Oleh:
dr. Annisha Kartika
Pembimbing :
dr. Nofi Liza Meliana
dr. Henri Perwira Negara
RS SIAGA MEDIKA
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
(Periode 06 September 2018 – 06 September 2019)
Berita Acara Presentasi Portofolio
1
Pada hari ini hari Selasa, tanggal 05 Maret 2019 telah dipresentasikan portofolio
oleh:
Nama : dr. Annisha Kartika
Judul/ topik : Stroke Non Hemorragic dengan
HT emergency
No. ID dan Nama Pendamping : dr. Nofi Liza Meliana
dr. Henri Perwira Negara
No. ID dan Nama Wahana : RS SIAGA MEDIKA
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
2
PORTOFOLIO INTERNSHIP KASUS PENYAKIT SARAF
1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Stroke non Hemoragic dengan HT emergency. Tiba tiba tidak
bisa bicara sejak 3 hari SMRS
2. Riwayat Pengobatan: Mengkonsumsi obat darah tinggi dan kencing manis 3 hari SMRS.
Keluarga tidak ingat nama obat yang dikonsumsi. Sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi
obat dan tidak perna berobat rutin.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
- Riwayat sakit jantung disangkal.
- Riwayat stroke sebelumnya disangkal.
3
- Riwayat darah tinggi, namun tidak pernah berobat rutin.
- Riwayat kencing manis, tidak pernah berobat rutin.
- Riwayat merokok disangkal.
4. Riwayat Keluarga:
- Riwayat anggota keluarga sakit serupa disangkal.
- Riwayat sakit darah tinggi di anggota keluarga disangkal.
- Riwayat sakit gula di anggota keluarga disangkal.
5. Riwayat Pekerjaan: pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, pengobatan pasien
dibiayai oleh BPJS. Kesan : sosial ekonomi kurang.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Pasien tinggal bersama suami dan 1 orang anak di
rumah permanen.
Hasil Pembelajaran:
1. Penegakkan kasus Stroke non hemoragic
2. Panatalaksanaan kasus Stroke non hemoragic
1. Subjektif :
Pasien datang ke IGD RSU Siaga Medika pada pukul 17.58 WIB, dengan keluhan tiba tiba
tidak bisa bicara sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. 3 hari yang lalu awalnya pasien
bicara pelo, semakin lama tidak dapat bicara. Bicara pelo disertai dengan terdapatnya
kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan, didahului lemah tangan kanan kemudian kaki
sebelah kanan. Awal pasien dapat berjalan namun saat ini kaki kanan tidak bisa dibuat
berjalan.
Keluhan lain disangkal. Tidak ada nyeri kepala sebelum terjadi lemah anggota gerak. Paien
merasakan mual (+) namun tidak muntah (-). 3 hari SMRS pasien memeriksakan tekanan
darah dan gula darah ke mantri di dekat rumah sudah diberiksn obat namun tidak ada
perubahan.
4
2. Objektif:
- Keadaan Umum : Sakit Sedang, Compos Mentis
- Vital sign
1. Tekanan Darah : 220/110 mmHg
2. Nadi : 82 x /menit
3. Suhu : 36,3º C
4. Respirasi : 20x /menit
5. Sp O2 : 98 %
6. GDS : 184
- Kepala
1. Kepala : Normochepal
2. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3. THT : Hipertrofi tonsil (-/-), faring hiperemis (-/-)
4. Leher : Retraksi supra sternal (-), Deviasi trakhea (-), peningkatan JVP (-),
PKGB (-) Teraba massa pada bawah telinga kiri, leher sebelah kiri, dan
supraclavicula kanan.
- Thorax
Pulmo
Inspeksi :
Bentuk dada simetris (+)
Massa / benjolan (-)
Ketinggalan gerak (-)
Ekspirasi memanjang (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vesikuler notmal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
5
Auskultasi
Depan Belakang
- COR :
Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis
Palpasi : Iktus cordis teraba kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea para sternalis dextra, batas jantung kiri ICS VI
linea mid clavicula sinistra, batas atas ICS II linea parasternal sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II dalam batas normal
- Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)
STATUS NEUROLOGIK
GCS : E4 M6 Vafasia
6
Nervus Cranialis
- Nervus I (Olfactorius) : tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus II (Opticus) & Nervus III (Occulomotorius) :
Pemeriksaan pupil :
Bentuk bulat, isokor, diameter 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung +/+
Reflek cahaya tidak langsung +/+
- Nervus Okulares (Nervus III, Nervus IV (trochlearis) & Nervus VI (abdusens))
Pergerakan bola mata dalam batas normal
- Nervus V (Trigeminalis) : Sensoris dan motoris Nervus V dalam batas normal
- Nervus VII (Fascialis) : Terdapat parese nervus fascialis sentral dextra
- Nervus VIII (Vestibulotroklearis) : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus IX (Glossopharyngeus) : tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus X (Vagus) : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Nervus XI (Accesorius) : dalam batas normal
- Nervus XII (Hipoglossus) : parese nervus hypoglossus sentral dextra
Pemeriksaan Motorik
- Motorik 2222 5555
3333 5555
Reflek Patologis
- Reflek Hoffman – tromner -/-
- Refleks Gordon -/-
- Refleks Gorda -/-
- Refleks Oppenheim -/-
- Refleks Babinski -/-
- Refleks Chaddock -/-
- Refleks Schaeffer -/-
SIRIRAJ SCORE :
(2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 – D) – (3 x A) -12 =
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 – 110) – (3 x 1) -12 = - 4
7
3. Pemeriksaan Penunjang :
1. EKG
2. Rontgen Thorax
8
3. Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.9 gr/dl 13,0 – 17
Leukosit 7400 /uL 4.500 – 10.500
Trombosit 325000 /uL 150000 – 450000
Hematokrit 40 % 40 – 54
Eritrosit 4.84 10*6/uL 4.4 – 6.0
MCV 84.3 fL 78 – 180
MCH 28.7 pg 27 – 32
MCHC 34.0 g/dl 30 -36
RENAL PROFIL
Ureum 23 mg/dl 10 – 50
Creatinin 0,7 mg/dl 0,5 - 1,5
Asam urat 3.7 mg/dl 3.7 – 7.1
GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 193 mg/dl 70 – 140
ELEKTROLIT
Natrium 144.9 mmol/L 136 – 145
Kalium 3.87 mmol/L 3.5 – 5.5
Klorida 112.3 mmol/L 96 – 108
Calcium 1.49 mmol/L 1.1– 1.4
LIPID PROFILE
Cholesterol Total 207 mg/dl 50 – 200
Triglyceride 103 mg/dl <150
HDL Cholesterol 38 mg/dl 35 – 60
LDL Cholesterol 148 mg/dl 85 - 129
9
4. Assesment (penalaran klinis):
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 220/110 mmHg. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Hemiparese dextra dengan Afasia motorik pada pemeriksaan
nervus cranialis terdapat parese nervus VII dan XII dextra tipe sentral. Dari pemeriksaan
penunjang didapatkan cholesterol total yang meningkat.
Dari Anamanesa, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan kesimpulan bahwa pasien
ini mengalami stroke non hemorragik dan diperkuat dengan siriraj score yang didapatkan hasil
-4 menandakan adanya stroke non hemoragik.
5. Plan:
DIAGNOSA KERJA : Stroke non hemoragik dengan HT emergency
Diagnosis Topis : Hemisfer serebri sinistra media
Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra + Afasia motorik + parese nervus VII dan XII
dextra tipe sentral
Diagnosa Etiologis : Non Hemoragik Stroke
Terapi Medikamentosa:
1. IVFD RL 20 tpm
2. Inj Ranitidin 50 mg / 12 jam IV
3. Inj. Citicolin 250mg / 8 jam IV
4. Inj Piracetam 1 amp / 8 jam IV
5. Sp nicardipine rate 6cc/jam
10
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
31/01/2019 Sulit bicara + KU : Tampak sakit CVD SNH Sp nicardipin titrasi pro aff
Kelemahan sedang HT gr 2 Amlodipin 10 mg 1 tab pagi
anggota gerak Kes : CM Lisinopril 10 mg 1 tab
kanan + Lain lain lanjut
TTV
TD : 160/90 mmhg
HR : 82 x/m
RR : 20x/m
S : 36.2 C
Afasia motorik
Motorik 3 | 5
4|5
11
01/02/2019 Sulit bicara + KU : Tampak sakit CVD SNH 1. Pulang paksa
Kelemahan sedang HT gr 2 2.
anggota gerak Kes : CM
kanan +
TTV
TD : 160/80 mmhg
HR : 82 x/m
RR : 20x/m
S : 36.2 C
Afasia motorik
Motorik 3 | 5
4|5
12
SNH
DEFINISI
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan
tanda yang sesuai daerah fokal otak yang terganggu. Sindrom klinis dengan
progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung
24 jam atau lebih.
Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral,
dapat dibagi dalam:
1. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan hilang
dalam waktu kurang dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi
fokal serebral, emboli maupun trombosis.
3. Stroke in evolution : Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari
waktu ke waktu.
13
4. Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi
dalam:
ETIOLOGI
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak,
melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler
sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit
jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah,
kolesterol, lemak, fibrin, trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri, atau benda
asing.
Trombosis (75-80%)
14
PATOFISIOLOGI
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal,
bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu
embolus.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada
orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis
interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan
eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis. Penyebab lain
stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler reaktif
terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater
meninges.
Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe
stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien
relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis
interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri
vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi
pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh
darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam
beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-evolution”.
15
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian
besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial
pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak
akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita.
Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis
yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu
mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri
vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.
Stroke Embolik
16
tersangkut.
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh
darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di
sebelah hilir dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di
jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses
emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri
sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi.
Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan
arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi
(infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel
tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila
CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g
jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra,
cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
17
· Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi, sehingga neuron membengkak
· Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim
nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang
vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida
(DNA) neuron.
· Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.
Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan otak
sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.
Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60
ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-
1400 gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan
jumlah aliran darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari
seluruh curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan
demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram
18
otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit
akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya akan
menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang
diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob.
Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol
Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya
dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-
neuron otak ini digunakan untuk keperluan :
MANIFESTASI KLINIS
19
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun
pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari
50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia
lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat
menurun bila emboli cukup besar.
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan
memberikan gejala klinis tertentu.
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi
gejala:
Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai sesisi
Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau
sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia)
Mata selalu melirik ke satu sisi
Kesadaran menurun
Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:
20
· Penurunan kesadaran
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala:
· Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi
tubuh.
· Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
· Kehilangan keseimbangan
· Vertigo
· Nistagmus
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik
kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai
kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan
tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba
21
pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi
gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.
Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:
1. Gangguan Motorik
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan koordinasi
- Gangguan ketahanan
2. Gangguan Sensorik
- Gangguan propioseptik
- Gangguan kinestetik
- Gangguan diskriminatif
- Gangguan atensi
- Gangguan memori
- Gangguan inisiatif
22
- Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
2. Dapat dirubah :
Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya
usia hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat strok.
Dalam statistik faktor ini menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun. Dari berbagai
penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena
strok. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi
secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya
lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
Infark miokardial
23
Aterosklerosis mendasari terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik.
Infark miokardial akan menimbulkan kerusakan pada dinding jantung ataupun
fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan terjadinya trombus yang
pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk
kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.
Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko 3‐5 kali lipat
untuk mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan
oleh fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak efektif karena adanya fibrilasi atrial
akan menyebabkan darah mengumpul di dinding jantung; hal demikian ini akan
memudahkan terbentuknya trombus dan pada suatu saat trombus ini dapat terlepas
dari dinding jantung dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke
dalam aliran darah otak.
Hipertensi
Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan darah.
Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok, baik strok
nonhemoragik maupun strok hemoragik. Hipertensi merupakan faktor risiko strok
yang paling penting, meningkatkan risiko strok 2‐4 kali lipat, tidak tergantung
pada faktor risiko lainnya. Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik
berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik
sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi
dapat dikendalikan dengan baik maka risiko strok turun sebanyak 28‐38%.
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1‐3 kali lipat dibandingkan
dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes mellitus
meningkatkan risiko strok melalui beberapa mekanisme yang saling berkaitan,
yang bermuara pada terbentuknya plaque aterosklerotik. Plaque pada diabetes
mellitus banyak dijumpai di cabang‐cabang arteri serebral yang kecil. Plaque
tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang kemudian dapat
24
menimbulkan strok. Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas
darah, kerusakan kronik aliran darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel
darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel endotel, hiperkoagulabilitas,
terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan meningkatnya agregasi
trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos arterioler kortikal dan
endotelium yang penting untuk kolateral.
Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari 240 mg%.
Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok secara langsung. Hal ini
berbeda dengan penyakit koroner yang jelas berhubungan dengan hiperlipidemia.
Namun demikian, dari berbagai penelitian terungkap bahwa dengan menurunkan
kadar kolesterol total maka risiko untuk terjadinya strok juga menurun.
Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan bermakna antara
kolesterol plasma dan risiko strok, hanya The Copenhagen City Heart Study
mengatakan bahwa kolesterol berhubungan dengan risiko strok non hemoragik,
bila kolesterol lebih dari 8 mmol/l (310 mg persen).
LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang penting untuk
timbulnya aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik
Trigliserida: Terdapat pertentangan pendapat, penyelidikan terbaru mengatakan
bahwa trigliserida postprandial yang tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari
arteria karotis eksterna.
25
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi ginjal
(ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah
(albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa
gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi lumbal, ditemukan likuor serebrospinalis
jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.
Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru maupun
kelainan jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat dilihat
adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.
· EKG
· Echocardiography
· Transcranial Doppler
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri
kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama
atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke.
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan
genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes
26
melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol
tinggi dalam darah, dan obesitas.
membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset
stroke seperti:
Pemeriksaan fisis:
27
Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin.
Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun
Menit – 1 jam = 10
1 jam – 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali =6
>= 24 jam =1
Tidak ada =0
Waktu serangan
Sedang beraktifitas = 6,5
Tidak beraktifitas =1
Sakit kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan =1
Tidak ada =0
Muntah proyektil
Menit – 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
>24 jam =1
Tidak ada =0
28
Pemeriksaan penunjang
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi.
Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim
otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.
Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya
tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50%
pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut
dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi
trombolitik.
1. CT Angiografi
2. CT Scan Perfusion
29
DIAGNOSIS BANDING
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
PENATALAKSANAAN
1. Umum :
2. Khusus :
Rehabilitasi
30
setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat.
Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul,
fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau
iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena
terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke
hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah
cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2)
membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik
lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan
lebih lanjut oleh jenjang glutamat.
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut. Adapun
penatalaksanaannya sebagai berikut:
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera
jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan
dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.
Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup
baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
Brain
31
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari
keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan
funduskopi.
Blood
§ Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-
lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.
Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan
setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
Bladder
Penatalaksanaan komplikasi:
32
· Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol
bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg
BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.
· Hipertensi
ü Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di
bawah ini:
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
· Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.
33
Penatalaksanaan spesifik:
· Neuroprotektor
Terapi harus dilakukan selama 3 - 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan
setelah dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.
34
hipertensi yang tidak terkontrol, adanya infeksi bakteri endocarditis, pericarditis,
pancreatitis akut, punya riwayat ulcerative gastrointestinal disease selama 3 bulan
terakhir, oesophageal varicosis, arterial aneurisms, arterial / venous malformation,
neoplasm dengan peningkatan resiko pendarahan, pasien gangguan hati parah
termasuk sirosis hati, portal hypertension (oesophageal varices) dan hepatitis
aktif, setelah operasi besar atau mengalami trauma yang signifikan pada 10 hari,
pendarahan cerebral, punya riwayat cerebrovascular disease, keganasan
intrakranial, arteriovenous malformation, pendarahan internal aktif.
Efek Samping :1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf pusat
(demam), dermatologi (memerah(1%)), gastrointestinal (perdarahan saluran
cerna(5%), mual, muntah), hematolog (pendarahan mayor (0,5%), pendarahan
minor (7%)), reaksi alergi (anafilaksis, urtikaria(0,02%), perdarahan
intrakranial (0,4% sampai 0,87%, jika dosis ≤ 100mg)
35
postpartum. Gangguan hati; hindari penggunaannya pada pasien gangguan hati
parah.
4. Neuroprotektan.
36
Terapi komplikasi
1. Operatif
2. Phlebotomi
Rehabilitasi
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai
impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai
berikut:
37
2. Disabilitas : merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan oleh orang yang sehat.
Dalam uji klinik, Indeks Barthel merupakan skala yang sering digunakan
untuk menilai keluaran dan merupakan pengukuran yang dipercaya dapat
memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah
stroke.
Skor maksimum dari Indeks Barthel ini adalah 100 yang menunjukkan
bahwa kemampuan fungsional penderita sangat mandiri dan dapat melakukan
aktifitas sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain, sedangkan skor terendah adalah
0 yang menunjukkan bahwa penderita mengalami ketergantungan total untuk
dapat melakukan aktifitas sehari-hari.
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi.
Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan
penderita stabil.
38
Tujuan rehabilitasi ialah:
PENCEGAHAN
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat
dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko
strok :
1. Pengobatan hipertensi
4. Berolahraga teratur.
PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami
kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak
dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan
fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung
kongestif dan penyakit jantung koroner.
39
DAFTAR PUSTAKA
Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem
neuropsikiatri. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.
Misbach J, Hamid A. Stroke. Dalam: eds. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia; 2006. h.19-23.
40
Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi.
Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
41