Anda di halaman 1dari 30

TATA TERTIB PRAKTIKUM

Mahasiswa yang diperkenankan melakukan praktikum adalah mereka yang terdaftar


secara akademik, yang selanjutnya disebut sebagai Praktikan.
Berikut tata tertib praktikum 2016:
1. Calon praktikan mendaftarkan diri ke bagian Staf Laboratorium paling lambat
satu minggu sebelum hari praktikum.
2. Praktikan telah harus mengetahui dan memahami segala hal terkait aspek
keselamatan kerja di laboratorium.
3. Praktikan telah harus mempersiapkan segala sesuatu terkait materi praktikum,
membaca dan memahami prosedur teknis praktikum, serta mempersiapkan lembar
kerja dan laporan sementara.
4. Praktikan yang tidak menyiapkan lembar kerja dan laporan sementara, tidak
diperkenankan mengikuti praktikum.
5. Praktikan harus menyiapkan alat-alat sendiri (lap, korek api, penjepit tabung, pipet
tetes, cawan porselin, dsb). Selama praktikum tidak diperkenankan pinjam-
meminjam alat-alat tersebut.
6. Alat-alat gelas yang digunakan harus dibon oleh masing-masing ketua kelompok
dan menjadi tanggung jawab kelompok termasuk kebersihan alat. Alat-alat yang
tertukar, hilang, atau pecah, sepenuhnya menjadi beban praktikan.
7. Inventarisasi alat dilakukan pada awal dan akhir praktikum.
8. Praktikan wajib hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai, keterlambatan lebih
dari 30 menit sejak praktikum dimulai, praktikan wajib meminta ijin secara
tertulis untuk dapat mengikuti praktikum kepada dosen pengampu praktikum.
9. Jika berhalangan hadir, praktikan harus dapat memberikan keterangan secara
tertulis dan resmi terkait dengan alasan ketidakhadirannya (ada surat keterangan
dokter).
10. Apabila akan mengganti praktikum pada hari lain, praktikan wajib melakukan
konsultasi dan meminta rekomendasi terlebih dahulu dari koordinator pengampu
praktikum.
11. Praktikan memasuki ruang laboratorium dengan telah mengenakan jas praktikum.

1
12. Praktikan tidak diperkenankan meninggalkan ruang praktikum sebelum waktu
praktikum selesai, tanpa seizin dan sebelum pemeriksaan alat-alat oleh dosen
penanggung jawab praktikum.
13. Tidak diperbolehkan makan dan minum di ruang praktikum.

2
ANALISIS GRAVIMETRIK

Analisis Gravimetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dengan penimbangan berat zat
setelah diperlakukan sedemikian rupa sehingga zat tersebut diketahui rumus molekul
dengan pasti dan berada dalam keadaan stabil. Komponen yang akan ditentukan diubah
menjadi suatu endapan yang stabil dan selanjutnya dapat diubah menjadi bentuk
senyawa yang mudah untuk ditimbang.

𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝐴𝑎𝐵𝑏

Dimana senyawa yang dihasilkan mempunyai kelarutan yang kecil dalam pelarut yang
akan digunakan . senyawa ini dipisahkan dari larutannya dengan cara penyaringan
kemudian dikeringkan dan dipijarkan.

Agar analisis tersebut dapat berlangsung dengan baik, harus dipenuhi beberapa
persyaratan antara lain :

1. Proses pemisahan harus sempurnadan sisa analit (zat yang akan ditentukan) yang
tertinggal dalam larutan harus cukup sedikit untuk dapat diabaikan. Dengan kata lain
pengendapan harus kuantitatif.

2. Endapaan yang terbentuk harus dapat dipisahkan dengan mudah dari larutannya

3. Zat yang ditimbang harus mempunyai susunan stoikiometri tertentu dan harus bersifat
murni atau dapat dimurnikan lebih lanjut.

Stoikiometri

Dari berat endapan yang didapat harus dapat dihitung jumlah atau banyaknya analit
yang diinginkan,. Untuk hitungan ini diperlukan factor kimia atau factor gravimetric
yaitu jumlah gram endapan. Atau dapat dikatakan juga sebagai angka banding
banyaknya analit setara dengan banyaknya endapan yang diperoleh.

Misalnya endapan BaSO4, factor kimia BaO adalah BaO/BaSO4 yaitu berat 1 Mol BaO
dinbandingkan berat 1 Mol BaSO4.

3
Presentase analit dapat dihitung :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡
%𝐴 = 𝑥 100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑘

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑘


𝑀𝑎𝑘𝑎 = 𝑥 100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

4
1. Penentuan Kadar Air Kristal BaCl2.5H2O

1. Prinsip

Pada Suatu Pemanasan dan pemijaran hingga 800 – 900○C, maka molekul air yang
terikat dalam Kristal akan dilepaskan menurut persamaan reaksi :

𝐵𝑎𝐶𝑙2.5𝐻2𝑂 → 𝐵𝑎𝐶𝑙2 + 𝑋𝐻2𝑂

800 – 900○C

Jika BaCl2. 5H2O sebelum dipanaskan ditimbang dengan berat tertentu, maka setelah
dipijarkan beratnya akan berkurang. Kehilangan sejumlah berat ini adalah berat H2O.

2. Bahan

- BaCl2. XH2O

4. Alat-Alat :

-Oven/ Tanur Kering

-Cawan Porselen

-Gegep

-Eksikator

-Neraca analitik

5. Cara Kerja :

1. Panaskan cawan porselein selama beberapa menit, dinginkan dalam eksikator,


kemudian ditimbang.

2. Timbang zat yang akan ditentukan air kristalnya kira-kira 1-1.5 gram ke dalam cawan
porselen yang telah diketahui beratnya. Dipanaskan dan pijarkan , didinginkan dalam
eksikator kemudian timbang.

3. Cawan porselein yang berisi zat tersebut dipanaskan dan dipijarkan didinginkan
dalam eksikator kemudian timbang.

4. Pengerjaan ini diulangi beberapa kali hingga diperoleh bobot tetap (konstan)

5
6. Perhitungan :

Berat Cawan Kosong = a gram

Berat cawan + Sampel = b Gram

Berat Sampel = (b-a) Gram

Berat Cawan + Sampel setelah pemijaran = c gram

BM BaCl2 = 208

(𝑏−𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
Mol BaCl2. XH2O =
𝐵𝑀. 𝐵𝑎𝐶𝑙2.𝑋𝐻2𝑂

(𝑐−𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
Mol BaCl2.XH2O =
𝐵𝑀.𝐶𝑙2

(𝑏−𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚 (𝑐−𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
=
𝐵𝑀. 𝐵𝑎𝐶𝑙2.𝑋𝐻2𝑂 𝐵𝑀.𝐶𝑙2

(𝑏−𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚 (𝑐−𝑎)𝑔𝑟𝑎𝑚
=
(208+18 𝑥) 208

X = Dapat dihitung

6
2. Penentuan Kadar Besi sebagai besi Oksidasi

1. Prinsip :

Larutan garam besi dapat mengendap sebagai Besi (III) Hidroksida dengan suatu
larutan amonia.

𝐹𝑒3 + +3𝑁𝐻4𝑂𝐻 ⟶ 𝐹𝑒(𝑂𝐻)3 + 3𝑁𝐻4

Setelah pemanasan dan pemijaran, Fe(OH)3 membentuk Ferro, maka terlebih dahulu

2. Bahan

- HCl Pekat

- HNO3 Pekat

- Larutan Amonia

- Larutan Amonium Nitrat

4. Alat-Alat :

-Oven/ Tanur Kering

-Cawan Porselen

-Gegep

-Eksikator

-Neraca analitik

-Penangas Air

-Botol Timbang

-Corong

-Erlenmeyer

-Tungu Pemijar

-Gelas Piala

7
-Batang Pengaduk

5. Cara Kerja :

1. Timbang dengan teliti aram besi (II) sulfat sebanyak 1 gram

2. Masukkan ke dalam gelas piala 500 ml dan larutkan dengan 50 ml air dan 10 ml HCl
(1:1)

3. Tambahkan 1-2 ml HNO3 pekat, kemudian dididihkan selama 3-5 menit

4. Encerkan larutan dengan 200 ml air, panaskan perlahan-lahan. Larutan ditetesi


dengan ammonia (1:1). Bila endapan yang terjadi warna hijau maka tambahkan NaOH
pekat 1-2 ml, didihkan selama 2 menit.

5. Tetesi Larutan ammonia encer (1:1) hingga terbentuk endapan berwarna coklat dan
semua besi terendapkan (larutan tetap jernih jika ditetesi ammonia, tidak terbentuk lagi
endapan atau larutan berbau amoniak)

6. Endapan dituangkan melalui kertas saring

7. Cuci endapan dengan larutan amonia nitrat 1% panas beberapa kali hingga bebas dari
zat lain

8. Endapan dimasukkan dalam cawan porselin yang diketahui beratnya

9. Panaskan dengan api kecil, pijarkan dinginkan dalam eksikator, kemudian timbang

10. Ulangi pekerjaan tersebut hingga diperoleh berat konstan (bobot tetap).

6. Perhitungan :

𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛


% Fe = 𝑥 100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

8
ANALISIS VOLUMETRIK

Analisis Volumetri atau Titrimetri merupakan suatu analisis dengan pengukuran volume
larutan dengan konsentrasi yang diketahui, yang diperlukan untuk bereaksi dengan
analit (zat yang akan ditentukan).

Analisis Volumetri atau Titrimetri berdasarkan pada reaksi :

𝑎𝐴 + 𝑡𝑇 → 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘

Dimana : a molekul Analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T (Titran). Untuk


menghasilkan produk yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan
(Larutan standar) konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat equivalen mol titran
sama dengan mol analitnya begitu pula mol equivalen juga berlaku sama.

Titran merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya yang disebut larutan
baku/ larutan standar, larutan ini juga disebut larutan baku. Dengan titrasi dimaksudkan
proses pengerjaan dimana titran baku secara perlahan dan teratur ditambahkan melalui
buret ke dalam larutan analit untuk mencapai titik equivalen. Titik equivalen titrasi
tercapai pada saat jumlah titran yang ditambahkan equivalen dengan jumlah analit
dalam larutan. Selain itu juga dikenal titik akhir titrasi yaitu saat terjadi perubahan
warna indicator. Selisih antara titik equivalen titrasi dengan titik akhir dikenal kesalahan
titrasi. Indikator adalah suatu senyawa organic yang kompleks dan digunakan untuk
menentukan titik akhir suatu reaksi netralisasi, menentukan konsentrasi ion Hidrogen
(H+) atau pH atau untuk menunjukkan perubahan pH Larutan. Zat-zat organic ini dapat
berupa suatu asam atau suatu basa yang mempunyai warna yang berbeda-beda pada pH
yang tertentu.

Tabel di bawah ini adalah keterangan pH diman terjadi titik akhir titrasi. :

Nama Indikator Konsentrasi (%) Daerah pH Warna


Asam Basa

Kuning Methil 2,9 – 4,0 Merah Kuning


Biru Bromcresol 3,0 – 4,6 Kuning Merah
Jingga Metil 0,1/ air 3,2 – 4,4 Merah muda Kuning
Hijau Bromcresol 0,05/etanol 4,0 – 5,4 Kuning Biru

9
Merah Metil 0,1/Etanol 4,2 – 6,2 Merah Kuning
Ungu 5,2 – 6,8 Kuning Ungu
Bromcresol
Biru Bromtimol 0,1 /Etanol 6,0 – 7,6 Kuning Biru
Merah fenol 0,1 /Etanol 6,8 – 8,2 Kuning Merah
Merah Cresol 7,2 – 8,8 Kuning Merah
Biru Timol 0,1 /Etanol 8.0 – 9,2 Kuning Biru
Fenolftalin 1,0 /Etanol 8,0 – 10,0 Tak berwarna Merah
Timol ftalin 0,1 /Etanol 8,6 – 10,0 Tak berwarna Biru

10
ASIDI ALKALIMETRI

1. Pembakuan Larutan HCl 0.1 N dengan Bahan Baku Soda Kering (Na 2CO3)
(Alkalimetri)

1. Dasar

Soda Kering adalah garam yang bersifat basa, sehingga dapat bereaksi dengan asam
klorida, karena HCl adalah asam kuat sedangkan Na2CO3, bersifat basa lemah maka
dapat dipakai indikator Metil Merah (titik setara pada pH 3.7)

2. Reaksi

3. Bahan Kimia :

- Boraks (Na2CO3)

- Larutan HCl 0.1 N

- Larutan Indikator MM (Metil Merah)

4. Alat-Alat :

-Buret 25/50 ml

-Erlenmeyer

-Gelas Arloji

-Gelas Pengaduk

-Pipet Volume

-Pipet Tetes

-Penangas Air (Hot Plate)

11
5. Cara Kerja :

1. Ditimbang dengan teliti ±225 mg soda kering, lalu dibilaskan dengan air suling ke
dalam Erlenmeyer 250 ml sebanyak 100 ml.

2. Ditambahkan beberapa tetes larutan indikator MM, kemudian titrasi dengan larutan
HCl yang akan ditentukan normalitasnya sampai terjadi perubahan warna.

HCl

Na2CO3

3. Erlenmeyer ditutup dengan corong didihkan selama 3 menit

4.Dinginkan di bawah air kran dan setelah dingin (warnanya berubah kembali) larutan
terus dititrasi lagi dengan HCl hingga warna titik akhir stabil (biasanya hanya
diperlukan beberapa tetes saja)

5. Jumlah HCl yang digunakan dicatat

6. Perhitungan :

𝑚𝑔 𝑆𝑜𝑑𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑁. 𝐻𝐶𝑙 =
𝐵𝑆𝑇 𝑆𝑜𝑑𝑎 𝑋 𝑉(𝑠𝑜𝑑𝑎)

Catatan : 𝑉 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ (𝑚𝑙) 𝐻𝐶𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛

12
2. Pembakuan Larutan NaOH 0.1 N dengan Asam Oksalat 0,1 N (Asidimetri)

1. Dasar

Karena asam oksalat merupakan asam lemah, sedangkan NaOH merupakan basa Kuat,
maka indikator yang digunakan adalah PP (titik setara pada ± pH 8.9)

2. Reaksi

3. Bahan Kimia :

- Asam Oksalat

- Larutan NaOH 0.1 N

- Larutan Indikator PP

4. Alat-Alat :

-Buret 25/50 ml

-Erlenmeyer

-Gelas Arloji

-Gelas Pengaduk

-Pipet Volume

-Pipet Tetes

5. Cara Kerja :

1. Ditimbang dengan teliti ±500 mg Kristal Asam Oksalat

2. Larutkan Asam Oksalat ke dalam Erlenmeyer dan diaduk sampai semua larut

3. Ditambahkan beberapa tetes larutan indikator PP, kemudian titrasi dengan larutan
NaOH yang akan ditentukan normalitasnya sampai terjadi perubahan warna.

13
NaOH

As.Oksalat

4. Ulangi hingga 3 kali titrasi (Triplo)

5. Jumlah NaOH yang digunakan dicatat.

6. Perhitungan :

𝑚𝑔 𝐴𝑠. 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑁. 𝑁𝑎𝑂𝐻 =
𝑉 𝑋 𝐵𝑆𝑇 𝐴𝑠. 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡

Catatan : 𝑉 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻

𝐵𝑆𝑇 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑎𝑠. 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡

14
REDUKSI - OKSIDIMETRIK

1. Permanganometri

Kalium Permanganat merupakan Oksidator kuat dan telah digunakan secara luas,
mudah diperoleh dan tidak memerlukan Indicator.

Permanganate dapat mengalami reaksi yang bermacam-macam, karena Mn dapat dapat


berada dalam keadaan dengan bilangan oksidasi +2,+3,+4,+6 dan +7

Reaksi dalam suasana Asam :

Dalam suasana alkalis reaksi yang terjadi :

Reaksi yang paling banyak dijumpai di laboratorium adalah reaksi yang berlangsung
dalam suasana yang sangat asam

Larutan standar KMnO4 0,1 N

Reaksi dalam suasana Asam

1 Mol MnO4 memerlukan 5 elektron, sehingga :

Pembuatan larutan standar KMnO4 0,1 N

Timbang kira-kira 0,31 gr KMnO4 pada gelas Arloji, masukkan dalam gelas piala 1
Liter, tambahkan aquadest 500 ml, tutup dengan gelas arloji. Didihkan selama 15-30
menit, lalu diamkan. Saring dengan wol. Simpan dalam botol berwarna gelap.

Standarisasi Larutan KMnO4 dengan Natrium Oksalat

15
Timbang dengan teliti 0,31 mg natrium oksalat yang telah dikeringkan, masukkan ke
dalam Erlenmeyer 250 ml. larutkan dengan 75 ml H2SO4 1.5 N. Panaskan sampai
hampir mendidih (80 C). Titrasi dengan KMnO4 sambil goyangkan sampai timbul
warna merah muda yang tetap selama 30 detik. Lakukan 3 kali percobaan.

Perhitungan :

V1N1 = V2N2

Mek Oksalat = Mek KMnO4

Misalkan :

Berat natrium Oksalat = 310 mg

Volume KMnO4 = 20.5 ml

BE Natrium okslat = ½ x BM Na2C2O4 = 67

MEk Na. Oksalat = MEk KMnO4

(Mg/BE) Na. Oksalat = (V x N) KMnO4

310/67 = 20,5 x N.KMnO4, maka :

KMnO4 = 310/(67 x 20.5)

2. Iodometri

Pada titrasi iodometri digunakan ion iodide sebagai reduktor. Terdapat banyak oksidator
yang dapat bereaksi dengan sempurna dengan ion iodide, misalnya ion besi (III) dan ion
Cu (II), berle.bih ditambah terhadap oksidator yang ditentukan, kemudian iodium yang
dilepaskan dititrasi dengan larutan Standar Natrium Tiosulfat. Istilah iodometri lebih
disukai :

16
Pereaksi :

1. Larutan Standar Natrium tiosulfat 0,1 N

Larutan Na. Tiosulfat 0,1 N dibuat dengan melarutkan kira-kira 25 gram Na.tiosulfat
dalam akuades yang telah dididihkan dan sudah dingin dalam labu ukur 1 liter.
Tambahkan 0,2 gram Na2CO3 .sencerkan sampai garis.

Standarisasi larutan Na2SO4 0,1 N

a. Timbang dengan teliti 150 mg KIO3 yang telah dikeringkan pada suhu 120 C selama
1 jam

b. Larutkan dengan 25 ml air yang telah dipanaskan dan didinginkan, dalam Erlenmeyer
bertutup asah

c. tambahkan 10 ml H2SO4 1 N dan 2 gram KI, tutup dan kocok sampai reaksi
sempurna

d. titrasi dengan larutan na tiosulfat yang akan dibakukan sampai berwarna kuning
muda, tambahkan 2 ml indicator kanji, lalu titrasi dilanjutkan sampai warna biru
tepat hilang.

e. Lakukan 3 kali pertama.

Perhitungan :

BE KIO3 = 1/6 BM

17
ARGENTOMETRIK

Penetapan kadar NaCl dalam garam dapur (Mohr)

1. Dasar :

Bila larutan Ion Klorida Netral dititer dengan larutan perak Nitrat, maka akan
mengendap sebagai Perak Nitrat. Untuk menunjukkan titik akhir titrasi ditamnbahkan
larutan kalium kromat sebagai indicator yang dapat membentuk sebagai endapan Perak
Kromat yang berwarna merah- Coklat.

Seluruh perak klorida akan mengendap lebih dahulu, karena hasil kali kelarutannya
lebih kecil dibandingkan hasil kali kelarutan Kalium Kromat.

2. Reaksi

3. Bahan Kimia :

- Contoh garam dapur

- Larutan baku AgNO3 0,1 N

- Larutan Indikator K2CrO4 5%

4. Alat-alat :

- Erlenmeyer 300 ml

- Buret

- Neraca

- Pipet Volume

- Pipet Tetes

18
5. Cara Kerja :

1. Ditimbang 0.8 gram contoh garam dapur ditimbang dengan teliti, dibilas dengan
air suling ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian encerkan hingga tanda garis,
dikocok sampai homogen.

AgNO3

NaCl

2. 25 ml contoh di atas (hasil pengenceran) dipipet ke dalam Erlenmeyer 300 ml

3. Tambahkan dengan aquadest 25 ml, kemudian tambahkan 2 ml larutan indicator


K2CrO4 5% . Titrasi dengan larutan AgNO3 0.1 N sampai terbentuk endapan.

4. Lakukan peniteran ulang 2 kali (Diplo)

6. Perhitungan :

𝑓𝑝 𝑥 𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 58.5
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙 = 𝑋 100 %
𝑚𝑔. 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Catatan : 𝑉 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛

𝑁 = 𝐾𝑒𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑔𝑁𝑂3

58.5 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑁𝑎𝐶𝑙

𝑓𝑝 = 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

19
KOMPLEKSOMETRIK

1. Penetapan kadar Kalsium (Ca2+)

1. Dasar :

Bila Ion Ca2+ dititer dengan larutan EDTA, akan terjadi senyawa rangkaian yang
relative stabil dan pada titik akhir tidak akan diperoleh warna tajam dengan indicator
EBT. Oleh karena itu dipergunakan peniteraan cara subtitusi. Ion Ca2+ direaksikan
dengan senyawaan rangkai Mg EDTA. Ion Mg2+ yang dibebaskan dititer dengan larutan
baku EDTA.

2. Reaksi

3. Bahan Kimia :

- CaCO3

- Larutan EDTA 0,01 M

- Larutan Kompleks Mg-EDTA (Na2MgY) 0,01 M

- Larutan Dapar amoniak (pH 10)

- Larutan Indikator Eriochrome Black T (EBT)

- Larutan HCl 4 N

4. Alat-Alat :

- Erlenmeyer 300 ml

- Buret

- Neraca

- Pipet Volume

20
- Pipet Tetes

5. Cara Kerja :

1. Ditimbang 100 mg contoh CaCO3 ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam gelas


kimia 400 ml, kemudian di tambahkan 10 ml air suling dan 10 ml HCl 4 N,
kemudian encerkan dengan aquadest 100 ml dalam labu ukur 100 ml. hingga tanda
garis, dikocok sampai homogen.

2. 25 ml contoh di atas (hasil Pengenceran ) dipipet ke dalam Erlenmeyer 300 ml

EDTA

CaCO3

3. Tambahkan dengan 50 ml aquadest.

4. Tambahkan dengan 10 ml larutan dapar (pH 10) lalu ditambahkan Mg-EDTA 0.01 M
dan seujung sendok indikator EBT.

5. Titrasi dengan larutan EDTA 0,01 M hingga terjadi perubahan warna dari merah
anggur menjadi warna biru.

6. penetapan diulangi 2 kali.

6. Perhitungan :

𝑓𝑝 𝑥 (𝑉1 𝑥 𝑀1) − (𝑉2 𝑥 𝑀2) 𝑋 40


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 = 𝑥 100 %
𝑚𝑔. 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Catatan : 𝑉 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛

21
𝑀1 = 𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐸𝐷𝑇𝐴

𝑉2 = 𝑚𝑙 𝐿𝑎𝑟. 𝑀𝑔 − 𝐸𝐷𝑇𝐴

𝑀2 = 𝐾𝑒𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑀𝑔 − 𝐸𝐷𝑇𝐴

40 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝐶𝑎

2. Penetapan kadar Sulfat dalam Natrium Sulfat (Na2SO4)

1. Prinsip Dasar :

Dalam suasana asam, Ion sulfat (SO42-) diendapkan sebagai barium sulfat, endapan
kemudian direaksikan dengan larutan baku EDTA yang banyaknya berlebihan, dalam
suasana amoniak. Pada pH 10, kelebihan larutan EDTA dititer dengan larutan baku
Magnesium Klorida dengan indicator EBT.

2. Reaksi

3. Bahan Kimia :

- Contoh Natrium Sulfat

- Larutan EDTA 0,005 M

- Larutan Barium Klorida 0,05 M

- Larutan Dapar amoniak (pH 10)

- Larutan Indikator Eriochrome Black T (EBT)

4. Alat-Alat :

- Erlenmeyer 300 ml

22
- Buret

- Neraca

- Pipet Volume

- Pipet Tetes

5. Cara Kerja :

1. Ditimbang 500 mg contoh Na.Sulfat, kemudian dilarutkan dalam labu ukur 100 ml,

2. 10 ml contoh di atas (hasil pengenceran ) dipipet ke dalam Erlenmeyer 300 ml larutan


dipipet ke dalam gelas kimia 400 ml.

3. Tambahkan dengan 50 ml Aquadest.

4. Tambahkan dengan 5 ml HCl 4 N, dan panaskan hingga hampir mendidih. Kemudian


ditambahkan dengan larutan BaCl2, kemudian diaduk. (5 ml Larutan BaCl2 2 N dan
45 ml air suling)

5. Lanjutkan Pemanasan selama 1 jam, kemudian larutan disaring dengan kertas saring
Whatman No.42 dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida.

6. Endapan dan penyaring dimasukkan ke dalam gelas kimia asal, lalu diitambahkan 35
ml larutan EDTA 0,05 M dan 5 ml Amoniak Pekat, lalu didihkan 15-20 menit.

7. Larutan ditambahkan lagi dengan Amoniak pekat sebanyak 2 ml dan dipanaskan 15


menit. Larutan yang jernih didinginkan, ditambahkan 10 ml larutan dapar (pH 10)
dan sepucuk sendok indicator EBT, akhirnya kelebihan EDTA dititer dengan larutan
MgCl2 0.05 M sampai warna larutan menjadi merah jernih. z

8. lakukan titrasi 2 kali (Diplo)

6. Perhitungan :

𝑓𝑝 𝑥 (𝑉1 𝑥 𝑀1) − (𝑉2 𝑥 𝑀2) 𝑥 96


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑂4 = 𝑥 100 %
𝑚𝑔. 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Catatan : 𝑉 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛

23
𝑀1 = 𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐸𝐷𝑇𝐴

𝑉2 = 𝑚𝑙 𝐿𝑎𝑟. 𝑀𝑔𝐶𝑙2

𝑀2 = 𝐾𝑒𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑀𝑔𝐶𝑙2

96 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑆𝑂4

24
ANALISIS SPEKTROFOTOMETRIK

Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi


elektromagnet. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang, sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya
oleh suatu sistem kimia itu sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi,
demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang gelombang
tertentu. Keuntungan utama pemilihan metode spektrofotometri bahwa metode ini
memberikan metode yang cepat, sederhana, spesifik, sensitive, dan dapat dipakai untuk
analisis zat uji dalam jumlah/kadar yang kecil.
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual
dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu
sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perkam untuk
menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda.

Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :

A= log ( Io / It ) = abc
Keterangan : Io = Intensitas sinar datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban

Spektofotometer memiliki spesifikasi yang bermacam-macam, dan yang sering


digunakan dalam metode analisis adalah spektrofotometri UV dan sinar tampak atau
visible.

25
Analisis Kualitatif
Panjang gelombang dimana suatu larutan zat uji memiliki serapan maksimum
(disebut panjang gelombang serapan maksimum) merupakan ciri khas dari zat uji
tersebut dalam metode spektrofotometri. Panjang gelombang serapan maksimum dapat
ditentukan dengan cara membuat spectrum penyerapan dari larutan zat uji. Dari
spectrum yang penyerapan yang diperoleh, panjang gelombang serapan maksimum
larutan zat uji dibandingkan dengan panjang gelombang serapan maksimum larutan
baku pembanding (larutan standar yang terkandung senyawa uji yang konsentrasinya
sudah diketahui). Bila sama, maka zat uji sama dengan baku pembanding. Tinggi
rendahnya konsentrasi larutan, akan mempengaruhi intensitas serapan, namun tidak
mempengaruhi panjang gelombang. Oleh karena itu, jika terdapat dua larutan
terkandung senyawa yang sama akan menghasilkan panjang gelombang maksimum
yang sama.

Analisis Kuantitatif
Analisa kuantitatif umumnya didasarkan atas pengukuran serapan dari larutan
zat uji pada panjang gelombang serapan dengan konsentrasi larutan. Prosedur kerja pada
analisa kuantitatif meliputi:
1. Penyiapan Larutan Uji.
Dalam penyiapan larutan uji perlu diperhatikan kadar larutan. Kadar larutan dibuat
sedemikian agar diperoleh serapan antara 0,2-0,8 sehingga memenuhi hukum Beer.
Pada rentang serapan tersebut persentase kesalahan analisis masih dalam batas yang
dapat diterima, yaitu 0,5-1%. Diluar rentang tersebut, dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan fotometrik yang dapat mempengaruhi keakuratan metode fotometrik.
2. Pencarian Operating Time.
Cara ini biasanya dilakukan jika digunakan pengukuran hasil reaksi atau
pembentukan warna. Waktu operasional atau operating time merupakan waktu yang
dibutuhkan suatu senyawa untuk bereaksi dengan senyawa lain hingga terbentuk
senyawa produk yang stabil. Kestabilan senyawa produk diketahui dengan mengamati
absorbansi mulai dari saat direaksikan hingga tercapai serapan yang stabil. Pengukuran
serapan ini dilakukan pada panjang gelombang maksimal teoritis.

26
3. Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum.
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Ada beberapa alasan mengapa harus
dilakukan pada panjang gelombang maksimal:
· Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang
gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsenytrasi
larutan adalah yang paling besar
· Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi linier, sehingga
memenuhi hukum lambert-beer
· Jika dilakukan pengukuran ulang, akan menghasilkan hasil yang cukup konstan
4. Pembuatan Kurva Baku.
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.
Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian
dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila
hukum lambert-beer terpenuhi, maka kurva baku berupa garis lurus. Dengan adanya
kuva baku, maka dapat digunakan untuk mencari absorbtifity atau persamaan regresi
linier sehingga dapat digunakan dalam pencarian suatu kadar yang absorbansinya sudah
diukur.
5. Pengukuran Serapan Larutan.
Pada analisis zat tunggal, serapan larutan zat uji dan serapan larutan baku diukur
pada panjang gelombang maksimum. Pada analisis zat campuran, serapan zat uji diukur
pada lebih dari satu panjang gelombang, dimana setiap komponen campuran memiliki
perbedaan serapan maksimum. Pada setiap pengukuran serapan larutan zat uji atau baku
pembanding, harus selalu dibandingkan dengan larutan blangko, yaitu pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat uji.

27
PENENTUAN KADAR BESI (Fe) METODE SPEKTROFOTOMETRIK

1. Prinsip Dasar :

Contoh Air yang mengandung besi yang dipanaskan dalam suasana asam dan adanya
Hidroksil Amin Hidroklorida direduksi menjadi ion ferro.

2. Reaksi

3. Bahan Kimia :

- Contoh Natrium Sulfat

- Larutan EDTA 0,005 M

- Larutan Barium Klorida 0,05 M

- Larutan Dapar amoniak (pH 10)

- Larutan Indikator Eriochrome Black T (EBT)

4. Alat-Alat :

- Erlenmeyer 300 ml

- Buret

- Neraca

- Pipet Volume

- Pipet Tetes

28
5. Cara Kerja :

1. Ditimbang 500 mg contoh Na.Sulfat, kemudian dilarutkan dalam labu ukur 100 ml,

2. 10 ml contoh di atas (hasil pengenceran ) dipipet ke dalam Erlenmeyer 300 ml larutan


dipipet ke dalam gelas kimia 400 ml.

3. Tambahkan dengan 50 ml Aquadest.

4. Tambahkan dengan 5 ml HCl 4 N, dan panaskan hingga hampir mendidih. Kemudian


ditambahkan dengan larutan BaCl2, kemudian diaduk. (5 ml Larutan BaCl2 2 N dan
45 ml air suling)

5. Lanjutkan Pemanasan selama 1 jam, kemudian larutan disaring dengan kertas saring
Whatman No.42 dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida.

6. Endapan dan penyaring dimasukkan ke dalam gelas kimia asal, lalu diitambahkan 35
ml larutan EDTA 0,05 M dan 5 ml Amoniak Pekat, lalu didihkan 15-20 menit.

7. Larutan ditambahkan lagi dengan Amoniak pekat sebanyak 2 ml dan dipanaskan 15


menit. Larutan yang jernih didinginkan, ditambahkan 10 ml larutan dapar (pH 10)
dan sepucuk sendok indicator EBT, akhirnya kelebihan EDTA dititer dengan larutan
MgCl2 0.05 M sampai warna larutan menjadi merah jernih.

8. lakukan titrasi 2 kali (Diplo)

6. Perhitungan :

𝑓𝑝 𝑥 (𝑉1 𝑥 𝑀1) − (𝑉2 𝑥 𝑀2) 𝑥 96


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑂4 = 𝑥 100 %
𝑚𝑔. 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Catatan : 𝑉 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛

𝑀1 = 𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐸𝐷𝑇𝐴

𝑉2 = 𝑚𝑙 𝐿𝑎𝑟. 𝑀𝑔𝐶𝑙2

𝑀2 = 𝐾𝑒𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑀𝑔𝐶𝑙2

96 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑆𝑂4

29
30

Anda mungkin juga menyukai