LAPORAN KASUS
SIROSIS HEPATIS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. O
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Cijambe, Kadupandak Kadui
Jenis anamnesis : autoanamnesis dilakukan pada 30 Mei 2018 pukul 07.00 WIB.
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Os datang ke RSUD Cianjur dengan keluhan perut membesar rata dan dirasa tidak
ada benjolan ± 2 minggu SMRS. Tiga minggu SMRS pasien mengeluh mual (+) terutama
pada saat makan dan pasien mudah merasa kenyang. Sehingga nafsu makan menurun.
Perut terasa kembung. Perut terasa membesar disertai dengan sakit diseluruh lapang
perut.
Satu Minggu SMRS pasien mengeluh sesak nafas hilang timbul dan dirasa semakin
memberat. Sesak tidak disertai dengan nyeri dada dan tidak dipengaruhi oleh cuaca,
aktifitas, maupun posisi. Jantung berdebar tidak ada (-). Mual yang berlebihan. Badan
terasa lemas.
Os mengeluh juga BAB cair dan berwarna hitam seperti kecap ± 1 hari SMRS,
sebanyak 5 x. Badan terasa lemas (+) , sakit kepala (+), dan demam namun tidak tinggi.
BAK normal.
1
Riwayat Penyakit Dahulu:
Sebelumnya os tidak pernah mengeluhkan sakit serupa seperti ini. Diabetes melitus
disangkal. Hipertensi disangkal. Asma disangkal.
Satu tahun lalu pasien pasien pernah dirawat karna kuning dan BAK seperti teh
Riwayat Alergi :
Disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Belum pernah berobat ke dokter untuk keluhan perut membesar.
Os mengaku hanya minum obat penghilang sakit untuk keluhan sakit kepala yang dibeli
di warung.
Riwayat Psikososial :
Os mengaku makan teratur, dan jarang beli makan dari luar.
Os mengaku sering merokok sebelum muncul keluhan sakit dan sering mengkonsumsi
minuman berenergi terutama saat bekerja.
Minum alcohol dan riwayat transfuse darah disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum :
Sakit berat
Kesadaran :
Composmentis
Tanda vital :
• Tekanan darah : 110/90 mmHg
• Nadi : 100x/menit, irama nadi teratur, regular, kualitas cukup
• RR : 27x/menit
2
• Suhu : 37,8 o C
Status Generalis :
Kulit : turgor kulit kembali cepat
Kepala : Normocephal, rambut bewarna hitam distribusi rata.
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-), hidung bagian luar tidak ada
kelainan, pernapasan cuping hidung (-).
Mulut : mukosa bibir lembab (+), frenulum lidah tidak ikterik.
Leher : Pembesaran KGB (-), tidak ada peningkatan JVP, pembesaran tiroid (-).
Thorax :
I : simetris, retraksi (-), spider nevi (-), ictus cordis tidak tampak.
P : vocal fremitus ki=ka, ictus cordis teraba di ICS V midklavikula.
P : cor : kanan relatif : linea sternalis kanan
Kanan absolut : linea sternalis kiri
Kiri relatif : linea axillaris media bawah
Kiri absolut = ictus cordis
Pulmo : sonor di seluruh lapang paru.
A: cor : S1 / S2 murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Pulmo : VBS ki=ka, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
I : tampak cembung, mengkilat, caput medusa (+)
P : perabaan keras, tegang.
A : BU (+)N, bising terdengar di daerah ulu hati (+)
P : Shifting dullness (+), Nyeri tekan epigastrium (+). Nyeri tekan perut kanan
atas (+). Nyeri tekan perut kanan bawah (+). Nyeri tekan perut kiri atas (+). Nyeri
tekan perut kiri bawah (-). Hepar teraba dua jari di bawah arcus costa, lien tidak
teraba.
Genitalia : dalam batas normal
Ekstremitas
Atas : akral hangat, CRT < 2 detik, ikterik (-/-), edema (-/-), liver nail (-), palmar eritem
(+)
Bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, ikterik (-/-), edema (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium
3
24/05/2018
Hematokrit 36.6 ↓ 42 - 52 %
RESUME
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke RSUD Cianjur dengan keluhan perut
membesar rata dan dirasa tidak ada benjolan ± 2 minggu SMRS. Tiga minggu SMRS
pasien mengeluh mual (+) terutama pada saat makan dan pasien mudah merasa kenyang.
4
Sehingga nafsu makan menurun. Perut terasa kembung. Perut terasa membesar disertai
dengan sakit diseluruh lapang perut. Satu Minggu SMRS pasien mengeluh sesak nafas
hilang timbul dan dirasa semakin memberat. Sesak tidak disertai dengan nyeri dada dan
tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktifitas, maupun posisi. Mual yang berlebihan. Badan
terasa lemas. Os mengeluh juga BAB cair dan berwarna hitam seperti kecap ± 1 hari
SMRS, sebanyak 5 x. Badan terasa lemas (+) , sakit kepala (+), dan demam namun tidak
tinggi. BAK normal.
Satu tahun SMRS pasien pernah di rawat di RS karena kuning dan BAK berwarna
seperti teh
Pemeriksaan Fisik : Tekanan darah : 110/90 mmHg. Nadi : 100x/menit, irama nadi teratur,
regular, kualitas cukup. RR : 27x/menit. Suhu : 37,8 o C
Status generalis :
Abdomen : tampak cembung, mengkilat, caput medusa (+), perabaan keras, tegang. BU
(+)N, bising terdengar di daerah ulu hati (+), Shifting dullness (+), Nyeri tekan
epigastrium (+). Nyeri tekan perut kanan atas (+). Nyeri tekan perut kanan bawah (+).
Nyeri tekan perut kiri atas (+). Nyeri tekan perut kiri bawah (-). Hepar teraba dua jari di
bawah arcus costa, lien tidak teraba.
Pemeriksaan Penunjang : Hb: 10.2 g/dl, Trombosit : 106x 10^3/ul, bilirubin Total 3,67 mg
%, SGOT: 390 U/L, SGPT: 174 U/L, dan HBsAg: Reactive
DIAGNOSIS KERJA
Ascites e.c susp. Sirosis hepatis e.c hepatitis B
DD/ Hepatoma
RENCANA PEMERIKSAAN
Pantau tanda vital
USG Abdomen
Cek laboratorium : Hematologi lengkap, Fungsi hati, cairan ascites.
5
RENCANA TINDAKAN
Pungsi ascites
FOLLOW UP
Tgl S O A/P
25/5/ Perut bengkak dan TD : 110/60 mmHg 1. Ascites e.c susp
2018 sakit (+), mual (+), Sirosis hati e.c
sesak (+), sakit HR : 100x/m hepatitis B
kepala (+), DD/Hepatoma
RR : 27x/m
BAB cair Th/ IVFD DS 5 %
berwarna hitam T : 36,90C 1000/24 jam
(+),
Kepala, Thorax DBN Kalnex 3 x 1 amp
BAK normal.
Mata: konjungtiva anemis +/ Vit K 3 x 2 IV
+, sklera ikterik +/+
Furosemid 3x20 mg IV
Abdomen : tampak cembung,
mengkilat, caput medusa (+), Spironolakton 1x100 mg
perabaan keras, tegang. BU
(+)N, bising terdengar di Ceftriakson 1x2gr IV
daerah ulu hati (+), Shifting
dullness (+), Nyeri tekan Omeprazole 2x40 mg IV
epigastrium (+). Nyeri tekan
perut kanan atas (+). Nyeri Ondancentron 1x8mg IV
tekan perut kanan bawah (+).
Nyeri tekan perut kiri atas Propanolol 3x10mg
(+). Nyeri tekan perut kiri
bawah (-). Hepar teraba dua Curcuma 3x1 tab
jari di bawah arcus costa,
lien tidak teraba. Neurobion 1x1
HB 11.2 (13.5-17.5)
Ht 35.5 (42-52)
6
LEUKOSIT 9.3 (4.8-10.8)
26/5/ Perut bengkak dan TD : 110/70 mmHg 1. Ascites e.c Sirosis hati
sakit (+), mual (+),
2018 DD/Hepatoma
sesak berkurang, HR : 80x/m
sakit kepala (+), Th/ IVFD Asering 500cc/24
RR : 20x/m
jam
BAB cair
berwarna hitam T : 36,90C Furosemid 3x20 mg IV
(+),
Spironolakton 1x100 mg
Kepala, Thorax DBN
BAK biasa. Laktulosa 3x1
Mata: konjungtiva anemis +/
Cefotaxime 1x1gr IV
+, sklera ikterik +/+
Ketorolac 1x30 gr IV
Abdomen : tampak cembung, Omeprazole 1x40 mg IV
mengkilat, caput medusa (+),
perabaan keras, tegang. BU Vit.K 3x1 IV
(+)N, bising terdengar di 2. Hipoalbuminemia
daerah ulu hati (+), Shifting
dullness (+), Nyeri tekan Vip albumin 2x2 tab
epigastrium (+). Nyeri tekan
perut kanan atas (+). Nyeri
tekan perut kanan bawah (+).
Nyeri tekan perut kiri atas
(-). Nyeri tekan perut kiri
bawah (-). Hepar teraba dua
jari di bawah arcus costa,
lien tidak teraba.
7
Abdomen : tampak cembung Vit K 3 x 2 IV
berkurang, caput medusa (+),
perabaan keras, tegang. BU Furosemid 3x20 mg IV
(+)N, bising terdengar di
daerah ulu hati (+), Shifting Spironolakton 1x100 mg
dullness (+), Nyeri tekan
epigastrium (+). Nyeri tekan Ceftriakson 1x2gr IV
perut kanan atas (+). Nyeri
tekan perut kanan bawah (+). Omeprazole 2x40 mg IV
Nyeri tekan perut kiri atas
(-). Nyeri tekan perut kiri Ondancentron 1x8mg IV
bawah (-). Hepar teraba dua
jari di bawah arcus costa, Propanolol 3x10mg
lien tidak teraba.
Curcuma 3x1 tab
Ekstremitas : Atas : liver nail
(-), palmar eritem (+). Neurobion 1x1
1. Hipoalbuminemia
8
(-). Nyeri tekan perut kiri Curcuma 3x1 tab
bawah (-). Hepar teraba dua
jari di bawah arcus costa, Neurobion 1x1
lien tidak teraba.
1. Hipoalbuminemia
Ekstremitas : Atas : liver nail
(-), palmar eritem (+). Vip Albumin 3x4 po
Fungsi Ascites
MN -> 94 (70-100)
Menyokong gambaran
hepatitis ditandai permukaan
tidak rata, parenkim kasar,
sudut tumpul, ascites masif
intraabdominal disertai
gambaran ileus paralitik.
Spleenomegali dengan
lienalis masih normal dan
mulai tampak pelebaran vena
porta ec hipertensi porta
9
29/5/ Perut bengkak dan TD : 110/70 mmHg 1. Ascites e.c Sirosis
sakit berkurang, hati e.c hepatitis B
2018
mual (+), sesak HR : 84x/m
berkurang, sakit Th/ IVFD DS 5 % 1000/24
kepala berkurang, RR : 20x/m jam
10
daerah ulu hati (+), Shifting Propanolol 3x10mg
dullness (+), Nyeri tekan
epigastrium (+). Nyeri tekan Curcuma 3x1 tab
perut kanan atas (+). Nyeri
tekan perut kanan bawah (-). Neurobion 1x1
Nyeri tekan perut kiri atas
(-). Nyeri tekan perut kiri 1. Hipoalbuminemia
bawah (-). Hepar teraba dua
jari di bawah arcus costa, Vip Albumin 3x4 po
lien tidak teraba.
11
PROGNOSIS
Klasifikasi Child Turcotte Pugh (CTP) CTP B
CTP B gangguan fungsi hati sedang
ANALISA KASUS
TEORI KASUS
TANDA KLINIS PENYEBAB
Spider angioma atau spider Ekstradiol meningkat Tidak ditemukan pada
nevi pasien
Palmar erytema Gangguan metabolism Ditemukan pada pasien
hormone seks
Perubahan kuku Tidak ditemukan pada
- Muehrche’s lines Hipoalbuminemia pasien.
- Terry’s nails Hipoalbuminemia
- Clubbing Hipertensi portopulmonal
Osteoartropati hipertrofi Chronic proliferative
Tidak ditemukan pada
periostitis pasien
Kontraktur Dupuytren Proliferasi fibroplastik dan Tidak ditemukan pada
gangguan deposit kolagen pasien
Ginekomastia Ekstradiol meningkat Tidak ditemukan pada
pasien
Hipogonadisme Perlukaan gonad primer Tidak ditemukan pada
atau supresi fungsi hipofise pasien
atau hipotalamus
Ukuran hati : besar, Hipertensi portal Pada pasien ukuran hati
normal,mengecil membesar pada palpasi
hepar 2 jari di bawah arcus
costae
Splenomegali Hipertensi portal Tidak ditemukan pada
pasien
Ascites Hipertensi portal Ditemukan pada pasien
Caput medusa Hipertensi portal Ditemukan pada pasien
Murmur Cruveilhier- Hipertensi portal Ditemukan pada pasien
baungarten (bising daerah
epigastrium)
Fetor hepaticus Diamethyl sulfide Tidak ditemukan pada
meningkat pasien
Ikterus Bilirubin meningkat Bilirubin 3,07 mg/dl
sekurang-kurangnya 2-3
mg/dl
Asterixis/flapping tremor Ensefalopati hepatikum Tidak ditemukan pada
pasien
12
BAB II
TEORI KASUS
JENIS PEMERIKSAAN HASIL
Aminotransferase : ALT dan Normal atau sedikit SGOT 390 (N= <40)
AST meningkat
SGPT 174 (N= <42)
13
Alkali fosfatase /ALP Sedikit meningkat Tidak dilakukan
pemeriksaan
Gamma-glutamil transferase Korelasi dengan ALP Tidak dilakukan
spesifik khas akibat alcohol pemeriksaan
sangat meningkat
Bilirubin Meningkat pada SH lanjut Bilirubin 3,07 mg/dl
prediksi penting mortalitas
Albumin Menurun pada SH lanjut Albumin 2.16 (N= 3.4-5.0)
Globulin Meningkat terutama IgG Tidak dilakukan
pemeriksaan
Waktu prothrombin Meningkat/penurunan Tidak dilakukan
produksi faktor V/VII dari pemeriksaan
hati
Natrium darah Menurun akibat peningkatan Tidak dilakukan
ADH/aldosterone pemeriksaan
Trombosit Menurun (hipersplenism) Trombosit : 106x 10^3/ul
Leukosit dan neutrofil Menurun (hipersplenism) Normal
Anemia Makrositik, normositik, dan Hb 10.2 (N = 13.5 - 17.5)
mikrositik anemia
TEORI KASUS
KOMPLIKASI TERAPI
ASITES Tirah baring Tirah baring
Diit rendah garam Diet lunak
Obat antidiuretik : spironolakton Spironolakton
(dosis 100-200 mg/hari, 1x1, 1x200 mg
max.400 mg), kombinasi furosemid
(dosis 20-40 mg/hari, max 160 mg) Furosemide
Parasintesis bila asites sangat besar, 3x20mg
hingga 4-5 liter & dilindungi
pemberian albumin (dosis 8-10 g Parasintesis I : 3L
IV per liter cairan parasintesis) Vip albumin 3x4
Restriksi cairan (jika Natrium tab
serum <120-125 mmol/L)
ENSEFALOPATI Laktulosa (30-45 mL sirup oral 3-4 Tidak diberikan
HEPATIKUM kali/hr atau 300 mL enema sampai
2-4 kali BAB/hari dan perbaikan
status mental)
Neomisin (4-12 gr oral/hr dibagi
tiap 6-8 jam, dapat ditambahkan
pada pasien yang refrakter
laktulosa)
VARISES Propanolol (40-80 mg oral 2kali/hr) Propanolol 3x10
ESOPHAGUS Isosorbid mononitrat (20 mg oral mg selama 5 hari
2kali/hr)
Saat perdarahan akut diberikan pemberian
14
somatostatin atau okreotid
diteruskan skleroterapi atau ligasi
endoskopi)
PERITONITIS Pasien asites dengan jumlah sel PMN PMN 6 (N= 40-90)
BAKTERIAL >250/mm3 mendapat profilaksis untuk
Ceftriaxon 1x2gr
SPONTAN mencegah SBP dengan sefotaksim dan
albumin. IV selama 6 hari
Albumin (2 g IV tiap 8 jam) pemberian
Norfloksasin (400 mg oral 2kali/hr
untuk terapi, 400 mg oral 2kali/hr
selama 7hari untuk perdarahan
gastrointestinal, 400 mg oral per
hari untuk profilaksis)
Trimethoprim/sulfamethoxazole
(1tab oral/hr untuk profilaksis, 1 tab
oral 2kali/hari selama 7 hari untuk
perdarahan gastrointestinal)
SINDROM Transjugular intrahepatic portosystemic Tidak dilakukan
HEPATORENAL shunt efektif menurunkan hipertensi porta Transjugular
dan memperbaiki HRS, serta menurunkan intrahepatic
perdarahan gastrointestinal. Bila terapi portosystemic
medis gagal dipertimbangkan transplantasi shunt
hati merupakan terapi definitif
15
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sirosis Hepatis (SH) adalah bentuk akhir dari kerusakan hepatoselular
yang berujung kepada fibrosis dan pembentukan nodulus regeneratif di seluruh
jaringan hepar.
16
B. Etiologi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh beberapa penyebab berikut:
C. Manifestasi Klinis
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan
lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (dekompensata).
Manifestasi klinis dari SH berasal dari disfungsi hepatosit, portosistemik shunting,
dan hipertensi porta. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena
penyakit lain. Gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada
laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Mungkin disertai
adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah
dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi sampai koma.
Manifestasi klinis pada kulit meliputi spider telangiectasis/spider nevi
(biasanya pada tubuh bagian atas), palmar eritema, dan kontraktur dupuytren.
Pada 70 % kasus, hepar teraba membesar, batas tegas dan tepi yang tajam
atau nodular. Splenomegali juga ditemukan pada 35-50 % kasus, dan berkaitan
dengan peningkatan risiko hipertensi porta.
Terdapat vasodilatasi vena superfisila pada abdomen dan thoraks,
menandakan obstrkusi intrahepatik terhadap aliran vena porta, dan varises rektum.
17
Asites, efusi pleura, edema perifer, dan ekimosis akan muncul lebih lambat
dibandingkan gejala di atas. Ensefalopati, yang ditandai oleh gangguan siklus
tidur, asterixis, tremor, disartria, delirium, pusing dan koma juga terjadi lebih
lambat, kecuali terdapat perburukan yang hepatoselular yang cepat, perdarahan
saluran cerna atau infeksi. Terkadang juga terdapat demam pada 35 % pasien.
D. PATOGENESIS
Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima
darah dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui arteri
hepatika dan vena porta. Darah masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri dari
cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu, kemudian masuk kedalam
ruang sinusoid lobulus hati. Darah yang sudah difilter masuk ke dalam vena sentral
18
kemudian masuk ke dalam vena hepatik yang lebih besar menuju ke vena cava
inferior (Heidelbaugh 2006, Herrera 2008, Sofwanhadi R 2007).
Hati memiliki sinusoidal yang terdiri dari sel sel endotelial, pits cells, kupffer
dan Hepatic Stellate Cells (HSC). Sel kupffer dan sel HSC berperan penting dalam
proses fibrogenesis hati. Sel-sel endothelial membatasi sinusoid-sinusoid dan
memiliki fenestra yang memungkinkan terjadinya pertukaran zat antara hepatosit dan
sel endotel. Antara hepatosit dan sel endotelial terdapat ruang Disse (subendotel) yang
merupakan tempat dimana HSC berada. Sel kupffer melekat pada sel endotel dan
merupakan derivad sel monosit. Fungsi sel kupffer adalah memfagosit sel hepatosit
tua, debris sel, benda asing, sel tumor dan berbagai mikroorganisme (Bataller 2005).
Transformasi sel normal menjadi sel yang fibrotik merupakan proses yang
sangat rumit. Terdapat interaksi antara HSC dengan sel-sel parenkimal, sitokin,
growth factor, berbagai protease matriks beserta inhibitornya dan MES.
.
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya fibrosis hati antara lain :
1. Cedera hati
2. Inflamasi yang ditandai oleh
a. Infiltrasi dan aktivasi dari berbagai sel seperti : netrofil, limfosit, trombosit
dan sel-sel endotelial, termasuk sel kupffer.
Fibrosis hati adalah terbentuknya jaringan ikat yang terjadi sebagai respon
terhadap cedera hati, diawali oleh cedera hati kronis yang dapat disebabkan oleh
19
infeksi virus, ketergantungan alkohol, nonalkoholik steatohepatitis dan penyebab
lainnya.
Gambar 2 Perubahan arsitektur hati pada keadaan fibrosis. (Dikutip dari Bataller R,
Brenner D A, modified from Science & Medicine, 2005)
Terjadinya fibrosis pada hati dapat melalui beberapa tahap. Saat sel hepatosit
yang rusak mati, maka enzim lisosom akan bocor dan mengeluarkan sitokin dari
matriks ekstrasel hati (Silbernagl S 2000). Sitokin dan debris-debris sel yang mati
akan mengaktifkan sel Kupffer di sinusoid hati dan menarik sel-sel inflamasi
(granulosit, limfosit dan monosit). Sebagai akibatnya akan terbentuk growth factor
dan sitokin-sitokin yang akan mengubah monosit menjadi makrofag aktif dan memicu
proliferasi fibroblas.
20
oleh enzim metalloprotease) dan hepatosit dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis
hanya terbatas pada bagian tengah lobulus hati, maka struktur hati masih mungkin
pulih sepenuhnya. Namun jika nekrosis telah terjadi sampai ke parenkim lobulus hati,
maka akan terbentuk septa jaringan ikat. Akibatnya, regenerasi sepenuhnya tidak
dapat terjadi dan akan terbentuk nodul- nodul di hati. Keadaan inilah yang disebut
sebagai sirosis hati, yang akan mengakibatkan kolestasis, hipertensi portal dan
kegagalan metabolik hati (Silbernagl S 2000).
E. Laboratorium
Temuan laboratorium mungkin tidak ditemukan kelainan pada awal mula
penyakit. Anemia sering ditemukan, paling sering jenis makrositik, hemolisis,
hipersplenisme, dan perdarahan samar atau jelas pada traktus intestinal. Jumlah
leukosit cenderung rendah, menandakan aktivitas hipersplenisme atau tinggi
menandakan adanya infeksi. Dapat pula terjadi trombositopenia.
Kimia darah dapat diperika untuk mengetahui kerusakan hepatoselular,
ditandai dengan peningktan SGPT dan alkaline phosphatase dan peningkatan
bilirubin yang progresif.
Albumin serum cenderung menurun seiring dengan progresifitas penyakit.
Gamma-globulin dapat meningkat. Defisiensi vitamin D dilaporkan pada 91%
pasien SH.
21
F. Teknik Pencitraan
Ulstrasonografi (USG) sangat membantu dalam menilai ukuran hepar, mengeatui
asites atau nodulus hepatik, termasuk carsinoma hepatoselular yang kecil. USG
dapat dikombinasikan dengan Dopller untuk melihat keutuhan splenic, portal dan
vena hepatika.
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan SH adalah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada
struktur hepar. Yang paling penting adalah menghindari alkohol. Diet yang
22
diberikan dengan kalori yang adekuat (25-35 Kcal/Kg BB/hari dan 35-45
Kcal/KgBB/hari dengan malnutrisi) dan protein (1-1,5 gr/KgBB/hari dan 1.5
gr/KgBB/hari dengan malnutrisi) dan diet rendah cairan dan garam. Pada kasus
ensepalopaty hepatikum, intake protein harus dibatasi sampai 60-80 gr/hari.
Penggunaan asam amino rantai cabang untuk penatalaksanaan ensefalopati
hepatikum dan menekan progresifitas gagal hepar tidak diperlukan. Suplemen
vitamin dapat diberikan. Kram pada otot dapat diberikan L-carnitin 300 mg 4
x/hari. Pasien dengan sirosis hepatis haru mendapat vaksinasi HAV, HBV, vaksin
pneumokokal dan influenza 1 tahun sekali. Transplantasi hepar pada beberapa
individu juga dapat dilakukan (kuratif).
H. Komplikasi
1. Asites dan Edema
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
3. Hepatorenal Syndrome
4. Hepatic encephalopathy
5. Coagulopathy
6. Perdarahan varises esofagus
7. Hepatopulmonary syndrome dan portopulmonary hypertension
23
3. Anti-inflamasi
4. Membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda
bermuatan listrik
5. Antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal bebas eksogen oleh
leukosit polimorfonuklear
6. Mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga dapat mencegah
masuknya kuman-kuman usus ke dalam pembuluh darah, agar tidak terjadi
peritonitis bakterialis spontan
7. Memiliki efek antikoagulan dalam kapasitas kecil melalui banyak gugus
bermuatan negatif yang dapat mengikat gugus bermuatan positif pada
antitrombin III (heparin like effect). Hal ini terlihat pada korelasi negatif
antara kadar albumin dan kebutuhan heparin pada pasien heemodialisis.
8. Inhibisi agregrasi trombosit
Terdapat berbagai indikasi untuk memberikan infus albumin bagi
pasien sirosis hati, yaitu:
1. Large Volume Paracentesis (LVP)
Pada pasien dengan asites yang masif dan gangguan pernafasan, asites
refrakter terhadap diuretic (diuretic resistant), atau intoleransi efek samping
diuretik (diuretic intractable), LVP (> 5 L) dapat dilakukan. Albumin IV
dengan dosis 6-8 g/L cairan asites yang dikeluarkan dapat melindungi volume
cairan intravaskular dan mencegah disfungsi sirkulasi postparacentesis. LVP
dapat diulangi setiap hari sampai asites berkurang dan jika memungkinkan
diuretic dapat dilanjutkan untuk mencegah asites yang berulang.
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
SBP di tandai dengan nyeri perut, penignkatan asites, demam dan
ensefalopaty yang progresif pada pasien sirosis asites. Pada parasentesis akan
didapatkan cairan yang bersifat asam, leukosit total mencapai 500 sel/mcL
yang didominasi oleh PMN yaitu > 250 sel/mcL, dan konsentrasi protein < 1
gr/dL (10 gr/L). kultur cairan asites memberikan hasil positif yang tinggi
mencapai 80-90 %, umumnya bakteri yang ditemukan adalah Escherichia
coli dan Streptokokus spp.
Jika ditemukan PMN > 250 sel/mcL, atau tanda dan gejala infeksi
pada pasien sirosis asites, antibiotik dapat diberikan. Antibiotik yang bisa
digunkan yaitu ceftriaxone 2 gr setiap 8-12 jam selama 5 hari. Atau dapat
diberikan ofloxacin oral, 400 mg 2 x/hari selam 7 hari. Golongan carbapenem
24
direkomendasikan paa pasien yang terserang SBP selama perawatan di RS.
Pemberian suplemen albumin (memiliki efek antiinfalmasi dan
menjaga volume plasma) dapat mencegah kerusakan ginjal dan menurunkan
angka mortalitas. Terutama pada pasien dengan serum kreatinin > 1 mg/dL,
BUN > 30 mg/dL atau bilirubin total > 4 mg/dL. Albumin diberikan dengan
dosis 1,5 gr/kgBB dalam 6 jam pada hari 1 dan 2 dan 1 gr/kgBB pada hari 3.
Pasien yang berhasil melewati SBP, risiko berulangnya peritonitis
dapat ditekan dengan norfloxacin jangka panjang 400 mg oral 1x1,
ciprofloxacin 500 mg 1 atau 2x/hari.
4. Asites:
- Istirahat (tirah baring)
- Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan
25
istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan
dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. Konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah
garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang
dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian
diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty
hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai
dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4
hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka
dapat kita kombinasikan dengan furosemid. Spironolactone : 100-200 mg
sekali sehari. Furosemide: 20-40 mg/hari, maksimal dosis 160 mg/hari.
Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif.
Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis
cairan asites dapat dilakukan 5 - 10 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan
infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata
parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak
dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10
mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10
mmol/24 jam.
5. Ensefalopati hepatic: laktulosa embantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus
penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gk/kg BB/hari.
6. Varises esophagus: sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan
obat penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan
preparat somatostatin atau okteotid, diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligasi endoskopi.
DAFTAR PUSTAKA
- Kasper, Fauci et al. Harrison’s: Principles of Internal Medicine. 19th Edition. 2015
- Papadakis A. Maxine et al. Lange: Current Medical Diagnosis & treatment. 59 th
Edition. 2017
26
- Wibawa N. I Dewa. Albumin Infusion in Liver Cirrhotic Patients. Medica
Indonesiana. 2010
- Bernardi et al. Human Albumin in the Management of Complications of Liver
Cirrhosis. Critical Care. 2012
- Nurdjanah S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Sirosis Hati, Edisi IV Jilid
II. Jakarta : FKUI.
27