A. Sistem Kardiovaskuler
1. Arteri
Arteri adalah pembuluh darah yang meninggalkan jantung. Fungsi dari
arteri adalah mendistribusikan darah yang kaya oksigen ke kapiler
sehingga dapat memperdarahi organ-organ tubuh. Darah meninggalkan
jantung dari aorta menuju ke arteri. Pembuluh darah arteri memiliki
dinding yang kuat. Selain itu, dindingnya juga bersifat elastis, sehingga
mampu menahan tekanan yang kuat dari jantung, sehingga pembuluh
darah arteri tidak mudah robek.
Letak pembuluh arteri agak ke dalam tubuh bila dibandingkan dengan
jenis pembuluh darah vena. Hanya di beberapa bagian tertentu yang
letaknya agak ke tepi, seperti di leher, pergelangan tangan, dan pelipis.
Pembuluh arteri ikut berdenyut mengikuti denyutan jantung. Aliran
darah yang berada di dalam arteri pun sangat cepat, karena berasal
langsung dari jantung. Terdapat perbedaan mendasar antara pembuluh
arteri dan vena, yaitu jika pembuluh darah vena memiliki banyak
katup, maka lain halnya dengan arteri. Pembuluh darah arteri hanya
memiliki satu katup di pangkal berbatasan dengan bilik kiri jantung,
atau biasa disbeut dengan valvula semilunar.
Pembuluh darah arteri dibedakan lagi menjadi 3 bagian yang memiliki
perbedaan pada letak dan ukurannya. Akan tetapi, fungsinya tetap
sama. Ke-3 arteri tersebut adalah :
a) Arteri Elastik
Arteri elastik merupakan pembuluh darah arteri yang memiliki
ukuran yang besar di tubuh. Contoh arteri-arteri elastik seperti
aorta (arteri yang berada di dekat jantung dan menyambut darah
langsug dari jantung) dan trunkus pulmonalis (pembuluh arteri
yang mengalirkan darah dari bilik kanan jantung), serta cabang-
cabang utamanya seperti aorta abdominalis, dan lain-lain. Arteri
jenis ini memiliki dinding yang tersusun dari jaringan ikat
elastik yang banyak, sehingga ketika arteri ini mampu menahan
tekanan yang tinggi dari darah saat dipompa oleh jantung. Sifat
elastik yang dimiliki juga sangat membantu dalam melebarkan
dan mengerutkan diameter pembuluh di saat-saat tertentu.
b) Arteri Muskular
Sesuai dengan namanya, arteri jenis ini terletak di dekat otot-
otot tubuh ataupun dekat dengan organ-organ tubuh. Contohnya
adalah arteri radialis, arteri komunis, arteri brachialis, dan lain-
lain. Penyusun arteri ini adalah jaringan otot polos.
c) Arteriol
Arteri ini merupakan pipa terakhir dari arteri yang
menghubungkan langsung dengan kapiler-kapiler dalam tubuh.
Arteri jenis ini memiliki satu sampai dengan lima lapis jaringan
otot polos.
2. Vena
Pembuluh vena merupakan pembuluh darah yang bertugas membawa
darah yang berasal dari kapiler menuju ke jantung. Pembuluh vena
memiliki dinding yang tipis bila dibandingkan dengan arteri, namun
tetap memiliki sifat elastis.
Vena yang paling besar yang terletak di dekat jantung disebut dengan
vena kafa. Vena kafa sendiri dibagi menjadi dua berdasarkan letak dan
fungsinya yang berbeda, yaitu :
a) Vena Kafa Superior, yaitu vena kafa yang membawa darah ke
jantung dari bagian tubuh atas
b) Vena Kafa Inferior, yang bertugas membawa darah ke jantung
dari bagian tubuh bawah.
Vena terletak di bagian tubuh agak ke tepi. Pembuluh vena tidak
memiliki aliran darah secepat arteri, karena vena tidak membawa darah
yang berasal langsung dari jantung. Karena tidak mempunyai tekanan
yang besar, maka pembuluh vena memiliki banyak katup yang
berfungsi mencegah agara aliran darah tidak kembali lagi ke kapiler.
Selain vena kafa, pembuluh vena juga terbagi lagi menjadi :
a) Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis merupakan pembuluh vena yang bertugas untuk
emmbawa darah segar yang telah terikat dengan oksigen ke
dalam jantung. Terdapat dua vena pulmonalis, yaitu vena
pulmonalis dextra yang membawa darah dari paru-paru kanan ke
jantung, serta vena pulmonalis sinistra yang membawa darah dari
paru-paru kiri ke jantung.
b) Vena Cutanea
Cutanea berarti kulit. Sesuai dengan namanya, vena jenis ini
berada di bawah kulit, yang biasanya ditusuk saat seseorang
diambil darah untuk melakukan cek gula darah, kolesterol dan
lain-lain.
c) Deep Vein
Vena ini terletak berdekatan dengan arteri dan tidak tampak
dengan mata telanjang jika dilihat dari luar.
d) Venula
Sama halnya seperti arteriol, venula merupakan vena dengan
ukuran terkecil dan bertanggung jawab terhadap distribusi darah
ke kapiler.
3. Kapiler
Pembuluh kapiler merupakan kelanjutan dari pembuluh arteri yang
bertugas untuk mendistribusikan dan memberi makanan berupa darah
yang kaya oksigen ke organ-organ tubuh tempat kapiler tersebut
berada. Setelah kapiler memberi darah yang kaya oksigen tersebut,
maka kapiler juga akan mengambil dan menyerap sampah-sampah sisa
metabolism seperti karbon dioksida sehingga dapat dialirkan melalui
vena kembali ke jantung.
D. Dasar Elektrofisiologi
Seperti seluruh sel yang hidup maka di dalam sel otot jantung memiliki
muatan negatif, hal ini terjadi karena ada beda potensial sepanjang
membran sel yang disebut sebagai potensial transmembran. Tidak seperti
sel lainnya, sel otot jantung itu dapat dirangsang. Ketika diberikan
stimulasi yang sesuai maka kanal ion di membran sel akan terbuka
sehingga ionion dapat bergerak menyeberangi. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya suatu potensial aksi. Stimulus terjadi karena
pembentukan potensial aksi, yang terjadi akibat perpindahan ion melalui
kanal ion spesifik di sarkolema. Sel jantung yang memiliki kemampuan
menghantarkan listrik terbagi menjadi tiga tipe secara
elektrofisiologi,yaitu :
1. Sel pacemaker (contoh: nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular)
2. Sekelompok sel dengan kemampuan konduksi sangat cepat/specialized
rapidly conducting tissue (contoh : serabut purkinje)
3. Sel otot (miosit) di atrium dan ventrikel
Ketiga sel ini memiliki sarkolema yang tersusun atas dua lapisan fosfolipid
yang secara umum bersifat impermeabel terhadap ion. Perpindahan ion
terjadi karena adanya protein spesifik yang berperan sebagai kanal ion,
kotransporter, dan transporter aktif. Keadaan ini membantu untuk
mempertahankan perbedaan konsentrasi ion pada intrasel dan ekstrasel.
E. Potensial Aksi Pada Sel Otot Jantung
Pada sel otot jantung terdapat tiga komponen potensial aksi yaitu
fase istirahat, depolarisasi, dan repolarisasi.
1. Fase istirahat adalah periode antara satu potensial aksi dan potensial
aksi berikutnya. Selama fase istirahat kebanyakan sel otot jantung
tidak memiliki pergerakan ion melintasi membran sel. Perbedaan
tegangan listrik pada membran sel pada saat sel sedang istirahat
dikenal sebagai resting potential (RP). Besarnya tegangan RP ini
ditentukan oleh perbedaan konsentrasi dari berbagai ion yang terdapat
di intra dan ekstrasel, serta bergantung pada jenis kanal ion yang
terbuka saat istirahat. Keseimbangan antara berbagai ion ini
menimbulkan tegangan RP sekitar - 90mV pada miosit ventrikel.
Kondisi RP ini disebut sebagai fase 4 dari potensial aksi.
Ketika suatu saat terjadi perubahan tegangan pada membran sel, maka
konsekuensinya akan terjadi perubahan permeabilitas sel terhadap
berbagai ion oleh karena sifat voltage sensitive gating ion channel pada
berbagai kanal ion di membran sel.
2. Fase depolarisasi adalah proses apapun yang membuat potensial
membran menjadi kurang negatif hingga melebihi kadar threshold,
akan memulai terjadinya potensial aksi. Ketika potensial membran
mencapai threshold (yakni -70 mV pada sel otot jantung), maka akan
terjadi pembukaan kanal ion Na+ jenis cepat (fast sodium channel)
yang berlangsung secara cepat menimbulkan rapid upstroke atau fase 0
pada AP. Hal ini disebut sebagai fase depolarisasi. Depolarisasi ini
menyebar kepada sel di sekeliling. Peningkatan kadar Na+ yang cepat
ini akan menimbulkan depolarisasi cepat dan terjadi perubahan
tegangan membran mencapai kadar positif sekitar 10 mV. Ketika
mencapai kadar tersebut, kanal ion menjadi inaktif, dan AP lain tidak
dapat diinisiasi sampai potensial membran turun menjadi serupa
dengan RP (-90 mV).
3. Setelah depolarisasi akan terjadi repolarisasi dimana potensial
membran jantung akan kembali ke normal oleh karena berbagai
interaksi kanal yang melibatkan kanal ion kalium dan kalsium. Selama
fase ini sel otot jantung tidak dapat berkontraksi yang disebut sebagai
periode refrakter. Repolarisasi terdiri dari 3 fase, yaitu :
a. Fase pertama repolarisasi adalah fase 1 yakni terjadinya
repolarisasi singkat yang mengembalikan tegangan permukaan
membran menjadi 0. Hal ini terutama diperankan oleh pengeluaran
ion K+ dari intrasel.
b. Fase berikutnya adalah fase 2 yang merupakan fase terpanjang
pada potensial aksi. Pada fase ini terjadi keseimbangan
pengeluaran K+ dengan pemasukan Ca++, yang berjalan melalui
kanal ion spesifik tipe L. Fase yang panjang ini disebut sebagai
fase plateau. Masuknya Ca++ ke dalam intrasel akan mencetuskan
pelepasan Ca++ dari retikulum sarkoplasma, yang sangat penting
dalam menginisiasi kontraksi sel otot jantung. Kanal Ca++ ini
kemudian akan inaktif dan eflux dari ion K+ melebihi influx dari
Ca++, sehingga potensial membran semakin negatif maka sel
memasuki fase 3 dari potensial aksi
c. Pada fase 3, adalah fase repolarisasi final yang akan
mengembalikan tegangan permukaan membran sel menjadi -90
mV. Fase ini terutama diperankan oleh efflux dari K+ . Setelah
mencapai repolarisasi komplit, sel otot jantung kemudian akan siap
untuk mengalami depolarisasi lagi. Fase-fase pada potensial aksi
selengkapnya dapat dilihat pada gambar.
F. Pembentukan Impuls oleh Sel Pacemaker
Seperti disebutkan di atas bahwa fase depolarisasi di otot jantung tidak
terjadi secara spontan, melainkan terjadi jika ada gelombang depolarisasi
dari sel di sekitarnya yang mengeksitasi sel otot tersebut. Sel-sel pada
serabut purkinje juga berperilaku serupa, namun dengan RP yang lebih
negatif dan fase rapid upstroke yang lebih cepat. Pada sel pacemaker,
terjadi inisiasi sendiri dari sel tersebut untuk mencetuskan depolarisasi.
Sifat ini dikenal sebagai automatisitas dimana sel mengalami depolarisasi
spontan selama fase 4. Sel yang memiliki kemampuan seperti ini termasuk
nodus SA dan nodus AV. Perbedaan potensial aksi pada sel otot jantung
dibandingkan dengan sel pacemaker terlihat pada tiga hal yakni:
1. Maximum negative voltage atau tegangan negatif maksimal pada sel
pacemaker adalah -60 mV. Hal ini mengakibatkan fast sodium channel
menjadi tidak aktif
2. Fase 4 pada sel pacemaker tidak menunjukkan garis datar namun berupa
penanjakan ke atas (upward slope). Penanjakan ini menandai suatu
depolarisasi spontan bertahap. Depolarisasi spontan ini menimbulkan
gambaran arus yang disebut pacemaker current, dan dikenal juga sebagai
funny current sehingga diistilahkan sebagai If. Ion yang bertanggung
jawab terhadap proses ini adalah ion Na+ . namun bukan melalui fast
sodium channel melainkan melalui kanal pacemaker selama masa
repolarisasi.
3. Fase 0 rapid upstroke pada sel pacemaker tidak setinggi dan securam
ada sel miosit, dikarenakan fast sodium channel tidak terbuka pada sel
pacemaker.
G. Penjalaran Impuls
1. Pembentukan impuls dinisiasi oleh nodus SA yang berlokasi pada
sambungan vena kava superior dan atrium kanan. Nodus SA kaya akan
suplai nervus dari sistem simpatis dan parasimpatis.
2. Impuls kemudian berjalan menuju nodus AV, difasilitasi oleh tiga
traktus intermodal yakni bachman (anterior), wenckebach (medial),
dan thorel (posterior). Nodus AV ini sendiri terletak di lantai atrium
kanan, mencakup apeks dari segitiga Koch.
3. Pada saat impuls mencapai nodus AV terjadi perlambatan konduksi
yang bertujuan untuk memberikan atrium waktu untuk berkontraksi
penuh sebelum dimulainya kontraksi ventrikel, dan juga berperan
sebagai gatekeeper konduksi dari atrium ke ventrikel pada keadaan
dimana terjadi ritme atrium yang terlalu cepat (seperti pada atrial
fibrilasi). Perlambatan ini memberikan kesempatan bagi ventrikel
untuk melaksanakan fase diastol (pengisian) selama terjadinya
kontraksi atrium. Nodus AV memiliki keunikan struktur
elektrofisiologi yang disebut sebagai dekrementasi. Hal ini berarti
semakin cepat kontraksi atrium maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk melewati nodus AV. Ini merupakan struktur yang
sangat penting dalam konteks keamanan untuk mencegah terjadinya
laju ventrikel sangat cepat pada kondisi dimana letupan atrium sangat
cepat (pada kasus atrial fibrilasi).
4. Pada laju atrium yang cepat maka waktu untuk melintasi nodus AV
semakin lama yang pada EKG terlihat adanya pemanjangan dari
interval PR dan gelombang P yang tidak terkonduksi, ini disebut
sebagai fenomena Wenkebach.
5. Impuls listrik dari nodus AV diteruskan ke sistem konduksi cepat
sistem His-Purkinje.
6. Impuls masuk ke berkas His yang terletak pada septum interventrikuler
posterior.
7. Berkas his kemudian membentuk percabangan menjadi berkas cabang
kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kiri akan bercabang
menjadi fasikulus anterior dan posterior. Masing-masing cabang
berkas cabang ini akan membentuk plexus yang memperantarai
konduksi ke serabut purkinje yang tertanam di dalam otot jantung.
8. Impuls dari sistem his-purkinje ini pertama kali ditransmisikan ke
muskulus papilaris baru kemudian ke dinding otot ventrikel.
Koordinasi ini mencegah terjadinya regurgitasi darah ke atrium selama
fase sistolik.
9. Dari serabut purkinje ini impuls ditransmisikan ke sel otot jantung
sehingga kemudian ventrikel diaktivasi dari apeks ke basis. Konduksi
yang cepat melewati antrium menyebabkan kontraksi yang sinkron
dari otot atrium yaitu dalam waktu 60 – 90 ms sama juga kontraksi
yang melewati vertikel juga memiliki kecepatan yang cukup tinggi
yaitu sekitar 60 ms.
H. KESIMPULAN
Sistem konduksi jantung terdiri dari sekelompok sel otot jantung khusus di
dinding jantung yang mengirimkan sinyal ke otot jantung sehingga
menyebabkan terjadinya kontraksi. Komponen utama dari sistem konduksi
jantung adalah nodus SA, nodus AV, berkas His, berkas cabang, dan serat
Purkinje. Kontraksi jantung yang ritmis bergantung kepada pembentukan
dan penjalaran impuls yang teratur di sepanjang jalur konduksi ini.
Pembentukan impuls dimulai dengan adanya potensial aksi. Potensial aksi
terjadi sebagai akibat dari perubahan kadar ion. Perubahan kadar ion
dimungkinan karena perubahan membuka menutupnya berbagai kanal ion.
Potensial aksi pada otot jantung lebih lama dibandingkan dengan sel syaraf
maupun sel otot lurik. Potensial aksi terjadi dalam 4 fase. Potensial aksi
pada sel pacemaker bersifat mampu melakukan depolarisasi spontan dan
oleh karena kecepatannya yang paling tinggi, maka nodus SA menjadi
native pacemaker pada jantung.
D. Sistem Pernapasan
1. Rongga hidung (cavum nasalis)
2. Faring (esophagus)
Berfungsi sebagai untuk menyediakan saluran bagi udara yang
keluar masuk dan juga sebagai jalan makanan dan minuman yang ditelan.
Faring dibagi menjadi :
a) Nasofaring : bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan
koana.
b) Orofaring : bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus
fausium.
c) Laringofaring : gerbang untuk sistem respiratorik
selanjutnya.
3. Laring
6. Alveoli
7. Paru-paru
Paru-paru adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa, alveoli). Pleura dibagi menjadi 2 :
1) Pleura visceral : selaput paru yang langsung pembungkus paru.
2) Pleura parietal : selaput yang melapisi rongga dada luar.
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang
tidak dibutuhkan tubuh, keseimbangan asam basa tubuh.
A. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru. Ada
tiga kekuatan yang berperan dalam ventilasi ,yaitu : compliance ventilasi
dan dinding dada,tegangan permukaan yang disebabkan oleh cairan
alveolus, dan dapat diturunkan oleh adanya surfaktan serta pengaruh otot-
otot inspirasi.
1. Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat dapat
diregangkannya paru-paru dan dinding dada. Struktur paru-paru yang
elastis memungkinkan paru-paru merengang dan mengempis
menimbulkan perbedaan tekanan dan volume paru ,sehingga udara
dapat keluar masuk paru.
2. Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus
memngaruhi kemampuan compliance paru. Tekanan ini disebabkan
oleh adanya cairan pada alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II. Pada
bayi premature tekanan surfaktan berkurang dan dapat menyebabkan
infant respiratory distress syndrome.
3. Otot-otot pernapasa. Ventilasi dangat membutuhkan otot pernapasan
untuk mengembangkan rongga toraks.
B. Difusi
Difusi adalah proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida dari alveolus
ke kapiler pulmonal melalui membrane,dari area dengan konsentrasi tinggi
ke area dengan konsentrasi rendah. Proses difusi dari alveolus ke kapiler
paru-paru antara oksigen dan karbon dioksida melewati 6 rintangan
(barier), yaitu: melewati surfaktan,membrane alveolus,cairan
interstitial,membrane kapiler,plasma dan membrane sel darah merah.
Oksigen berdifusi masuk dari alveolus ke darah dan karbon dioksida
berdifusi keluar dari darah ke alveolus. Karbon dioksiuda didifusi 20 kali
lipat lebih cepat dari difusi oksigen ,karena CO2 daya larutnya lebih
tinggi. Beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi adalah sebagai
berikut:
1. Perbedaan tekanan pada membrane. Semakin besar perbedaan tekanan
maka semakin cepat pula proses difusi.
2. Besarnya area membrane. Semakin luas area membrane difusi maka
semakin cepat difusi melewati membrane.
3. Keadaan tebal tipisnya membrane. Semakin tipis maka semakin cepat
proses difusi.
4. Koefesien difusi,yaitu kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan
membrane paru. Semakin tinggi koefisien maka semakin cepat pula
difusi terjadi. Misalnya ,karbon dioksida koefesiennya 20,3;oksigen
1;dan nitrogen 0,53, maka karbon dioksida adalah gas yang paling
cepat terjadi difusi.
C. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah pergerakan aliran darah melalui sirkulasi pulmonal.
Darah dipompakan masuk ke paru-paru melalui ventrikel kanan kemudian
masuk ke arteri pulmonal. Arteri pulmonal kemudian bercabang dua
(kanan dan kiri) selanjutnya masuk ke kapiler paru untuk terjadi
pertukaran gas. Sirkulasi pulmonal mempunyai tekanan sistemik yang
rendah,sehingga memungkinkan banyak terjadi pertukaran gas sebelum
masuk ke atrium kiri.
Adekuatnya pertukaran gas tergantung pada keadekuatan ventilasi dan
perfusi,yang diukur dengan perbandungan atau rasio antara ventilassi
alveolar (V) dan perfusi (Q). pada orang dewasa yang normal dan sehat
dan dalam keadaan istirahat;ventilasi alveolar sekitar/menit dan perfusinya
sekitar 5,0 liter/menit. Dengan demikian ,rasio ventilasi dan perfusi
adalah:
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑉𝐸𝑁𝑇𝐼𝐿𝐴𝑆𝐼 (𝑉) 4,0 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= = 0,8
𝑃𝐸𝑅𝐹𝑈𝑆𝐼 (𝑄) 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
5,0 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
D. Pengaturan pernapasan
Pengaturan pernapasan dilakukan oleh sistem persarafan,mekanisme kimia
dan mekanisme non-kimia.
b. Kendali kimiawi
Ada banyak faktor yang memengaruhi laju dan kedalaman
pernapasanyang sudah diset oleh pusat pernapasan yaitu adanya
perubahan kadar oksigen ,karbon dioksida , dan ion hydrogen dalam
darah arteri. Perubahan tersebut menimbulkan perubahan kimia dan
menimbulkan respons dari sensor yang disebut kemoreseptor. Ada dua
jenis kemoreseptor yaitu:
1. Kemoreseptor pusat, dirangsang oleh peningkatan kadar karbon
dioksida dalam darah arteri ,cairan serebrospinal,peningkatan ion
hydrogen dengan merespon peningkatan frekuensi dan kedalaman
pernapasan.
2. Kemoreseptor perifer ,reseptor kimia ini peka terhadapa perubahan
konsentrasi oksigen,karbon dioksida , dan ion hydrogen. Misalnya
adanya peningkatan oksigen ,karbon dioksida ,dan ion hidrogen,
maka pernapasan akan menjadi meningkat.
c. Pengaturan oleh mekanisme non-kimiawi
Beberapa faktor non kimiawi yang mempengaruhi pengaturan
pernapasan diantaranya pengaruh baroreseptor,peningkatan
temperature tubuh,hormon epinefrin,dan reflex Hering-Breur.
1. Baroreseptor,berada pada sinus kortikus,arkus aorta-
atrium,ventrikel,dan pembuluh darah besar. Baroreseptor ini
berespon terhadap perubahan tekanan darah. Peningkatan tekanan
darah arteri akan menghambat respirasi.
2. Peningkatan temperature tubuh, misalnya karena demam atau
olahraga ,maka secara otomatis tubuh akan mengeluarkan
kelebihan panas tubuh dengan cara meningkatkan ventilasi.
3. Hormon epinefrin, peningkatan hormone epinefrin akan
meningkatkan rangsang simpatis yang juga akan merangsang pusat
repirasi untuk meningkatkan ventilasi.
4. Reflex Hering- Breu,yaitu reflex hambatan inspirasi dan eksprasi.
Pada saat inspirasi mencapai batas tertentu terjadi stimulasi pada
reseptor regangan dalam otot polos paru untuk menghambat
aktivitas neuron inspirasi. Dengan demikian, reflex ini mencegah
terjadinya overinflasi paru-paru saat aktivitas berat.
4. Faktor Lingkungan
a. Tempat kerja (polusi)
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dari permukaan laut
4. Iskemia Miokard
1. Angina Pektoris
Ketidak seimbangan antara masukan oksigen miokard dan
kebutuhan. Menghasilkan nyeri dada yang berupa rasa sakit,
menusuk dan gatal. Nyeri dada biasanya terjadi di bagian kiri
dan sering merambat kelengan kiri dan atau kedua tangan,
rahang, leher dan punggung dapat berlangsung selama 1 – 15
menit. Sering terjadi saat sedang beraktivitas yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard ( makanan berat,
olahraga dan stress)
2. Infark Miokard
Infark terjadi karena iskemia ( yang reversible) dan
nekrosis ( yang tidak reversible) dari jaringan miokard,
nyeri dada biasanya dihubungkan dengan infark miokard.
Pada laki – laki biasanya digambarkan sebagai rasa remuk,
bertekanan/ ditikam. Biasanya terjadi saat aktivitas/istirahat
dan berlangsung lebih dari 30 menit.
2) Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi
karbon dioksida secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar
menurun, maka PaCO2 akan meningkat. Atelektasis akan
menghasilkan hipoventilasi. Atelektasis merupakan kolaps
alveoli yang mencegah pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam pernapasan. Karena alveoli kolaps, maka paru yang
diventilasi lebih sedikit dan menyebabkan hipoventilasi.
Pada klien yang menderita penyakit obstruksi paru,
pemberian oksigen yag berlebihan dapat mengakibatkan
hipoventilasi. Klien ini beradaptasi terhadap kadar karbon
dioksida yang tinggi dan kemoreseptor yang peka pada
karbondioksida pada hakikatnya tidak berfungsi. Klien ini
terstimulus untuk bernapas jika PaO2 menurun. Apabila tidak
ditangani, maka kondisi klien akan semakin menurun dengan
cepat. Akibatnya, dapat terjadi kebingungan, tidak sadar dan
kematian.
3) Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat
pada tingkat jaringan. Kondisi ini terjadi akibat defisiensi
penghantaran oksigen atau penggunaan oksigen di selular.
Hipoksia dapat disebabkan oleh penurunan kadar hemoglobin
dan penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen,
penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi,
ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah,
penurunan difusi oksigen dari alveoli kea rah darah, perfusi
darah yang mengandung oksigen dijaringan yang buruk dan
kerusakan ventilasi seperti yang terjadi pada fraktur iga
multiple atau trauma dada.
2. Kateter Nasal
4. Masker Rebreathing
Memiliki konsentrasi tinggi yaitu 35%-60% dengan aliran 6-15
liter/menit, serta dapat meningkatkan PaCO2. Keuntungan yang
didapat antara lain: (a) konsentrasi oksigen lebih tinggi daripada
simple face mask, (b) tidak mengeringkat selaput lender. Adapan
kerugiannya diantaranya: (a) tidak dapat memberikan oksigen
konsentrasi rendah, (b) kantong oksigen bisa terlipat atau terputar atau
kempes, jika terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan klien
akan menghirup sejumlah besar CO2, (c) tidak memungkinkan untuk
makan, minum, batuk dsb.
3. Menghubungkan selang
oksigen pada humidifier.
4. Membuka regulator untuk
menentukan tekanan oksigen
sesuai dengan kebutuhan.
5. Mengatur aliran oksigen sesuai
kebutuhan.
6. Isi O2 ke dalam kantong Mencegah kantong terlipat,
dengan cara menutup lubang menjaga kepatenan sungkup,
antara kantong dengan mencegah penumpukan CO2
sungkup minimal 2/3 bagian yang terlalu banyak.
kantong reservoir. Sesuai
dengan aliran O2 kantong akan
terisi waktu ekspirasi dan
hamper kuncup waktu
inspirasi.
7. Mengikat tali masker O2 di Menjaga kepatenan sungkup,
belakang kepala melewati mencegah iritasi mata.
bagian atas telinga.
8. Memasang kapas kering pada Untuk mencegah iritasi kulit.
daerah yangtertekan sungkup
dan tali pengikat.
9. Bersihkan muka pasien tiap 2 Observasi terhadap iritasi,
jam. muntah, aspirasi akibat terapi,
dan menjaga kenyamanan pasien.
10. Sungkup dibersihkan/diganti Menjaga kepatenan alat,
tiap 8 jam. mencegah infeksi, meningkatkan
kenyamanan.
b) Klien
- Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
- Atur posisi klien :
Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke
satu sisi (oral suction) dan posisi fowler dengan
leher ekstensi (nasal suction)
Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi
lateral menghadap pelaksana tindakan (oral/nasal
suction)
c) Alat – alat
1. Regulator vakum set
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel k/p
b. Fase Interaksi
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Melakukan evaluasi/validasi
c) Melakukan kontrak (waktu, tempat, topik)
d) Menjelaskan tujuan dan langkah-langkah tindakan
e) Menjaga privacy klien
c. Fase Kerja
a) Suction Orofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi
tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan
sputum atau menelannya. Prosedur digunakan setelah klien
batuk.
1.Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien
2. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
3. Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien)
4. Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien
5. Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat
6. Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril
7. Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum
8. Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien
9. Basahi ujung kateter dengan larutan steril
10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan
arahkan ke orofaring dengan perlahan
11. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan
perlahan rotasi kateter saat menariknya, tidak boleh lebih dari
15 detik.
12. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak
mengalami disteress pernafasan, istirahat 20-30 detik,
sebelum memasukkan ulang kateter.
13. Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11
14. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk
efektif diantara penghisapan.
15. Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah
penghisapan orofaringeal.
16. Buang kateter penghisap bersamaan dengan pelepasan
hanscoon
17. Cuci tangan
b) Suction ETT
1. Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan
penghisapan
2. Lakukan cuci tangan, gunakan alat pelindung diri dari
kemungkinan terjadinyapenularan penyakit melalui secret.
3. Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan
dirasakan selama penghisapan seperti nafas pendek, ,
batuk, dan rasa tidak nyaman
4. Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction
pada level 80 – 120mmHg untuk menghindari hipoksia
dan trauma mukosa
5. Siapkan tempat yang steril
6. Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30
detik sampai 3 menit untuk mencegah terjadinya
hipoksemia
7. Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan
lakukan suction saat katetersedang dimasukkan
8. Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction.
Lakukan suction secara intermitten , tarik kateter sambil
menghisap dengan cara memutar. Jangan pernah
melakukan suction lebih dari 10 – 15 detik
9. Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan
SaO2 pasien normal
10. Ulangi prosedur bila diperlukan ( maksimal 3 x suction
dalam 1 waktu)
11. Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika
diperlukan, lakukan juga mouth care setelah tindakan
suction pada mulut
12. Catat tindakan dalam dokumentasi keperawatan
mengenai karakteristik Sputum (jumlah, warna,
konsistensi, bau, adanya darah ) dan respon
c) Suction tracheostomy
1. Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum
pada tekanan negative yang sesuai
2. Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai
100% atau sesuai program dokter
3. Gunakan peralatan pengisap dengan membuka
bungkusan dengan tetap menjaga kesterilan pengisap
tersebut.
4. Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril
yang terbuka tersebut tanpa menyentuh bungkusannya.
5. Kenakan masker dan pelindung mata
6. Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau
kenakan sarung tangan bersih pada tangan tidak dominan
dan sarung tangan steril pada tangan dominan.
7. Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa
menyentuh permukaaan yang tidak steril. Angkat selang
penghubung dengan tangan tidak dominan. Masukkan
kateter ke dalam selang.
8. Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan
mengisap sejumlah normal saline dari Waskom
9. Lumasi 6-8 cm kateter distal dengan pelumas larut air
10. Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang
dengan tangan tidak dominan. Tanpa melakukan
pengisapan, dengan perlahan tetapi cepat, insersikan kateter
dengan ibu jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung
dengan gerakan sedikit miring ke arah bawah atau melalui
mulut saat klien menghirup nafas.
11. Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selam 10
detik dengan meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak
dominan dari lubang ventilasi kateter sambil memutarnya
ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari telunjuk
dominan.
12. Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal
saline sampai bersih.
Novita Joseph. (2018, 30 Juli). Kupas Tuntas Fungsi, Cara Pakai, dan Tips
Memilih Nebulizer untuk Mengobati Asma. Diperoleh 22 Oktober 2018, dari
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/asma/serba-serbi-nebulizer/
Potter & Perry. 1997. Fundamental Keperawatan: Konsep, Poses dan Praktik
(Edisi 4) Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC