Disusun Oleh:
R.A. Wita Ferani Kartika, S.Ked
110.2009.229
Pembimbing:
dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : Ny.Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 38 tahun
Alamat : Kebon Dalem
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Guru
Tanggal Masuk RS : 11 Februari 2014
Keluhan utama
Tungkai kanan yang terasa lemas dan sedikit berat jika digerakkan
Keluhan tambahan
Tangan kanan yang terasa sedikit lemas
2
Pasien mulai merasakan keluhan tersebut secara tiba-tiba saat pasien sedang
jalan ke kamar mandi sejak tanggal 9 Februari 2014. Setelah mendadak lemas
pasien sempat jatuh terduduk di kamar mandi namun masih sadar. Pasien harus
dipapah jika berjalan dan belum ingin ke RS saat itu. Namun karena merasa
keluhannya semakin terasa berat, pasien akhirnya memutuskan untuk ke IGD
RSUD Cilegon tanggal 11 Februari 2014.
Keluhan yang dirasakan pasien saat ini (tanggal 18 Februari 2014) yaitu
tungkai kanan masih terasa lemas dan sedikit berat jika digerakkan dan tangan
kanan yang terasa sedikit lemas namun sudah bisa digerakkan dan diangkat ke
atas. Keluhan nyeri kepala masih dirasakan sedikit dan pasien menyangkal
adanya keluhan lain. Pasien mengaku sudah menjalani kuretase karena
dinyatakan keguguran tanggal 15 Februari 2014. Pasien sudah menjalani
fisioterapi sehingga sudah dapat berdiri sendiri sebentar.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol atau mengkonsumsi obat-obatan.
Selama ini pasien sering mengonsumsi makanan berlemak dan jarang olahraga.
3
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai guru. Pasien mengatakan tidak ada masalah di sekolah
saat mengajar. Suami pasien bekerja sebagai polisi. Pasien mengaku tidak
merasa ada masalah ekonomi atau adanya masalah dengan keluarga. Saat mulai
hamil pasien mulai merasa banyak pikiran karena usianya yang sudah cukup
tua untuk hamil.
4
1. N. I (Olfactorius )
Tidak dilakukan
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Tajam Penglihatan (+) (+) Baik
Lapang Pandang (+) (+) Baik
Pengenalan Warna Tidak dilakukan
Fundus okuli
Tidak dilakukan
3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-) Normal
Strabismus (-) (-) Normal
Nistagmus (-) (-) Normal
Exopthalmus (-) (-) Normal
Pupil
Bentuk Bulat Bulat Normal
Ukuran 3 mm 3 mm Normal
Gerak bola mata
Medial (+) (+) Normal
Atas lateral (+) (+) Normal
Atas medial (+) (+) Normal
Bawah lateral (+) (+) Normal
Atas (+) (+) Normal
Bawah (+) (+) Normal
Refleks pupil
Langsung (+) (+) Normal
Tidak langsung (+) (+) Normal
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata
Bawah medial (+) (+) Normal
5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Sensorik
V1 (opthtalmik) (+) (+) Baik
5
V2 (maksilar) (+) (+) Baik
V3 (mandibular) (+) (+) Baik
Refleks kornea Tidak dilakukan
Motorik
Membuka rahang Baik
Menggigit Baik
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata
Lateral (+) (+) Normal
Strabismus (-) (-) Normal
Deviasi (-) (-) Normal
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik:
- Mengerutkan dahi Normal Normal Simetris
- Mengangkat alis Normal Normal Simetris
- Lipatan nasolabial Normal Normal Simetris
- Sudut mulut Normal Normal Simetris
- Meringis Normal Normal Simetris
- Menggembungkan pipi Normal Normal Simetris
- Daya pengecapan 2/3 Tidak dilakukan
8. N. VIII (Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Suara gesekan jari tangan (+) (+) Baik
Suara detik arloji (+) (+) Baik
Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Webber Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan
9. N. IX (Glossofaringeus)
Keterangan
Arkus faring Simetris
Daya perasa Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan
10. N. X (Vagus)
6
Keterangan
Bicara Normal
Menelan Normal
Arcus faring Simetris
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Mengangkat bahu (+) (+) Baik
Memalingkan kepala (+) (+) Baik
12. N. XII (Hipoglossus)
Keterangan
Menjulurkan lidah Simetris
Pergerakan lidah Baik
Artikulasi Normal
Kekuatan motorik : 4 5
2 5
Sistem sensorik
Kanan Kiri Keterangan
Raba (+) (+)
Nyeri (+)
(+)
Suhu Tidak dilakukan
Propioseptif (+) Baik
(+)
7
Refleks
Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+) Normal
Triseps (+) (+) Normal
Knee (+) (+) Normal
Achiles (+) (+) Normal
Patologis
Babinski (-) (-) Normal
Chaddock (-) (-) Normal
HoffmanTromer (-) (-) Normal
Schaefer (-) (-) Normal
Oppenheim (-) (-) Normal
Gordon (-) (-) Normal
Fungsi koordinasi
Kanan Kiri Keterangan
Tes Telunjuk Tidak dapat Baik
Hidung dilakukan
Baik
Tes Tumit Lutut Tidak dapat
dilakukan Tidak dapat dilakukan
Stepping Test
Tidak dapat dilakukan
Romberg
Sistem otonom
o Miksi:
Inkontinensia : (-)
Retensi : (-)
Anuria : (-)
o Defekasi:
Konstipasi : (-)
Diare : (-)
Fungsi luhur: Baik
8
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 11 Feb 2014 Tanggal 15 Feb 2014
Hemoglobin (g/dl) 13,8 12,8
Hematokrit (%) 41,0 38,8
Leukosit (/uL) 13.530 14.240
Trombosit (/uL) 358.000 403.000
GDS (mg/dL) 60
Natrium (mmol/L) 139,0
Kalium 3,80
(mmol/L) 105,2
Klorida (mmol/L) Non Reaktif
Anti HIV Negatif
HBsAg Positif
Tes Kehamilan 2’
Masa Perdarahan 9’
Masa Pembekuan B/Rh(+)
Golongan Darah
Pemeriksaan EKG
o Irama Sinus Reguler
o HR 72x/menit
o Axis Normal
o T inverted di V1,V2,V3 (iskemik di anteroseptal)
Pemeriksaan Radiologi
o Thorax: Cor dan Pulmo dalam batas normal
o USG abdomen:
9
o CT Scan kepala (Oktober 2013)
IV. RESUME
Anamnesis
Pada tanggal 11 Februari 2014 siang, pasien datang ke IGD RSUD Cilegon
dengan keluhan tungkai kanan yang terasa lemas dan sulit untuk digerakkan.
Tangan kanan juga terasa lemas namun masih bisa digerakkan ke samping
kanan/kiri. Pasien juga merasa mual tanpa disertai muntah, nyeri kepala
10
seperti ditusuk-tusuk di bagian belakang yang hilang timbul, dada yang terasa
berat dan sering berdebar-debar. Pasien mengaku sedang hamil 1 bulan dan
hamil ke-4, tetapi mengeluh keluar flek-flek dari jalan lahir sejak 3 hari.
Keluhan lain disangkal. Pasien mulai merasakan keluhan tersebut secara tiba-
tiba saat pasien sedang jalan ke kamar mandi sejak tanggal 9 Februari 2014.
Karena keluhannya semakin berat, pasien ke IGD RSUD tgl 11 Februari 2014.
Keluhan yang dirasakan pasien saat ini (tanggal 18 Februari 2014) yaitu
tungkai kanan masih terasa lemas dan sedikit berat jika digerakkan dan tangan
kanan yang terasa sedikit lemas namun sudah bisa digerakkan dan diangkat ke
atas. Keluhan nyeri kepala masih dirasakan sedikit dan pasien menyangkal
adanya keluhan lain. Pasien mengaku sudah menjalani kuretase karena
dinyatakan keguguran tanggal 15 Februari 2014. Pasien sudah menjalani
fisioterapi sehingga sudah dapat berdiri sendiri sebentar.
Pasien sudah pernah mengalami hal sama sebelumnya sebanyak dua kali pada
bulan Oktober 2012 dan 2013 dan menjalani CT scan kepala. Pasien mengaku
tekanan darah paling tinggi 140/90 mmHg dan pasien menyangkal meminum
obat-obat antihipertensi selama ini. Pasien juga menyangkal adanya tekanan
darah tinggi saat hamil. Riwayat penyakit DM, jantung, kejang dan riwayat
trauma kepala disangkal.
Skoring Stroke
a. Skor Hasanuddin
Tekanan Darah = 1, Waktu Serangan = 6,5, Sakit kepala = 1, Kesadaran =
0, Muntah = 0
Total = 8,5 SNH
b. Skor Stroke Siriraj
Kesadaran = 0, Muntah = 0, Nyeri Kepala = 1, Ateroma = 1, Diastolik =
80 mmHg
Total = (2,5x0) + (2x0) + (2x1) + (0,1x80) - (3x1)-12 = -5 SNH
Pemeriksaan fisik (tanggal 18 Februari 2014)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital dan status generalis dalam batas normal
11
Status neurologis :
GCS =15 (E4M6V5 )
Tanda rangsang meningeal (-)
Saraf cranialis : N.VII dan N.XII dalam batas normal
Reflek fisiologis (+)
Reflek patologis (-)
Motorik :
Kekuatan : 4 5
2 5
Sensorik : rangsang raba dan nyeri menurun di sebelah kanan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab:
Leukosit: 13.530/uL, GDS: 60 mg/dl, Tes kehamilan (+)
Pemeriksaan EKG
Irama Sinus Reguler, iskemik di anteroseptal
Pemeriksaan radiologi
o Thorax: Cor dan Pulmo dalam batas normal
o USG abdomen: Abortus inkompletus
o CT scan kepala: Gambaran hipodens parenkim cerebri sinistra
V. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra e.c. SNH dengan CAD dan Abortus
Inkompletus
Diagnosa Topis : Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosis etiologis : Stroke non Hemoragik
VI. TATALAKSANA
Tanggal 11 Februari 2014
IVFD RL + ondansetron 8 mg drip 20 tpm
Ranitidine inj 2x1 amp
Dexametason inj 3x1 amp
12
GDS 60 mg/dl anjuran minum minuman manis cek GDS ulang
berikutnya bila GDS < 100 mg/dL: IVFD D5% 20 tpm, bila GDS > 100
mg/dL terapi lanjutkan GDS ulang: 104 mg/dL terapi lanjutkan
Pasien sesak O2 3-4 lpm
Pantau balance cairan dan urine output
Tanggal 12 Februari 2014
IVFD RL 20 tpm
Ranitidine inj 2x1 amp
Citicolin inj 3x500mg
Aspilet tab 1x1
CPG tab 1x1
Dexametason stop
Tanggal 14-15 Februari 2014
Perdarahan pervaginam (+), terapi obgyn:
Asam Traneksamat inj 3x1 amp, Vit K inj 3x1 amp
USG: Abortus inkompletus pro kuretase+MOW
Terapi post kuretase: Amoxicilin tab 3x1, Asam Mefenamat tab 3x1
Aspilet dan CPG stop
Terapi lain lanjut
Tanggal 17 Februari 2014
BLPL dari obgyn
IVFD RL 20 tpm
Ranitidine inj 2x1 amp
Citicolin inj 3x500mg
Tanggal 18 Februari 2014
Terapi lanjut
Fisioterapi dan edukasi
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
13
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIK
I. DEFINISI
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang bersifat lokal dan atau
global, terjadi secara akut berlangsung selama 24 jam atau lebih yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah otak.1
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non traumatik.2
Stroke merupakan gejala dan atau tanda gangguan fungsi otak fokal
maupun global yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung progresif atau
menetap hingga dapat berakhir pada kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
dari gangguan vaskuler serta tanpa didahului trauma atau penyakit infeksi
sebelumnya.
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah iskemik otak yang lama,
parah, dan luas sehingga menyebabkan perubahan fungsi struktur otak yang
irreversible.
II. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri
setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi kulit putih
berkisar antara 500-600 per 100.000 penduduk. Dilaporkan di Selandia baru 793
per 100.000 penduduk, di Perancis 1445 per 100.000 penduduk. Rentang pada
Negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China, prevalensi stroke 620 per
100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000 penduduk (WHO, 2006)
Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit
dan penyebab kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit
jantung dan kanker (Purve, 2004). Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini
mengalami stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara keseluruhan adalah
14
750/ 100.000.3
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per
1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per
1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk) (Depkes, 2009).
15
posterior (yang menghubungkan a.serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
2. Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita,
masing-masing melaui a.optalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.
3. Hubungan antara sistem vetebral dengan a.karotis eksterna.
Adapun gambaran aliran pembuluh darah otak dapat diamati di bawah ini:
16
fibrilasi dan lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.
IV. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan
berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable,
modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or
less well documented)4
1. Non modifiable risk factors:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Berat badan lahir rendah
d. Ras/etnik
e. Genetik
2. Modifiable risk factors:
a. Well-documented and modifiable risk factor
1) Hipertensi
2) Terpapar asap rokok
3) Diabetes
4) Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
5) Dislipidemia
6) Stenosis arteri karotis
7) Terapi hormon postmenopouse
8) Poor diet
9) Physical inactivity
10) Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
1) Sindroma metabolik
2) Alcohol abuse
3) Penggunaan kontrasepsi oral
4) Sleep disordered-breathing
5) Nyeri kepala migren
6) Hiperhomosisteinemia
7) Peningkatan lipoprotein (a)
8) Elevated lipoprotein-associated phospholipase
17
9) Hypercoagulability
10) Inflamasi
11) Infeksi
V. ETIOLOGI
Stroke non hemoragik karena penyumbatan, dapat disebabkan karena :
1. Trombosis serebri
Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses
aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada tunika intima arteri besar. Plak
cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat yang melengkung.
Pembuluh darah yang mempunyai resiko adalah arteri karotis interna, arteri
vertebralis bagian atas. Hilangnya tunika intima membuat jaringan ikat
terpapar. Trombosit akan menempel pada permukaan yang terbuka sehingga
permukaan dinding menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim
adenosin difosfat yang mengawali proses koagulasi (Sylvia, 1995).
Adesi trombosit (platelet) dapat dipicu oleh produk toksik yang dilepaskan
makrofag dan kerusakan moderat pada permukaan intima. Trombosit juga
melepaskan growth factors yang menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot
polos dan juga berperan pada pembentukan lesi fibrointimal pada
subendotelial.5
2. Emboli serebri
Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih muda, kebanyakan
emboli serebri berasal dari suatu trombus di jantung sehingga masalah yang
dihadapi sesungguhnya adalah perwujudan penyakit jantung. Selain itu,
emboli juga dapat berasal dari plak ateroma karotikus atau arteri karotis
interna. Setiap bagian otak dapat mengalami emboli, tempat yang paling
sering adalah arteri serebri media bagian atas.5
18
Gambar 4. Stroke non hemoragik
VI. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap.6
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
19
Gambar 5. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut7
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan
permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya
homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas
dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas.7
20
2. Sistem vertebrobasiler
Gangguan penglihatan (hemianopsia / pandangan kabur)
Gangguan nervi kraniales
Gangguan motorik
Gangguan sensorik
Koordinasi
Gangguan kesadaran
Bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya. Gejala klinis dan defisit
neurologik yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemi.
1. Gangguan peredarah darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis
dan hemihipestasi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai
2. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestasi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan
fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial
neglect (bila mengenai area otak nondominan)
3. Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi
homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik
maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus
temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks
visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia
(ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks
tempoooksipoitalis inferior.
4. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial
seperti disartri, diplopoi dan vertigo, gangguan serebelar, seperti ataksia atau
hilang keseimbangan, atau penurunan kesadaran.
5. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik
artau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.8
21
Tabel 1. Evaluasi Klinis Stroke8
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesa, dapat memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal. Pada anamnesis adanya defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba,
saat aktifitas/istirahat, kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak,
muntah/tidak, riwayat hipertensi atau faktor risiko stroke lainnya, lamanya
(onset), serangan pertama/ulang.9
2. Melakukan pemeriksaan fisik neurologik dan internis. Ada defisit neurologis,
hipertensi/hipotensi/normotensi, aritmia jantung.
3. Skoring untuk membedakan jenis stroke :
22
a. Skor Hasanuddin
No. KRITERIA SKOR
1. Tekanan Darah
- Sistole ≥ 200 ; Diastole ≥ 110 7,5
- Sistole < 200 ; Diastole < 110 1
2. Waktu Serangan
- Sedang bergiat 6,5
- Tidak sedang bergiat 1
3. Sakit Kepala
- Sangat hebat 10
- Hebat 7,5
- Ringan 1
- Tidak ada 0
4. Kesadaran Menurun
- Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 10
- 1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
- Sesaat tapi pulih kembali 6
- ≥ 24 jam setelah onset 1
- Tidak ada 0
5. Muntah Proyektil
- Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 10
- 1 jam s/d < 24 jam setelah onset
- ≥ 24 jam setelah onset 7,5
- Tidak ada 1
0
Tabel 2. Skor Hasanuddin
Interpretasi:
≤ 15 : Stroke non Hemoragik
> 15 : Stroke Hemoragik
Nilai terendah = 2 ; nilai tertinggi = 44
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa
stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan.
b. Skor Stroke Siriraj
23
Tabel 3. Skor Stroke Siriraj
c. Skor stroke Gadjah Mada
24
25
Tabel 5. National Institute of Health Stroke Scale9
Fischer, dkk. (2005) menemukan hubungan antara skor NIHSS dengan
adanya sumbatan pembuluh darah sekaligus menentukan lokasi
penyumbatannya. Skor NIHSS ≥ 10 mengindikasikan adanya
sumbatan pembuluh darah terutama di arteri karotis dan arteri
vertebrobasilaris. Skor NIHSS ≥ 12 mengindikasikan adanya sumbatan
pembuluh darah sentral. Semakin kecil skor NIHSS makan semakin ke
perifer sumbatan pembuluh darah yang terjadi.11
e. Skor Stroke Djoenaedi
Gejala klinis Onset Nilai
1. TIA sebelum serangan 1
2. permulaan serangan Sangat mendadak(1-2 menit) 6,5
Mendadak (menit- 1 jam) 6,5
Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. waktu serangan Bekerja (aktivitas) 6,5
Istirahat/duduk/tidur 1
Bangun tidur 1
4. sakit kepala Sangat hebat 10
Hebat 7,5
Ringan 1
Tidak ada 0
5. muntah Langsung sehabis serangan 10
Mendadak (menit-jam) 7,5
Pelan-pelan (1 hari / >) 1
Tidak ada 0
6. kesadaran Menurun langsung waktu serangan 10
Menurun mendadak (menit-jam) 10
Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) 1
Menurun sementara lalu sadar lagi 1
Tidak ada gangguan 0
7. tekanan darah sistolik Waktu serangan sangat tinggi 7,5
26
(>200/110)
Waktu MRS sangat tinggi (>200/110) 7,5
Waktu serangan tinggi (>140/100) 1
Waktu MRS tinggi (>140/100) 1
8.tanda rangsangan selaput Kaku kuduk hebat 10
otak
Kaku kuduk ringan 5
Kaku kuduk tidak ada 0
9. pupil Isokor 5
Anisokor 10
Pinpoint kanan/kiri 10
Medriasis kanan/kiri 10
Kecil dan reaksi lambat 10
Kecil dan reaktif 10
10. fundus okuli Perdarahan subhialoid 10
Perdarahan retina(flame shaped) 7,5
Normal 0
TOTAL SKOR : > 20 Stroke Hemoragik
< 20 Stroke Non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Scan tomografik, sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan
perdarahan terutama pada fase akut.
27
Protrombin Time), Trombosit, Fibrinogen, GDS, Cholesterol, Ureum dan
Kreatinin.
e. EKG (Elektrokardiogram) : Untuk menegakkan adanya miokard infark,
disritmia (terutama atrium fibrilasi) yang berpotensi menimbulkan stroke
iskemik atau TIA.
f. Foto Rongten Thorax
Diagnosis Stroke Non Hemoragik terdiri dari:9
1. Emboli Serebral
Ditemukan gejala/tanda defisit neurologi fokal
CT scan kepala ditemukan gambaran hipodens dalam parenkim otak
Total skor Hasanuddin ≤ 15
Bila ditemukan hal berikut menunjang diagnostik, yaitu:
o aritmia jantung/penyakit jantung/ riwayat penyakit jantung
o waktu kejadian saat aktivitas
o riwayat hipertensi/DM
o EKG: kelainan irama/katup atau kelainan jantung lainnya
o laboratorium darah, bila ditemukan peningkatan enzim-enzim jantung
dan faktor reuma
2. Trombosis Serebral
Ditemukan gejala/tanda defisit neurologik fokal
CT scan kepala ditemukan gambaran hipodens dalam parenkim otak
Skor Hasanuddin ≤15 (lihat Tabel 1)
Bila ditemukan hal berikut menunjang diagnostic, yaitu:
o waktu kejadian saat istirahat (terutama saat bangun tidur pagi hari)
o gejala prodromal (TIA) dan / riwayat TIA
o ditemukan / riwayat hipertensi, diabetes
o faktor resiko stroke
Diagnosis Banding9
Tumor intrakranial
Kelainan metabolik
Serebritis / abses serebri
28
Trauma serebral (bila terjadi secara bersamaan)
Meningitis / ensefalitis / ensefalopati (bila terjadi bersamaan).
IX. PENATALAKSANAAN9
Penatalaksanaan Umum
Posisi kepala 20 - 30 derajat bila kesadaran menurun, posisi lateral dekubitus
kiri bila disertai muntah. Posisi baring dirubah setiap 2 jam yaitu terlentang,
miring kiri, miring kanan silih berganti.
Bebaskan jalan nafas dan ventilasi diusahakan adekuat. Bila ada indikasi
berikan oksigen 1-2 liter per menit sampai hasil analisis gas darah
menunjukkan PaO2 > 90 mmHg dan PaCO2 28-34 mmHg.
Kandung kemih dikosongkan dengan kateterisasi intermiten steril (bila ada
gangguan buang air kecil) atau pemasangan kateter kondom pada laki-laki
atau kateter tetap yang steril maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-
buli.
Tekanan darah yang tinggi jangan segera diturunkan dengan cepat kecuali
pada kondisi khusus dan kelainan jantung (aritmia, infark miokard akut, dan
gagal jantung akut).
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik,
bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
Suhu badan yang tinggi harus segera dikoreksi.
Keseimbangan cairan dan elektrolit : Hindari cairan intravena yang
mengandung glukosa dan koreksi gangguan elektrolit.
Klisma / pencahar diberikan bila obstipasi / retensio alvi, menurut kondisi
pasien.
Rehabilitasi dini dan mobilisasi bila tidak ada kontraindikasi.
Penatalaksanaan Komplikasi :
Kejang harus diatasi segera dengan diazepam / phenitoin iv sesuai protokol
yang ada. Profilaksis kejang tidak direkomendasikan secara rutin.
Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2.
29
Pneumonia : tindakan rehabilitasi khusus dengan fisioterapi dada dan
antibiotika berspektrum luas.
Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan salah satu atau
gabungan berikut ini :
o Manitol bolus 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan
dosis 0,25-0,5 g/kgBB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam, lalu
diturunkan perlahan-lahan (tappering off). Osmolalitas 300 - 320 mOsm/L.
o Intubasi dan hiperventilasi mekanis sampai PaCO2 = 25 - 30 mmHg.
o Steroid tidak digunakan secara rutin
Bila diperlukan (hipoalbuminemia) dapat digunakan albumin 20 -50% (human
albumin).
Penatalaksanaan Kondisi Khusus :
Hipertensi
o Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah
satu di bawah ini :
Tekanan sistolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30
menit
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30
menit
Tekanan darah arterial rata-rata (MABP) > 130-140 mmHg pada dua
kali pengukuran selang 30 menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung atau gagal ginjal
akut/diseksi aorta torakalis/retinopati/edema papil
o Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi ke 4,
diturunkan sampai batas hipertensi ringan / sebelum stroke.
o Obat yang direkemendasikan : golongan alfa blocker (labetolol), ACE
inhibitor dan antagonis kalsium.
o Bila diastolik lebih dari 140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 5
menit, dapat diturunkan dengan nitrogliserin drips dengan pemantauan
tekanan darah secara kontinyu.
30
Hipotensi harus dikoreksi sampai normal/ hipertensi ringan dengan dopamin
drips dan diobati penyebabnya (gangguan fungsi jantung / emboli paru /
hipovolemia ) dan kerjasama bagian penyakit dalam.
Hiperglikemia harus diturunkan hingga GDS : 100 - 150 mg% dengan insulin
iv secara sliding scale setiap 6 jam (5 unit RI / kenaikan 50 mg%) selama 2-3
hari pertama. Selanjutnya diobati bersama sub bagian endokrin.
Hipoglikemia harus diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal
dan penyebabnya diobati.
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan natrium misalnya NaCl 20%.
Penatalaksanaan Spesifik Iskemik Serebral :
Pada fase akut (12 jam pertama) dapat diberikan :
o Clopidogrel/CPG 1x300
o Plasmin 2x1
o Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset.
Dapat dipakai neuroprotektor : piracetam, citicholine (bila kesadaran
menurun), nimodipine.
Pasca fase akut :
o Clopidogrel/CPG 1x300
o Plasmin 2x1
o ASA (asam asetil salisilat) dosis rendah 80 - 325 mg/hari
o Neuroprotektor
Pencegahan sekunder :
o ASA dosis rendah 80 - 325 mg/hari.
o Ticlopidin 2 x 250 mg.
o Kombinasi ASA dan Tiklopidine.
o Pengobatan faktor resiko stroke yang ada.
pengobatan hipertensi
mengobati DM
menghindari rokok, obesitas, stress
olah raga teratur
o Rehabilitasi
31
Upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi
X. KOMPLIKASI9
Bila perawatan dan fisioterapi tidak adekuat :
o Pneumonia baringan
o Kontraktur
o Dekubitus
Karena penyakit sendiri
o Stroke baru / susulan pada saat perawatan
o Infark hemoragik (transformasi dari infark otak)
XI. PROGNOSIS
Prognosis stroke Iskemik yaitu sembuh, sembuh dengan cacat atau meninggal.
Lama perawatan stroke iskemik 2 minggu bila tidak ada penyulit/penyakit lain.
Prognosis pada stroke perdarahan pada umumnya lebih baik dari pada stroke non
perdarahan. Tetapi juga tergantung dari seberapa besar perdarahan yang terjadi.
Dan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor :
2. Tingkat kesadaran : sadar 16% meninggal, somnolen 39% meninggal, stupor
meninggal 71%, dan koma meninggal 100%.
3. Usia : Pada usia 70 tahun atau lebih, angka kematian meningkat tajam.
4. Jenis kelamin : laki-laki lebih banyak 61% yang meninggal daripada
perempuan 41%.
5. Tekanan darah tinggi prognosis jelek
6. Lain-lain : cepat dan tepatnya pertolongan.9
32
selama kehamilan membuat penyebab baik stroke iskemia dan perdarahan berbeda
dengan wanita yang tidak hamil.
Sebagian besar stroke pada kehamilan yang disebabkan trombosis vena
dan sinus cerebral, tetapi banyak studi terbaru menunjukkan bahwa stroke iskemik
arteri sama atau lebih umum daripada infark vena.
Perubahan fisiologis pada kehamilan mempengaruhi hampir setiap organ
dan sistem dan membuat risiko stroke lebih tinggi menjelang akhir kehamilan
karena meningkatnya kadar estrogen dan progesteron secara terus-menerus yang
membuat risiko stroke lebih tinggi dikarenakan meningkatnya produksi faktor
pembekuan oleh estrogen, pelebaran vena oleh progesteron, dan meningkatnya
retensi air .
Curah jantung meningkat 30% sampai 50% selama kehamilan karena
ekspansi volume plasma dan peningkatan denyut jantung yang dimediasi estrogen.
Kadar progesteron meningkat menjelang akhir kehamilan dan berperan
meningkatkan distensibilitas vena. Keadaan resistensi yang rendah ini
memungkinkan pembuluh darah untuk mengakomodasi volume yang lebih tinggi
dengan tetap menjaga tekanan konsisten, tetapi, bersamaan dengan aliran balik
vena yang dikompromikan dari vena cava inferior, yang berakibat edema
dependen, varises, hemorrhoid, varises labial , dan peningkatan risiko
tromboemboli vena.
Wanita pada risiko tertinggi untuk stroke berhubungan dengan kehamilan
adalah mereka yang lebih dari 35 tahun; mereka yang dari etnis Afrika Amerika,
dan orang-orang dengan preeklampsia / eklampsia / hipertensi gestasional,
thrombophilia, migrain, diabetes, hipertensi sebelum hamil, hiperemesis
gravidarum, anemia, trombositopenia, perdarahan postpartum, gangguan cairan
dan elektrolit, dan infeksi.
Sebagian besar stroke terlihat pada trimester ketiga dan postpartum dan
penyebabnya yang paling sering berhubungan dengan salah satu dari 3 kondisi
berikut: preeklampsia / eklampsia, RCVS, dan CVST. Penyebab yang lebih jarang
termasuk koriokarsinoma, peripartum cardiomyopathy, dan AFE (emboli cairan
ketuban). Semua penyebab lain yang dikenal stroke, terlihat pada wanita hamil,
juga dapat relevan selama kehamilan, termasuk hipertensi, diabetes, vaskulitis,
diseksi, malformasi arteriovenosa, atau aneurisma.
33
1. Preeklampsia dan eklampsia
Preeklampsia dan eklampsia adalah yang paling penyebab stroke pada
kehamilan. Preeklamsia/eklampsia biasanya berkembang pada trimester
ketiga atau dalam waktu 48 jam setelah melahirkan. Pada
preeklampsia/eklampsia, mediator vaskular dilepaskan sehingga mencederai
endotel pembuluh darah dan memicu vasokonstriksi. Selain itu,
preeklampsia/eklampsia dikaitkan dengan peningkatan soluble FMS-like
tyrosine kinase oleh hipoksia trofoblas, yang mengikat faktor pertumbuhan
plasenta dan endotel vaskular. Penurunan faktor-faktor tersebut dapat
dikaitkan dengan cedera endotel dan menyebabkan infark otak atau
perdarahan.
Beberapa temuan autoptic pada pasien dengan perdarahan yang
disebabkan oleh eklampsia yang mirip dengan yang ditemukan pada pasien
dengan hipertensi ensefalopati dan dapat diatribusikan pada peningkatan
mendadak tekanan darah, vasodilatasi, dan kebocoran dari cedera kapiler
dan arteriol endotel.
Komplikasi umum dari eklampsia adalah reversible posterior
leukoencephalopathy syndrome. Temuan klinis ditandai dengan agitasi dan
gelisah, kebingungan, kejang, dan disfungsi visual yang meliputi halusinasi
penglihatan dan kebutaan kortikal. Sindrom ini tampaknya berupa sindrom
kebocoran kapiler yang berhubungan dengan disfungsi endotel dan
peningkatan volume cairan tubuh. Kerusakan jaringan ireversibel
berkembang jika kenaikan tekanan darah dan edema tidak ditangani dengan
cepat dan efektif. Pencegahan stroke terkait eklampsia dan perdarahan harus
diarahkan ke pengobatan agresif preeklampsia dengan kontrol hipertensi.
2. Reversible Cerebral Vasoconstriction Syndrome (RCVS)
RCVS adalah penyebab lain yang penting dari stroke pada wanita hamil
dan nifas, yang awalnya digambarkan sebagai angiopati postpartum. Ini
berlaku untuk sekelompok gangguan dengan penyebab yang berbeda, tetapi
klinis, laboratorium, pencitraan, dan fitur angiografik yang mirip, ditandai
dengan perubahan arteri serebral berukuran menengah dan besar
berkepanjangan, tetapi reversibel. Pasien menyajikan klinis dengan onset
akut dari nyeri kepala berat berulang dan bukti angiografik dari
34
penyempitan segmental dari arteri intrakranial. Nyeri kepala sering dimulai
tiba-tiba dan disebut sebagai thunderclap headache. Vasokonstriksi dapat
bertahan selama berhari-hari dan minggu dan dapat berkembang menjadi
infark otak dan perdarahan subarachnoid dan otak.
Penyebab RCVS masih belum sepenuhnya dipahami. Beberapa zat yang
terkait dengan RCVS termasuk penghambat selective serotonin reuptake,
fenilpropanolamin, kokain, amfetamin, triptans, dan ganja. Wanita dengan
riwayat migrain lebih rentan terhadap RCVS. Sering terjadinya RCVS
selama periode postpartum yang mungkin disebabkan oleh penurunan cepat
progesteron, yang bertindak sebagai vasodilator. Pasien dengan RCVS yang
tidak diobati dapat mengembangkan reversible posterior
leukoencephalopathy syndrome.
Diagnosis RCVS tergantung pada vasokonstriksi pada pembuluh otak.
Digital subtraction angiography dan CT angiografi adalah alat diagnostik
yang berguna, tetapi radiasi dan penggunaan kontras membatasi
penggunaannya dalam kehamilan. Magnetic resonance angiography
memiliki sensitivitas rendah untuk RCVS. Perdarahan dapat terlihat pada
sampai dengan sepertiga pasien dengan RCVS, mereka bisa multifokal dan
dapat berdampingan dengan stroke iskemik. Mekanisme perdarahan di
RCVS yang paling mungkin karena reperfusi lesi iskemik otak dan
hipertensi akut. Manajemen RCVS sebagian besar didasarkan pada
pengalaman karena tidak ada hasil uji coba klinis yang tersedia. Sidorov
dan rekan mendukung pengelolaan hipertensi dan bloker kanal kalsium.
Long-acting verapamil dalam dosis 180-360 mg harian, dalam pengalaman
mereka, hampir selalu efektif jika digunakan di awal. Antiinflamasi
nonsteroid dapat digunakan untuk mengobati nyeri kepala. Tekanan darah,
jika tinggi, harus diturunkan menjadi normal.
3. Cerebral venous and sinus thrombosis (CVST)
CVST adalah penyebab umum lain dari stroke pada kehamilan dan
masa nifas. Dalam sebuah studi berbasis populasi besar AS, kejadian CVST
pada kehamilan dan masa nifas diperkirakan 11,6 kasus per 100.000
kelahiran, kejadian di negara berkembang lebih tinggi sebesar 4,5 per 1000
kasus obstetri. Restriksi air, multiparitas, anemia, diet vegetarian, dan
35
peningkatan kadar homosistein menjelaskan tingginya insiden CVST di
negara-negara tersebut. Meskipun preeklamsia/eklamsia dan RCVS adalah
kondisi yang terutama mempengaruhi arteri, arteriol, dan kapiler,
patofisiologi CVST mengarah ke drainase vena abnormal dan peningkatan
tekanan intrakranial yang berhubungan dengan obstruksi vena. Faktor
penting lainnya adalah patofisiologis hiperkoagulabilitas menjelang akhir
kehamilan yang disebabkan oleh peningkatan prokoagulan dan penekanan
faktor penghambat koagulasi, seperti protein S dan protein C.
Beberapa studi melaporkan frekuensi yang lebih tinggi dari postpartum
daripada antepartum CVST dan stroke vena. Hal ini mungkin, setidaknya
sebagian, berhubungan dengan metode melahirkan. Bedah caesar
tampaknya dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi dari CVST, hanya
karena operasi apapun terkait dengan frekuensi yang lebih tinggi dari
trombosis vena. Penjelasan lain adalah penurunan kadar protein C setelah
operasi, yang pada gilirannya mengaktifkan protein C. Selain itu, infeksi,
yang lebih umum pada postpartum, telah ditetapkan sebagai faktor risiko
untuk masa nifas. Kehilangan darah selama persalinan dapat menyebabkan
dehidrasi dan menyebabkan rentan terhadap pembentukan trombus.
Presentasi klinis CVST pada kehamilan dan masa nifas tidak berbeda
dengan wanita yang tidak hamil. Gambaran klinis utama termasuk nyeri
kepala, gangguan kesadaran, dan tanda-tanda neurologis fokal, serta kejang.
Nyeri kepala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial terjadi
di awal, dan kadang-kadang, merupakan satu-satunya gejala. Presentasi
klinis dan prognosis tergantung pada keberadaan, lokasi, dan luas dari
setiap lesi otak dan jumlah dan lokasi dari sinus dural terlibat. Sinus sagital
dan lateral yang paling sering terlibat.
Untuk diagnosis CVST, MRI dan resonansi magnetik venogram adalah
alat yang paling dapat diandalkan. Pilihan pertama dalam pengobatan akut
CVST adalah antikoagulasi dengan heparin atau heparin analog, kemudian
dilanjutkan dengan warfarin selama 3 sampai 6 bulan kecuali koagulopati
ditemukan saat evaluasi, dalam hal antikoagulasi dilanjutkan.
36
37
DAFTAR PUSTAKA
38