Anda di halaman 1dari 41

PORTOFOLIO INTERNSHIP KASUS PENYAKIT SARAF

“STROKE NON HEMORAGIK DENGAN HT EMERGENCY”

Oleh:
dr. Annisha Kartika

Pembimbing :
dr. Nofi Liza Meliana
dr. Henri Perwira Negara

RS SIAGA MEDIKA
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
(Periode 06 September 2018 – 06 September 2019)
Berita Acara Presentasi Portofolio

1
Pada hari ini hari Selasa, tanggal 05 Maret 2019 telah dipresentasikan portofolio
oleh:
Nama : dr. Annisha Kartika
Judul/ topik : Stroke Non Hemorragic dengan
HT emergency
No. ID dan Nama Pendamping : dr. Nofi Liza Meliana
dr. Henri Perwira Negara
No. ID dan Nama Wahana : RS SIAGA MEDIKA

Nama Peserta Presentasi No. ID Peserta Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

6. 6.

7. 7.

8. 8.

9. 9.

10. 10.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

dr. Nofi Liza M dr. Henri Perwira N

2
PORTOFOLIO INTERNSHIP KASUS PENYAKIT SARAF

Nama Peserta dr. Annisha Kartika


Nama Wahana RS SIAGA MEDIKA
Topik Stroke Non Hemoragic dengan HT Emergency
Tanggal (kasus) 28 Januari 2019
Nama Pasien Ny F No. RM 142xxx
dr. Nofi Liza Meliana
Tanggal Presentasi Pendamping
dr. Henri Perwira Negara
Tempat Presentasi RS SIAGA MEDIKA
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Seorang wanita usia 55 tahun dengan keluhan tiba – tiba tidak bisa
□ Deskripsi bicara sejak 3 hari SMRS.

□ Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Stroke non Hemorragic


Bahan Bahasan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Ny F No. Registrasi: 142xxx
Nama Klinik Telp. Terdaftar sejak: 2019
Data Utama untuk Bahan Diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Stroke non Hemoragic dengan HT emergency. Tiba tiba tidak
bisa bicara sejak 3 hari SMRS
2. Riwayat Pengobatan: Mengkonsumsi obat darah tinggi dan kencing manis 3 hari SMRS.
Keluarga tidak ingat nama obat yang dikonsumsi. Sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi
obat dan tidak perna berobat rutin.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
- Riwayat sakit jantung disangkal.
- Riwayat stroke sebelumnya disangkal.

3
- Riwayat darah tinggi, namun tidak pernah berobat rutin.
- Riwayat kencing manis, tidak pernah berobat rutin.
- Riwayat merokok disangkal.
4. Riwayat Keluarga:
- Riwayat anggota keluarga sakit serupa disangkal.
- Riwayat sakit darah tinggi di anggota keluarga disangkal.
- Riwayat sakit gula di anggota keluarga disangkal.
5. Riwayat Pekerjaan: pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, pengobatan pasien
dibiayai oleh BPJS. Kesan : sosial ekonomi kurang.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Pasien tinggal bersama suami dan 1 orang anak di
rumah permanen.

7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus): tidak diketahui

Hasil Pembelajaran:
1. Penegakkan kasus Stroke non hemoragic
2. Panatalaksanaan kasus Stroke non hemoragic

1. Subjektif :
Pasien datang ke IGD RSU Siaga Medika pada pukul 17.58 WIB, dengan keluhan tiba tiba
tidak bisa bicara sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. 3 hari yang lalu awalnya pasien
bicara pelo, semakin lama tidak dapat bicara. Bicara pelo disertai dengan terdapatnya
kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan, didahului lemah tangan kanan kemudian kaki
sebelah kanan. Awal pasien dapat berjalan namun saat ini kaki kanan tidak bisa dibuat
berjalan.

Keluhan lain disangkal. Tidak ada nyeri kepala sebelum terjadi lemah anggota gerak. Paien
merasakan mual (+) namun tidak muntah (-). 3 hari SMRS pasien memeriksakan tekanan
darah dan gula darah ke mantri di dekat rumah sudah diberiksn obat namun tidak ada
perubahan.

4
2. Objektif:
- Keadaan Umum : Sakit Sedang, Compos Mentis
- Vital sign
1. Tekanan Darah : 220/110 mmHg
2. Nadi : 82 x /menit
3. Suhu : 36,3º C
4. Respirasi : 20x /menit
5. Sp O2 : 98 %
6. GDS : 184

- Kepala
1. Kepala : Normochepal
2. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3. THT : Hipertrofi tonsil (-/-), faring hiperemis (-/-)
4. Leher : Retraksi supra sternal (-), Deviasi trakhea (-), peningkatan JVP (-),
PKGB (-) Teraba massa pada bawah telinga kiri, leher sebelah kiri, dan
supraclavicula kanan.

- Thorax

Pulmo

Inspeksi :
Bentuk dada simetris (+)
Massa / benjolan (-)
Ketinggalan gerak (-)
Ekspirasi memanjang (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vesikuler notmal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

5
Auskultasi
Depan Belakang

SDV (n) SDV (n) SDV (n) SDV (n)

rhonki (-) rhonki (-) rhonki (-) rhonki (-)

wheezing (-) wheezing (-) wheezing (-) wheezing (-)

- COR :
Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis
Palpasi : Iktus cordis teraba kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea para sternalis dextra, batas jantung kiri ICS VI
linea mid clavicula sinistra, batas atas ICS II linea parasternal sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II  dalam batas normal

- Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)

- Kulit : dalam batas normal


- Ekstremitas Atas : akral dingin (-/-), edema (-/-)
Bawah : akral dingin (-/-), edema (-/-)

STATUS NEUROLOGIK

GCS : E4 M6 Vafasia

Afasia motorik (+)

Tanda Rangsang Meningeal :


- Kaku kuduk (-)
- Brudzinski I -/-
- Laseque sign -/-
- Kernig sign -/-

6
Nervus Cranialis
- Nervus I (Olfactorius) : tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus II (Opticus) & Nervus III (Occulomotorius) :
Pemeriksaan pupil :
Bentuk bulat, isokor, diameter 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung +/+
Reflek cahaya tidak langsung +/+
- Nervus Okulares (Nervus III, Nervus IV (trochlearis) & Nervus VI (abdusens))
Pergerakan bola mata dalam batas normal
- Nervus V (Trigeminalis) : Sensoris dan motoris Nervus V dalam batas normal
- Nervus VII (Fascialis) : Terdapat parese nervus fascialis sentral dextra
- Nervus VIII (Vestibulotroklearis) : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus IX (Glossopharyngeus) : tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus X (Vagus) : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus XI (Accesorius) : dalam batas normal
- Nervus XII (Hipoglossus) : parese nervus hypoglossus sentral dextra

Pemeriksaan Motorik
- Motorik 2222 5555
3333 5555

Reflek Patologis
- Reflek Hoffman – tromner -/-
- Refleks Gordon -/-
- Refleks Gorda -/-
- Refleks Oppenheim -/-
- Refleks Babinski -/-
- Refleks Chaddock -/-
- Refleks Schaeffer -/-

SIRIRAJ SCORE :
(2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 – D) – (3 x A) -12 =
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 – 110) – (3 x 1) -12 = - 4

7
3. Pemeriksaan Penunjang :
1. EKG

2. Rontgen Thorax

8
3. Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.9 gr/dl 13,0 – 17
Leukosit 7400 /uL 4.500 – 10.500
Trombosit 325000 /uL 150000 – 450000
Hematokrit 40 % 40 – 54
Eritrosit 4.84 10*6/uL 4.4 – 6.0
MCV 84.3 fL 78 – 180
MCH 28.7 pg 27 – 32
MCHC 34.0 g/dl 30 -36

RENAL PROFIL
Ureum 23 mg/dl 10 – 50
Creatinin 0,7 mg/dl 0,5 - 1,5
Asam urat 3.7 mg/dl 3.7 – 7.1

GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 193 mg/dl 70 – 140

ELEKTROLIT
Natrium 144.9 mmol/L 136 – 145
Kalium 3.87 mmol/L 3.5 – 5.5
Klorida 112.3 mmol/L 96 – 108
Calcium 1.49 mmol/L 1.1– 1.4

LIPID PROFILE
Cholesterol Total 207 mg/dl 50 – 200
Triglyceride 103 mg/dl <150
HDL Cholesterol 38 mg/dl 35 – 60
LDL Cholesterol 148 mg/dl 85 - 129

9
4. Assesment (penalaran klinis):

Dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien perempuan berumur 55 tahun


datang dengan keluhan tiba tiba tidak bisa bicara sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. 3
hari yang lalu awalnya pasien bicara pelo, semakin lama tidak dapat bicara. Bicara pelo
disertai dengan terdapatnya kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan, didahului lemah
tangan kanan kemudian kaki sebelah kanan. Awal pasien dapat berjalan namun saat ini kaki
kanan tidak bisa dibuat berjalan.

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 220/110 mmHg. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Hemiparese dextra dengan Afasia motorik pada pemeriksaan
nervus cranialis terdapat parese nervus VII dan XII dextra tipe sentral. Dari pemeriksaan
penunjang didapatkan cholesterol total yang meningkat.

Dari Anamanesa, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan kesimpulan bahwa pasien
ini mengalami stroke non hemorragik dan diperkuat dengan siriraj score yang didapatkan hasil
-4 menandakan adanya stroke non hemoragik.

5. Plan:
DIAGNOSA KERJA : Stroke non hemoragik dengan HT emergency
Diagnosis Topis : Hemisfer serebri sinistra media
Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra + Afasia motorik + parese nervus VII dan XII
dextra tipe sentral
Diagnosa Etiologis : Non Hemoragik Stroke

Terapi Medikamentosa:
1. IVFD RL 20 tpm
2. Inj Ranitidin 50 mg / 12 jam IV
3. Inj. Citicolin 250mg / 8 jam IV
4. Inj Piracetam 1 amp / 8 jam IV
5. Sp nicardipine rate 6cc/jam

Advis DPJP dr. Isnaini Sp S: Terapi lanjutkan

10
FOLLOW UP

Tanggal S O A P

29/01/2019 Sulit bicara + KU : Tampak sakit CVD SNH Terapi lanjutkan


Kelemahan sedang HT gr 2 Pro NGT diet cair
anggota gerak Kes : CM
kanan +
TTV
TD : 160/90 mmhg
HR : 82 x/m
RR : 20x/m
S : 36.2 C
Afasia motorik
Motorik 2 | 5
3|5

30/01/2019 Sulit bicara + KU : Tampak sakit CVD SNH Terapi lanjutkan


Kelemahan sedang HT gr 2 Sp nicardipin 9cc/jam
anggota gerak Kes : CM
kanan +
TTV
TD : 180/90 mmhg
HR : 82 x/m
RR : 20x/m
S : 36.2 C
Afasia motorik
Motorik 2 | 5
3|5

31/01/2019 Sulit bicara + KU : Tampak sakit CVD SNH Sp nicardipin titrasi pro aff
Kelemahan sedang HT gr 2 Amlodipin 10 mg 1 tab pagi
anggota gerak Kes : CM Lisinopril 10 mg 1 tab
kanan + Lain lain lanjut
TTV
TD : 160/90 mmhg
HR : 82 x/m
RR : 20x/m
S : 36.2 C
Afasia motorik
Motorik 3 | 5
4|5

11
01/02/2019 Sulit bicara + KU : Tampak sakit CVD SNH 1. Pulang paksa
Kelemahan sedang HT gr 2 2.
anggota gerak Kes : CM
kanan +
TTV
TD : 160/80 mmhg
HR : 82 x/m
RR : 20x/m
S : 36.2 C
Afasia motorik
Motorik 3 | 5
4|5

12
SNH

(STROKE NON HEMORAGIK)

DEFINISI

Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan
tanda yang sesuai daerah fokal otak yang terganggu. Sindrom klinis dengan
progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung
24 jam atau lebih.

Secara umum, terdapat dua jenis stroke, yaitu:

1. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan


aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada
jaringan otak.

2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,


mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.

Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral,
dapat dibagi dalam:

1. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan hilang
dalam waktu kurang dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi
fokal serebral, emboli maupun trombosis.

2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala neurologi yang


timbul akan hilang dalam waktu lebih 24 jam, tetapi tidak lebih 1 minggu.

3. Stroke in evolution : Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari
waktu ke waktu.

13
4. Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi
dalam:

· Completed stroke yang hemoragik

· Completed stroke yang non-hemoragik

ETIOLOGI

Penyebab dari strok non-hemoragik, antara lain :

 Infark otak Emboli (15-20%)

Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak,
melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler
sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit
jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah,
kolesterol, lemak, fibrin, trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri, atau benda
asing.

 Trombosis (75-80%)

Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi


menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan
70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah
kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi
dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis Oklusi vaskular hampir selalu
disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit, dan
leukosit.

14
PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya stroke iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal,
bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu
embolus.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada
orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis
interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan
eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis. Penyebab lain
stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler reaktif
terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater
meninges.

Stroke Trombotik

Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe
stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien
relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis
interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri
vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi
pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh
darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam
beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-evolution”.

15
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian
besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial
pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak
akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita.
Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis
yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu
mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri
vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.

Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis


parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah
jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri,
aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi.
Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan
generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus
diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah
dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik

Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal


embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik
tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi
atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena
biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung
mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala
klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang
tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum

16
tersangkut.
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh
darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di
sebelah hilir dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di
jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses
emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri
sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi.
Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan
arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.

Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik

Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi
(infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel
tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila
CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g
jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:

1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80%


atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan
ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik
dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik dengan CBF
antara 20% dan 50% normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel
neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel.
Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat
bervariasi dari 12 sampai 24 jam.

2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra,
cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:

· Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan


untuk menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)

17
· Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi, sehingga neuron membengkak

· Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim
nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang
vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida
(DNA) neuron.

· NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan


kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO
mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke.

· Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.

Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan otak
sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.

Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60
ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-
1400 gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan
jumlah aliran darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari
seluruh curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan
demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram

18
otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit
akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.

Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya akan
menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang
diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob.
Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol
Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya
dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-
neuron otak ini digunakan untuk keperluan :

1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport


dan pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.

2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di


luar sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler.

Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan


patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang
ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui
transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang
menembus membran.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak


bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit.

19
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun
pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari
50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia
lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat
menurun bila emboli cukup besar.

Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan
memberikan gejala klinis tertentu.

A. Gangguan pada sistem karotis

Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi
gejala:

 Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai sesisi
 Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
 Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau
sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
 Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia)
 Mata selalu melirik ke satu sisi
 Kesadaran menurun
 Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:

· Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa

· Ngompol (inkontinensia urin)

20
· Penurunan kesadaran

· Gangguan mengungkapkan maksud

Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala:

· Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan


pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata.
Bila bilateral disebut cortical blindness.

· Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi
tubuh.

· Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika


meraba atau mendengar suaranya.

B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris

Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan


penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital,
gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik,
gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.

Selain itu juga dapat menyebabkan:

· Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan

· Kehilangan keseimbangan

· Vertigo

· Nistagmus

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik
kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai
kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan
tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba
21
pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.

Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi
gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.

Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:

1. Gangguan Motorik

- Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)

- Penurunan kekuatan otot

- Gangguan gerak volunter

- Gangguan keseimbangan

- Gangguan koordinasi

- Gangguan ketahanan

2. Gangguan Sensorik

- Gangguan propioseptik

- Gangguan kinestetik

- Gangguan diskriminatif

3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi

- Gangguan atensi

- Gangguan memori

- Gangguan inisiatif

- Gangguan daya perencanaan

22
- Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah

4. Gangguan Kemampuan Fungsional

- Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet


dan berpakaian.

Berikut ini akan dijelaskan macam-macam faktor risiko strok nonhemoragik


berulang.

1. Tidak dapat dirubah :

Usia, Jenis kelamin, Ras, Genetik

2. Dapat dirubah :

Hipertensi, Merokok, Diabetes, Fibrilasi atrium, Kelainan jantung,


Hiperlipidemia, Terapi pengganti hormon, Anemia sel sabit, Nutrisi, Obesitas,
Aktifitas fisik

3. Dalam penelitian lebih lanjut:

Sindroma metabolik, Penyalahgunaan zat, Kontrasepsi oral, Obstructive Sleep


Apnea, Migrain, Hiper-homosisteinemia, Hiperkoagulabilitas, Inflamasi, Infeksi

Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya
usia hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat strok.
Dalam statistik faktor ini menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun. Dari berbagai
penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena
strok. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi
secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya
lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

Infark miokardial

Antara 3‐4% penderita infark miokardial di kemudian hari mengalami strok


embolik. Risiko terbesar berada dalam satu bulan setelah terjadi infark miokardial.

23
Aterosklerosis mendasari terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik.
Infark miokardial akan menimbulkan kerusakan pada dinding jantung ataupun
fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan terjadinya trombus yang
pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk
kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.

Fibrilasi atrial

Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko 3‐5 kali lipat
untuk mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan
oleh fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak efektif karena adanya fibrilasi atrial
akan menyebabkan darah mengumpul di dinding jantung; hal demikian ini akan
memudahkan terbentuknya trombus dan pada suatu saat trombus ini dapat terlepas
dari dinding jantung dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke
dalam aliran darah otak.

Hipertensi
Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan darah.
Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok, baik strok
nonhemoragik maupun strok hemoragik. Hipertensi merupakan faktor risiko strok
yang paling penting, meningkatkan risiko strok 2‐4 kali lipat, tidak tergantung
pada faktor risiko lainnya. Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik
berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik
sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi
dapat dikendalikan dengan baik maka risiko strok turun sebanyak 28‐38%.

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1‐3 kali lipat dibandingkan
dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes mellitus
meningkatkan risiko strok melalui beberapa mekanisme yang saling berkaitan,
yang bermuara pada terbentuknya plaque aterosklerotik. Plaque pada diabetes
mellitus banyak dijumpai di cabang‐cabang arteri serebral yang kecil. Plaque
tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang kemudian dapat

24
menimbulkan strok. Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas
darah, kerusakan kronik aliran darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel
darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel endotel, hiperkoagulabilitas,
terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan meningkatnya agregasi
trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos arterioler kortikal dan
endotelium yang penting untuk kolateral.

Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari 240 mg%.
Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok secara langsung. Hal ini
berbeda dengan penyakit koroner yang jelas berhubungan dengan hiperlipidemia.
Namun demikian, dari berbagai penelitian terungkap bahwa dengan menurunkan
kadar kolesterol total maka risiko untuk terjadinya strok juga menurun.

Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara spesifik, meningginya kadar


kolesterol total dan low density lipoprotein (LDL) berkaitan erat dengan
terjadinya aterosklerosis karotis; sementara itu peningkatan kadar high density
lipoprotein (HDL) menimbulkan dampak sebaliknya.

Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan bermakna antara
kolesterol plasma dan risiko strok, hanya The Copenhagen City Heart Study
mengatakan bahwa kolesterol berhubungan dengan risiko strok non hemoragik,
bila kolesterol lebih dari 8 mmol/l (310 mg persen).

HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat hubungan terbalik


antara HDL kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham study mengatakan tak
ada efek protektif dan HDL kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.

LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang penting untuk
timbulnya aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik
Trigliserida: Terdapat pertentangan pendapat, penyelidikan terbaru mengatakan
bahwa trigliserida postprandial yang tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari
arteria karotis eksterna.

25
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi ginjal
(ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah
(albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa
gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi lumbal, ditemukan likuor serebrospinalis
jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.

Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru maupun
kelainan jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat dilihat
adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.

Pemeriksaaan penunjang lainnya:

· EKG

· Echocardiography

· Transcranial Doppler

PENEGAKAN DIAGNOSIS

Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-


gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda
yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.

Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri
kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama
atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke.
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan
genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes

26
melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol
tinggi dalam darah, dan obesitas.

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit


neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi
hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun
gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat

membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset
stroke seperti:

1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak


didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).

2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari


pertolongan.

3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,


infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis dan
hiponatremia.

Pemeriksaan fisis:

Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.

Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit


neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-
tanda ransang meninges.

27
Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin.

Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa


stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya
kurang atau sama dengan 15

Skor Hasanuddin

Kesadaran menurun
Menit – 1 jam = 10
1 jam – 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali =6
>= 24 jam =1
Tidak ada =0

Waktu serangan
Sedang beraktifitas = 6,5
Tidak beraktifitas =1

Sakit kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan =1
Tidak ada =0

Muntah proyektil
Menit – 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
>24 jam =1
Tidak ada =0

Tekanan darah saat serangan


> 220/110 = 7,5
< 220/110 =1

28
Pemeriksaan penunjang

Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi.
Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim
otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.

Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non


hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).

Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya
tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50%
pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut
dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi
trombolitik.

Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:

1. CT Angiografi

2. CT Scan Perfusion

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau


perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.

29
DIAGNOSIS BANDING

1. Strok Hemoragik

2. Ensefalopati toksik/metabolic

3. Ensefalitis

4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor


otak)

5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)

6. Trauma kepala

7. Ensefalopati hipertensif

8. Migren hemiplegic

9. Abses otak

10. Sklerosis multipel

PENATALAKSANAAN

1. Umum :

Ditujukan terhadap fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan


elektrolit dan cairan, gizi, higiene.

2. Khusus :

Pencegahan dan pengobatan komplikasi

Rehabilitasi

Pencegahan stroke : tindakan promosi, primer dan sekunder.

Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang


perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi

30
setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat.
Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul,
fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau
iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena
terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke
hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah
cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2)
membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik
lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan
lebih lanjut oleh jenjang glutamat.

Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut. Adapun
penatalaksanaannya sebagai berikut:

Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)

Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera
jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan
dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.

Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati


dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu /
mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin
perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai
patokan 5B, yaitu:

Breathing

Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup
baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.

Brain

Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.

31
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari
keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan
funduskopi.

Blood

§ Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.

§ Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai


menurunkan perfusi otak.

§ Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak

§ Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-
lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.

§ Keseimbangan elektrolit dijaga.

Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan
setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.

Bladder

Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten


steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-
buli.

Penatalaksanaan komplikasi:

· Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang


ada, lalu diturunkan perlahan.

· Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2

· Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas

32
· Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol
bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg
BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.

Penatalaksanaan keadaan khusus:

· Hipertensi

ü Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di
bawah ini:

Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit

Disertai infark miokard akut/gagal jantung

ü Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat,


diturunkan sampai batas hipertensi ringan.

ü Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan


antagonis kalsium.

· Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.

· Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin


subkutan selama 2-3 hari pertama.

· Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan


penyebabnya diobati

· Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.

33
Penatalaksanaan spesifik:

· Pada fase akut dapat diberikan:

Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari

Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset

· Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.

Fase Pasca Akut

Pada fase paska akut dapat diberikan:

· Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg

· ASA dosis rendah 80-325 mg/hari

· Neuroprotektor

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan


rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya strok.

Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya diberikan:

1. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel,


dipiridamol,cilostazol

2. Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))

Indikasi : Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut.

Terapi harus dilakukan selama 3 - 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan
setelah dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.

Kontra Indikasi : rtPA tidak boleh digunakan pada pasien yang


mengalami resiko tinggi perdarahan, pasien yang

menerima antikoagulan oral (warfarin), menunjukkan atau mengalami perburukan


pendarahan, punya riwayat stroke atau kerusakan susunan saraf pusat, hemorrhage
retinopathy, sedang mengalami trauma pada external jantung (<10 hari), arterial

34
hipertensi yang tidak terkontrol, adanya infeksi bakteri endocarditis, pericarditis,
pancreatitis akut, punya riwayat ulcerative gastrointestinal disease selama 3 bulan
terakhir, oesophageal varicosis, arterial aneurisms, arterial / venous malformation,
neoplasm dengan peningkatan resiko pendarahan, pasien gangguan hati parah
termasuk sirosis hati, portal hypertension (oesophageal varices) dan hepatitis
aktif, setelah operasi besar atau mengalami trauma yang signifikan pada 10 hari,
pendarahan cerebral, punya riwayat cerebrovascular disease, keganasan
intrakranial, arteriovenous malformation, pendarahan internal aktif.

Dosis : dosis yang direkomendasikan 0,9mg/kg (dosis maksimal 90 mg) secara


infusi selama 60 menit dan 10% dari total dosis diberikan secara bolus selama 1
menit. Pemasukan dosis 0,09 mg/kg (10% dari dosis 0,9mg/kg) secara iv bolus
selama 1 menit, diikuti dengan 0,81 mg/kg (90% dari dosis 0,9mg/kg) sebagai
kelanjutan infus selama lebih dari 60 menit. Heparin tidak boleh dimulai selama
24 jam atau lebih setelah penggunaan alteplase pada terapi stroke.

Efek Samping :1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf pusat
(demam), dermatologi (memerah(1%)), gastrointestinal (perdarahan saluran
cerna(5%), mual, muntah), hematolog (pendarahan mayor (0,5%), pendarahan
minor (7%)), reaksi alergi (anafilaksis, urtikaria(0,02%), perdarahan
intrakranial (0,4% sampai 0,87%, jika dosis ≤ 100mg)

Faktor Resiko : a. Kehamilan; Berdasarkan Drug Information kategori


C. Maksudnya adalah pada penelitian dengan hewan uji terbukti terjadi adverse
event pada fetus ( teratogenik atau efek embriocidal) tetapi tidak ada kontrol
penelitian pada wanita atau penelitian pada hewan uji dan wanita pada saat yang
bersamaan. Obat dapat diberikan jika terdapat kepastian bahwa
pertimbangan manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.

Pada BNF disebutkan bahwa Alteplase berpeluang menyebabkan pemisahan


prematur plasenta pada 18 minggu pertama. Secara teoritis bisa menyebabkan
fetal haemorrhage selama kehamilan, dan hindarkan penggunaannya selama

35
postpartum. Gangguan hati; hindari penggunaannya pada pasien gangguan hati
parah.

Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase (rt-PA) :

 Terdiagnosis stroke non hemoragik.


 Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.
 Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan subarachnoid.
 Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan
Alteplase.
 Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
 Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.
 Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage pada saluran
kencing dalam 21 hari terakhir.
 Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
 Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7
hari terakhir.
 Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.
 Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185 mmHg
dan diastolik kurang dari 110 mmHg).
 Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama
pemeriksaan.
 Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100 000
mm3.
 Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
 Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi
postictal residual
 Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar infarction
(hypodensity kurang dari 1/3 cerebral hemisphere).

3. Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)

4. Neuroprotektan.

36
Terapi komplikasi

1. Antiedema : larutan Manitol 20%

2. Antibiotik, antidepresan, antikonvulsan : atas indikasi

3. Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.

Penatalaksanaan faktor risiko

1. Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu

2. Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu

3. Antidislipidemi : atas indikasi.

Terapi non medikamentosa

1. Operatif

2. Phlebotomi

3. Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik

4. Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)

5. Edukasi (aktifitas sehari-hari, latihan pasca stroke, diet)

Rehabilitasi
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai
impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai
berikut:

1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan


anatomis yang disebabkan oleh stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi
okupasional ditunjukkan untuk menetapkan kelainan ini.

37
2. Disabilitas : merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan oleh orang yang sehat.

3. Handicaps : merupakan halangan atau gangguan pada seorang penderita


stroke untuk berperan sebagai manusia normal akibat impairment dan
disabilitas.

Dalam uji klinik, Indeks Barthel merupakan skala yang sering digunakan
untuk menilai keluaran dan merupakan pengukuran yang dipercaya dapat
memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah
stroke.

Indeks Barthel telah dikembangkan sejak tahun 1965 dan kemudian


dimodifikasi oleh Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran
performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke
dalam 2 kategori yaitu:

1. Kategori yang berhubungan dengan self care antara lain : makan,


membersihkan diri, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil,
penggunaan toilet.

2. Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan, berpindah


dan menaiki tangga.

Skor maksimum dari Indeks Barthel ini adalah 100 yang menunjukkan
bahwa kemampuan fungsional penderita sangat mandiri dan dapat melakukan
aktifitas sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain, sedangkan skor terendah adalah
0 yang menunjukkan bahwa penderita mengalami ketergantungan total untuk
dapat melakukan aktifitas sehari-hari.

Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi.
Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan
penderita stabil.

38
Tujuan rehabilitasi ialah:

 Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu


 Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal
 Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari

Prinsip dasar rehabilitasi:

 Mulai sedini mungkin


 Sistematis
 Ditingkatkan secara bertahap
 Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada

PENCEGAHAN
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat
dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko
strok :

1. Pengobatan hipertensi

2. Mengobati diabetes mellitus

3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

4. Berolahraga teratur.

PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami
kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak
dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan
fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung
kongestif dan penyakit jantung koroner.

39
DAFTAR PUSTAKA

Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi.
Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.

Anonim. Strok. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik.
Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo; 2010. h.2-4.

Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep


klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2005.h.1105-30.

Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem
neuropsikiatri. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.

Mansjoer A. Stroke. Dalam: eds. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.


Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.
h.17-26.

Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam:


eds. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.

Misbach J, Hamid A. Stroke. Dalam: eds. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia; 2006. h.19-23.

40
Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi.
Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.

Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2

Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin


dunia kedokteran. [online]. 1984. Nomor 34. Available from
URL:http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaran
Otak.pdf/07G

41

Anda mungkin juga menyukai