Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH BIK

“ TRANSFUSI DARAH”

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh:

Willy Rizal Briyanto, S. Ked J510185003


Ardian Ryzki Cambodia, S.Ked J510170004
Putri Yuni Apriliyani, S.Ked J510170067
Gusprita Ningtyas, S.Ked J510170092
Efi Dian Pramastuti, S.Ked J510170045

STASE BAITUL INSAN KAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

i
TUGAS MAKALAH BIK

“TRANSFUSI DARAH”

HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

Willy Rizal Briyanto, S. Ked J510185003


Ardian Ryzki Cambodia, S.Ked J510170004
Putri Yuni Apriliyani, S.Ked J510170067
Gusprita Ningtyas, S.Ked J510170092
Efi Dian Pramastuti, S.Ked J510170045

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim pembimbing stase Baitul Insan Kamil
Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Dipresentasikan dihadapan

dr. Budi H, M.Sc (...............................)

Dodi Afianto, M.Pd.I (...............................)

pada tanggal ......................

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................. ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
BAB II................................................................................................................................. 2
ILUSTRASI KASUS .......................................................................................................... 2
BAB III ............................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN PERSPEKTIF MEDIS TENTANG TRANSFUSI DARAH .................. 4
A. Definisi.................................................................................................................... 4
B. Indikasi Pemberian Transfusi.................................................................................. 5
C. Penggolongan darah ................................................................................................ 7
D. Pengambilan Darah Donor ...................................................................................... 8
E. Skrining atau Pemeriksaan Uji Saring .................................................................... 9
F. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Transfusi Darah............................................. 10
G. Komplikasi Tranfusi Darah ............................................................................... 11
BAB IV ............................................................................................................................. 15
PANDANGAN ISLAM DAN MUHAMMADIYAH TENTANG TRANSFUSI DARAH
.......................................................................................................................................... 15
BAB V .............................................................................................................................. 19
PENUTUP ........................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

1
BAB II

ILUSTRASI KASUS

An. D adalah seorang anak yang sibuk bermain game android bersama
temannya. Keceriaan tersirat jelas terlihat di wajah bocah berusia 12 tahun saat
duduk di sofa putih di sebuah rumah singgah An. D. Tersirat kegembiraan itu
terselip ditengah perjuangannya melawan penyakit langka. An. D divonis dokter
mengidap penyakit anemia aplastik. Secara singkat, anemia aplastik adalah
kelainan darah yang terjadi ketika sumsum tulang belakang berhenti memproduksi
sel darah baru, baik sel darah merah, darah putih, maupun trombosit. An. D
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara milik pasangan Yuni dan Winu. Mereka
berdomisili di Sukabumi. Ketiganya datang ke Bandung untuk berobat di Rumah
Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Yuni mengatakan, An. D merupakan anak yang aktif
dan cerdas. Di SD Pamoyanan Sukabumi, tempat An. D bersekolah ia kerap
mendapat ranking kelas.

Gejalanya muncul ketika dia pulang sekolah. Mau jalan lemes, mau ngaji
lemes. Kemudian Ibunda Dhani terkejut ketika esok harinya melihat bagian pipi
An. D membiru seperti terkena pukulan, wajahnya seketika pucat pasi dengan
telapak tangan memutih. Kemudian mimisan, gusi berdarah. Kemudian Ia pun
memboyong An. D ke dokter di RS Samsudin, Sukabumi. Selama di rumah sakit
An. D melakukan transfusi darah. Keadaanya berangsur membaik. "Kata dokter
kelainan darah,". Namun, sepulang dari rumah sakit. An. D mendadak kejang dan
sesak saat tengah bermain bersama adiknya. Ia pun kembali mendapat perawatan di
RS Samsudin. Namun, kali ini dokter menyarankan agar An. D segera dibawa ke
RSHS Bandung. Dokter langsung melakukan biopsi sumsum tulang belakang.
Akhirnya dokter menyatakan An. D positif anemia aplastik. Ibunda An. D pun kaget
dengan vonis dokter. Apalagi tidak ada riwayat medis dari keluarganya yang pernah
mengalami penyakit itu. Dan dokter menyebut sampai saat ini belum ada obat untuk
mengobati penyakit tersebut.

2
Adapun operasi cangkok sumsum tulang belakang bisa dilakukan, namun
jelas perlu biaya besar. Selain itu, persentase keberhasilannya pun fifty-fifty.
Solusinya, bertahan dengan transfusi trombosit saja. Namun kebutuhan darah An.
D yang banyak membuat Orang tua An. D kewalahan. Per hari, An. D minimal
butuh 8 kantong trombosit dan 2 kantong sel darah merah. Karena kalau manusia
normal, trombositnya idealnya 150.000 ke atas, An. D ini bisa anjlok 20.000
trombositnya. Dengan kondisi An. D saat ini proses transfusi menjadi satu-satunya
cara memperpanjang harapan hidup An. D. Kalau sedang ngedrop atau telat
transfusi, An. D mengalami pendarahan.

3
BAB III

PEMBAHASAN PERSPEKTIF MEDIS TENTANG TRANSFUSI DARAH

A. Definisi
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis
darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya (Sudoyo, 2006).
Transfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah
seperti plasma, sel darah merah, atau trombosit melalui jalur IV (Potter, 2005).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980, definisi transfusi darah
adalah tindakan medis memberikan darah kepada seorang penderita yang
darahnya telah tersedia dalam botol kantong plastik. Usaha transfusi darah
adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan
penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang
mencakup masalah-masalah pengadaan, pengolahan, dan penyampaian darah
kepada orang sakit. Darah yang digunakan adalah darah manusia atau bagian-
bagiannya yang diambil dan diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan
pemulihan kesehatan. Penyumbang darah adalah semua orang yang
memberikan darah untuk maksud dan tujuan transfusi darah (PMI, 2002).
Dalam pemberian darah harus diperhatikan kondisi pasien, kemudian
kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golonngan darah,
danperiksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak) , homogenitas (bercampur
atau tidak). Adapun tujuan dilakukannya transfusi darah adalah sebagai berikut
:
a. Untuk meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan,
trauma, atau perdarahan.
b. Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk
mempertahankan kadar hemoglobin pada klien yang menderita anemia
berat.

4
c. Untuk memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi
pengganti (misalnya faktor-faktor pembekuan plasma untuk membantu
mengontrol perdarahan pada klien penderita hemofilia).

B. Indikasi Pemberian Transfusi


1. Indikasi Untuk Transfusi Sel Darah Merah.
a) Indikasi satu – satunya untuk transfusi sel darah merah adalah kebutuhan
untuk memperbaiki penyediaan oksigen ke jaringan dalam jangka waktu
singkat. Kadar hemoglobin rendah tidak boleh menjadi satu – satunya
alasan transfusi, karena banyak lagi factor yang penting; termasuk usia
penderita, dan keadaan umum serta besarnya penurunan kadar
hemoglobin. Penderita dengan kadar hemoglobin yang menurun secara
tiba – tiba akan merasa sakit dan memang membutuhkan transfusi.
Walaupun kadar hemoglobin cukup rendah (misalnya 80 g/l), namun
dapat ditoleransikan penderita yang tubuhnya masih mempunyai waktu
untuk beradaptasi, karena penurunan kadar terjadi secara bertahap
salama berminggu – minggu atau berbulan – bulan, sehingga penderita
itu biasanya lebih baik diobati dengan cara lain.
b) Kehilangan darah yang akut—Jika darah hilang karena trauma atau
pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah maupun volume
darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hilang, maka
darah lengkap yang harus diberikan; jika kurangn daripada separuh,
maka konsentrat sel darah merah dan plasma expanders yang diberikan.
c) Transfusi darah prabedah—Biasanya lebih aman memperbaiki anemia
dengan hematinik yang sesuai, jika penyebabnya diketahui. Jika anemia
prabedah tidak dapat diatasi dengan cara tersebut (misalnya, jika
pembedahan bersifat darurat, atau penderita gagal dapat diatasi dengan
hematinik), dan kadar hemoglobin 80 g/l atau kurang, maka setiap
penderita boleh ditransfusi. Jika hemoglobin antara 80 dan 100 g/l,
setiap penderita harus dinilai secara perorangan sebelum keputusan
untuk memberikan transfusi dilakukan.

5
d) Anemia defisiensi besi—Penderita defisiensi besi tidak dapat
ditansfusikan, kecuali memang dibutuhkan untuk pembedahan segera
atau yang telah gagal berespon terhadap pengobatan dengan dosis
terapeutik penuh besi peroral. Transfuse pada defisiensi besi saja akan
menjadi mahal, dan dapat berbahaya karena meningkatnya kadar
hemoglobin, yang sebenarnya dapat meningkat sekitar 10 g/l/minggu
dengan pengobatan peroral yang adekuat, jika tidak terdapat penyakit
lain.
e) Anemia megaloblastik—Transfusi harus dihindarkan pada penderita ini,
karena dapat mencetuskan gagal jantung dan kematian karena
peningkatan tegangan pada jantung.
f) Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun—Kadang – kadang
penderita penykit keganasan, arthritis rheumatoid, atau proses radang
menahun tidak merespon terhadap hematinik, sehingga membutuhkan
transfuse darah.
g) Gagal ginjal—anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal
seharunya diobati dengan transfusi sel darah merah maupun dengan
eritropoietin manusia rekombinan.
h) Gagal sumsum tulang—penderita gagal sumsum tulang karena
leukemia, pengobatan sitotoksin, atau infiltrasi keganasan akan
membutuhkan buka saja sel darah merah, namun juga komponen darah
yang lain.
i) Penderita yang tergantung transfusi—penderita sindrom talasemia berat,
anemia aplastik, dan anemi sideroblastik membutuhka tansfusi secara
teratur setiap empat sampai enam minggu, sehingga mereka mampu
menjalani kehidupan yang normal-bagi anak-anak, dan petumbuhan
yang normal.
j) Penyakit sel bulan sabit—beberapa penderita penyakit ini juga
membutuhkan transfusi secara teratut, terutam setelah stroke, karena
“sindrom dada” berulang yang mengancam jiwa, dan selama kehamilan.
Pemilohan sel darah merarh pada penderita bukan keturunan eropa

6
bagian utara, memerlukan penyaring tambahan terutama pada antigen
Kell, dan semua antigen Rh. Beberapa penderita penyakit sel bulan sabit
membutuhkan transfusi pengganti pada kedaruratan seperti hipoksia
berat, stroke, priapisme. Tujuanya untuk mengurangi jumlah
hemoglobin S sampai kurang daripada 20% total, sambil secara bertahap
meningkatkan kadar hemoglobin total menjadi 120-145 g/I.
k) Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi
pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau
anemia.
2. Indikasi lain untuk transfusi pengganti mencangkup beberapa kasus tertentu
malaria berat karena plasmodium falciparum dan septicemia meningokokus.
3. Indikasi pemberian transfusi darah antara lain :
a) Untuk memberikan volume darah yang adekuat.
b) Mencegah syok hemoragik.
c) Meningkatkan kapasitas pembawaoksigen darah.
d) Megganti trombosit atau faktor pembeku darah untukpertahankan
hemostatis.

C. Penggolongan darah
Menentukan golongan darah seseorang tidak diperlukan biaya yang
besar dan relatif mudah karena hanya memerlukan beberapa tetes dari sampel
darah. Sebuah serum anti-A dicampur dengan satu atau dua tetes sampel darah.
Serum lainnya dengan anti-B dicampurkan pada sisa sampel. Penilaian
dilakukan dengan memperhatikan apakan ada penggumpalan pada salah satu
sampel darah tersebut. Sebagai contoh, apabila sampel darah yang dicampur
serum anti-A tersebut menggumpal namun tidak menggumpal pada sampel
darah yang dicampur serum anti-B maka antigen A ada pada sampel darah
tersebut. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sampel darah tersebut
diambil dari orang dengan golongan darah A.
Berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia
dibedakan atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok orang

7
dengan Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki antigen-Rh yang
ditunjukkan dengan reaksi positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada
waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh). Kelompok satunya lagi
adalah kelompok orang dengan Rh-negatif (Rh), berarti darahnya tidak
memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi negatif atau tidak terjadi
penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).
Sebaliknya, alasan untuk pengujian sel darah merah resipien karena
adanya antibody Rh adalah karena antigen D sangat imunogenik; secara kasar
90% golongan Rh negative ditranfusikan dengan satu atau lebih dari satu unit
darah Rh positif akan menimbulkan anti-D. Antibodi Rh imun akan
menghancurkan sel darah Rh positif dan dapat menyebabkan reaksi transfusi
hemolitik, demikian pula dengan penyakit hemolitik pada neonatus dapat
menyebabkan kematian. Jadi, penting sekali bahwa wanita usia subur
menerima darah yang digolongkan Rh-nya sebelum tranfusi. Wanita dengan Rh
negative harus ditransfusikan hanya dengan darah negative Rh.

Golongan Antigen A Antigen B Antibodi Antibodi


Darah Anti-A Anti-B
A + - - +
B - + + -
O - - + +
AB + + - -

D. Pengambilan Darah Donor


Seorang calon donor yang datang ke UTD akan diminta untuk menbaca
dan menjawab sendiri persyaratan-persyaratan menjadi donor, mengisi
formulir pendaftaran donor dan diperbolehkan untuk menanyakan hal-hal yang
tidak dimengerti kepada petugas. Riwayat medis calon donor akan ditanyakan.
Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan hemoglobin dengan mengambil
darah dari ujung jari anda untuk diperiksa. Dokter akan melalukan pemeriksaan
fisik sederhana dan tekanan darah dan akan memberikan pertanyaan
sehubungan dengan isian formulir pendaftaran. Pengambilan darah akan
mengambil waktu kurang lebih 15 menit (PMI, 2002).

8
Seorang asisten atau laboran akan bersama calon pendonor dan calon
pendonor diminta untuk beristirahat selama 5-10 menit dalam posisi berbaring.
Lama penyumbangan bervariasi terbantung dari banyak tidaknya penyumbang
darah. Pengambilan donor darah dilakukan secara bergantian. Darah yang
diambil sekitar 250cc atau 350 cc, kira-kira 7-9% dari volume rata-rata orang
dewasa. Darah dikumpulkan ke dalam kantung plastik 250 ml yang
mengandung 65 – 75 mL CPC (Citrate Phosphate Dextrose) atau ACD (Acid
Citrate Dextrose). Volume tersebut akan digantikan oleh tubuh dalam waktu
24-48 jam dengan minum yang cukup (PMI, 2002).
Setelah menyumbangkan darah, pendonor dipersilahkan menuju ruang
istirahat sambil duduk untuk memberikan kesempatan tubuh menyesuaikan diri
sambil menikmati hidangan. Kartu donor akan diberikan sebelum
meninggalkan ruangan (PMI, 2002).
E. Skrining atau Pemeriksaan Uji Saring
Transfusi darah merupakan jalur ideal bagi penularan penyebab infeksi
tertentu dari donor kepada resipien. Untuk mengurangi potensi transmisi
penyakit melalui transfusi darah, diperlukan serangkaian skrining terhadap
faktor-faktor risiko yang dimulai dari riwayat medis sampai beberapa tes
spesifik. Tujuan utama skrining adalah untuk memastikan agar persediaan
darah yang ada sedapat mungkin bebas dari penyebab infeksi dengan cara
melacaknya sebelum darah tersebut ditransfusikan. Untuk skrining donor darah
yang aman maka pemeriksaan harus dilakukan secara individual (tiap
individual bag atau satu unit darah). Jenis pemeriksaan yang digunakan sesuai
dengan standard WHO, dalam hal ini meliputi pemeriksaan atas sifilis, hepatitis
B, hepatitis C dan HIV. Metode tes dapat menggunakan uji cepat khusus (rapid
test), automated test maupun ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay).
Laboratorium yang menguji 1-35 donasi per minggu sebaiknya menggunakan
rapid test. Laboratorium yang menguji 35-60 donasi per minggu sebaiknya
menggunakan metoda uji aglutinasi partikel dan yang menguji lebih dari 60
donasi per minggu sebaiknya menggunakan EIA. Metode yang umum
digunakan di UTD cabang adalah rapid test (Depkes RI, 2001).

9
Dalam mempertimbangkan berbagai pengujian, perlu disadari data
yang berkaitan dengan sensitivitas dan spesifitas masing-masing pengujian.
Sensitivitas adalah suatu kemungkinan adanya hasil tes yang akan menjadi
reaktif pada seorang individu yang terinfeksi, oleh karena itu sensitivitas pada
suatu pengujian adalah kemampuannya untuk melacak sampel positif yang
selemah mungkin. Spesifisitas adalah suatu kemungkinan adanya suatu hasil
tes yang akan menjadi non-reaktif pada seorang individu yang tidak terinfeksi,
oleh karena itu spesifitas suatu pengujian adalah kemampuannya untuk
melacak hasil positif non-spesifik atau palsu (Depkes RI, 2001).
Dalam mempertimbangkan masalah penularan penyakit melalui
transfusi darah, perlu diingat bahwa seorang donor yang sehat akan
memberikan darah yang aman. Donor yang paling aman adalah donor yang
teratur, sukarela, dan tidak dibayar. Jelasnya bahwa para donor yang berisiko
terhadap penyakit infeksi harus didorong agar tidak menyumbangkan darahnya
(Depkes RI, 2001).

F. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Transfusi Darah


1. Golongan dan Tipe Darah
Golongan darah yang paling penting untuk transfusi darah ialah sistem
ABO, yang meliputi golongan berikut golongan berikut : A, B, O dan AB.
Penetapan golongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah
merah A dan B. Individu dengan antigen A, antigen B, atau tidak memiliki
antigen yang termasuk dalam golongan darah A, B, dan O. Individu dengan
antigen A dan B memiliki golongan darah AB (Long et al,1993).
2. Reaksi Transfusi.
Reaksi transfusi adalah respons sistemik tubuh terhadap ketidak cocokan
darah donor dengan darah resipien. Reaksi ini disebabkan ketidak cocokan
sel darah merah atau sensitivitas alergi terhadap leukosit, trombosit atau
komponen protein plasma pada darah donor atau terhadap kalium atau
kandungan sitrat di dalam darah. Transfusi darah juga dapat menyebabkan
penularan penyakit.

10
G. Komplikasi Tranfusi Darah
Banyak kesalahan yang terjadi pada saat perawat memberikan
transfusi darah ke klien. Kesalahan ini berupa kesalahan pengambilan
sampel untuk pemeriksaan, kesalahan dalam memberikan label, kesalahan
yang bersifat teknis ataupun kesalahan akibat kurangnya pemahaman
perawat dalam memilih komponen darah yang sesuai dengan spesifikasi.
Kesalahan juga sering terjadi pada situasi sibuk, dimana jumlah perawat
lebih sedikit dibandingkan jumlah klien. Ditambah lagi situasi kerja di
ruangan yang under pressure sehingga fokus perhatian perawat untuk
melakukan pengecekan darah secara detail sebelum pemberian transfusi
menjadi berkurang. Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak dilakukan
secara sengaja ini dapat mengurangi keselamatan klien dalam menjalani
proses transfusi sehingga banyak sekali reaksi efek samping dari transfusi
yang pada akhirnya harus ditanggung oleh klien. Komplikasi reaksi
transfusi darah, yaitu:
1. Reaksi hemolitik
Secara umum ada dua kelompok reaksi hemolitik akibat transfusi
yaitu reaksi hemolitik yang disebabkan proses imun (immune mediated
hemolysis) dan non-imun (non-immune mediated hemolysis). Reaksi
hemolitik yang disebabkan oleh proses imun terdiri dari reaksi hemolitik
akut (acute hemolytic transfusion reaction, AHTR) dan reaksi hemolitik
lambat (delayed hemolytic transfusion reaction, DHTR), sedangkan
reaksi hemolitik lain yang dapat terjadi selama atau setelah transfusi
lebih dikenal sebagai reaksi pseudo-hemolitik (pseudo-hemolytic
transfusion reaction)
a. Reaksi hemolitik akut
Pada kasus kegawatdaruratan di bidang hematologi, AHTR
merupakan masalah yang sangat serius karena terjadi destruksi
eritrosit donor yang sangat cepat (kurang dari 24 jam). Pada
umumnya AHTR disebabkan oleh kesalahan dalam identifikasi
sampel darah resipien atau dalam pencocokan sampel darah resipien

11
dan donor (crossmatch). Sebagian besar terjadi pada saat transfusi
whole blood (WB) atau packed red cell (PRC) dan jarang terjadi pada
transfusi fresh frozen plasma (FFP), trombosit, imunoglobulin, dan
faktor VIII nonrekombinan. Angka kejadian diperkirakan 1 : 250
000 - 600 000. Reaksi hemolitik ini adalah reaksi transfusi yang
paling berat yang berhubungan dengan inkompatibilitas ABO.
Inkompatibilitas ABO dapat terjadi akibat antibodi yang didapat
secara alami bereaksi melawan antigen dari transfusi (asing),
mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan hemolisis
intravascular. Manifestasi klinis yang dapat terjadi akibat
inkompatibilitas ABO antala lain demam, menggigil, kemerahan,
nyeri pada punggung bagian bawah, takikardi dan hipotensi, kolaps
pembuluh darah sampai henti jantung.
b. Reaksi hemolitik lambat
Pada DHTR, reaksi hemolitik sering diketahui saat
dilakukan evaluasi tentang respons antibodi (Rhesus,Kell, Duffy,
Kidd, dan antibodi non-ABO lainnya) setelah terpapar dengan
antigen berupa eritrosit donor. Antibodi tidak dikenali pada saat
dilakukan crossmatch sebelum transfusi karena interaksi antigen-
antibodi merupakan respons imun sekunder yang diketahui setelah
3 sampai 7 hari. Angka kejadiannya diperkirakan 1 : 6.000 sampai
33.000. DHTR diawali dengan reaksi antigen-antibodi yang terjadi
di intravaskular, namun proses hemolitik terjadi secara
ekstravaskular. Plasma donor yang mengandung eritrosit merupakan
antigen (major incompatability) yang berinteraksi dengan IgG dan
atau C3b pada resipien. Selanjutnya eritrosit yang telah diikat IgG
dan C3b akan dihancurkan oleh makrofag di hati. Jika eritrosit donor
diikat oleh antibodi (IgG1 atau IgG3) tanpa melibatkan komplemen,
maka ikatan antigen-antibodi tersebut akan dibawa oleh sirkulasi
darah dan dihancurkan di limpa.

12
Gejala dan tanda klinis DHTR timbul 3 sampai 21 hari
setelah transfusi berupa demam yang tidak begitu tinggi, penurunan
hematokrit, peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi, ikterus
prehepatik, dan dijumpainya sferositosis pada apusan darah tepi.
Beberapa kasus DHTR tidak memperlihatkan gejala klinis, tetapi
setelah beberapa hari dapat dijumpai DAT yang positif. Haptoglobin
yang menurun dan dijumpainya hemoglobinuria dapat terjadi, tetapi
jarang terjadi GGA. Kematian sangat jarang terjadi, tetapi pada
pasien yang mengalami penyakit kritis, DHTR akan memperburuk
kondisi penyakit.
c. Reaksi Pseudohemolitik
Reaksi pseudo-hemolitik akibat transfusi merupakan reaksi
hemolitik lain yang terjadi pada darah donor selama atau setelah
transfusi diberikan, yang bukan merupakan reaksi transfusi. Gejala
dan tanda klinis hampir sama dengan reaksi hemolitik akibat reaksi
transfusi. Reaksi pseudohemolitik dapat berhubungan dengan proses
imun maupun non-imun. Pada reaksi pseudohemolitik akibat
transfusi dijumpai reaksi yang compatible pada pemeriksaan
crossmatch dan DAT yang negatif. Reaksi infeksi
a. Hepatitis – Hepatitis A bukan penyakit yang dikaitkan dengan
transfusi. Uji untuk anti gen permukaan hepatitis B (HBsAg)
selalu harus dikerjakan. Sebagian besar kasus hepatitis non-A
,non-B disebabkan oleh infeksi hepatitis C . Uji penyaringan anti
bodi terhadap virus hepatitis C (anti-HCF) di mulai di Inggris
pada tahun 1991. Riwayat ikterus (hepatitis) bukan indikator
kemungkinan pembawa virus hepatitis yang dapat diandalkan
b. Penularan malaria melalui transafusi sel darah merah merupakan
masalah yang dapat berakibat serius di Inggris. Pencegahan
tergantung pada wawancara dengan donor secara
cermat,tentang perjalanan keluar negeri, penundaaan
pendonoran, oleh mereka yang baru saja mengunjungi daerah

13
endemis penyakit tertentu, dan dalam beberapa kasus, uji
imunologis untuk anti bodi malaria.
c. Virus imunodefisiensi manusia (HIV 1 dan 2) jarang ditularkan
melalui transfusi di Inggris, namun demikian tetap merupakan
keprihatinan utama masyarakat, walaupun penyaringan semua
pendonoran telah dilakukan sejak 1985. Uji gabungan untuk
antibody terhadap HIV 1 dan 2 digunakan pada penyaringan
donor. Uji tersebut harus bersifat pelengkap, supaya tidak
mengambil darah dari mereka yang dicurigai telah berisiko
terkena infeksi, sehingga menghindarkan penggunaan darah
yang didonorkan pada saat stadium awal infeksi, ketika uji
penyaringan laboratorium dapat memberikan hasil negatif.
d. Sifilis lebih menimbulkan persoalan teoritis daripada masalah
praktisnya, dan donor tidak ditanyakan secara spesifik tentang
infeksi yang terjadi sebelumnya. Penyaringan rutin pendonoran
darah masih terus dijalankan, walaupun mungkin lebih berguna
untuk deteksi orang-orang berisiko infeksi penyakit akibat
hubungan seks (termasuk HIV) daripada untuk pencegahan
penularan sifilis.
e. Agen infektif lain dapat menjadi bahaya bagi resipien tertentu,
sebagai contoh, sitomegalovirus pada penderita yang
terimunosupresi. Dindikasikan supaya penyaringan pendonoran
secara selektif dilakukan sebelum transfusi, karena riwayat
kesehatan tidak membantu dalam penyeleksian donor yang
“aman”.

14
BAB IV

PANDANGAN ISLAM DAN MUHAMMADIYAH TENTANG TRANSFUSI


DARAH

Transfusi darah merupakan salah satu bentuk upaya penyembuhan manusia


ketika diserang penyakit karena manusia tidak boleh berputus asa pada penyakit
yang menimpanya. Menyumbangkan darah kepada orang lain yang amat
membutuhkannya menurut kesepakatan para ahli fikih termasuk dalam kerangka
tujuan syariat Islam, yaitu menghindarkan salah satu bentuk kemudaratan yang
akan menimpa diri seseorang. Sebagai sesuatu hal yang tidak dikenal dalam kajian
klasik Islam pembahasan tentang transfusi darah dapat ditemukan landasan ushul
fiqhnya dari zaman klasik. pada umumnya pembicaraan tentang transfusi darah
mencapai kesimpulan dibolehkan dilaksanakannya namun berbeda pendapat pada
kasus-kasus yang muncul. Di antara landasan hukumnya adalah:

a. Al-Quran
َ‫ل ِإثْ ََم َعلَ ْي ِه‬
َ َ َ‫ل َعادَ ف‬
َ َ ‫ْر َباغَ َو‬ ُ ‫ض‬
ََ ‫ط ََّر َغي‬ َِ ‫ّللاِ َۖ فَ َم‬
ْ ‫نا‬ ََّ ‫ْر‬ ََّ ‫ير َو َما أ ُ ِه‬
َِ ‫ل ِب َِه ِلغَي‬ َِ ‫ِإنَّ َما َح َّر ََم َعلَ ْي ُك َُم ْال َم ْيت َ َةَ َوالد َََّم َولَحْ ََم ْال ِخ ْن ِز‬
َ‫ّللاَ َغفُورَ َر ِحيم‬
ََّ ‫ن‬ََّ ِ‫َۖ إ‬

Artinya:”Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai,


darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S Al-Baqarah
173)

Selain itu ada hadits Nabi menganjurkan kita untuk membantu saudara kita
dan menghilangkan beban penderitaan mereka. Rasulullah bersabda:

“Barang siapa di antara kalian yang mampu untuk memberikan


manfaat kepada saudaranya maka hendaknya dia melakukannya.” (HR.
Muslim 4/1476).

15
Transfusi Darah Menurut Ushul Fiqh Dalam kajian ushul fiqh, transfusi
darah masih diperbincangkan apakah termasuk bab ibadah, bab muammalah atau
jinayah. Apakah darah merupakan “barang‟ sehingga boleh dimiliki atau ”bukan
barang‟ sehingga tidak boleh dimiliki, apakah kegunaan transfusi darah hanya
boleh untuk kepentingan sosial atau boleh juga untuk dibisniskan. Menurut ushul
fiqh pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis
mutawasithah. Maka dalam kajian ibadah darah tersebut hukumnya haram untuk
dimakan dan dimanfaatkan, sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat
3 yaitu :

َ‫َو َما‬َ ُ‫َوالنَّ ِطي َحة‬َ ُ‫َو ْال ُمت ََر ِديَة‬
َ ُ ‫َو ْال ََم ْوقُوذَة‬
َ ُ‫َو ْال ُم ْن َخنِقَة‬ َّ ‫َو َماَأ ُ ِهلََّ ِلغَي ِْر‬
َ ‫َّللاَِبِ ِه‬ َ ‫ير‬ِ ‫َال ِخ ْن ِز‬ ْ ‫َولَحْ ُم‬
َ ‫َوالدَّ ُم‬َ ُ‫َال َم ْيتَة‬ ْ ‫تَ َعلَ ْي ُك ُم‬ ْ ‫ُح ِر َم‬
ِ ‫سَالَّذِينَ َ َكفَ ُر‬
َ‫واَم ْن‬ ْ َ‫َوأ َ ْنَت َ ْست َ ْق ِس ُمواَبِ ْاْل َ ْز َل ِمََ َٰذَ ِل ُك ْمَفِسْق‬
َ ِ‫َۗاليَ ْو َمَيَئ‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ص‬ ُ ُّ‫َو َماَ َذ ُبِ َحَ َعلَىَالن‬ َّ ‫أ َ َكلََال‬
َ ‫سبُ ُعَإِ َّلَ َماَذَ ََّك ْيت ُ ْم‬
َ‫َاْلس َْل َمَدِينًاََفَ َم ِن‬ِ ْ ‫ضيتُ َلَ ُك ُم‬ َ ِ ‫يَو َر‬َ ِ‫َوأَتْ َم ْمتُ َ َعلَ ْي ُك ْمَنِ ْع َمت‬ َ ‫َاليَ ْو َمَأ َ ْك َم ْلتُ َلَ ُك ْمَدِينَ ُك ْم‬
ْ َ‫اخش َْو ِن‬ ْ ‫َو‬ َ ‫دِينِ ُك ْمَفَ َلَت َْخش َْو ُه ْم‬
َ‫َر ِحيم‬ َّ ‫َْلثْمََۙفَإ ِ َّن‬
َ ‫َّللاََ َغفُور‬ ُ ‫ض‬
َ ‫ط َّرَفِيَ َم ْخ َم‬
ِ ِ ‫صةَ َغي َْرَ ُمت َ َجانِف‬ ْ ‫ا‬

Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging


hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib
dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat tersebut di atas pada dasarnya melarang memakan maupun


mempergunakan darah, baik secara langsung ataupun tidak. Akan tetapi apabila
darah merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang

16
kehabisan darah, maka mempergunakan darah dibolehkan dengan jalan transfusi.
Bahkan melaksanakan transfusi darah dianjurkan demi kesehatan jiwa manusia
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 32 yang berbunyi sebagai
berikut:

َ َّ‫ضَفَ َكأَنَّ َماَقَتَلََالن‬


َ‫اسَ َج ِميعًا‬ ِ ‫يَاْل َ ْر‬
َ ْ ِ‫سادَف‬ َ َ‫ساَبِ َغي ِْرَنَ ْفسَأ َ ْوَف‬ ً ‫ِم ْنَأَجْ ِلَ َٰذَلِكَ َ َكت َ ْبنَاَ َعلَ َٰىَبَنِيَإِس َْرائِيلََأَنَّهَُ َم ْنَقَتَلََنَ ْف‬
َ‫ض‬ ْ ِ‫اَم ْن ُه ْمَ َب ْعدََ َٰذَلِكَ َف‬
ِ ‫يَاْل َ ْر‬ ِ ‫ير‬ًَ ِ‫سلُنَاَبِ ْالبَ ِينَاتَِث ُ َّمَإِ َّنَ َكث‬ ُ ‫َولَقَدَْ َجا َءتْ ُه ْم‬
ُ ‫َر‬ َ َ‫َج ِميعًا‬
َ ‫اس‬ َ َّ‫َو َم ْنَأَحْ يَاهَاَفَ َكأَنَّ َماَأَحْ يَاَالن‬
ََ‫َل ُمس ِْرفُون‬

Artinya : “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak
diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan dimuka bumi”

Yang demikian itu sesuai pula dengan tujuan syariat Islam, yaitu bahwa
sesungguhnya syariat Islam itu baik dan dasarnya ialah hikmah dan kemaslahatan
bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan yang
terkandung dalam mempergunakan darah dalam transfusi darah adalah untuk
menjaga keselamatan jiwa seseorang yang merupakan hajat manusia dalam keadaan
darurat, karena tidak ada bahan lain yang dapat dipergunakan untuk menyelamatkan
jiwanya. Maka, dalam hal ini najis seperti darah pun boleh dipergunakan untuk
mempertahankan kehidupan. Misalnya seseorang yang menderita kekurangan
darah karena kecelakaan, maka dalam hal ini diperbolehkan menerima darah dari
orang lain. Hal tersebut sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang
yang keadaannya darurat. Islam membolehkan hal-hal yang makruh dan yang
haram bila berhadapan dengan hajat dan darurat. Dengan demikian transfusi darah

17
untuk menyelamatkan seorang pasien dibolehkan karena hajat dan keadaan darurat.
Kebolehan mempergunakan darah dalam transfusi dapat dipakai sebagai alasan
untuk mempergunakannya kepada yang lain, kecuali apabila ada dalil yang
menunjukkan kebolehannya. Hukum Islam melarang hal yang demikian, karena
dalam hal ini darah hanya dibutuhkan untuk ditransfer kepada pasien yang
membutuhkannya saja.

Mengenai Hukum menerima transfusi darah dari non-muslim. Menurut ust.


Ahmad sarwat pada hakikatnya tubuh orang kafir bukan benda najis. Buktinya
mereka tetap dibolehkan masuk ke dalam masjid-masjid mana pun di dunia ini,
kecuali masjid di tanah haram. Kalau tubuh orang kafir dikatakan najis, maka tidak
mungkin Abu Bakar minum dari satu gelas bersama dengan orang kafir. Kalau kita
belajar fiqih thaharah, maka kita akan masuk ke dalam salah satu bab yang
membahas hal ini, yaitu Bab Su'ur.

Di sana disebutkan bahwa su'ur adami (ludah manusia) hukumnya suci,


termasuk su'ur orang kafir. Maka hukum darah orang kafir yang dimasukkan ke
dalam tubuh seorang muslim tentu bukan termasuk benda najis. Ketika darah itu
baru dikeluarkan dari tubuh, saat itu darah itu memang najis. Dan kantung darah
tentu tidak boleh dibawa untuk shalat, karena kantung darah itu najis.

Namun begitu darah segar itu dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka
darah itu sudah tidak najis lagi. Dan darah orang kafir yang sudah masuk ke dalam
tubuh seorang muslim juga tidak najis. Sehingga hukumnya tetap boleh dan
dibenarkan ketika seorang muslim menerima transfusi darah dari donor yang tidak
beragama Islam.

18
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’annulkarim

Contreras, Marcelo.1995.Petunjuk Penting Transfusi Darah.Jakarta:EGC.

Perry dan Potter.2005.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC.

Saputra, Lyndor. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar


Kemanusiaan.Jakarta:Binarupa Aksara Publisher.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., et. al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

20

Anda mungkin juga menyukai