Anda di halaman 1dari 34

CPMK 2 Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

A. Sistem Kardiovaskuler

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler


a) Aorta
Aorta adalah arteri terbesar dalam tubuh. Letaknya di bagian atas
jantung. Fungsi aorta adalah untuk membawa darah yang mengandung
oksigen dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh.
b) Vena Kava Superior
Vena kava superior (vena cava) adalah vena besar dalam tubuh.
Letaknya juga di bagian atas jantung. Fungsi vena kava superior adalah
untuk membawa kembali darah kaya karbon dioksida dari seluruh tubuh
bagian atas ke jantung.
c) Arteri Pulmonalis
Arteri pulmonalis adalah arteri yang mengangkut darah dari jantung
ke paru-paru. Fungsi arteri pulmonalis adalah untuk mengganti karbon
dioksida dan uap air yang ada di dalam darah dengan oksigen.
d) Katup Aorta
Katup aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta.
Perubahan tekanan darah pada kedua sisi katup menyebabkan katup
dapat terbuka dan tertutup. Fungsi katup aorta adalah untuk mencegah
darah mengalir ke arah yang salah.
e) Atrium
Atrium adalah bentuk jamak dari atria yang sama artinya dengan
serambi. Terdapat dua atrium yaitu atrium kiri (serambi kiri) dan atrium
kanan (serambi kanan). Atrium dua ruangan teratas dari empat ruang
utama pada jantung. Fungsi atrium kiri adalah adalah menerima darah
dari paru-paru yang kaya oksigen dan membawanya ke ventrikel kiri.
Sedangkan fungsi atrium kanan adalah menerima darah dari seluruh
tubuh yang kaya akan karbon dioksida kemudian membawanya ke
ventrikel kanan.
f) Vena pulmonalis
Vena pulmonalis adalah vena yang membawa darah kaya oksigen dari
paru-paru ke jantung tepatnya di atrium kiri. Ukurannya lebih kecil dari
vena cava dan terdiri dari vena pulmonalis kanan dan vena pulmonalis
kiri. Fungsi vena pulmonalis adalah untuk membawa darah kaya
oksigen kembali ke jantung untuk kemudian diedarkan ke seluruh
tubuh.
g) Katup Trikuspidalis
Katup trikuspidalis atau katup trikuspid adalah katup yang terdiri dari
dari tiga daun katup. Katup ini dapat terbuka jika sistole berkontraksi
dan dapat menutup kembali. Fungsi katup trikuspidalis adalah untuk
memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan dan membantu
mengalirkan darah miskin oksigen dari atrium kanan ke ventrikel
kanan.
h) Katup Mitral
Katup mitral atau bicuspid adalah katup yang memisahkan atrium kiri
dan ventrikel kiri. Katup ini dapat terbuka saat darah kaya oksigen di
atrium kiri hendak mengalir ke ventrikel kiri. Fungsi katup mitral
adalah untuk mencegah darah yang telah berada di ventrikel kiri
kembali ke atrium kiri.
i) Ventrikel
Ventrikel adalah dua ruang kosong dari empat ruang di bagian bawah
jantung. Ventrikel juga disebut bilik. Ada dua macam ventrikel, yaitu
ventrikel kiri (bilik kiri) dan ventrikel kanan (bilik kanan). Fungsi
ventrikel adalah untuk menerima darah dari atrium kemudian
membawanya keluar dari jantung. Fungsi ventrikel kiri adalah
menerima darah dari atrium kiri dan membawanya ke seluruh tubuh.
Fungsi ventrikel kanan adalah menerima darah dari atrium kanan dan
membawanya ke paru-paru.
j) Vena Kava Inferior
Vena kava inferior atau vena cava inferior adalah vena terbesar dalam
tubuh manusia. Fungsi vena kava inferior adalah membawah darah dari
bagian bawah tubuh ke atrium kanan jantung.
k) Katup Atrioventrikular
Katup atrioventrikular atau katup atrioventrikuler adalah katup yang
terletak di antara atrium dan ventrikel. Fungsi katup atrioventrikular
adalah untuk membuat darah hanya dapat mengalir dari atrium ke
ventrikel.
l) Dinding Jantung
Dinding jantung adalah bagian terluar yang melapisi jantung. Dinding
jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu endokardium (terdalam),
miokardium (bagian tengah), dan epikardium (terluar). Endokardium
terdiri dari epitel pipih selapis. Miokardium terdiri dari otot kardiak
(otot jantung). Epikardium adalah sebuah membran fibrosa. Fungsi
dinding jantung adalah membuat jantung berdetak dan mencegah
supaya jantung tidak bocor.

2. Lapisan Sistem Kardiovaskuler


a) Epikardium: Lapisan terluar yang menutupi permukaan jantung.
Tersusun oleh mesotelium yang berada di jaringan ikat.
b) Miokardium: Lapisan tengah. Tersusun oleh otot jantung dan mampu
berkontraksi untuk memompa darah.
c) Endokardium: Lapisan dalam yang berhubungan langsung dengan darah.
A. Struktur Pembuluh Darah

1. Arteri
Arteri adalah pembuluh darah yang meninggalkan jantung. Fungsi dari
arteri adalah mendistribusikan darah yang kaya oksigen ke kapiler
sehingga dapat memperdarahi organ-organ tubuh. Darah meninggalkan
jantung dari aorta menuju ke arteri. Pembuluh darah arteri memiliki
dinding yang kuat. Selain itu, dindingnya juga bersifat elastis, sehingga
mampu menahan tekanan yang kuat dari jantung, sehingga pembuluh
darah arteri tidak mudah robek.
Letak pembuluh arteri agak ke dalam tubuh bila dibandingkan dengan
jenis pembuluh darah vena. Hanya di beberapa bagian tertentu yang
letaknya agak ke tepi, seperti di leher, pergelangan tangan, dan pelipis.
Pembuluh arteri ikut berdenyut mengikuti denyutan jantung. Aliran
darah yang berada di dalam arteri pun sangat cepat, karena berasal
langsung dari jantung. Terdapat perbedaan mendasar antara pembuluh
arteri dan vena, yaitu jika pembuluh darah vena memiliki banyak
katup, maka lain halnya dengan arteri. Pembuluh darah arteri hanya
memiliki satu katup di pangkal berbatasan dengan bilik kiri jantung,
atau biasa disbeut dengan valvula semilunar.
Pembuluh darah arteri dibedakan lagi menjadi 3 bagian yang memiliki
perbedaan pada letak dan ukurannya. Akan tetapi, fungsinya tetap
sama. Ke-3 arteri tersebut adalah :
a) Arteri Elastik
Arteri elastik merupakan pembuluh darah arteri yang memiliki
ukuran yang besar di tubuh. Contoh arteri-arteri elastik seperti
aorta (arteri yang berada di dekat jantung dan menyambut darah
langsug dari jantung) dan trunkus pulmonalis (pembuluh arteri
yang mengalirkan darah dari bilik kanan jantung), serta cabang-
cabang utamanya seperti aorta abdominalis, dan lain-lain. Arteri
jenis ini memiliki dinding yang tersusun dari jaringan ikat
elastik yang banyak, sehingga ketika arteri ini mampu menahan
tekanan yang tinggi dari darah saat dipompa oleh jantung. Sifat
elastik yang dimiliki juga sangat membantu dalam melebarkan
dan mengerutkan diameter pembuluh di saat-saat tertentu.
b) Arteri Muskular
Sesuai dengan namanya, arteri jenis ini terletak di dekat otot-
otot tubuh ataupun dekat dengan organ-organ tubuh. Contohnya
adalah arteri radialis, arteri komunis, arteri brachialis, dan lain-
lain. Penyusun arteri ini adalah jaringan otot polos.
c) Arteriol
Arteri ini merupakan pipa terakhir dari arteri yang
menghubungkan langsung dengan kapiler-kapiler dalam tubuh.
Arteri jenis ini memiliki satu sampai dengan lima lapis jaringan
otot polos.
2. Vena
Pembuluh vena merupakan pembuluh darah yang bertugas membawa
darah yang berasal dari kapiler menuju ke jantung. Pembuluh vena
memiliki dinding yang tipis bila dibandingkan dengan arteri, namun
tetap memiliki sifat elastis.

Vena yang paling besar yang terletak di dekat jantung disebut dengan
vena kafa. Vena kafa sendiri dibagi menjadi dua berdasarkan letak dan
fungsinya yang berbeda, yaitu :
a) Vena Kafa Superior, yaitu vena kafa yang membawa darah ke
jantung dari bagian tubuh atas
b) Vena Kafa Inferior, yang bertugas membawa darah ke jantung
dari bagian tubuh bawah.
Vena terletak di bagian tubuh agak ke tepi. Pembuluh vena tidak
memiliki aliran darah secepat arteri, karena vena tidak membawa darah
yang berasal langsung dari jantung. Karena tidak mempunyai tekanan
yang besar, maka pembuluh vena memiliki banyak katup yang
berfungsi mencegah agara aliran darah tidak kembali lagi ke kapiler.
Selain vena kafa, pembuluh vena juga terbagi lagi menjadi :
a) Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis merupakan pembuluh vena yang bertugas untuk
emmbawa darah segar yang telah terikat dengan oksigen ke
dalam jantung. Terdapat dua vena pulmonalis, yaitu vena
pulmonalis dextra yang membawa darah dari paru-paru kanan ke
jantung, serta vena pulmonalis sinistra yang membawa darah dari
paru-paru kiri ke jantung.
b) Vena Cutanea
Cutanea berarti kulit. Sesuai dengan namanya, vena jenis ini
berada di bawah kulit, yang biasanya ditusuk saat seseorang
diambil darah untuk melakukan cek gula darah, kolesterol dan
lain-lain.
c) Deep Vein
Vena ini terletak berdekatan dengan arteri dan tidak tampak
dengan mata telanjang jika dilihat dari luar.
d) Venula
Sama halnya seperti arteriol, venula merupakan vena dengan
ukuran terkecil dan bertanggung jawab terhadap distribusi darah
ke kapiler.

3. Kapiler
Pembuluh kapiler merupakan kelanjutan dari pembuluh arteri yang
bertugas untuk mendistribusikan dan memberi makanan berupa darah
yang kaya oksigen ke organ-organ tubuh tempat kapiler tersebut
berada. Setelah kapiler memberi darah yang kaya oksigen tersebut,
maka kapiler juga akan mengambil dan menyerap sampah-sampah sisa
metabolism seperti karbon dioksida sehingga dapat dialirkan melalui
vena kembali ke jantung.

Terdapat beberapa jenis kapiler di dalam tubuh manusia, yaitu :

a) Vas Capillare Continuum


Jenis kapiler ini adalah kapiler terbanyak yang ada dalam tubuh.
Dinding kapiler ini tersusun atas banyak jaringan endotel
b) Vas Capillare Fenestratum
Perbedaan dengan vas capillare continuum terletak pada adanya
pori-pori (fenestra) dalam kapiler jenis ini. Biasanya kapiler ini
terletak di kelenjar endokrin, usus halus, dan glomerulus ginjal.
c) Vas Capillare Sinusoideum
Biasanya kapiler ini terletak di hati, limpa, dan sumsum tulang.
Membrane basalis kapiler ini tidak terbentuk secara sempurna,
dan mempunyai diameter yang lebar serta terdapat celah di antara
sel endotelnya.

4. Struktur Pembuluh Darah


a) Tunika Intima
Tunika intima adalah lapisan paling dalam dari pembuluh darah
yang terdiri dari selapis sel endotel yang membatasi permukaan
dalam pembuluh. Terdapat lapisan subendotel yang berada dibawah
lapisan endotel. Lapisan ini berperan dalam kontraksi pembuluh
darah.
b) Tunika Media
Lapisan ini berada di atas tunika intima dan merupakan lapisan
tengah dari pembuluh darah. Tunika media tersusun atas serat otot
polos yang melingkar. Tunika media dipisahkan oleh membrane
lamina elastik interna yang mengandung serat elastik dan berpori,
sehingga zat-zat dapat masuk melalui pori tersebut. Sedangkan yang
membatasi tunika media dengan tunika adventitia adalah lamina
elastik eksterna.
c) Tunika Adventitia
Merupakan lapisan terluar daripada pembuluh darah dan
mengandung banyak jaringan ikat kolagen terutama kolagen tipe 1
dan jaringan elastik.
d) Anastomosis Arteriovenosa
Merupakan penyambungan langsung antara arteri dengan vena.
Anastomosis arteriovenosa tersebar di seluruh tubuh dan biasanya
terdapat di pembuluh-pembuluh kecil, seperti di kuku, jari, dan
telinga. Anastomosis ini dipersarafi oleh sistem saraf otonom
(simpatis dan parasimpatis). Anastomosis arteriovenosa juga
perperan dalam sistem pengaturan suhu (termoregulator).
e) Vasa Vasorum
Vasa Vasorum merupakan pembuluh darah kecil yang memberikan
suplai metabolit untuk sel-sel di tunika media dan tunika adventitia
pembuluh darah besar, baik arteri maupun vena.
5. Fungsi Pembuluh Darah
Secara umum, pembuluh darah ialah ibarat sebuah pipa panjang yang
menyalurkan air ke tempat yang akan dituju. Begitu juga dengan
pembuluh darah yang bertugas untuk mengalirkan darah k eorgan-
organ di seluruh tubuh.
6. Perbedaan Pembuluh Darah

Sifat Arteri Vena Kapiler


Dinding Tebal dan elastis Tipis dan kurang elastis
Tipis dan permeabel
Arah aliran Meninggalkan jantung Menuju ke jantung Berawal dari arteriol
Tekanan Kuat dan memancar Lemah dan menetes Peralihan antara
sistem bertekanan
tinggi dengan sistem
bertekanan rendah
Darah Banyak mengandung Banyak mengandung Banyak mengandung
O2, kecuali arteri CO2, kecuali vena O2
pulmonalis pulmonalis
Letak Lebih ke dalam Dekat permukaan tubuh Antara arteri dan
vena
Klep Hanya satu pada Banyak di sepanjang Tidak memiliki
pangkal nadi pembuluh darah

B. Sirkulasi Sistem Kardiovaskuler

1. Peredaran Darah Kecil


Peredaran darah kecil dimulai saat darah yang mengandung
CO2 di ventrikel kanan dipompa dan dialirkan oleh pembuluh arteri
pulmonalis menuju paru-paru. Di paru-paru, terjadi difusi gas yang
pada akhirnya mengubah kandungan CO2 di dalam darah sehingga
menjadi O2 saat keluar dari paru-paru. Darah ini selanjutnya dialirkan
oleh vena pulmonalis menuju atrium kiri.
Sederhananya, perjalanan peredaran darah kecil ini adalah: jantung -
paru-paru - jantung.

2. Peredaran Darah Besar


Peredaran darah besar ini disebut juga peredaran darah
sistemik. Sistem peredaran darah ini dimulai ketika darah yang
mengandung O2 dipompa oleh ventrikel kiri menuju seluruh
tubuh melalui aorta. Dan darah dari tubuh yang sudah tidak
mengandung oksigen (mengandung CO2) akan dikembalikan ke atrium
kanan oleh vena cava superior (tubuh bagian atas) dan vena cava
inferior (tubuh bagian bawah).
Sederhananya, perjalanan darah dari peredaran darah besar ini adalah
dari jantung - seluruh tubuh - jantung.

C. Sistem Konduksi Jantung

Sistem kondisi jantung bukan merupakan suatu sistem tunggal tapi


merupakan sistem sirkuit yang cukup kompleks yang terdiri dari sel yang
identik. Seluruh sel miosit di dalam sistem konduksi jantung memiliki
beberapa kesamaan yang membedakan dengan sel otot yang bekerja untuk
fungsi pompa.
Pada manusia, komponen yang berfungsi pada sistem konduksi jantung
dapat dibagi menjadi sistem yang berfungsi untuk menghasilkan impuls
dan sistem yang berfungsi untuk menjalarkan impuls. Hal ini terdiri dari
nodus sinoatrial (nodus SA), nodus atrioventrikuler (nodus AV), dan
jaringan konduksi cepat (sistem His-Purkinje).
1. Nodus SA
Terletak pada batas antara vena kava superioir dan atrium kanan.
Simpul ini mempunyai sifat automatisasi yang tertinggi.
2. System konduksi intra atrial
Terdiri dari 3 jalur intermodal yang menghubungkan simpul sino-atrial
dan simpul atrio-ventrikular dan jalur bachman yang menghubungkan
atrium kanan dan kiri.
3. Nodus AV
Letak dibawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan daun katup
tricuspid bagian septal
4. Bundle of his
Adalah suatu berkas pendek yang merupakan kelanjutan bagian bawah
simpul atrioventrikular yang menembus annulus fibrosus dan septum
bagian membrane.
5. Bundle branch
Ke arah distal, berkas his bercabang menjadi 2 bagian yaitu cabang
berkas kiri dan cabang berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan
cabang-cabang ke ventrikel kiri , sedangkan cabang berkas kanan
bercabang-cabang kea rah ventrikel kanan.
6. Serabut purkinje
Bagian terakhir dari system konduksi jantung yang merupakan anyaman
halus dan berhubungan erat dengan sel-sel otot jantung

D. Dasar Elektrofisiologi
Seperti seluruh sel yang hidup maka di dalam sel otot jantung memiliki
muatan negatif, hal ini terjadi karena ada beda potensial sepanjang
membran sel yang disebut sebagai potensial transmembran. Tidak seperti
sel lainnya, sel otot jantung itu dapat dirangsang. Ketika diberikan
stimulasi yang sesuai maka kanal ion di membran sel akan terbuka
sehingga ionion dapat bergerak menyeberangi. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya suatu potensial aksi. Stimulus terjadi karena
pembentukan potensial aksi, yang terjadi akibat perpindahan ion melalui
kanal ion spesifik di sarkolema. Sel jantung yang memiliki kemampuan
menghantarkan listrik terbagi menjadi tiga tipe secara
elektrofisiologi,yaitu :
1. Sel pacemaker (contoh: nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular)
2. Sekelompok sel dengan kemampuan konduksi sangat cepat/specialized
rapidly conducting tissue (contoh : serabut purkinje)
3. Sel otot (miosit) di atrium dan ventrikel
Ketiga sel ini memiliki sarkolema yang tersusun atas dua lapisan fosfolipid
yang secara umum bersifat impermeabel terhadap ion. Perpindahan ion
terjadi karena adanya protein spesifik yang berperan sebagai kanal ion,
kotransporter, dan transporter aktif. Keadaan ini membantu untuk
mempertahankan perbedaan konsentrasi ion pada intrasel dan ekstrasel.
E. Potensial Aksi Pada Sel Otot Jantung
Pada sel otot jantung terdapat tiga komponen potensial aksi yaitu
fase istirahat, depolarisasi, dan repolarisasi.
1. Fase istirahat adalah periode antara satu potensial aksi dan potensial
aksi berikutnya. Selama fase istirahat kebanyakan sel otot jantung
tidak memiliki pergerakan ion melintasi membran sel. Perbedaan
tegangan listrik pada membran sel pada saat sel sedang istirahat
dikenal sebagai resting potential (RP). Besarnya tegangan RP ini
ditentukan oleh perbedaan konsentrasi dari berbagai ion yang terdapat
di intra dan ekstrasel, serta bergantung pada jenis kanal ion yang
terbuka saat istirahat. Keseimbangan antara berbagai ion ini
menimbulkan tegangan RP sekitar - 90mV pada miosit ventrikel.
Kondisi RP ini disebut sebagai fase 4 dari potensial aksi.
Ketika suatu saat terjadi perubahan tegangan pada membran sel, maka
konsekuensinya akan terjadi perubahan permeabilitas sel terhadap
berbagai ion oleh karena sifat voltage sensitive gating ion channel pada
berbagai kanal ion di membran sel.
2. Fase depolarisasi adalah proses apapun yang membuat potensial
membran menjadi kurang negatif hingga melebihi kadar threshold,
akan memulai terjadinya potensial aksi. Ketika potensial membran
mencapai threshold (yakni -70 mV pada sel otot jantung), maka akan
terjadi pembukaan kanal ion Na+ jenis cepat (fast sodium channel)
yang berlangsung secara cepat menimbulkan rapid upstroke atau fase 0
pada AP. Hal ini disebut sebagai fase depolarisasi. Depolarisasi ini
menyebar kepada sel di sekeliling. Peningkatan kadar Na+ yang cepat
ini akan menimbulkan depolarisasi cepat dan terjadi perubahan
tegangan membran mencapai kadar positif sekitar 10 mV. Ketika
mencapai kadar tersebut, kanal ion menjadi inaktif, dan AP lain tidak
dapat diinisiasi sampai potensial membran turun menjadi serupa
dengan RP (-90 mV).
3. Setelah depolarisasi akan terjadi repolarisasi dimana potensial
membran jantung akan kembali ke normal oleh karena berbagai
interaksi kanal yang melibatkan kanal ion kalium dan kalsium. Selama
fase ini sel otot jantung tidak dapat berkontraksi yang disebut sebagai
periode refrakter. Repolarisasi terdiri dari 3 fase, yaitu :
a. Fase pertama repolarisasi adalah fase 1 yakni terjadinya
repolarisasi singkat yang mengembalikan tegangan permukaan
membran menjadi 0. Hal ini terutama diperankan oleh pengeluaran
ion K+ dari intrasel.
b. Fase berikutnya adalah fase 2 yang merupakan fase terpanjang
pada potensial aksi. Pada fase ini terjadi keseimbangan
pengeluaran K+ dengan pemasukan Ca++, yang berjalan melalui
kanal ion spesifik tipe L. Fase yang panjang ini disebut sebagai
fase plateau. Masuknya Ca++ ke dalam intrasel akan mencetuskan
pelepasan Ca++ dari retikulum sarkoplasma, yang sangat penting
dalam menginisiasi kontraksi sel otot jantung. Kanal Ca++ ini
kemudian akan inaktif dan eflux dari ion K+ melebihi influx dari
Ca++, sehingga potensial membran semakin negatif maka sel
memasuki fase 3 dari potensial aksi
c. Pada fase 3, adalah fase repolarisasi final yang akan
mengembalikan tegangan permukaan membran sel menjadi -90
mV. Fase ini terutama diperankan oleh efflux dari K+ . Setelah
mencapai repolarisasi komplit, sel otot jantung kemudian akan siap
untuk mengalami depolarisasi lagi. Fase-fase pada potensial aksi
selengkapnya dapat dilihat pada gambar.
F. Pembentukan Impuls oleh Sel Pacemaker
Seperti disebutkan di atas bahwa fase depolarisasi di otot jantung tidak
terjadi secara spontan, melainkan terjadi jika ada gelombang depolarisasi
dari sel di sekitarnya yang mengeksitasi sel otot tersebut. Sel-sel pada
serabut purkinje juga berperilaku serupa, namun dengan RP yang lebih
negatif dan fase rapid upstroke yang lebih cepat. Pada sel pacemaker,
terjadi inisiasi sendiri dari sel tersebut untuk mencetuskan depolarisasi.
Sifat ini dikenal sebagai automatisitas dimana sel mengalami depolarisasi
spontan selama fase 4. Sel yang memiliki kemampuan seperti ini termasuk
nodus SA dan nodus AV. Perbedaan potensial aksi pada sel otot jantung
dibandingkan dengan sel pacemaker terlihat pada tiga hal yakni:
1. Maximum negative voltage atau tegangan negatif maksimal pada sel
pacemaker adalah -60 mV. Hal ini mengakibatkan fast sodium channel
menjadi tidak aktif
2. Fase 4 pada sel pacemaker tidak menunjukkan garis datar namun berupa
penanjakan ke atas (upward slope). Penanjakan ini menandai suatu
depolarisasi spontan bertahap. Depolarisasi spontan ini menimbulkan
gambaran arus yang disebut pacemaker current, dan dikenal juga sebagai
funny current sehingga diistilahkan sebagai If. Ion yang bertanggung
jawab terhadap proses ini adalah ion Na+ . namun bukan melalui fast
sodium channel melainkan melalui kanal pacemaker selama masa
repolarisasi.
3. Fase 0 rapid upstroke pada sel pacemaker tidak setinggi dan securam
ada sel miosit, dikarenakan fast sodium channel tidak terbuka pada sel
pacemaker.
G. Penjalaran Impuls
1. Pembentukan impuls dinisiasi oleh nodus SA yang berlokasi pada
sambungan vena kava superior dan atrium kanan. Nodus SA kaya akan
suplai nervus dari sistem simpatis dan parasimpatis.
2. Impuls kemudian berjalan menuju nodus AV, difasilitasi oleh tiga
traktus intermodal yakni bachman (anterior), wenckebach (medial),
dan thorel (posterior). Nodus AV ini sendiri terletak di lantai atrium
kanan, mencakup apeks dari segitiga Koch.
3. Pada saat impuls mencapai nodus AV terjadi perlambatan konduksi
yang bertujuan untuk memberikan atrium waktu untuk berkontraksi
penuh sebelum dimulainya kontraksi ventrikel, dan juga berperan
sebagai gatekeeper konduksi dari atrium ke ventrikel pada keadaan
dimana terjadi ritme atrium yang terlalu cepat (seperti pada atrial
fibrilasi). Perlambatan ini memberikan kesempatan bagi ventrikel
untuk melaksanakan fase diastol (pengisian) selama terjadinya
kontraksi atrium. Nodus AV memiliki keunikan struktur
elektrofisiologi yang disebut sebagai dekrementasi. Hal ini berarti
semakin cepat kontraksi atrium maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk melewati nodus AV. Ini merupakan struktur yang
sangat penting dalam konteks keamanan untuk mencegah terjadinya
laju ventrikel sangat cepat pada kondisi dimana letupan atrium sangat
cepat (pada kasus atrial fibrilasi).
4. Pada laju atrium yang cepat maka waktu untuk melintasi nodus AV
semakin lama yang pada EKG terlihat adanya pemanjangan dari
interval PR dan gelombang P yang tidak terkonduksi, ini disebut
sebagai fenomena Wenkebach.
5. Impuls listrik dari nodus AV diteruskan ke sistem konduksi cepat
sistem His-Purkinje.
6. Impuls masuk ke berkas His yang terletak pada septum interventrikuler
posterior.
7. Berkas his kemudian membentuk percabangan menjadi berkas cabang
kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kiri akan bercabang
menjadi fasikulus anterior dan posterior. Masing-masing cabang
berkas cabang ini akan membentuk plexus yang memperantarai
konduksi ke serabut purkinje yang tertanam di dalam otot jantung.
8. Impuls dari sistem his-purkinje ini pertama kali ditransmisikan ke
muskulus papilaris baru kemudian ke dinding otot ventrikel.
Koordinasi ini mencegah terjadinya regurgitasi darah ke atrium selama
fase sistolik.
9. Dari serabut purkinje ini impuls ditransmisikan ke sel otot jantung
sehingga kemudian ventrikel diaktivasi dari apeks ke basis. Konduksi
yang cepat melewati antrium menyebabkan kontraksi yang sinkron
dari otot atrium yaitu dalam waktu 60 – 90 ms sama juga kontraksi
yang melewati vertikel juga memiliki kecepatan yang cukup tinggi
yaitu sekitar 60 ms.
H. KESIMPULAN
Sistem konduksi jantung terdiri dari sekelompok sel otot jantung khusus di
dinding jantung yang mengirimkan sinyal ke otot jantung sehingga
menyebabkan terjadinya kontraksi. Komponen utama dari sistem konduksi
jantung adalah nodus SA, nodus AV, berkas His, berkas cabang, dan serat
Purkinje. Kontraksi jantung yang ritmis bergantung kepada pembentukan
dan penjalaran impuls yang teratur di sepanjang jalur konduksi ini.
Pembentukan impuls dimulai dengan adanya potensial aksi. Potensial aksi
terjadi sebagai akibat dari perubahan kadar ion. Perubahan kadar ion
dimungkinan karena perubahan membuka menutupnya berbagai kanal ion.
Potensial aksi pada otot jantung lebih lama dibandingkan dengan sel syaraf
maupun sel otot lurik. Potensial aksi terjadi dalam 4 fase. Potensial aksi
pada sel pacemaker bersifat mampu melakukan depolarisasi spontan dan
oleh karena kecepatannya yang paling tinggi, maka nodus SA menjadi
native pacemaker pada jantung.

D. Sistem Pernapasan
1. Rongga hidung (cavum nasalis)

Rongga hidung yaitu organ utama saluran pernapasan yang


langsung berhubungan dengan dunia luar. Berfungsi sebagai jalan masuk
keluarnya udara melalui proses pernapasan. Adapun juga fungsinya untuk
mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk, sebagai filter
dalam membersihkan benda asing yang masuk dan berperan untuk
resonansi suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius.
Bagian belakang rongga hidung terdapat ruangan yang disebut
nasopharynk. Rongga hidung dan nasopharynk berhubungan dengan :
a) Sinus paranalis : rongga-rongga pada tulang kranial.
b) Duktus nasolacrimalis : yang menyalurkan air mata ke dalam
hidung.
c) Tuba eustachius : berhubungan dengan ruang telinga bagian
tengah.

2. Faring (esophagus)
Berfungsi sebagai untuk menyediakan saluran bagi udara yang
keluar masuk dan juga sebagai jalan makanan dan minuman yang ditelan.
Faring dibagi menjadi :
a) Nasofaring : bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan
koana.
b) Orofaring : bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus
fausium.
c) Laringofaring : gerbang untuk sistem respiratorik
selanjutnya.

3. Laring

Laring berfungsi sebagai untuk pembentukan suara dan untuk


melindungi jalan napas terhadap masuknya makanan dan cairan. Yang
terdiri dari :
1) Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama
menelan.
2) Glotis : lubang antar pita suara dan laring.
3) Kartlago tiroid : kartilago yang terbesar pada trakea, terdapat
bagian yang berbentuk jakun.
4) Kartilago krikoid : cincin kartilago yang utuh dilaring (terletak di
bawah kartilago tiroid)
5) Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara
Bersama dengan kartilago tiroid.
6) Pita suara : sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot
yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.
4. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring


yang dibentuk leh 16-20 cincin. Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang
terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos.

5. Bronkus dan bronkiolus

Bronkus salah satu organ pernapasan yang memudahkan udara


untuk masuk ke dalam paru-paru. Percabangan dari bronkus yaitu
bronkiolus. Adapun fungsi bronkus :
1) Sebagai saluran utama menuju alveolus.
2) Menangkap debu yang hendak masuk ke paru-paru.
3) Mengeluarkan debu dan partikel asing dari paru-paru dengan
bantuan silia (bulu-bulu halus bergetar).
4) Sebagai konduktor udara antara atmosfer dan alveoli.
5) Menghubungkan tenggorokan dan paru-paru.
6) Mencegah infeksi paru-paru.
7) Mengontrol jumlah udara yang didistribusikan melalui paru-paru
dengan konstriksi dan dilatasi.

6. Alveoli

Alveoli yaitu ujung saluran napas berbentuk kantong udara dinding


alveoli berupa selaput membran tipis dan elastis serta diliputi oleh banyak
kapiler.

7. Paru-paru

Paru-paru adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa, alveoli). Pleura dibagi menjadi 2 :
1) Pleura visceral : selaput paru yang langsung pembungkus paru.
2) Pleura parietal : selaput yang melapisi rongga dada luar.
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang
tidak dibutuhkan tubuh, keseimbangan asam basa tubuh.

A. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru. Ada
tiga kekuatan yang berperan dalam ventilasi ,yaitu : compliance ventilasi
dan dinding dada,tegangan permukaan yang disebabkan oleh cairan
alveolus, dan dapat diturunkan oleh adanya surfaktan serta pengaruh otot-
otot inspirasi.
1. Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat dapat
diregangkannya paru-paru dan dinding dada. Struktur paru-paru yang
elastis memungkinkan paru-paru merengang dan mengempis
menimbulkan perbedaan tekanan dan volume paru ,sehingga udara
dapat keluar masuk paru.
2. Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus
memngaruhi kemampuan compliance paru. Tekanan ini disebabkan
oleh adanya cairan pada alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II. Pada
bayi premature tekanan surfaktan berkurang dan dapat menyebabkan
infant respiratory distress syndrome.
3. Otot-otot pernapasa. Ventilasi dangat membutuhkan otot pernapasan
untuk mengembangkan rongga toraks.

B. Difusi
Difusi adalah proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida dari alveolus
ke kapiler pulmonal melalui membrane,dari area dengan konsentrasi tinggi
ke area dengan konsentrasi rendah. Proses difusi dari alveolus ke kapiler
paru-paru antara oksigen dan karbon dioksida melewati 6 rintangan
(barier), yaitu: melewati surfaktan,membrane alveolus,cairan
interstitial,membrane kapiler,plasma dan membrane sel darah merah.
Oksigen berdifusi masuk dari alveolus ke darah dan karbon dioksida
berdifusi keluar dari darah ke alveolus. Karbon dioksiuda didifusi 20 kali
lipat lebih cepat dari difusi oksigen ,karena CO2 daya larutnya lebih
tinggi. Beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi adalah sebagai
berikut:
1. Perbedaan tekanan pada membrane. Semakin besar perbedaan tekanan
maka semakin cepat pula proses difusi.
2. Besarnya area membrane. Semakin luas area membrane difusi maka
semakin cepat difusi melewati membrane.
3. Keadaan tebal tipisnya membrane. Semakin tipis maka semakin cepat
proses difusi.
4. Koefesien difusi,yaitu kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan
membrane paru. Semakin tinggi koefisien maka semakin cepat pula
difusi terjadi. Misalnya ,karbon dioksida koefesiennya 20,3;oksigen
1;dan nitrogen 0,53, maka karbon dioksida adalah gas yang paling
cepat terjadi difusi.

C. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah pergerakan aliran darah melalui sirkulasi pulmonal.
Darah dipompakan masuk ke paru-paru melalui ventrikel kanan kemudian
masuk ke arteri pulmonal. Arteri pulmonal kemudian bercabang dua
(kanan dan kiri) selanjutnya masuk ke kapiler paru untuk terjadi
pertukaran gas. Sirkulasi pulmonal mempunyai tekanan sistemik yang
rendah,sehingga memungkinkan banyak terjadi pertukaran gas sebelum
masuk ke atrium kiri.
Adekuatnya pertukaran gas tergantung pada keadekuatan ventilasi dan
perfusi,yang diukur dengan perbandungan atau rasio antara ventilassi
alveolar (V) dan perfusi (Q). pada orang dewasa yang normal dan sehat
dan dalam keadaan istirahat;ventilasi alveolar sekitar/menit dan perfusinya
sekitar 5,0 liter/menit. Dengan demikian ,rasio ventilasi dan perfusi
adalah:

𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑉𝐸𝑁𝑇𝐼𝐿𝐴𝑆𝐼 (𝑉) 4,0 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= = 0,8
𝑃𝐸𝑅𝐹𝑈𝑆𝐼 (𝑄) 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
5,0 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

Besarnya rasio ini menunjukkan adanya keseimbangan pertukaran gas.


Apabila terjadi penurunan ventilasi karena sebab tertentu,maka rasio V/Q
juga akan menurun,sehingga pertukaran gas juga akan menurun. Apabila
nilai V/Q meningkat,berarti proses pertukaran gas akan meningkat.
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q) dapat terjadi karena tidak
adekuatnya ventilasi atau perfusi atau keduanya.

D. Pengaturan pernapasan
Pengaturan pernapasan dilakukan oleh sistem persarafan,mekanisme kimia
dan mekanisme non-kimia.

a. Pengendalian pernapasan oleh sistem persarafan


Pengaturan pernapasan oleh persarafan dilakukan oleh korteks
serebri,medulla oblongata, dan pons.
1. Korteks serebri
Berperan dalam pengaturan pernapasan yang bersifat
volunteer,sehingga memungkinkan kita dapat mengatur napas dan
menahan napas,misalnya pada saat bicata atau makan.
2. Medulla oblongata
Medulla oblongata terletak pada batang otak,berperan dalam
pernapasan otomatis atau spontan.
3. Pons
Pada pons terdapat dua pusat pernapadan ,yaitu pusat apneutik dan
pusat pneumotaksis.

b. Kendali kimiawi
Ada banyak faktor yang memengaruhi laju dan kedalaman
pernapasanyang sudah diset oleh pusat pernapasan yaitu adanya
perubahan kadar oksigen ,karbon dioksida , dan ion hydrogen dalam
darah arteri. Perubahan tersebut menimbulkan perubahan kimia dan
menimbulkan respons dari sensor yang disebut kemoreseptor. Ada dua
jenis kemoreseptor yaitu:
1. Kemoreseptor pusat, dirangsang oleh peningkatan kadar karbon
dioksida dalam darah arteri ,cairan serebrospinal,peningkatan ion
hydrogen dengan merespon peningkatan frekuensi dan kedalaman
pernapasan.
2. Kemoreseptor perifer ,reseptor kimia ini peka terhadapa perubahan
konsentrasi oksigen,karbon dioksida , dan ion hydrogen. Misalnya
adanya peningkatan oksigen ,karbon dioksida ,dan ion hidrogen,
maka pernapasan akan menjadi meningkat.
c. Pengaturan oleh mekanisme non-kimiawi
Beberapa faktor non kimiawi yang mempengaruhi pengaturan
pernapasan diantaranya pengaruh baroreseptor,peningkatan
temperature tubuh,hormon epinefrin,dan reflex Hering-Breur.
1. Baroreseptor,berada pada sinus kortikus,arkus aorta-
atrium,ventrikel,dan pembuluh darah besar. Baroreseptor ini
berespon terhadap perubahan tekanan darah. Peningkatan tekanan
darah arteri akan menghambat respirasi.
2. Peningkatan temperature tubuh, misalnya karena demam atau
olahraga ,maka secara otomatis tubuh akan mengeluarkan
kelebihan panas tubuh dengan cara meningkatkan ventilasi.
3. Hormon epinefrin, peningkatan hormone epinefrin akan
meningkatkan rangsang simpatis yang juga akan merangsang pusat
repirasi untuk meningkatkan ventilasi.
4. Reflex Hering- Breu,yaitu reflex hambatan inspirasi dan eksprasi.
Pada saat inspirasi mencapai batas tertentu terjadi stimulasi pada
reseptor regangan dalam otot polos paru untuk menghambat
aktivitas neuron inspirasi. Dengan demikian, reflex ini mencegah
terjadinya overinflasi paru-paru saat aktivitas berat.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi


Dalam Tarwoto Wartonah (2006) disebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhikebutuhan oksigenasi antara lain faktor fisiologi,
perkembangan, perilaku, danlingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi


1. Faktor Fisiologi
a. Menurunnya kapasitas pengikatan O2 sepertipada anemia.
b. Menurunnya konsentrasi O2 yang di inspirasiseperti pada obstruksi
saluran nafas bagianatas.
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurunmengakibatkan
transport O2 terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanyainfeksi, demam, ibu
hamil, luka, dan lain-lain.
e. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas,penyakit kronik TB
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi prematur : yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
b. Bayi dan toddler : adanya risiko saluran pernafasan akut
c. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksisaluran pernafasan dan
merokok.
d. Dewasa muda dan pertengahan :Diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, stressyang mengakibatkan penyakit jantung danparu-paru.
e. Dewasa tua : Adanya proses penuaan yang
mengakibatkankemungkinan arteriosklerosis, elastisitasmenurun,
ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi:Misalnya pada obesitas mengakibatkanpenurunan ekspansi
paru, gizi yang burukmenjadi anemia sehingga daya ikat
oksigenberkurang, diet yang tinggi lemak
menimbulkanarteriosklerosis.
b. Exercise:exercise akan meningkatkan kebutuhanoksigen.
c. Merokok:Nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluhdarah perifer
dan koroner.
d. Alkohol dan obat-obatan :Menyebabkan intake nutrisi/ Fe
menurunmengakibatkan penurunan hemoglobin,
alkoholmenyebabkan depresi pusat pernafasan.
e. Kecemasan : menyebabkan metabolismemeningkat

4. Faktor Lingkungan
a. Tempat kerja (polusi)
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dari permukaan laut

D. Perubahan Fungsi Jantung


1. Gangguan Pada Konduksi
Impuls listrik yang tidak berasal dari katup SA menyebabkan
gangguan konduksi. Gangguan irama tersebut disebut Disritmia, berarti
suatu penyimpangan dari irama jantung sinus yang normal. Disritmia
terjadi sebagai suatu gangguan konduksi primer seperti respons terhadap
iskemia, kelainan katup, ansietas atau keracunan obat akibat pemakaina
kafein, alcohol, atau tembakau atau sebagai komplikasi dari ketidak
seimbangan elektrolit atau asam basa.
Disritmia diklasifikasi berdasarkan respons jantung dan tempat
impuls berasal. Respon jantung adalah takikardia (lebih dari
100detak/menit) brakikardia (kurang dari 60detak/menit) denyut
premature (dini)/blockade denyut.

2. Perubahan Curah Jantung


Kegagalan miokardium untuk mengeluarkan volume yang cukup
untuk sirkulasi sistemik dan pulmonal menyebabkan gagal jantung.
Penyakit arteri coroner primer, kardiomipati, kelainan katup, dan penyakit
paru menyebabkan kegagalan pompa miokard.
 gagal jantung kiri
kondisi abnormal yang ditandai dengan penurunan fungsi
ventrikel kiri. Selama ventrikel kiri berlanjut menjadi kegagalan,
darah mulai berkumpul dalam sirkulasi pulmonal menyebabkan
pembengkakan paru – paru. Jika bersifat signifikan maka jumlah
darh yang dikeluarkan ventrikel kiri menurun drastis dan
menyebabkan penurunan curah jantung
 Gagal jantung kanan
Faktor patologi primer pada gagal jantung kanan adalah
peningkatan tahanan pembuluh darah pulmonal (PVR). Selama
PVR terus berlanjut ventrikel kanan harus lebih banyak bekerja dan
kebutuhan oksigen jantung meningkat. selama kegagalan
berlangsung jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel kanan
menurun dan darah mulai berbalik dalam sirkulasi sistemik. Secara
sistemik klien bertambah berat badannya kemudian terjadi
pelebaran vena – vena leher, hepatomegaly dan splenomegaly serta
edema perifer.

3. Gangguan Fungsi Katup


Ketika stenosis terjadi maka aliran darah yang melalui katup
dihambat, sebagai contoh ketika stenosis terjadi dikatup semilunar ( katup
aorta dan pulmonal) ventrikel yang berdekatan harus bekerja keras untuku
memindahkan volume darah diluar katup yang stenosis selanjutnya
stenosis menyebabkan ventrikel menjadi hipertrofi ( membesar) dan jika
kondisi tersebut tidak ditangani maka gagal jantung kanan dan kiri akan
terjadi.
Jika regurgitasi terjadi ada aliran balik darah kedalam bilik yang
berdekatan sebagai contoh pada regurgitasi mitral kembaran katup mitral
tidak dapat menutup secara penuh. Saat ventrikel berkontraksi darah balik
ke atrium menyebabkan murmur atau suara bising

4. Iskemia Miokard
1. Angina Pektoris
Ketidak seimbangan antara masukan oksigen miokard dan
kebutuhan. Menghasilkan nyeri dada yang berupa rasa sakit,
menusuk dan gatal. Nyeri dada biasanya terjadi di bagian kiri
dan sering merambat kelengan kiri dan atau kedua tangan,
rahang, leher dan punggung dapat berlangsung selama 1 – 15
menit. Sering terjadi saat sedang beraktivitas yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard ( makanan berat,
olahraga dan stress)
2. Infark Miokard
Infark terjadi karena iskemia ( yang reversible) dan
nekrosis ( yang tidak reversible) dari jaringan miokard,
nyeri dada biasanya dihubungkan dengan infark miokard.
Pada laki – laki biasanya digambarkan sebagai rasa remuk,
bertekanan/ ditikam. Biasanya terjadi saat aktivitas/istirahat
dan berlangsung lebih dari 30 menit.

E. Perubahan Fungsi Pernapasan


Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-
kondisi yang mempengaruhi ventilasi atau tranfor oksigen. Terdapat tiga
perubahan primer yaitu hiperventilasi, hipoventilasi dan hipoksia.
1) Hiperventilasi
Tujuan ventilasi ialah menghasilkan tegangan karbon
dioksida di arteri yang normal (PaCO2) dan mempertahankan
tegangan oksigen di arteri yang yang normal (PaCO2).
Hiperventilasi dan hipoventilsi berkaitan dengan ventilasi
alveolar dan bukan berkaitan engan frekuensi pernapasan klien.
Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih,
yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbon dioksida normal
di vena, yang diproduksi melalui metabolism selular.
Hiperventilasi dapat disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-
obatan, ketidakseimbangan asam-basa, dan hipoksia yang
dikaitkan dengan embolus paru atau syok.
Hiperventilasi juga disebabkan kimiawi, keracunan silisilat
(aspirin) menyebabkan kelebihan stimulasi pada pusat
pernapasan karena tubuh berusaha mengompensasi kelebihan
karbon dioksida. Amfetamin juga meningkatkan ventilasi
dengan meningkatkan produksi karbondioksida. Hiperventilasi
juga dapat terjadi ketika tubuh berusaha mengompensasi
asidosis metabolik dengan memproduksi alkalosis respiratorik.
Ventilasi meningkat untuk menurunkan jumlah karbondioksida
yang tersedia untuk membentuk asam karbonat.
Hiperventilasi alveolar menghasilkan banyak tanda dan
gejala yang dapat dikaji. Hemoglobin tidak membebaskan
oksigen ke jaringan dengan mudah sehingga terjadi hipoksia
jaringan. Apabila gejala memburuk, klien menjadi lebih
terganggu, yang pada tahap lanjut akan meningkatkan frekuensi
pernapasan dan menyebabkan alkalosis repiratorik.

2) Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi
karbon dioksida secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar
menurun, maka PaCO2 akan meningkat. Atelektasis akan
menghasilkan hipoventilasi. Atelektasis merupakan kolaps
alveoli yang mencegah pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam pernapasan. Karena alveoli kolaps, maka paru yang
diventilasi lebih sedikit dan menyebabkan hipoventilasi.
Pada klien yang menderita penyakit obstruksi paru,
pemberian oksigen yag berlebihan dapat mengakibatkan
hipoventilasi. Klien ini beradaptasi terhadap kadar karbon
dioksida yang tinggi dan kemoreseptor yang peka pada
karbondioksida pada hakikatnya tidak berfungsi. Klien ini
terstimulus untuk bernapas jika PaO2 menurun. Apabila tidak
ditangani, maka kondisi klien akan semakin menurun dengan
cepat. Akibatnya, dapat terjadi kebingungan, tidak sadar dan
kematian.

3) Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat
pada tingkat jaringan. Kondisi ini terjadi akibat defisiensi
penghantaran oksigen atau penggunaan oksigen di selular.
Hipoksia dapat disebabkan oleh penurunan kadar hemoglobin
dan penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen,
penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi,
ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah,
penurunan difusi oksigen dari alveoli kea rah darah, perfusi
darah yang mengandung oksigen dijaringan yang buruk dan
kerusakan ventilasi seperti yang terjadi pada fraktur iga
multiple atau trauma dada.

F. Prinsip dan Teknik Pemberian Oksigen


a. Definisi
Pemberian oksigen adalah pemberian bantuan gas oksigen ke dalam paru-
paru melalui saluran pernapasan yang dibantu dengan alat khusus.
b. Tujuan
1. Memenuhi kebutuhan oksigen.
2. Mencegah hipoksia.
3. Sebagai tindakan pengobatan.
4. Menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard.
c. Persiapan Alat dan Bahan
1. Nasal kanul
2. Kateter nasal
3. Simple face mask
4. Masker wajah rebreathing
5. Masker wajah non-rebreathing
6. Jelly
7. Sumber oksigen
8. Humidifier
9. Flow meter
10. Aquades
11. Selang oksigen
d. Metode Pemberian Oksigen
1. Nasal Kanul

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen


dengan aliran 1-6 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 24% - 44%.
Keuntungan menggunakan nasal kanul diantaranya: (a) klien dapat
berbicara,makan dan minum dengan bebas, (b) aman dan sederhana,
(c) tidak mahal, sekali pakai. Adapun kerugiannya diantara lain: (a)
tidak dapat digunakan untuk obstruksi nasal, (b) pengeringan pada
membrane mukosa, (c) dapat terlepas dengan mudah, (d) menyebabkan
iritasi atau kerusakan pada kulit.

Langkah memasang nasal kanul.


Langkah Tujuan
1. Inspeksi tanda dan gejala Hipoksia yang tidak diobati
pada klien yang berhubungan menyebabkan disritmia jantung
dengan hipoksia dan adanya dan kematian. Keberadaan sekresi
sekresi jalan napas. jalan napas menurunkan efektifitas
penghantaran oksigen.
2. Jelaskan kepada kilien dan Menurunkan kecemasan klien dan
keluarga hal-hal yang meningkatkan kerja sama dengan
diperlukan dalam prosedur klien.
dan tujuan pemberian
oksigen.
3. Siapkan peralatan yang Menjamin dalam melaksanakan
dibutuhkan. prosedur yang diselesaikan dengan
cepat dan efisien.
4. Melakukan higene tangan. Mengurangi terjadinya infeksi.
5. Pasang nasal kanul ke selang Mencegah kekeringan pada
oksigen dan hubungkan ke membrane mukosa nasal dan
sumber oksigen yang membrane mukosa oral serta
dilembabkan dan diatur sekresi jalan napas.
sesuai dengan kecepatan
aliran yang diprogramkan.
6. Letakkan ujung kanul ke Membuat aliran oksigen langsung
dalam lubang hidung dan atur masuk ke dalam saluran napas
lubang kanul yang elastis bagian atas.
sampai kanul benar-benar pas
menempati hidung.
7. Pertahankan selang oksigen Memungkinkan klien untuk
cukup kendur dan menggerakkan kepala tanpa kanula
sambungkan ke pakaian tercabut dan mengurangi tekanan
klien. pada ujung kanula di hidung.
8. Periksa kanula setiap 8 jam Memastikan kepatenan kanula
dan pertahankan tabung nasal dan aliran oksigen.
pelembab terisi setiap waktu. Mencegah inhalasi oksigen yang
tidak dilembabkan.
9. Observasi hidung dan Pemberian oksigen menyebabkan
permukaan superior kedua mukosa nasal mongering. Tekanan
telinga klien untuk melihat dalam telinga akibat selang kanula
adanya kerusakan kulit. atau selang elastis menyebabkan
iritasi.
10. Periksa kecepatan aliran Memastikan kecepatan oksigen
oksigen setiap 8 jam. yang diberikan dan kepatenan
kanula.
11. Cuci tangan Mengurangi penyebaran
mikroorganisme.
12. Inspeksi klien untuk melihat Mengindikasi telah ditangani atau
apakah gejala yang berkurangnya hipoksia.
berhubungan dengan hipoksia
telah hilang
13. Mencatat metode pemberian Mendokumentasikan penggunaan
oksigen, kecepatan aliran, terapi oksigen yang benar dan
kepatenan nasal kanul, respon respon klien.
klien dan pengkajian
pernapasan di catatan
perawat.

2. Kateter Nasal

Suatu alat yang dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-6


liter/menit dengan konsentrasi 24%-44%, dipasang ke dalam hidung
sampai dengan nasofaring. Lebih jarang digunakan daripada nasal
kanul. Keuntungan yang didapat antara lain: (a) pemberian oksigen
yang stabil, (b) klien bebas bergerak, makan, minum dan berbicara, (c)
dapat digunakan dalam jangka waktu lama. Adapun kerugiannya
antara lain: (a) teknik memasukkan kateter nasal lebih sulit daripada
nasal kanul, (b) nyeri saat kateter melewati nasaofaring, (c) mukosa
nasal akan mengalami trauma, (d) kateter mudah tersumbat dan
tertekuk.

3. Simple face mask

Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek,kontinyu atau


selang-seling dan digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai
sedang. Aliran 5-8 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40%-50%.
Keuntungan yang didapat antara lain: (a) konsentrasi oksigen yang
diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, (b) sistem
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang
besar, (c) dapat digunakan dalampemberian terapi aerosol. Adapun
kerugiannya yaitu: (a) tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen
kurang dari 40%, (b) dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran
rendah, (c) menyekap, tidak memungkinkan untuk makan, minum, dsb.

Langkah memasang simple face mask.


Langkah Tujuan
Membebaskan jalan nafas dengan Syarat terapi oksigen adalah jalan
menghisap sekresi bila perlu. nafas haruss bebas agar menjamin
kelancaran aliran oksigen.
Atur posisi klien. Meningkatkan kenyamanan dan
memudahkan pemasangan.
Membuka regulator untuk Mencegah kekeringan pada
menentukan tekanan oksigen membrane mukosa nasal dan
sesuai dengan kebutuhan 5-8 membrane mukosa oral serta
liter/menit. sekresi jalan nafas, menjamin
ketepatan dosis dan mencegah
penumpukan CO2
Atur tali pengikat sungkup Mencegah kebocoran sungkup,
menutup rapat dan nyaman jika mencegah iritasi kulit akibat
perlu dengan kain kasa pada tekanan.
daerah yang tertekan.

4. Masker Rebreathing
Memiliki konsentrasi tinggi yaitu 35%-60% dengan aliran 6-15
liter/menit, serta dapat meningkatkan PaCO2. Keuntungan yang
didapat antara lain: (a) konsentrasi oksigen lebih tinggi daripada
simple face mask, (b) tidak mengeringkat selaput lender. Adapan
kerugiannya diantaranya: (a) tidak dapat memberikan oksigen
konsentrasi rendah, (b) kantong oksigen bisa terlipat atau terputar atau
kempes, jika terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan klien
akan menghirup sejumlah besar CO2, (c) tidak memungkinkan untuk
makan, minum, batuk dsb.

Langkah memasang masker rebreathing.


Langkah Tujuan
1. Membebaskan jalan nafas
dengan menghisap sekresi.

2. Atur posisi klien.

3. Menghubungkan selang
oksigen pada humidifier.
4. Membuka regulator untuk
menentukan tekanan oksigen
sesuai dengan kebutuhan.
5. Mengatur aliran oksigen sesuai
kebutuhan.
6. Isi O2 ke dalam kantong Mencegah kantong terlipat,
dengan cara menutup lubang menjaga kepatenan sungkup,
antara kantong dengan mencegah penumpukan CO2
sungkup minimal 2/3 bagian yang terlalu banyak.
kantong reservoir. Sesuai
dengan aliran O2 kantong akan
terisi waktu ekspirasi dan
hamper kuncup waktu
inspirasi.
7. Mengikat tali masker O2 di Menjaga kepatenan sungkup,
belakang kepala melewati mencegah iritasi mata.
bagian atas telinga.
8. Memasang kapas kering pada Untuk mencegah iritasi kulit.
daerah yangtertekan sungkup
dan tali pengikat.
9. Bersihkan muka pasien tiap 2 Observasi terhadap iritasi,
jam. muntah, aspirasi akibat terapi,
dan menjaga kenyamanan pasien.
10. Sungkup dibersihkan/diganti Menjaga kepatenan alat,
tiap 8 jam. mencegah infeksi, meningkatkan
kenyamanan.

5. Masker Wajah Non-Rebreathing


Pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai
90% dengan aliran 6-15 liter/menit. Udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke
atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga dalam kantong
konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Keuntungan yang didapat antara
lain, (a) konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapai 90%, (b)
tidak mengeringkan selaput lender. Adapun kerugian yang di dapat, (a)
tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, (b) kantong
oksigen bisa terputar atau terlipat, (c) menyekap, perlu segel pengikat,
(d) tidak memungkinkan makan, minum, dsb.

Langkah memasang masker wajah non-rebreathing.


Langkah Tujuan
1. Membebaskan jalan nafas
dengan menghisap sekresi.
2. Atur posisi pasien.
3. Membuka regulator untuk Menjaga kelembaban udara,
menentukan tekanan oksigen mencegah iritasi mukosa jalan
sesuai dengan kebutuhan. nafas dan mulut.
4. Mengatur aliran oksigen sesuai Menjaga kepatenan sungkup,
kebutuhan. menjamin ketepatan dosis.
5. Isi O2 ke dalam kantong Mencegah kantong terlipat atau
dengan cara menutup lubang terputar.
antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian
kantong reservoir.
6. Mengikat tali non rebreathing Mencegah kebocoran sungkup.
mask di belakang kepala
melewati bagian atas telinga.
7. Memasang kapas kerning pada Untuk mencegah iritasi kulit.
daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat.
8. Bersihkan muka pasien tiap 2 Observasi terhadap iritasi,
jam. muntah, aspirasi akibat terapi,
dan menjaga kenyamanan pasien.
9. Sungkup dibersihkan/diganti Menjaga kepatenan alat,
tiap 8 jam. mencegah infeksi, meningkatkan
kenyamanan.

G. Prinsip dan Teknik Suction


Pengisapan (suction) adalah aspirasi sekret melalui sebuah kateter yang
disambungkan ke mesin pengisap atau saluran pengisap yang ada di dinding.
Pengisapan dapat dilakukan melalui nasofaring, orofaring dan intubasi
endotrakeal. Suction adalah tindakan keperawatan yang paling sering dan
penting pada tatanan keperawatan kritis. Prosedur suctioning banyak
bervariasi antar lembaga dan praktisi, hal ini dikarenakan suctioning hanya
didasarkan pada kegiatan rutin perawat daripada berdasarkan hasil
penelitian. Minimnya penelitian terkait suctioning menyebabkan
bervariasinya suctioning antar lembaga dan praktisi kesehatan (Thompson et
al., 2000 dalam Kelleher & Andrews, 2006).
1. Prinsip Suction
a. Aseptik : Segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi.
b. Asianotik : Tindakan yang tidak boleh menimbulkan sianosis.
c. Afektif : Tindakan yang dilandaskan gaya atau makna yang
menunjukan perasaan dan emosi.
d. Atraumatik : Tindakan yang mencegah terjadinya trauma.
2. Teknik Suction
a. Fase Pra Interaksi
a) Lingkungan
- Penjelasan pada kleuarga
- Pasang skerem/ tabir
- Pencahayaan yang baik

b) Klien
- Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
- Atur posisi klien :
 Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke
satu sisi (oral suction) dan posisi fowler dengan
leher ekstensi (nasal suction)
 Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi
lateral menghadap pelaksana tindakan (oral/nasal
suction)

c) Alat – alat
1. Regulator vakum set
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel k/p

b. Fase Interaksi
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Melakukan evaluasi/validasi
c) Melakukan kontrak (waktu, tempat, topik)
d) Menjelaskan tujuan dan langkah-langkah tindakan
e) Menjaga privacy klien

c. Fase Kerja
a) Suction Orofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi
tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan
sputum atau menelannya. Prosedur digunakan setelah klien
batuk.
1.Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien
2. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
3. Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien)
4. Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien
5. Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat
6. Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril
7. Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum
8. Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien
9. Basahi ujung kateter dengan larutan steril
10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan
arahkan ke orofaring dengan perlahan
11. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan
perlahan rotasi kateter saat menariknya, tidak boleh lebih dari
15 detik.
12. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak
mengalami disteress pernafasan, istirahat 20-30 detik,
sebelum memasukkan ulang kateter.
13. Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11
14. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk
efektif diantara penghisapan.
15. Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah
penghisapan orofaringeal.
16. Buang kateter penghisap bersamaan dengan pelepasan
hanscoon
17. Cuci tangan

b) Suction ETT
1. Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan
penghisapan
2. Lakukan cuci tangan, gunakan alat pelindung diri dari
kemungkinan terjadinyapenularan penyakit melalui secret.
3. Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan
dirasakan selama penghisapan seperti nafas pendek, ,
batuk, dan rasa tidak nyaman
4. Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction
pada level 80 – 120mmHg untuk menghindari hipoksia
dan trauma mukosa
5. Siapkan tempat yang steril
6. Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30
detik sampai 3 menit untuk mencegah terjadinya
hipoksemia
7. Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan
lakukan suction saat katetersedang dimasukkan
8. Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction.
Lakukan suction secara intermitten , tarik kateter sambil
menghisap dengan cara memutar. Jangan pernah
melakukan suction lebih dari 10 – 15 detik
9. Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan
SaO2 pasien normal
10. Ulangi prosedur bila diperlukan ( maksimal 3 x suction
dalam 1 waktu)
11. Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika
diperlukan, lakukan juga mouth care setelah tindakan
suction pada mulut
12. Catat tindakan dalam dokumentasi keperawatan
mengenai karakteristik Sputum (jumlah, warna,
konsistensi, bau, adanya darah ) dan respon

c) Suction tracheostomy
1. Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum
pada tekanan negative yang sesuai
2. Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai
100% atau sesuai program dokter
3. Gunakan peralatan pengisap dengan membuka
bungkusan dengan tetap menjaga kesterilan pengisap
tersebut.
4. Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril
yang terbuka tersebut tanpa menyentuh bungkusannya.
5. Kenakan masker dan pelindung mata
6. Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau
kenakan sarung tangan bersih pada tangan tidak dominan
dan sarung tangan steril pada tangan dominan.
7. Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa
menyentuh permukaaan yang tidak steril. Angkat selang
penghubung dengan tangan tidak dominan. Masukkan
kateter ke dalam selang.
8. Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan
mengisap sejumlah normal saline dari Waskom
9. Lumasi 6-8 cm kateter distal dengan pelumas larut air
10. Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang
dengan tangan tidak dominan. Tanpa melakukan
pengisapan, dengan perlahan tetapi cepat, insersikan kateter
dengan ibu jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung
dengan gerakan sedikit miring ke arah bawah atau melalui
mulut saat klien menghirup nafas.
11. Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selam 10
detik dengan meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak
dominan dari lubang ventilasi kateter sambil memutarnya
ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari telunjuk
dominan.
12. Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal
saline sampai bersih.

H. Prinsip dan Teknik Postural Drainage


A. Pengertian
Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk
melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru dengan menggunakan
pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk melakukan PD yaitu
sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelumtidur pada
malam hari.
Postural drainase (PD) dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya
sekret dalam saluran nafas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret
sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan produksi sputum
yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan clapping dan vibrating.
B. Tujuan dilakukan Postural Drainase
1. Untuk mengeluarkan secret yang tertampung.
2. Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelektasis.
3. Mencegah dan mengeluarkan secret.
C. Indikasi dan Kontra Indikasi Klien yang Mendapat Drainase Postural
1. Indikasi
a. Mencegah penumpukan secret yaitu pada :
 Pasien yang memakai ventilasi
 Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
 Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada
fibrosis kistik, bronkiektasis
b. Mobilisasi secret yang tertahan :
 Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
 Pasien dengan abses paru
 Pasien dengan pneumonia
2. Kontraindikasi
 Tension pneumotoraks
 Hemoptisis
 Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi,
infark miokard akutrd infark dan aritmia.
 Edema paru
 Efusi pleura yang luas

D. Persiapan pasien untuk postural drainase.


1. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang.
2. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi
lengkap.
3. Periksa nadi dan tekanan darah.
4. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction
untuk mengeluarkan sekret.
E. Cara melakukan pengobatan :
1. Terapis harus di depan pasien untuk melihat perubahan yang terjadi
selama Postural Drainase.
2. Postoral Drainase dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada
beberapa posisi tidak lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3 – 10 menit.
3. Dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah
makan.
F. Penilaian hasil pengobatan :
1. Pada auskultasi apakah suara pernafasan meningkat dan sama kiri
dan kanan.
2. Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama.
3. Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau
kental.
4. Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa
lelah, merasa enakan, sakit.
5. Bagaimana efek yang nampak pada vital sign, adakah temperatur
dan nadi tekanan darah.
6. Apakah foto toraks ada perbaikan.
G. Kriteria untuk tidak melanjutkan pengobatan :
1. Pasien tidak demam dalam 24 – 48 jam.
2. Suara pernafasan normal atau relative jelas.
3. Foto toraks relative jelas.
4. Pasien mampu untuk bernafas dalam dan batuk.
H. Alat dan bahan :
1. Bantal 2-3
2. Tisu wajah
3. Segelas air hangat
4. Masker
5. Sputum pot
I. Prosedur kerja :
a. Jelaskan prosedur
b. Kaji area paru, data klinis, foto x-ray
c. Cuci tangan
d. Pakai masker
e. Dekatkan sputum pot
f. Berikan minum air hangat
g. Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan didrainage
h. Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit.
Sambil PD bisa dilakukan clapping dan vibrating
i. Berikan tisu untuk membersihkan sputum
j. Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif
k. Evaluasi respon pasien (pola nafas, sputum: warna, volume, suara
pernafasan)
l. Cuci tangan
m. Dokumentasi (jam, hari, tanggal, respon pasien)
n. Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat
diulangi kembali dengan memperhatikan kondisi pasien
J. Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural
a. Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan kanan
b. Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama
c. Batuk produktif (secret kental/encer)
d. Perasaan klien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih nyaman)
e. Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi,
respirasi, temperature)
f. Rontgen thorax
K. Drainase postural dapat dihentikan bila :
a. Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi
b. Klien mampu bernapas secara efektif
c. Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret

L. Posisi untuk Drainase Postural

1. Bronkus Apikal Anterior Lobus atas kanan dan kiri


Klien duduk di kursi, bersandar pada bantal
2. Bronkus Apikal Posterior Lobus kanan atas dan kiri
Klien duduk di kursi, condong ke depan pada bantal atau meja
3. Bronkus Lobus atas Anterior kanan dan kiri
Klien berbaring terlentang datar dengan bantal kecil di bawah
lutut
4. Bronkus Lingual Lobus atas kiri
Klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala
dan posisi Trandelenburg, dengan kaki di tempat tidur
ditinggikan 30 cm. tempatkan bantal dibelakang punggung, dan
gulingkan klien seperempat putaran ke bantal
5. Bronkus Lobus tengah kanan
Klien berbaring miring kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30
cm. tempatkan bantal di belakang punggung pasien dan
gulingkan klien seperempat putaran bantal
6. Bronkus Lobus bawah Anterior kanan dan kiri
Klien berbaring terlentang dengan posisi Trandelenburg dengan
kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm. biarkan lutut
menekuk pada bantal
7. Bronkus Lateral Lobus bawah kanan
Klien berbaring miring pada posisi Trandelendurg dengan kaki
tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm
8. Bronkus Lateral Lobus bawah kiri
Klien berbaring miring kanan pada posisi Trandelendurg
dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50
9. Bronkus Superior Lobus bawah kanan dan kiri
Klien berbaring terlungkup dengan bantal di bawah lambung
10. Bronkus Basal Posterior kanan dan kiri
Klien berbaring terlungkup dengan posisi Trandelenburg dengan
kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm

I. Prinsip dan Teknik Nebulizer


Nebulizer merupakan mesin elektris yang dinyalakan melalui stopkontak dan
steker atau baterai. Nebulizer mengubah obat-obatan cair menjadi uap yang
dihirup ke dalam paru-paru pasien melalui penutup mulut atau masker wajah.
Cara tersebut akan menghantarkan kabut yang mengandung obat dan
membantu pasien bernapas dengan lebih baik.
Nebulizer terdiri dari mesin kompresor udara, wadah kecil untuk obat cair, dan
selang elastis yang menghubungkan kompresor udara ke wadah obat. Di atas
wadah obat terdapat masker uap yang akan digunakan untuk menghirup uap.
Nebulizer biasanya digunakan sebagai terapi pengobatan asma kronis, baik
untuk anak-anak maupun orang dewasa. Ini karena dibanding dengan inhaler,
uap yang dihasilkan nebulizer amat sangat kecil sehingga obat akan bisa lebih
cepat meresap ke bagian paru yang ditargetkan.

Cara kerja Nebulizer :


Cara kerja Nebulizer yaitu dengan cara penguapan. Obat – obatan yang diracik
berupa cairan dimasukan ketabung yang berada dibawah masker uap, lalu
dengan bantuan daya listrik akan menghasilkan uap yang dapat dihirup. Terapi
penguapan ini memakan waktu kurang lebih sekitar 5-10 menit, biasanya
diberikan 3-4 kali dalam sehari (tergantung pada jadwal pemberian obat yang
ditentukan). Nebulizer dapat digunakan sejak bayi 0 bulan ataupun anak-anak
(toddler/kids) hingga dewasa. Nebulizer juga biasanya dipakai pada anak asma
atau yang memang sering batuk atau pilek berat karena flu maupun alergi.
Penguapan ini tidak berbau, jadi rasanya sama seperti saat
bernapas biasa.
Cara menggunakan Nebulizer :
1. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir untuk mencegah kuman
ikut masuk ke paru-paru lewat tangan yang menyentuh nebulizer.
2. Siapkan obat yang akan digunakan. Jika obat sudah dicampur, tuang
langsung ke dalam wadah obat nebulizer. Jika belum, masukkan satu per satu
dengan menggunakan pipet atau alat suntik.
3. Tambahkan cairan saline jika diperlukan dan diresepkan dokter.
4. Hubungkan wadah obat ke mesin dan juga masker ke bagian atas wadah.
5. Pasang masker di wajah hingga menutupi hidung dan mulut. Pastikan
pinggiran masker tersegel baik dengan wajah, agar tidak ada uap yang keluar
dari sisi-sisi masker.
6. Hidupkan mesin kemudian tarik napas dengan hidung dan keluarkan
perlahan melalui mulut.
7. Matikan mesin saat obat sudah habis
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2003. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan, E/3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lesmana, H., Tri Wahyu M, Anastasia Anna. (2015, Desember). Analisis


Dampak Penggunaan Varian Tekanan Suction terhadap Pasien Cedera Kepala Berat:
Volume 3. Diperoleh dari
http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/download/114/105

Mevill. (2011, 10 November). LP ETT Suction. Diperoleh 22 Oktober 2018, dari


https://www.scribd.com/doc/72205491/LP-ETT-Suction

Novita Joseph. (2018, 30 Juli). Kupas Tuntas Fungsi, Cara Pakai, dan Tips
Memilih Nebulizer untuk Mengobati Asma. Diperoleh 22 Oktober 2018, dari
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/asma/serba-serbi-nebulizer/

Potter & Perry. 1997. Fundamental Keperawatan: Konsep, Poses dan Praktik
(Edisi 4) Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan


Paktik Edisi 4 Volume 1 Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC

Potter & Perry. 2013. Fundamental of Nursing. 8th Edition. Singapore:


ElsevierPte.Ltd

Setiadi. 2007. Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan


pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Tentang Jantung. (2011, 19 April). Sistem Konduksi Jantung. Diperoleh 9


November 2018, dari http://senyumbening.blogspot.com/2011/04/sistem-
konduksi-jantung.html

Tezar Alfani. (2015, 9 Maret). Pemberian Oksigen. Diperoleh 22 Oktober


2018, dari https://www.slideshare.net/Alfabl/pemberianoksigen

Utama, Saktya Yudha Ardhi. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Sistem Respirasi. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Wihda Rusdi. (2013, 13 September). Postural Drainage. Diperoleh 22 Oktober


2018, dari http://wihdarusdi.blogspot.com/2013/09/postural-drainage.html

wikiHow. Cara Menggunakan Nebulizer. Diperoleh 22 Oktober 2018, dari


https://id.wikihow.com/Menggunakan-Nebulizer

Anda mungkin juga menyukai