pengertian
 Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel seperti kulit, mata, rambut, dan organ-organ yang dekat dengan permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid.
2. Penggunaan
 Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei ini
dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat
status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau
riwayat penyakit.
C. Biokimia

1. Pengertian
 Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, antara lain: darah,
urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2. Penggunaan
 Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
D.Biofisik

1. Pengertian
 Merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan.
2. Penggunaan
 Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
endemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

PENILAIAN STATUS GIZI SECARA TIDAK LANGSUNG


 Dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
A. Survei Konsumsi Makanan

1. Pengertian
 Merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat
jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2. Penggunaan
 Dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi

B.Statistik Vital

1. Pengertian
 Pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti
angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
2. Penggunaan
 Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat.

C.Faktor Ekologi
1. Pengertian
 Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.
2. Penggunaan
 Untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk
melakukan program intervensi gizi.

FAKTOR PEMILIHAN METODE PENILAIAN STATUS GIZI


 Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih dan menggunakan metode
adalah sebagai berikut (Supariasa. IDN, 2002: 22):
1). Tujuan
 Tujuan pengukuran sangat perlu diperhatikan dalam memilih metode, seperti tujuan
ingin melihat fisik seseorang, maka metode yang digunakan adalah antropometri.
Apabila ingin melihat status vitamin dan mineral dalam tubuh sebaiknya
menggunakan metode biokimia.
2). Unit Sampel yang Akan Diukur
 Berbagai jenis unit sampel yang akan diukur sangat mempengaruhi penggunaan
metode penilaian status gizi. Jenis unit sampel yang akan diukur meliputi individual,
rumah tangga/keluarga dan kelompok rawan gizi.
3). Jenis Informasi yang Dibutuhkan
 Pemilihan metode penilaian status gizi sangat tergantung pula dari jenis informasi
yang diberikan. Jenis informasi itu antara lain: asupan makanan, berat dan tinggi
badan, tingkatan hemoglobin dan situasi sosial ekonomi. Apabila menginginkan
informasi tentang asupan makanan , maka metode yang digunakan adalah survei
konsumsi. Dilain pihak apabila ingin mengetahui tingkat hemoglobin maka metode
yang digunakan adalah biokimia. Jika ingin membutuhkan informasi tentang keadaan
fisik seperti berat badan dan tinggi badan, sebaiknya menggunakan metode
antropometri. Begitu pula apabila membutuhkan informasi tentang situasi sosial
ekonomi sebaiknya menggunakan pengukuran faktor ekologi.
4). Tingkat Realiabilitas dan Akurasi yang Dibutuhkan
 Masing-masing metode penilaian status gizi mempunyai tingkat reliabilitas dan
akurasi yang berbeda-beda. Contoh penggunaan metode klinis dalam menilai
tingkatan pembesaran kelenjar gondok adalah sangat subjektif sekali. Penilaian ini
membutuhkan tenaga medis dan paramedis yang sangat terlatih dan mempunyai
pengalaman yang cukup dalam bidang ini. Berbeda dengan penilaian secara biokimia
yang mempunyai reliabilitas dan akurasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu apabila
ada biaya, tenaga dan sarana-sarana lain yang mendukung, maka penilaian status gizi
dengan biokimia sangat dianjurkan.
5). Tersedianya Fasilitas dan Peralatan
 Berbagai jenis fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi.
Fasilitas tersebut ada yang mudah didapat dan ada pula yang sangat sulit diperoleh.
Pada umumnya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi
secara antropometri relatif lebih mudah didapat dibanding dengan peralatan
penentuan status gizi dengan biokimia.
6). Tenaga
 Ketersediaan tenaga, baik jumlah maupun mutunya sangat mempengaruhi
penggunaan metode penilaian status gizi. Jenis tenaga yang digunakan dalam
pengumpulan dara status gizi antara lain: ahli gizi, dokter, ahli kimia, dan tenaga lain.
Penilaian status gizi secara biokimia memerlukan tenaga ahli kimia atau analisis
kimia, karena menyangkut berbagai jenis bahan dan reaksi kimia yang harus dikuasai.
Berbeda dengan penilaian status gizi secara antropometri, tidak memerlukan tenags
ahli, tetapi tenaga tersebut cukup dilatih beberapa hari saja sudah dapat menjalankan
tugasnya.
7). Waktu
 Ketersediaan waktu dalam pengukuran status gizi sangat mempengaruhi metode yang
akan digunakan. Waktu yang ada bisa dalam mingguan, bulanan, dan tahunan.
Apabila kita ingin menilai status gizi disuatu masyarakat dan waktu yang tersedia
relatif singkat, sebaiknya dengan menggunakan metode antropometri.
8). Dana
 Masalah dana sangat mempengaruhi jenis metode yang akan digunakan untuk menilai
status gizi. Umumnya penggunaan metode biokimia relatif mahal dibanding dengan
metode lainnya. Penggunaan metode disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam penilaian status gizi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi. (2009), Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi, Ketersediaan


dan Produksi Pangan. http:/ anianaharani.blogspot.com diakses pada 17 Pebruari 2011
2. Andrews, G, (2010), Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita: EGC. Jakarta
3. Arisman. (2010), Gizi Dalam Daur Kehidupan: EGC. Jakarta
4. Barasi, M. E, (2007), At A Glance Ilmu Gizi: Erlangga. Surabaya
5. Baziad, Ali. (2003), Menopause dan Andropause: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta

C. EKOLOGI PANGAN & GIZI


EKOLOGI PANGAN & GIZI
Ekologi pangan adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek lingkungan yang terkait
dengan pangan dan gizi untuk kesehatan masyarakat.
Tujuan dari ekologi pangan dan gizi adalah agar dapat mengetahui berbagai hubungan dan
masalah antar variabel yang berkaitan dengan penyediaan pangan, sosio ekonomi dan budaya
pangan, konsumsi gizi, penggunaan zat gizi dalam tubuh, status gizi dan status kesehatan
masyarakat, serta upaya peningkatan gizi masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah:
1. Faktor External: perndapatan, pendidikan, pekerjaan, budaya.
2. Faktor Internal: usia, kondisi fisik, infeksi.
Dampak ketersediaan pangan terhadap gizi:
1. Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan
dan minuman yang berasal dari tanaman, tanah, ikan, serta turunannya bagi penduduk suatu
wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem
yang berjenjang mulai dari Nasional, provinsi, kabupaten/kota, rumah tangga.
2. Komponen ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan, maupun
impor pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan seperti untuk bibit,
pakan industri makanan/non pangan yang tercecer. Komponen produksi pangan dapat
dipenuhi dari produksi pertanian dan atau industri pangan.
Ketersediaan pangan bergantung pada:
1. Cukupnya lahan untuk menanam tanaman pangan.
2. Penduduk untuk menyediakan tenaga.
3. Uang untuk menyediakan modal pertanian yang dibutuhkan.
4. Tenaga ahli yang trampil untuk membantu meningkatkan hasil produksi maupun
pertanian, distribusi merata..
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan secara umum:
1. Jenis dan banyaknya pangan yang diperlukan dan tersedia.
2. Tingkat pendapatan masyarakat.
3. Pengetahuan gizi.
Penanganan pasca panen:
Adalah segala upaya untuk menyiapkan hasil produksi pertanian setelah di panen.
Tujuan penanganan pasca panen:
1. Agar kerusakan pangan dan kehilangan zat gizi dapat dihindari.
2. Untuk meningkatkan kesediaan pangan.
3. Untuk menyiapkan hasil panen agar tahan disimpan dalam jangka panjang tanpa
mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi baik.
Penyebab kerusakan pangan:
1. Mikroba (bakteri, ragi, kapang)
Ditemukan di tanah, air, udara, kulit/ bulu dan usus ternak.
2. Enzim
Reaksi biokimia yang dapat menyebabkan berubahnya komposisi pangan.
3. Serangga
Dapat melukai permukaan pangan sehingga terkontaminasi bakteri, sehingga memperparah
kerusakan.
4. Suhu
Suhu yang terlalu rendah/tinggi dapat merusak komposisi pangan.
5. Kadar air
6. Oksigen
Dalam keadaan tertentu dapat merusak vit A & vit C, merusak warna pangan, mengubah cita
rasa, sebagai media pertumbuhan kapang.
7. Sinar
Dalam keadaan tertentu dapat merusak vit A & vit C, merusak warna pangan.
8. Waktu penyimpanan
Penyimpanan yang terlalu lama dapat merusak pangan.
Jenis kerusakan pangan:
1. Kerusakan biologis
Disebabkan karena mahluk hidup: serangga, binatang pengerat, burung, jasad renik yang
sifatnya patogen dan memproduksi senyawa racun.
2. Kerusakan fisiologis
Disebabkan oleh reaksi metabolisme dalam pangan, akibatnya terjadi proses autolisis yang
berakhir dengan kerusakan pangan.
3. Kerusakan fisik & mekanis
Disebabkan karena faktor lingkungan: suhu, kelembaban, tekanan.
4. Kerusakan kimia
Disebabkan karena pencoklatan (browning)/ reaksi oksidasi yang dapat menyebabkan
terjadinya ketengikan.
Upaya penanganan pasca panen:
1. Pengeringan
Mencegah proses autodestruksi (autolisis)
2. Pengangkutam
Harus memenuhi persyaratan sesuai dengan sifat makanan serta tidak terlalu mahal, sehingga
dapat terjangkau oleh masyarakat.
3. Penyimpanan
Gudang harus memilki konstruksi bebas hama, barang harus teratur, tidak bercampur antara
bahan makanan yang satu dengan lainnya.
4. Seleksi
Mengumpulkan/ menggabungkan bahan makanan yang sama kualitasnya dalam rangka
memenuhi permintaan pembeli.
5. Pencucian
Menghilangkan kotoran, residu pestisida/ insektisida, memperoleh penampakan yang baik.
6. Pendinginan
Mengurangi kegiatan respirasi proses perlunakan, perubahan warna dan tekstur, serta
kerusakan karena aktifitas mikroba (bakteri, kapang).
Ketahanan Pangan
Adalah terpenuhinya pangan bagi rumah tangga secara kualitas, maupun kuantitas, aman,
merata, terjangkau.
1. Elemen ketahanan pangan
Ketersediaan pangan, aksebilitas (kemampuan untuk menguasai pangan yang cukup),
keamanan (stabilitas), kontinuitas dari akses dan ketersediaan pangan dari usaha tani.
2. Aspek ketahanan pangan
Kecukupan (sufficiency), akses (acces), keterjaminan (secutity), waktu (time).
3. Tipe ketidaktahanan pangan:
· Kronis: ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga
untuk memperoleh pangan (kemiskinan).
· Transitori: penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara
temporer. Misalnya karena bencana alam sehingga harga panen tidak stabil.
4. Sistem ketahanan pangan:
· Ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability dan stability)
· Kemudahan memperoleh pangan (food accesibility)
· Pemanfaatan pangan (food utilization)
Indikator ketahanan pangan:
1. Indikator proses
Menggambarkan situasi pangan yang ditujukan oleh ketersediaan pangan dan akses pangan.

2. Indikator dampak
Menggambarkan konsumsi dan frekuenai pangan (dampak langsung)
Penyimpanan pangan dan status gizi (dampak tidak langsung).

Anda mungkin juga menyukai