Anda di halaman 1dari 168

MODUL

CLINICAL SKILL LAB 3


TIM PENYUSUN :
Ketua : dr. Kresnawati W. Setiono, MCTM
Anggota : dr. Jansen Lalandos, Sp.OG
dr. Debora S. Liana, Sp.A
dr. Dyah G. R. Kareri, M.Si.Med, Sp.KFR
Rahel Rara Woda, S.Si, MKM
dr. Azaria Amelia Adam, M.Biomed
dr. Prakosa Wicaksono
Kontributor : dr. Andres Rizaldi Kehi
dr. Zevhinny Umbu Roga
Editor : dr. Made Anggara Wisesa Mahayasa

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya
dapat diselesaikan penyusunan Modul clinical skill laboratory (CSL) III ini
dengan baik. Modul ini diberikan kepada mahasiswa yang mengambil mata
kuliah CSL III pada semester III dan instruktur yang mendampingi
mahasiswa pada kegiatan ketrampilan ini.
Sebelum menggunakan Modul CSL III ini, mahasiswa hendaknya
membaca tujuan dan capaian pembelajaran dengan seksama sehingga
diskusi dapat terarah untuk pencapaian kompetensi yang diharapkan.
Penyusun mengharapkan mahasiswa dapat memperoleh manfaat yang
optimal setelah mempelajari dan mengerjakan keterampilan dalam modul
ini.
Diharapkan Modul CSL III ini dapat memberikan dorongan kepada
mahasiswa untuk meningkatkan ketrampilan klinis sehingga meningkatkan
kinerja dan pelayanan kelak sebagai seorang dokter.
Penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada berbagai pihak
yang sudah banyak membantu terselesaikannya buku panduan ini.
Semoga buku panduan ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa
kedokteran Universitas Nusa Cendana. Saran dan kritik untuk perbaikan
Modul tetap kami harapkan demi perbaikan mutu pendidikan di FK Undana.

Kupang, Juni 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................... i
Tim Penyusun ........................................................................................... ii
Kata Pengantar ......................................................................................... ii
Daftar isi .................................................................................................... iii
Tata tertib CSL ......................................................................................... iv
Pertemuan 1. Keterampilan penentuan status gizi dengan
pengukuran antropometri pada anak usia 0-24 bulan,
24-60 bulan dan dewasa ................................................. 1
Pertemuan 2. Keterampilan Anamamnesis dan konseling meids
pasien diabetes dan pengaturan diet pada pasien DM
dan obesitas serta injeksi insulin ................................... 19
Pertemuan 3. Keterampilan Anamnesis dan pemeriksaan fisik
kelenjar thyroid .............................................................. 43
Pertemuan 4. Keterampilan anamnesis dan teknik pemeriksaan
system gals ................................................................... 50
Pertemuan 5. Keterampilan Pemeriksaan ekstremitas ......................... 57
Pertemuan 6. Keterampilan penilaian foto radiologi dan tulang sendi... 65
Pertemuan 7. Keterampilan Pemeriksaan derajat kesadaran dan
pemeriksaan tanda meningeal....................................... 68
Pertemuan 8. Keterampilan pemeriksaan nervus kranialis 1,2, 3, 4, 5,
6 .................................................................................... 78
Pertemuan 9. Keterampilan Pemeriksaan nervus kranilais 7, 8, 9, 10,
11, 12 .......................................................................... 101
Pertemuan 10. Keterampilan Pemeriksaan sistem motoric................. 122
Pertemuan 11. Keterampilan Pemeriksaan refleks fisiologis .............. 126
Pertemuan 12. Keterampilan Peeriksaan refleks patologis ................. 134
Pertemuan 13. Keterampilan Pemeriksaan sensibilitas ...................... 141
Pertemuan 14. Keterampilan Pemeriksaan fungi koordinasi............... 149
Pertemuan 15. Keterampilan pemeriksaan status mental sistem
neuropsikiatri............................................................. 154

iv
Tata Tertib Clinical Skill Laboratory (Csl)
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
Mahasiswa yang melakukan praktek di Laboratorium Fakultas
Kedokteran Undana, harus mematuhi tata tertib laboratorium, seperti di
bawah ini:
A. Sebelum praktikum, mahasiswa diharuskan :
1. Membaca penuntun belajar keterampilan klinis sistem atau
penuntun praktikum yang bersangkutan dan bahan bacaan
rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.
2. Menyediakan alat atau barang sesuai dengan petunjuk pada
penuntun yang bersangkutan.
B. Pada saat praktikum, setiap mahasiswa:
1. Setiap mahasiswa wajib berpakaian bersih, rapi dan sopan. Tidak
diperkenankan memakai baju kaos (T-Shirt) dan sandal.
Mahasiswa wanita tidak diperkenankan memakai pakaian ketat
dan tipis sehingga tembus pandang, dan/atau rok di atas lutut.
2. Mahasiswa laki-laki tidak diperkenankan memanjangkan rambut
hingga menyentuh kerah baju, ataupun menutupi mata.
3. Setiap mahasiswa wajib memakai jas praktikum dalam keadaan
rapi dan bersih. Bagi mahasiswa yang berjilbab, jilbab wajib
dimasukkan ke dalam jas laboratorium.
4. Mahasiswa tidak diperkenankan memanjangkan kuku lebih dari 1
mm.
5. Setiap mahasiswa wajib menggunakan tanda identitas yang
mencantumkan nama lengkap dan NIM.
6. Setiap mahasiswa peserta CSL wajib mempelajari dan membawa
manual keterampilan yang akan dipelajari dalam bentuk hard
copy/soft copy.
7. Setiap mahasiswa wajib berperan aktif dalam proses
pembelajaran.
8. Setiap mahasiswa wajib dan bertanggung jawab menjaga dan
memelihara peralatan/bahan yang digunakan. Tidak merusak
bahan dan alat latihan keterampilan. Setiap kerusakan harus
diganti dalam waktu maksimal satu minggu.
9. Setiap mahasiswa tidak diperkenankan menggunakan alat
komunikasi selama proses CSL berlangsung. Semua alat
komunikasi dimasukkan ke dalam tas dalam keadaan silent.
10. Setiap mahasiswa wajib hadir paling lambat 5 menit sebelum
waktu kegiatan yang ditentukan dan tidak diperkenankan masuk
kelas bila proses CSL sudah dimulai.
11. Jika hendak meninggalkan ruangan CSL pada saat proses
pembelajaran berlangsung, setiap mahasiswa wajib meminta izin
dan menitipkan kartu mahasiswa/KTP/SIM pada dosen pengajar.
v
Kartu identitas dapat diambil setelah mahasiswa kembali ke
ruangan.
12. Setiap mahasiswa pada saat CSL tidak diperkenankan melakukan
kegiatan yang tidak berhubungan dengan proses pembelajaran
dan/atau mengganggu proses pembelajaran.
13. Setiap mahasiswa wajib memperlakukan manekin layaknya
seorang pasien hidup dengan menjunjung tinggi etika profesi
dokter terhadap pasien, termasuk tidak mencoret manekin,
memotret secara sengaja atau selfie dengan manekin untuk tujuan
dipublikasikan ke akun media sosial pribadi.
14. Setiap mahasiswa yang melakukan pelanggaran aturan nomor 1–
13 dapat dikeluarkan dari ruang CSL oleh instruktur pengajar dan
dianggap tidak hadir pada CSL tersebut, serta dapat diberhentikan
untuk mengikuti kegiatan CSL selanjutnya.
15. Meninggalkan ruangan latihan ketrampilan dalam keadaan rapi
dan bersih.
16. Aturan diatas berlaku sejak memasuki koridor skill lab.
17. Mahasiswa harus menghadiri kegiatan akademik minimal 80 %
dari total jam blok berjalan dan apabila kurang dari itu, maka
mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti Ujian OSCE dengan
nilai akhir K.
18. Apabila instruktur tidak hadir, ketua kelas segera melaporkan
kepengelola blok.
19. Mahasiswa boleh minta izin dengan alasan penting:
a. Yang bersangkutan sakit
b. Orangtua dirawat/sakit berat/meninggal
c. Mewakili Fakultas atau Universitas pada kegiatan-kegiatan resmi
20. Apabila mahasiswa tidak dapat hadir karena sakit, maka wajib
mengumpulkan surat sakit dari dokter praktik/klinik
berlisensi/Rumah sakit paling lambat 1 hari setelah ketidakhadiran
yang dilengkapi dengan nama terang dokter pemeriksa, tanda
tangan, lama sakit, stempel klinik/rumah sakit, nomor telepon
dokter pemeriksa atau klinik/ rumah sakit.
21. Apabila mahasiswa tidak dapat hadir karena mewakili Fakultas
atau Universitas, wajib memasukkan surat izin dari
PimpinanFakultas/Universitas paling lambat 3 hari sebelumnya.
22. Surat sakit dan surat izin difotokopi 3 rangkap dan diserahkan
kepengelola blok, MEU, dan Prodi.
23. Setiap mahasiswa dilarang menandatangani daftar hadir bagi
mahasiswa lain. Jika terbukti melakukan hal tersebut untuk
pertama kali, yang menandatangani dan ditandatangankan
dianggap tidak hadir untuk satu hari pelajaran. Jika terbukti
melakukan dua kali, dianggap tidak hadir untuk lima hari pelajaran.
Jika terbukti melakukan tiga kali, maka dianggap tidak hadir untuk
semua proses akademik pada blok bersangkutan.
vi
Pertemuan 1
Keterampilan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada anak usia 0-24 bulan
Pendahuluan
Pada masa 2 tahun pertama kehidupan (bayi dibawah dua
tahun/baduta) memiliki karakteristik pertumbuhan fisik serta
perkembangan sosial yang cepat. Perubahan-perubahan dapat terjadi
pada masa tersebut yang akan mempengaruhi cara serta asupan
makanan. Di Indonesia masalah gizi masih menjadi masalah nasional.
Kelompok usia bayi dibawah dua tahun termasuk kelompok yang rentan
terhadap masalah gizi.
Kriteria utama untuk menentukan status gizi pada bayi dibawah usia 2
tahun adalah dengan menggunakan indeks antropometri. Ada 3 indeks
yang dipakai yaitu berat badan untuk umur, panjang badan untuk umur dan
berat badan untuk panjang badan. Status gizi dapat diklasifikasikan status
gizi baik, kurang, buruk atau lebih.
Capaian Pembelajaran
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada
pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status
gizi pada ibu anak usia 0-24 bulan.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan anak usia 0-24 bulan.
5. Mampu melakukan pengukuran panjang badan anak usia 0-24 bulan.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 0-24 bulan.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada anak usia 0- 24- bulan.
2. Baby scale atau weighing scale
3. Length board
4. Manekin bayi.
5. Lembar pemeriksaan status gizi anak usia 0-24 bulan.
6. Tabel standar penilaian status gizi anak usia 0-24 bulan.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

1
Keterampilan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada anak usia 0-24 bulan
Pendahuluan
Pada masa 2 tahun pertama kehidupan (bayi dibawah dua
tahun/baduta) memiliki karakteristik pertumbuhan fisik serta perkembangan
sosial yang cepat. Perubahan-perubahan dapat terjadi pada masa tersebut
yang akan mempengaruhi cara serta asupan makanan. Di Indonesia
masalah gizi masih menjadi masalah nasional. Kelompok usia bayi
dibawah dua tahun (baduta) termasuk kelompok yang rentan terhadap
masalah gizi.
Kriteria utama untuk menentukan status gizi pada bayi dibawah usia 2
tahun adalah dengan menggunakan indeks antropometri. Ada 3 indeks
yang dipakai yaitu berat badan untuk umur, panjang badan untuk umur dan
berat badan untuk panjang badan. Status gizi dapat diklasifikasikan status
gizi baik, kurang, buruk atau lebih.
Capaian Pembelajaran
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan
padapengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat denganbenar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status
gizi anak usia 0-24 bulan.
4. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 0-24 bulan.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada anak usia 0-24 bulan.
2. Baby scale atau weigthing scale SECA703
3. Length board SECA207
4. Manekinbayi.
5. Lembar pemeriksaan status gizi anak usia 0-24 bulan.
6. Tabel standar penilaian status gizi anak usia 0-24bulan.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduanbelajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

2
Deskripsi kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 10 menit  Instrruktur menerangkan tentang
tujuan keterampilan ini
 Instruktur memperlihatkan alat dan
bahan yang diperlukan untuk
melakukan keterampilan ini
2. Demonstrasi 30 menit  Seorang mahasiswa bertindak
sebagai pasien
 Instruktur memperlihatkan cara
menggali informasi mengenai
keluhan.
 Instruktur memperlihatkan cara
melakukan anamnesis terpimpin
sebelum memulai pemeriksaan.
 Instruktur memperlihatkan cara
melakukan pemeriksaan
Antropometri yang baik dan benar.
 Instruktur memperlihatkan cara
membuat resume dari semua
informasi yuang didapat baik pada
anamnesis dan pengukuran
antropometri.
 Mahasiswa diminta untuk
menanyakan hal-hal yang belum
jelas sehubungan dengan kegiatan
keterampilan ini
3. Praktek 60 menit  mahasiswa dibagi menjadi
bermain peran berpasang-pasangan, satu orang
dengan berperan sebagai dokter dan satu
umpan balik orang berperan sebagai pasien
 Mahasiswa yang berperan sebagai
dokter melakukan kegiatan:
menggali informasi awal dan
melanjutkan kepememeriksaan
Antropometri.
 Bertukar peran
 Instruktur berkeliling di antara
mahasiswa dan melakukan
supervise
 Instruktur mengoreksi hal-hal yang
belum sempurna
4. Curah 20 menit  Mahasiswa diberi kesempatan
pendapat dan untuk mengemukakan pendapatnya
diskusi tentang kegiatan yang dilakukan
Total waktu 120 menit

3
Keterampilan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada anak usia 0- 24 bulan
No Langkah/kegiatan Nilai
Medical consent 0 1 2
1. Sapalah anak (pasien) dan keluarganya dengan
ramah dan perkenalkan diri anda serta tanyakan
keadaannya.

2. Berikan informasi umum kepada anak (pasien)


atau keluarganya tentang indikasi/tujuan dan cara
penentuan status gizi pada anak usia 0-24 bulan
dengan pengukuran antropometri berupa berat
badan dan panjang badan. Tanyakan identitas
anak (nama, tanggal lahir, alamat).

3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan


status gizi yang akan diperoleh
4. Lakukan cuci tangan rutin
Persiapan alat
Untuk pengukuran berat badan
5. Baby scale
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan
pada alat) serta mengembalikan jarum ke
angka 0.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat
5 kg. Jika jarum menunjuk ke angka 5, maka
alat dapat digunakan. Akan tetapi, jika jarum
tidak menunjuk ke angka 5, maka alat tidak
dapat digunakan.
- Weigthing scale SECA 703
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan
pada alat) serta cek angka pada jendela baca
memperlihatkan angka 0 dengan menekan
tombol on.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat
5 kg. Jika jendela baca menunjuk ke angka 5,
maka alat dapat digunakan. Akan tetapi, jika
jendela baca tidak menunjuk ke angka 5, maka
alat tidak dapat digunakan.

4
Untuk pengukuran panjang badan
6. Length board SECA 207
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan baik
pada bagian atas yang akan menyentuh kepala
anak serta bagian bawah yang akan
menyentuh tumit dari anak) dan angka dapat
dilihat dengan jelas.

- Letakkan alat pada meja datar dengan alat


tersebut terfiksasi pada dinding
Persiapan pasien
Untuk pengukuran berat badan
7. - Pakai pakaian seminimal mungkin (jaket,
popok, kain sarung dilepaskan) jika perlu
mengganti baju dengan baju yang telah
disediakan untuk pengukuran.
- Buka alas kaki (sepatu atau sendal).
- Keluarkan benda-benda berat yang akan
mempengaruhi hasil pengukuran.
- Dilakukan sebelum anak (pasien)
mendapatkan makanan utama dan kandung
kemih dalam keadaan kosong.

Untuk pengukuran panjang badan


8. - Pakai pakaian seminimal mungkin sehingga
postur tubuh dapat terlihat dengan jelas (jaket
dilepaskan).
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta
aksesoris kepala (jepitan rambut, topi,
ikatrambut).
- Siapkan asisten pengukur sehingga pengukur
berjumlah minimal 2 orang, satu sebagai
asisten pengukur yang bertugas memegang
kedua telinga anak sehingga posisi kepala
anak berada pada posisi Frankfurt Plane dan
menyentuh bagian atas dari alat. Pengukur
utama bertugas memegang lutut atau tibia dari
anak sehingga kaki dapat berada pada posisi
lurus menyentuh bagian bawah dari alat.

5
Pelaksanaan penentuan status gizi
Pengukuran berat badan
9. Baby scale
- Letakkan anak tersebut pada mangkuk
timbangan dengan pakaian seminimal
mungkin secarahati-hati.
- Catat angka yang ditunjuk oleh jarum pada
lembar penentuan status gizi untuk BB.
- Utamakan keselamatan anak pada saat
penimbangan.
- Berikan kembali anak pada ibunya setelah
dilakukan pencatatan.
- Penimbangan dapat dilakukan 2 kali kemudian
dimasukkan nilai rata-rata.
- Catat nilai rata-rata tersebut pada lembar
pemeriksaan status gizi anak untuk BB.
- Weigthing scale SECA 703,
- Tekan tombol on (sebelah kiri atas) maka akan
muncul angka 0.00 pada jendela baca.
- Minta ibu naik ke alat timbangan tersebut
hingga muncul angka pada jendela baca.
10. - Tekan tombol hold 2 in 1 (dibawah tombol on)
hingga muncul tulisan NET pada jendela baca
dan muncul angka 0.00 pada jendela baca dan
ibu diminta turun.
- Minta ibu dan anak naik ke alat ukur.
- Catat angka yang muncul pada jendela baca
yang menunjukkan berat badan anak pada
lembar pemeriksaan status gizi anak untuk BB
dengan ketelitian hingga 0.1 kg.
- Minta ibu beserta anaknya turun setelah berat
badan anak dicatat.

Pengukuran panjang badan


10. - Baringkan anak dengan posisi terlentang ke
tempat yang datar (meja) yang telah terlebih
dahulu diletakkan alat pengukur di meja
tersebut.
- Minta asisten pengukur berada pada bagian
atas dari anak dengan memegang kedua daun
telinga dan membentuk posisi kepala
Frankfur Plane (garis imaginasi dari bagian
inferior orbita horisontal terhadap meatus
akustikus eksterna bagian dalam) dan
menyentuh bagian atas dari alat.
6
- Pegang kedua lutut atau tibia pasien sehingga
posisi kaki lurus dan tumit menyentuh bagian
bawah alat ukur.
- Baca dan catat angka yang ditunjuk oleh alat
tersebut.
- Pengukur dapat melakukan pengukuran dua
kali dengan menggeser bagian bawah alat
pengukur dan memperbaiki posisi anak dan
mencatat hasil pengukuran tersebut.
- Catat nilai rata-rata (dari dua kali pengukuran)
pada anak tersebut pada lembar pemeriksaan
status gizi pada panjang badan (PB) dengan
ketelitian 0.1cm.
Penentuan status gizi
11. Berat badan menurut umur (BB/U) :
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk
mendapatkan umur pasien anaktersebut.
- Ambil tabel standar berat badan menurut umur
(BB/U) anak usia 0-60 bulan sesuai dengan
jenis kelamin.
- Carilah umur anak pada kolom umur di tabel
kemudian masukkan hasil pengukuran berat
badan anak pada kolom berat badan (apakah
pada kolom -3SD, - 2SD, -1 SD, median, 1
SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-
kolom tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan
tabel indeks dan ambang batas (z-score) yang
telah tersedia (gizi buruk, kurang, baik atau
lebih).
- Catat status gizi tersebut pada lembar
penentuan status gizi yang tersedia untuk
kategori BB/U.

12. Panjang badan menurut umur (PB/U) :


- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk
mendapatkan umur pasien anak tersebut.
- Ambil tabel standar panjang badan menurut
umur (PB/U) anak usia 0-24 bulan sesuai
dengan jenis kelamin.

7
- Carilah umur anak pada kolom umur di tabel
kemudian masukkan hasil pengukuran
panjang badan anak pada kolom tinggi badan
(apakah pada kolom - 3SD, -2SD, -1 SD,
median,1 SD, 2 SD atau 3 SD ataukah
diantara kolom-kolom tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan
indeks dan ambang batas (z-score) yang telah
tersedia (sangat pendek, pendek, normal atau
tinggi).
- Catat status gizi tersebut pada lembar
penentuan status gizi yang tersedia untuk
kategori PB/U.

13. Berat badan menurut panjang badan (BB/PB) :


- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk
mendapatkan umur pasien.
- Ambil tabel standar berat badan menurut
panjang badan (BB/PB) anak usia 0-24 bulan
sesuai dengan jenis kelamin.
- Carilah panjang badan anak pada kolom
panjang badan di tabel kemudian masukkan
hasil pengukuran berat badan anak pada
kolom berat badan (apakah pada kolom -3SD,
-2SD, -1 SD, median, 1 SD, 2 SD atau 3 SD
ataukah diantara kolom-kolom tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan
indeks dan ambang batas (z-score) yang telah
tersedia (sangat kurus, kurus, normal atau
gemuk).
- Catat status gizi tersebut pada lembar
penentuan status gizi yang tersedia untuk
kategori BB/PB.

8
Keterampilan penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri
pada anak usia 24-60 bulan

Pendahuluan
Kelompok usia anak pra sekolah usia 2 tahun hingga dibawah 6
tahun merupakan kelompok usia yang rentan terhadap masalah gizi di
Indonesia. Oleh karena itu, penentuan status gizi perlu dilakukan dengan
melakukan pengukuran antropometri.
Pada kelompok usia ini, pertumbuhan secara konstan akan terjadi
sehingga perlu dilakukan pengukuran antropometri seperti berat badan,
tinggi badan. Salah satu cara untuk menilai pertumbuhan adalah dengan
melihat grafik pertumbuhan terutama pada indikator berat badan
terhadap tinggi badan dengan menggunakan grafik pertumbuhan.
Capaian Pembelajaran
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan
padapengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat denganbenar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan
status gizi pada ibu anak usia 24-60 bulan.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan anak usia 24-60 bulan.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan anak usia 24-60 bulan.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 24-60 bulan.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada anak usia 24-60 bulan.
2. Weigthing scale SECA703.
3. Mobile stadiometer SECA 213.
4. Lembar pemeriksaan status gizi anak usia 24-60 bulan.
5. Tabel standar penilaian status gizi anak usia 24-60 bulan.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

9
Deskripsi kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 5 menit  Berdoa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing
 Instruktur menerangkan tentang tujuan
keterampilan ini
2. Demonstrasi 20 menit  Seorang mahasiswa bertindak sebagai
pasien
 Instruktur memperlihatkan cara
membuka percakapan, berempati pada
pasien, mengerti perspektif pasien
kemudian menggali informasi,
melakukan komunikasi yang efektif
 Instruktur memperlihatkan cara
menginformasikan kepada pasien
mengenai tindakan selanjutnya yang
akan dilakukan
 Instruktur memperlihatkan cara berbagi
informasi, mencapai persetujuan pasien
dan menutup percakapan
 Mahasiswa diminta untuk menanyakan
hal-hal yang belum jelas sehubungan
dengan kegiatan keterampilan ini
3. Praktek 55 menit  Mahasiswa dibagi menjadi berpasang-
bermain pasangan, satu orang berperan sebagai
peran dokter dan satu orang berperan sebagai
dengan pasien
umpan balik  Mahasiswa yang berperan sebagai
dokter melakukan kegiatan komunikasi
dokter pasien
 Bertukar peran
 Instruktur berkeliling di antara
mahasiswa dan melakukan supervise
 Instruktur mengoreksi hal-hal yang
belum sempurna
4. Curah 10 menit  Mahasiswa diberi kesempatan untuk
pendapat, mengemukakan pendapatnya tentang
dan diskusi kegiatan yang dilakukan
5. Refleksi 10 menit  Masing-masing mahasiswa
menyampaikan ketrampilan apa yang
didapat dan apa yang perlu diketahui
atau dilatih lebih lanjut dalam belajar
mandiri.
Total waktu 100 menit
10
Penuntun belajar penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada anak usia 24-60 bulan
No Langkah/kegiatan Nilai
Medical consent 0 1 2
1. Sapalah anak (pasien) dan keluarganya dengan
ramah dan perkenalkan diri anda serta tanyakan
keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada anak (pasien)
dan keluarganya tentang indikasi/tujuan dan cara
penentuan status gizi pada anak usia 24-60 bulan
dengan pengukuran antropometri berupa berat
badan dan tinggi badan.
3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan
status gizi yang akan diperoleh.
4. Lakukan cuci tangan rutin.
Persiapan alat
Untuk pengukuran berat badan
5. Weighing scale SECA 703
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan
pada alat) serta cek angka pada jendela baca
memperlihatkan angka 0 dengan menekan
tombol on.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat
5 kg. Jika jendela baca menunjuk ke angka 5,
maka alat dapat digunakan. Akan tetapi, jika
jendela baca tidak menunjuk ke angka 5, maka
alat tidak dapat digunakan.
Untuk pengukuran tinggi badan
6. Stadiometer SECA 213
- Cek alat dengan tiang alat tegak lurus terhadap
dinding
- Cek jendela baca dapat digeser naik ataupun
turun serta angka terlihat dengan jelas.
Persiapan pasien
Untuk pengukuran berat badan
7. - Pakai pakaian seminimal mungkin (jaket,
popok, kain sarung dilepaskan) jika perlu
mengganti baju dengan baju yang telah
disediakan untuk pengukuran.
- Buka alas kaki (sepatu atau sendal).
- Keluarkan benda-benda berat yang akan
mempengaruhi hasil pengukuran.
- Dilakukan sebelum pasien mendapatkan
makanan utama dan kandung kemih dalam
keadaan kosong.
11
Untuk pengukuran tinggi badan
. - Pakai pakaian seminimal mungkin sehingga
postur tubuh dapat terlihat dengan jelas (jaket
dilepaskan). Jika perlu mengganti pakaian
dengan pakaian yang telah disediakan untuk
pengukuran.
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta
aksesoris kepala (jepitan rambut, topi, ikat
rambut).
Pelaksanaan penentuan status gizi
Pengukuran berat badan
- Nyalakan weighing scale SECA 703 dengan
menekan tombol on (sebelah kiri atas) maka
akan muncul angka 0.00 pada jendela baca.
- Minta pasien tersebut naik ke alat ukur dalam
posisi berdiri tanpa dibantu olehsiapapun.
- Minta pasien berdiri menghadap lurus ke
depan (kepala tidak menunduk), berdiri tegak,
rileks dan tenang.
- Bacalah angka yang muncul pada jendela baca
alat.
- Catat angka tersebut pada lembar
pemeriksaan status gizi untuk BB dengan
ketelitian hingga 0.1kg.
- Minta pasien untuk turun setelah hasil
pengukuran dicatat.
Pengukuran tinggi badan
10. - Minta pasien berdiri tegak dengan tangan
dalam posisi tergantung bebas di depan tubuh
di depan tiang pengukur.
- Minta pasien memandang lurus ke depan
sehingga membentuk posisi kepala Frankfurt
Plane (garis imaginasi dari bagian inferior
orbita horisontal terhadap meatus acusticus
eksterna bagian dalam).
- Minta pasien untuk menempelkan kepala
bagian belakang, bahu bagian belakang,
bokong dan kedua tumit anak pada tiang
pengukur.
- Turunkan bagian alat yang dapat digeser
hingga menyentuh bagian atas kepala dan
rambut anak.
- Minta pasien inspirasi maksimum pada saat
diukur untuk meluruskan tulang belakang.

12
- Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jendela
baca.
- Catat angka tersebut pada lembar
pemeriksaan status gizi untuk TB dengan
ketelitian hingga 0.1 cm.`
11. Berat badan menurut umur (BB/U) :
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk
mendapatkan umur pasien anak tersebut.
- Ambil tabel standar berat badan menurut umur
(BB/U) anak usia 0-60 bulan sesuai dengan
jenis kelamin.
- Carilah umur anak pada kolom umur di tabel
kemudian masukkan hasil pengukuran berat
badan anak pada kolom berat badan (apakah
pada kolom -3SD, - 2SD, -1 SD, median, 1
SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-
kolom tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan
tabel indeks dan ambang batas (z-score) yang
telah tersedia (gizi buruk, kurang, baik atau
lebih).
- Catat status gizi tersebut pada lembar
penentuan status gizi yang tersedia untuk
kategori BB/U.
12. Tinggi badan menurut umur (TB/U) :
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk
mendapatkan umur pasien anak tersebut.
- Ambil tabel standar tinggi badan menurut
umur (TB/U) anak usia 24-60 bulan sesuai
dengan jenis kelamin .
- Carilah umur anak pada kolom umur di tabel
kemudian masukkan hasil pengukuran tinggi
badan anak pada kolom tinggi badan (apakah
pada kolom -3SD, - 2SD, -1 SD, median, 1
SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-
kolom tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan
indeks dan ambang batas (z-score) yang telah
tersedia (sangat pendek, pendek, normal atau
tinggi).
Catat status gizi tersebut pada lembar penentuan
status gizi yang tersedia untuk kategori TB/U.

13
Keterampilan penentuan status gizi
Dengan pengukuran antropometri pada orang dewasa
Pendahuluan
Status gizi merupakan status kesehatan dari suatu individu yang
dipengaruhi oleh asupan makanan dan penggunaan nutrien di dalam
tubuh. Status gizi dapat menjadi prediktor suatu outcome penyakit dan juga
dapat menjadi salah satu cara pencegahan dini suatu penyakit.
Salah satu metode dalam penentuan status gizi adalah pengukuran
antropometri. Untuk orang dewasa, penentuan status gizi undernutrisi atau
overnutrisi dilakukan dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat diperoleh dari hasil pengukuran berat badan
dan tinggi badan pada orang dewasa.
Capaian Pembelajaran
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada
pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya pengukuran pada
pasien orang dewasa.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan pada pada pasien orang
dewasa.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan pada pada pasien orang
dewasa.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi pada pada pasien orang
dewasa.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada orangdewasa.
2. Weighing scale SECA703.
3. Mobile stadiometer SECA213.
4. Lembar pemeriksaan status gizi orangdewasa.
5. Tabel klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (WHO-Asia Pasifik,2004).
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

14
Deskripsi kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
a. Pengantar 5 menit  Berdoa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing
 Instrruktur menerangkan tentang
tujuan keterampilan ini
b. Demonstrasi 20 menit  Seorang mahasiswa bertindak
sebagai pasien
 Instruktur memperlihatkan cara
membuka percakapan, berempati
pada pasien, mengerti perspektif
pasien kemudian menggali
informasi, melakukan komunikasi
yang efektif
 Instruktur memperlihatkan cara
menginformasikan kepada pasien
mengenai tindakan selanjutnya yang
akan dilakukan
 Instruktur memperlihatkan cara
berbagi informasi, mencapai
persetujuan pasien dan menutup
percakapan
 Mahasiswa diminta untuk
menanyakan hal-hal yang belum
jelas sehubungan dengan kegiatan
keterampilan ini
2. Praktek 55 menit  mahasiswa dibagi menjadi
bermain berpasang-pasangan, satu orang
peran berperan sebagai dokter dan satu
dengan orang berperan sebagai pasien
umpan balik  Mahasiswa yang berperan sebagai
dokter melakukan kegiatan
komunikasi dokter pasien
 Bertukar peran
 Instruktur berkeliling di antara
mahasiswa dan melakukan
supervise
 Instruktur mengoreksi hal-hal yang
belum sempurna
3. Curah 10 menit  Mahasiswa diberi kesempatan untuk
pendapat, mengemukakan pendapatnya
dan diskusi tentang kegiatan yang dilakukan
4. Refleksi 10 menit  Masing-masing mahasiswa
menyampaikan ketrampilan apa
yang didapat dan apa yang perlu
diketahui atau dilatih lebih lanjut
dalam belajar mandiri.
Total waktu 100 menit

15
Penuntun belajar penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometri pada orang dewasa (berdasarkan indeks massa tubuh)

No Langkah/kegiatan Nilai
Medical consent 0 1 2
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan
ramah dan perkenalkan diri anda serta tanyakan
keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada pasien atau
keluarganya tentang indikasi/tujuan dan cara
penentuan status gizi berdasarkan indeks massa
tubuh (IMT) dengan cara pengukuran berat badan
dan tinggi badan.
3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan
status gizi yang akan diperoleh
4. Lakukan cuci tangan rutin
Persiapan alat
Untuk pengukuran berat badan
5. Weighing scale SECA 703
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan pada
alat) serta cek angka pada jendela baca
memperlihatkan angka 0 dengan menekan
tombol on.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat 5
kg. Jika jendela baca menunjuk ke angka 5,
maka alat dapat digunakan. Akan tetapi, jika
jendela baca tidak menunjuk ke angka 5, maka
alat tidak dapat digunakan.
Untuk pengukuran tinggi badan
6. Stadiometer SECA 213
- Cek alat dengan tiang alat tegak lurus terhadap
dinding
- Cek jendela baca dapat digeser naik ataupun
turun serta angka terlihat dengan jelas.
Persiapan pasien
Untuk pengukuran berat badan
7. - Pakai pakaian seminimal mungkin (jaket, kain
sarung dilepaskan) jika perlu mengganti baju
dengan baju yang telah disediakan untuk
pengukuran.
- Buka alas kaki (sepatu atau sendal).
- Keluarkan benda-benda berat yang akan
mempengaruhi hasil pengukuran (kunci, telepon
seluler, dompet, ikat pinggang)

16
- Dilakukan sebelum pasien mendapatkan
makanan utama dan kandung kemih dalam
keadaan kosong.
Untuk pengukuran tinggi badan
8. - Pakai pakaian seminimal mungkin sehingga
postur tubuh dapat terlihat dengan jelas (jaket
atau kain sarung dilepaskan). Jika perlu
mengganti pakaian dengan pakaian yang telah
disediakan untuk pengukuran.
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta
aksesoris kepala (jepitan rambut, topi, ikat
rambut, jilbab yang tebal sebaiknya diganti
dengan jilbab yang tipis).
Pelaksanaan penentuan status gizi
Pengukuran berat badan
9. - Nyalakan weighing scale SECA 703 dengan
menekan tombol on (sebelah kiri atas) maka
akan muncul angka pada jendela baca.
- Minta pasien tersebut naik ke alat ukur dalam
posisi berdiri tanpa dibantu oleh siapapun.
- Minta pasien berdiri menghadap lurus ke depan
(kepala tidak menunduk), berdiri tegak, rileks dan
tenang.
- Bacalah angka yang muncul pada jendela baca
alat.
- Catat angka tersebut pada lembar pemeriksaan
status gizi pasien orang dewasa untuk BB
dengan ketelitian 0.1 kg.
- Minta pasien untuk turun setelah hasil
pengukuran dicatat.
Pengukuran tinggi badan

10. - Minta pasien berdiri tegak dengan tangan dalam


posisi tergantung bebas di depan tubuh di depan
tiang pengukur.
- Minta pasien memandang lurus ke depan
sehingga membentuk posisi kepala Frankfurt
Plane (garis imaginasi dari bagian inferior orbita
horisontal terhadap meatus acusticus eksterna
bagian dalam).
- Minta pasien untuk menempelkan kepala bagian
belakang, bahu bagian belakang, bokong dan
kedua tumit anak pada tiang pengukur.
- Turunkan bagian alat yang dapat digeser hingga
menyentuh bagian atas kepala dan rambut
pasien.
17
- Minta pasien inspirasi maksimum pada saat
diukur untuk meluruskan tulang belakang.
- Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jendela
baca. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian
hingga 0.1 cm
Penentuan status gizi
11. Indeks massa tubuh (IMT)
- Hitung IMT pasien dengan menggunakan
rumus: IMT = BB (kg)/TB (m2).
- Ambil tabel klasifikasi status gizi pada orang
dewasa
- Masukkan nilai IMT pasien ke tabeltersebut.
- Tentukan status gizi pasien (status gizi baik, gizi
kurang, gizi buruk) pada pasien tersebut.

18
Pertemuan 2
Keterampilan Pengaturan diet pada pasien DM dan obesitas serta
injeksi insulin

Pendahuluan

Salah satu faktor keberhasilan pengobatan pada pasien Diabetes


Melitus (DM) adalah pengaturan diet. Pengaturan diet tersebut telah
terbukti dapat menurunkan gula darah yang meningkat pada pasien DM.
Komposisi makronutrien perlu diatur sehingga komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien DM dapat dihindari.

Pengaturan diet pada pasien DM, terutama difokuskan pada asupan


karbohidrat. Hal ini perlu diperhatikan karena dalam tubuh asupan
karbohidrat akan diubah menjadi glukosa dalam darah. Oleh karena itu,
persentase karbohidrat dalam diet perlu diturunkan. Pada manual ini, akan
dijelaskan langkah-langkah dalam penyusunan diet pada pasien DM.

Capaian Pembelajaran
1. Mampu menentukan kebutuhan energi sesuai dengan status gizi
pasien
2. Mampu menentukan komposisi makronutrien dari kebutuhan energi
3. Mampu menentukan kebutuhan karbohidrat, protein dan lemak dalam
gram
4. Mampu membagi kebutuhan makronutrien dalam waktu makan
5. Mampu menentukan jenis-jenis makanan yang dapat dikonsumsi
dalam setiap waktu makan
6. Mampu memberikan edukasi gizi pada pasien
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar pengaturan diet pada pasien DM
2. Food model.
3. Leaflet pengaturan diet pada pasien DM
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

19
Deskripsi Kegiatan :
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Demonstrasi 15 menit  Mengatur posisi duduk mahasiswa
 Seorang instruktur melakukan demonstrasi
menentukan kebutuhan energi sesuai
dengan status gizi pasien. Mahasiswa
menyimak dan mengamati.
 Kemudian dilanjutkan dengan menentukan
komposisi makronutrien yaitu karbohidrat,
protein dan lemak.
 Menentukan kebutuhan karbohidrat,
protein dan lemak dalam gram.
 Membagi kebutuhan makronutrien dalam
waktu makan
 Menentukan jenis-jenis makanan yang
dapat dikonsumsi dalam setiap waktu
makan
 Memberikan edukasi gizi pada pasien
dengan menggunakan food model yang
ada serta leaflet untuk pasien obesitas
 Mahasiswa menyimak dan mengamati.
 Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan instruktur
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting.
 Mahasiswa dapat memperhatikan dan
menanyakan hal-hal yang belum
dimengerti dan instruktur menanggapinya.
3. Praktek 25 menit  Setiap mahasiswa akan melakukan
bermain pengaturan diet pada pasien DM dengan
peran dan contoh kasus yang ada .
umpan  Instruktur berkeliling diantara mahasiswa
balik dan melakukan supervisi menggunakan
check list
 Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih
satu kali.
4. Curah 15 menit  Curah pendapat/diskusi dengan
pendapat / menanyakan apakah ada kesulitan dalam
diskusi melakukan pengukuran, apakah ada yang
belum dimengerti dalam keterampilan ini
dan lain-lain.
 Instruktur menyimpulkan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti.
Total waktu 60 menit

20
Penuntun belajar pengaturan diet
Pada pasien diabetes melitus

No Langkah/kegiatan Kasus
Medical consent 0 1 2
1. Sapalah pasien dan keluarganya dengan ramah
dan perkenalkan diri anda serta tanyakan
keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada pasien dan
keluarganya tentang tujuan dan cara pengaturan
diet.
3. Jelaskan tentang target yang dikehendaki sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan
Penentuan kebutuhan energy
4. Kebutuhan energi berdasarkan status gizi (IMT) :
 2100-2300 kkal untuk status gizi kurang
 1700 -1900 kkal untuk status gizi normal
 1100 -1500 kkal untuk status gizi overweight
Penentuan komposisi makronutriendari kebutuhan
energi
5. Komposisi makronutrien terdiri dari karbohidrat :
protein : lemak yaitu = 45-65% : 10-20% : <20-
25%
Asupan karbohidrat tidak boleh kurang dari
130g/hari.Komposisi karbohidrat sederhana :
kompleks = 5-10% : 40-55%, sukrosa : < 5%
- Komposisi lemak jenuh : lemak tidak jenuh
tunggal : lemak tidak jenuh ganda = <7% : 4-9%
:<10%.
Penentuan kebutuhan karbohidrat, protein dan
lemak dalam gram
Kebutuhan karbohidrat dalam gram
6. - kebutuhan karbohidrat (kkal) = Persentase
komposisi x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan karbohidrat (gram) = kebutuhan
karbohidrat (kkal)/4 kkal
- kebutuhan karbohidrat sederhana =
contohnya : kebutuhan energi = 1200 kkal
kebutuhan karbohidrat dalam kkal = 45-65% x
1200 kkal = 600 -660 kkal
kebutuhan karbohidrat dalam gram = 540-780
kkal/4 kkal = 135 -195 gram
kebutuhan karbohidrat sederhana dalam kkal
= 5-10% x 1200 kkal = 60 - 120 kkal,
kebutuhan karbohidrat sederhana dalam gram
21
= 60 - 120 kkal /4 kkal = 15 – 30 gram
kebutuhan karbohidrat kompleks dalam kkal =
40-55% x 1200 kkal =480 – 660 kkal
kebutuhan karbohidrat kompleks dalam gram
= 480 -660 kkal/4 kkal = 120 -165 gram
Kebutuhan protein dalam gram
7. - kebutuhan protein (kkal) = persentase
komposisi x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan protein (gram) = kebutuhan protein
(kkal)/4 kkal
contohnya : kebutuhan energi = 1200 kkal
kebutuhan protein dalam kkal = 10-20% x 1200
kkal = 120 - 240 kkal
kebutuhan protein dalam gram = 120-240 kkal/4
kkal = 30-60 gram
Kebutuhan lemak dalam gram
9. - kebutuhan lemak (kkal) = persentase
komposisi x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan lemak (gram) = kebutuhan protein
(kkal)/9 kkal
- kebutuhan lemak jenuh (kkal) = <7% x
kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan lemak jenuh (gram) = kebutuhan
lemak jenuh (kkal) / 9 kkal
- kebutuhan lemak tidak jenuh tunggal (kkal) = 4-
9% x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan lemak tidak jenuh tunggal (gram) =
kebutuhan lemak tidak jenuh (kkal)/9 kkal
- kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (kkal) =
<10 % x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (gram) =
kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (kkal)/9 kkal
contohnya : kebutuhan energi = 1200 kkal
kebutuhan lemak dalam kkal = < 20-25% x 1200
kkal = < 240-300 kkal
kebutuhan lemak dalam gram = < 240-300
kkal/9 kkal = < 26,67-33,33 gram
kebutuhan lemak jenuh (kkal) = <7% x 1200
kkal = <84 kkal
kebutuhan lemak jenuh (gram) = <84 kkal/9 kkal
= <9,33 gram
kebutuhan lemak tidak jenuh tunggal (kkal) = 4-
9% x 1200 kkal = 48-108 kkal
kebutuhan lemak tidak jenuh tunggal (gram) =
48-108 kkal/9 kkal = 5,33-12 gram
kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (kkal) =
<10% x 1200 kkal = <120 kkal
kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (gram) =
<120 kkal/9 kkal = <13,33 gram

22
Membagi kebutuhan karbohidrat, protein dan lemak
dalam waktu makan
9. - Makanan utama terbagi atas : makan pagi :
20%, makan siang : 30%, makan sore : 25%
- Makanan selingan terbagi atas : snak pagi :
10%, snak sore :15%,
contohnya : kebutuhan karbohidrat = 150 gram
kebutuhan karbohidrat dalam makanan utama
terdiri atas :
 makan pagi = 20% x 150 gram =30 gram
 makan siang = 30% x 150 gram = 45 gram
 makan sore = 25% x 150 gram = 37,5 gram
 kebutuhan karbohidrat dalam makanan selingan
terdiri dari :
snak pagi = 10% x 150 gram = 15 gram
snak sore = 15% x 150 gram = 22,5 gram
Menentukan jenis-jenis makanan yang dapat
dikonsumsi dalam setiap waktu makan
10. Jenis-jenis makanan yang dianjurkan untuk pada
pasien DM adalah :
indeks glisemis rendah dan beban glisemis
rendah
Pembagian indeks glisemis (GI) :
 rendah = GI <55, contohnya : apel, wortel
rebus, fruktosa, kacang-kacangan, susu skim,
yogurt rendah lemak
 intermediate = GI :55-70, contohnya : pasta,
roti putih, sukrosa, pisang
 tinggi = GI >70, contohnya : kentang
panggang, madu, bagel
Pembagian beban glisemis (GL) :
 rendah = GL <15, contohnya : wortel rebus,
susu skim, yogurt rendah lemak,madu,
sukrosa, roti putih
 intermediate = GL :15-20 , contohnya :
spaghetti,pisang
 tinggi = GL>20, contohnya : pasta, jagung,
bagel, kentang panggang

Melakukan edukasi gizi


11. - Pasien sebaiknya memiliki waktu makan 5-6 kali
yang terdiri atas 3 kali makanan utama (pagi,
siang dan sore) serta 2-3 kali makanan selingan
(snak pagi, sore dan malam).
- asupan karbohidrat sederhana seperti gula
pasir tidak boleh lebih dari 10% kebutuhan

23
energi.
- Pasien makan sesuai dengan porsi yang
dianjurkan
- Pasien makan sesuai dengan jenis bahan
makanan yang dianjurkan yaitu rendah glisemis
indeks dan rendah beban glisemis

24
Keterampilan pengaturan diet pada pasien obesitas
Pendahuluan
Prevalensi obesitas di Indonesia saat ini mengalami peningkatan.
Orang dewasa yang obesitas berisiko untuk mengidap beberapa penyakit
kronis non infeksi tertentu. Penyakti tersebut dapat berupa diabetes melitus
tipe II, hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner, dan sebagainya. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengaturan diet yang tepat pada pasien
obesitas.
Diet yang diberikan pada pasien obesitas bertujuan untuk mengurangi
kadar lemak dalam tubuh. Untuk mencapainya perlu pengaturan diet yang
benar sehingga tidak akan menimbulkan efek yang tidak diharapkan.
Capaian Pembelajaran
1. Mampu menentukan kebutuhan energi sesuai dengan status gizi pasien
2. Mampu menentukan komposisi makronutrien dari kebutuhan energi
3. Mampu menentukan kebutuhan karbohidrat, protein dan lemak dalam
gram
4. Mampu membagi kebutuhan makronutrien dalam waktu makan
5. Mampu menentukan jenis-jenis makanan yang dapat dikonsumsi dalam
setiap waktu makan
6. Mampu memberikan edukasi gizi pada pasien
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar pengaturan diet pada pasien obesitas
2. Food model.
3. Leaflet pengaturan diet pada pasien obesitas
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

25
Deskripsi Kegiatan :
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 5 menit Pengantar
a. Demonstrasi 15 menit  Mengatur posisi duduk mahasiswa
 Seorang instruktur melakukan
demonstrasi menentukan kebutuhan
energi sesuai dengan berat badan ideal
pasien. Mahasiswa menyimak dan
mengamati.
 Kemudian dilanjutkan dengan
menentukan komposisi makronutrien
yaitu karbohidrat, protein dan lemak.
 Menentukan kebutuhan karbohidrat,
protein dan lemak dalam gram.
 Membagi kebutuhan makronutrien dalam
waktu makan
 Menentukan jenis-jenis makanan yang
dapat dikonsumsi dalam setiap waktu
makan
 Memberikan edukasi gizi pada pasien
dengan menggunakan food model yang
ada serta leaflet untuk pasien obesitas
 Mahasiswa menyimak dan mengamati.
 Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan
instruktur memberikan penjelasan
tentang aspek-aspek yang penting.
 Mahasiswa dapat memperhatikan dan
menanyakan hal-hal yang belum
dimengerti dan instruktur
menanggapinya.
b. Praktek 25 menit  Setiap mahasiswa akan melakukan
bermain pengaturan diet pada pasien obesitas
peran dan dengan contoh kasus yang ada .
umpan balik  Instruktur berkeliling diantara mahasiswa
dan melakukan supervisi menggunakan
check list
 Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih
satu kali.
4. Curah 15 menit  Curah pendapat/diskusi dengan
pendapat/ menanyakan apakah ada kesulitan
diskusi dalam melakukan pengukuran, apakah
ada yang belum dimengerti dalam
keterampilan ini dan lain-lain.
 Instruktur menyimpulkan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti.
Total waktu 60 menit

26
Penuntun belajar pengaturan diet pada pasien obesitas
No Langkah/kegiatan Kasus
Medical consent
1. Sapalah pasiendan keluarganya dengan ramah
dan perkenalkan diri anda serta tanyakan
keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada pasiendan
keluarganya tentang tujuan dan cara pengaturan
diet.
3. Jelaskan tentang target yang dikehendaki sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan
Penentuan kebutuhan energy
4. - Kebutuhan energi berdasarkan status gizi (IMT) :
 1200 -1500 kkal untuk obeis 2
 1000 -1200 kkal untuk obeis 1
Penentuan komposisi makronutriendari kebutuhan
energy
5. - Komposisi makronutrien terdiri dari karbohidrat :
protein : lemak yaitu = 50-55% : 15-25% : <30%
- Komposisi karbohidrat sederhana : kompleks =
5-10% : 45-50%
- Komposisi lemak jenuh : lemak tidak jenuh
tunggal : lemak tidak jenuh ganda = 8-10% :
15% :10%.
Penentuan kebutuhan karbohidrat, protein dan
lemak dalam gram
Kebutuhan karbohidrat dalam gram
6. - kebutuhan karbohidrat (kkal) = Persentase
komposisi x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan karbohidrat (gram) = kebutuhan
karbohidrat (kkal)/4 kkal
- kebutuhan karbohidrat sederhana =
contohnya : kebutuhan energi = 1200 kkal
kebutuhan karbohidrat dalam kkal = 50-55% x
1200 kkal =600 -660 kkal
kebutuhan karbohidrat dalam gram = 600-660
kkal/4 kkal = 150 -165 gram
kebutuhan karbohidrat sederhana dalam kkal =
5-10% x 1200 kkal=60 - 120 kkal,
kebtuhan karbohidrat sederhana dalam gram =
60 - 120 kkal /4 kkal = 15 – 30 gram
kebutuhan karbohidrat kompleks dalam kkal =
45-50% x 1200 kkal =540 – 600 kkal
kebutuhan karbohidrat kompleks dalam gram =
540 -600 kkal/4 kkal = 135 -150 gram
27
Kebutuhan protein dalam gram
7. - kebutuhan protein (kkal) = persentase
komposisi x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan protein (gram) = kebutuhan protein
(kkal)/4 kkal
contohnya : kebutuhan energi = 1200 kkal
kebutuhan protein dalam kkal = 15-25% x 1200
kkal = 180 - 300 kkal
kebutuhan protein dalam gram = 180-300 kkal/4
kkal = 45-75 gram
Kebutuhan lemak dalam gram
9. - kebutuhan lemak (kkal) = persentase komposisi
x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan lemak (gram) = kebutuhan protein
(kkal)/9 kkal
- kebutuhan lemak jenuh (kkal) = 8-10% x
kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan lemak jenuh (gram) = kebutuhan
lemak jenuh (kkal) / 9 kkal
- kebutuhan lemak tidak jenuh tunggal (kkal) =
15% x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan lemak tidak jenuh tunggal (gram) =
kebutuhan lemak tidak jenuh (kkal)/9 kkal
- kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (kkal) = 10
% x kebutuhan energi (kkal)
- kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (gram) =
kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (kkal)/9
kkal
contohnya : kebutuhan energi = 1200 kkal
kebutuhan lemak dalam kkal = < 30% x 1200
kkal = < 360 kkal
kebutuhan lemak dalam gram = < 360 kkal/9
kkal = < 40 gram
kebutuhan lemak jenuh (kkal) = 8-10% x 1200
kkal = 96 kkal
kebutuhan lemak jenuh (gram) = 96 kkal/9 kkal
= 10,67 gram
kebutuhan lemak tidak jenuh tunggal (kkal) =
15% x 1200 kkal = 180 kkal
kebutuhan lemak tidak jenuh tunggal (gram) =
180kkal/9 kkal = 20 gram
kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (kkal) =
10% x 1200 kkal = 120 kkal
kebutuhan lemak tidak jenuh ganda (gram) =
120 kkal/9 kkal = 13,33 gram

28
Membagi kebutuhan karbohidrat, protein dan lemak
dalam waktu makan
9. - Makanan utama terbagi atas : makan pagi :
20%, makan siang : 30%, makan malam : 25%
- Makanan selingan terbagi atas : snak pagi :
10%, snak sore :15%,
contohnya : kebutuhan karbohidrat = 150 gram
kebutuhan karbohidrat dalam makanan utama
terdiri atas :
 makan pagi = 20% x 150 gram =30 gram
 makan siang = 30% x 150 gram = 45gram
 makan malam = 25% x 150 gram = 37,5
gram
kebutuhan karbohidrat dalam makanan selingan
terdiri dari :
 snak pagi = 10% x 150 gram = 15 gram
 snak sore = 15% x 150 gram = 22,5 gram
Menentukan jenis-jenis makanan yangdapat
dikonsumsi dalam setiap waktu makan
10. Jenis-jenis makanan yang dianjurkan untuk pada
pasien obesitas adalah :
- Karbohidrat kompleks yang tinggi serat, lemak
tidak jenuh tunggal dan ganda serta protein
- Karbohidrat sederhana dikurangi (<10% dari
kebutuhan energi)
- karbohidrat sederhana : gula pasir, madu
- karbohidrat kompleks : nasi putih, oatmeal, biji-
bijian
- lemak jenuh : minyak kelapa
- lemak tidak jenuh tunggal : minyak zaitun
- lemak tidak jenuh ganda : minyak ikan, ikan laut
- protein : daging ikan, daging ayam, putih telur
Melakukan edukasi gizi
11. Pasien sebaiknya memiliki waktu makan 5-6 kali
yang terdiri atas 3 kali makanan utama (pagi,
siang dan malam) serta 2-3 kali makanan
selingan (snak pagi, sore dan malam).
 tidak boleh menunda makan karena dapat
menimbulkan gejala-gejala dyspepsia
 Pasien makan sesuai dengan porsi yang
dianjurkan
 Pasien makan sesuai dengan jenis bahan
makanan yang dianjurkan
 penurunan BB yang dianjurkan adalah 0,5-1
kg/minggu sehingga maksimal dalam 1 bulan
dapat turun 2-4 kg.

29
Keterampilan Anamnesis & Konseling Medis Pasien Diabetes
Pendahuluan
Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur
wawancara harus selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap
komunikasi dokter-pasien. Bisa dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa
berjalan secara paralel pada saat wawancara sedang berlangsung. Pada
modul Komunikasi (HISTORY TAKING/ ANAMNESIS) ini akan
dibahas lebih lanjut mengenai proses mengumpulkan informasi (gathering
information). Proses pengumpulan informasi ini lebih lanjut akan disebut
sebagai proses ANAMNESIS. Anamnesis yang baik harus mengacu pada
pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman pada empat
pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan
anamnesis dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus
ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status
pernikahan, agama dan pekerjaan.
Capaian Pembelajaran
1. Mampu melakukan Tindakan profesionalitas sebagai dokter
2. Mampu melakukang Taking history yang baik dan benar
3. Mempu menentukan masalah utama dalam anamnesis
4. Mampu melakukan konseling pasien DM dengan baik dan benar
Alat dan Bahan
1. Modul penuntun CSL
Metode Pembelajaran

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.


2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

30
Deskripsi kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 10 menit  Instruktur menerangkan tentang
tujuan keterampilan ini
 Instruktur memperlihatkan alat dan
bahan yang diperlukan untuk
melakukan keterampilan ini
2. Demonstrasi 30 menit  Seorang mahasiswa bertindak
sebagai pasien
 Instruktur memperlihatkan cara
menggali informasi mengenai
keluhan.
 Instruktur memperlihatkan cara
melakukan anamnesis terpimpin
sebelum memulai pemeriksaan.
 Instruktur memperlihatkan cara
membuat resume dari semua
informasi yuang didapat baik pada
anamnesis dan Konseling
 Mahasiswa diminta untuk
menanyakan hal-hal yang belum jelas
sehubungan dengan kegiatan
keterampilan ini
3. Praktek 60 menit  mahasiswa dibagi menjadi
bermain berpasang-pasangan, satu orang
peran berperan sebagai dokter dan satu
dengan orang berperan sebagai pasien
umpan balik  Mahasiswa yang berperan sebagai
dokter melakukan kegiatan: menggali
informasi awal dan melanjutkan
melakukan konseling
 Bertukar peran
 Instruktur berkeliling di antara
mahasiswa dan melakukan supervise
 Instruktur mengoreksi hal-hal yang
belum sempurna
4. Curah 20 menit  Mahasiswa diberi kesempatan untuk
pendapat mengemukakan pendapatnya tentang
dan diskusi kegiatan yang dilakukan
Total waktu 120
menit

31
Anamnesis Medis Pasien Diabetes
NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
MEMPERSIAPKAN PASIEN 1 2 3
1. Mengucapkan salam, lalu pemeriksa berdiri dan
melakukan jabat tangan serta memperkenaljan
diri
2. Mempersilahkan pasien duduk
berseberangan/berhadapan
3. Memberikan respon yang baik dalam rangka
membina sambung rasa.
4. Menjaga suasana santai dan rileks, berbicara
dengan lafal yang jelas dengan menggunakan
bahasa yang dapat dipahami dan menyebutkan
nama pasien
5. Menanyakan identitas pasien: nama, umur,
alamat & pekerjaan
6. Melakukan informed conses terhadap pasien
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
7 Menanyakan dan menentukan keluhan utama
dari pasien (Polydipsi, polyuri, polifagi)
8 Gali riwayat penyakit yang dapat membantu
menegakkan diagnosa :
 Onset durasi : sudah berapa lama, apakah
terus menerus atau hilang timbul, nyeri timbul
terutama pada pagi/siang/sore/malem atau
timbul pada kondisi apa?
9 Tanyakan gejala lain yang menyertainya keluhan
tersebut :
 Rasa kram/kesemutan pada jari-jari
 Rasa tebal/baal (hilangnya sensibilitas/rasa
pada kulit/telapak tangan/kaki/jari-jari)
 Kelemahan/kelumpuhan pada beberapa
otot/ekstremitas
10 Tanyakan adakah gangguan pada fungsi/aktifitas
sehari-hari? Seperti :
 Gangguan pada saat membuka pakaian
 Gengguan pada saat mandi
 Gangguan pada saat naik turun tangga
11 Tanyakan gejala yang timbul pada sistem lain
yang timbul selama menderita penyakit ini :
 gangguan pada sistem indra : mata, telinga,
hidung mulut, gigi
 apakah disertai nyeri/pusing pada kepala?
 Gangguan tenggorokan : batuk, pilek, sesak

32
nafas?
 Gangguan pada jantung: berdebar-debar,
nyeri dada
 Gangguan pada sistem pencernaan : mual,
muntah, BAB lancar/konstipasi?
 Gangguan pada sistem urinarius : BAK
lancar? Atau ada gangguan? Nyeri pinggang?
RIWAYAT PENGOBATAN
12 Tanyakan riwayat pengobatan :
 Apakah selama menderita penyakit ini pasien
sudah minum obat/kedokter ? Kalau sudah
obat apa yang diminum? Apa kata dokter
yang merawatnya? Bagaimana efek dari obat
yang sudah diminumnya?
 Apakah saat ini pasien sedang minum obat
tertentu?
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
13 Tanyakan Penyakit sistem lain yang dapat
menunjang diagnosa dan pengobatan dari pasien
:
 Apakah pasien pernah menderita penyakit
dengan gejala seperti ini sebelumnya?
 Apakah pasien pernah atau sedang
mengalami suatu penyakit yang sekiranya
berhubungan dengan penyakit sekarang
seperti
o Asam urat, Artritis , miksidema, riwayat
kehamilan, trauma, neoplasma,
osteoartritis dan penyakit-penyakit
sistemik lainnya?
 Apakah pasien pernah atau sedang
mengalami penyakit seperti:
o Hipertensi, Asma,TBC, mag. Dll
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
14 Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita
penyakit/gangguan seperti yang dialami oleh
pasien?
RIWAYAT KEBIASAN
15  Tanyakan aktifitas/kebiasaan pasien sehari-
hari yang sekiranya mempengaruhi atau
berhubungan dengan penyakit/gangguan
yang dialami pasien sekarang
 Tanyakan makanan/minuman yang sering
dikonsumsi oleh pasien yang sekiranya dapat
menyebabkan atau memperburuk kondisi

33
pasien saat ini?
MENUTUP WAWANCARA DAN KONSELING
16 Tutuplah wawancara dengan mengucapkan
terima kasih dan akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
lainnya.

34
Konseling Medis Pasien Diabetes
Langkah Kegiatan Kasus
NO Konseling Pasien DM 1 2 3
1 Agar penderita DM memiliki harapan hidup lebih
lama dengan kualitas hidup yang optimal.
Kualitas hidup sudah merupakan keniscayaan.
Seseorang yang dapat bertahan hidup tetapi
dengan kualitas hidup yang rendah, akan
menggangggu kebahagiaan dan ketenangan
keluarga.

Untuk membantu penderita DM agar dapat


merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi
yang mungkin timbul dapat diminimalkan, selain
itu juga agar jumlah hari sakit dapat ditekan.

Agar penderita DM dapat berfungsi dan berperan


optimal dalam dalam masyarakat.
Agar penderita DM dapat lebih produktif dan
bermanfaat
Untuk menekan biaya perawatan, baik yang
dikeluarkan secara pribadi, keluarga ataupun
negara

35
Keterampilan injeksi insulin
Pendahuluan
Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes
mellitus. Injeksi insulin adalah pemberian insulin eksogen ke dalam
jaringan subkutan.
Tujuan
Mengontrol kadar gula darah.
Indikasi Penyuntikan insulin
1. Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena
produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
2. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila
terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan
pembedahan, infark miokard akut atau stroke.
4. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin
bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik.
6. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
7. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang
memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan
energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin
eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi
peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.
Hal-hal yang perlu diperhatikan;
1. Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan dilemari es.
2. Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya
perubahan warna).
3. Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4. Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam
15 menit sebelum makan. Interval waktu yang direkomendasikan
antara waktu pemberian injeksi dengan waktu makan adalah 30 menit.
Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil
laboratorium (kadar gula darah).
5. Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.

36
Komplikasi penyuntikan insulin
1. Hipoglikemia
2. Lipoatrofi
3. Lipohipertrofi
4. Alergi sistemik atau local
5. Sepsis
Area injeksi : abdomen (3 jari di sekeliling umbillikus) (fast speed), deltoid
(medium speed), paha anterior (slower speed), area scapulae (medium
speed) pada punggung belakang, ventrogluteal dan dorsogluteal bagian
atas (slower speed)

Persiapan Alat :
1. Spuit insulin / insulin pen
2. Vial insulin.
3. Kapas + alkohol / alcohol swab.
4. Handscoen bersih.

Gambar
Area Injeksi subkutan

37
Keterampilan injeksi insulin

Nilai
No Prosedur Tindakan 1 2 3

1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin dari vial dan aspirasi sebanyak
dosis yang diperlukan
3 Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk
injeksi
4 Jelaskan tujuan prosedur pemberian obat pada
klien
5 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
6 Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit
yang terdapat jaringan parut,
kemerahan, memar, bengkak, melepuh dan
terdapat lesi atau infeksi
7 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan
insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
8 Gunakan sarung tangan
9 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara
sirkuler dari bagian tengah ke luar ± 5
Cm
10 Siapkan spoit injeksi :
Buka penutup jarum
Keluarkan udara dari dalam spoit jika ada
11 Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan
tangan yang domin secara lembut dan
perlahan.
12 Mencabut jarum dengan cepat (jangan diusap).
13 Buang spoit dan jarumnnya dengan aman pada
tempatnya
14 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
15 Dokumentasikan:
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute
16 Evaluasi
pemberian: obat
Evaluasi respon klien
Lakukan follow up terhadap efek obat yang
mungkin terjadi

38
Injeksi insulin dengan pen insulin
Bagian Insulin Pen

39
Prosedur menyiapkan pen insulin
Kasus
No Prosedur Tindakan 0 1 2

1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin (insulin Pen): cek tanggal
kadaluarsa, warna insulin, kejernihan
(sesuai jenis insulin), adanya endapan.
3 Penggunaan pertama kali:
a. gulung insulin pen pada telapak tangan
sebanyak 10-15 kali secara perlahan (10-15
detik)
b. Kemudian gerakkan pen ke atas dan ke
bawah, lakukan sampai suspen cairan
tercampur rata (lakukan tindakan ini setiap kali
akan injeksi)

4 Memasang jarum insulin pen:


Buka protective tab dari jarumnya kemudian
pasang ke insulin pen (jarum ini dilindungi oleh
inner needle cap (tutup jarum dalam) dan big
outer needle cap (tutup jarum luar)) Tarik atau
lepaskan tutup jarum luar dan dalamnya.
Jangan membuang tutup jarum luar.
5 Mengecek aliran insulin (priming):
a. Atur dosis insulin pada angka 2 unit.
b. Balikkan insulin pen sehingga jarum
menghadap atas, kemudian ketuk-ketuk agak
tidak ada udara dan gelembung.
c. Masih jarum menghadap atas, tekan push-
button sampai dosisnya 0 unit. (Cairan insulin
harus keluar. Jika tidak, ganti jarum dan ulangi
prosedur tidak lebih dari 6 kali).
6 Tulis tanggal dan waktu kadaluarsa (4 minggu
setelah dibuka) pada insulin pen

40
Menyiapkan insulin pen pada
penggunaan pertama

Memasang
jarum insulin
pen

Mengecek aliran
insulin (priming)

41
Keterampilan injeksi dengan insulin pen
Kasus
No Prosedur Tindakan 1 2 3

1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin (dalam insulin pen). Mengganti
jarum pada insulin pen dengan jarum yang baru.
3 Atur dosis sesuai kebutuhan pasien
4 Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk
injeksi
5 Jelaskan tujuan prosedur pemberian insulin pada
klien
6 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
7 Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit
yang terdapat jaringan parut, kemerahan, memar,
bengkak, melepuh dan terdapat lesi atau infeksi
8 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin.
9 Gunakan sarung tangan

10 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara


sirkuler dari bagian tengah ke luar ± 5 cm

11 Cubit area penyuntikan dengan tangan


nondominan menggunakan tiga jari (Ibu jari, jari
tengah dan jari telunjuk).
12 Lakukan penyuntikan dengan tangan dominan
secara tegak lurus (90 derajat) dengan menekan
tombol push-button (pastikan dosis insulin ke angka
0)
13 Tahan insulin pen selama 10 detik
14 Mencabut jarum (jangan diusap).
15 Pasang kembali tutup jarum luar tanpa
menyentuhnya. Kemudian tarik tutup jarum
luar beserta jarumnya, lalu buang ke tempat
sampah khusus yang disediakan.
16 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
17 Dokumentasikan:
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute
pemberian obat
18 Evaluasi :
- Evaluasi respon klien
- Lakukan follow up terhadap efek obat yang
mungkin terjadi

42
Pertemuan 3
Keterampilan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid
Pendahuluan
Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur
wawancara harus selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap
komunikasi dokter-pasien. Bisa dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa
berjalan secara paralel pada saat wawancara sedang berlangsung. Pada
modul Komunikasi (HISTORY TAKING/ ANAMNESIS) ini akan
dibahas lebih lanjut mengenai proses mengumpulkan informasi (gathering
information). Proses pengumpulan informasi ini lebih lanjut akan disebut
sebagai proses ANAMNESIS. Anamnesis yang baik harus mengacu pada
pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman pada empat
pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan
anamnesis dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus
ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status
pernikahan, agama dan pekerjaan.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan melakukan
anamnesis dan konseling pasien DM dengan baik dan benar
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu melakukan Tindakan profesionalitas sebagai dokter
2. Mampu melakukang Taking history yang baik dan benar
3. Mempu menentukan masalah utama dalam anamnesis
4. Mampu melakukan konseling pasien DM dengan baik dan benar
Alat dan Bahan
1. Modul penuntun CSL
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

43
Deskripsi kegiatan

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 10  Instrruktur menerangkan tentang
menit tujuan keterampilan ini
 Instruktur memperlihatkan alat dan
bahan yang diperlukan untuk
melakukan keterampilan ini
2. Demonstrasi 30  Seorang mahasiswa bertindak
menit sebagai pasien
 Instruktur memperlihatkan cara
menggali informasi mengenai
keluhan.
 Instruktur memperlihatkan cara
melakukan anamnesis terpimpin
sebelum memulai pemeriksaan.
 Instruktur memperlihatkan cara
membuat resume dari semua
informasi yuang didapat baik pada
anamnesis dan Pemeriksaan tiroid
 Mahasiswa diminta untuk
menanyakan hal-hal yang belum jelas
sehubungan dengan kegiatan
keterampilan ini
3. Praktek bermain 60  mahasiswa dibagi menjadi
peran dengan menit berpasang-pasangan, satu orang
umpan balik berperan sebagai dokter dan satu
orang berperan sebagai pasien
 Mahasiswa yang berperan sebagai
dokter melakukan kegiatan: menggali
informasi awal dan melanjutkan
melakukan pemeriksaan Tiroid
 Bertukar peran
 Instruktur berkeliling di antara
mahasiswa dan melakukan supervise
 Instruktur mengoreksi hal-hal yang
belum sempurna
4. Curah pendapat 20  Mahasiswa diberi kesempatan untuk
dan diskusi menit mengemukakan pendapatnya tentang
kegiatan yang dilakukan
Total waktu 120
menit

44
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid
NO LANGKAH/KEGIATAN NILAI
MEMPERSIAPKAN PASIEN 1 2 3
1. Mengucapkan salam, lalu pemeriksa berdiri dan
melakukan jabat tangan serta memperkenaljan
diri
2. Mempersilahkan pasien duduk
berseberangan/berhadapan
3. Memberikan respon yang baik dalam rangka
membina sambung rasa.
4. Menjaga suasana santai dan rileks, berbicara
dengan lafal yang jelas dengan menggunakan
bahasa yang dapat dipahami dan menyebutkan
nama pasien
5. Menanyakan identitas pasien: nama, umur,
alamat & pekerjaan
6. Melakukan informed conses terhadap pasien
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
7 Menanyakan dan menentukan keluhan utama
dari pasien
(Benjolan dileher, yang dapat disertai dengan
Hipermetabolisme/Hipometabolisme)
8 Gali riwayat penyakit yang dapat membantu
menegakkan diagnosa :
 Onset durasi : sudah berapa lama, apakah
terus menerus atau hilang timbul, nyeri timbul
terutama pada pagi/siang/sore/malem atau
timbul pada kondisi apa?
9 Tanyakan gejala lain yang menyertainya keluhan
tersebut :
 Rasa lemas, atau sering cepat lapar dan
haus, atau makan banyak tetapi tidak naik
berat badan, sering merasakan keringat yang
berlebihan.
10 Tanyakan adakah gangguan pada fungsi/aktifitas
sehari-hari? Seperti :
 Gangguan pada saat Makan dan minum, atau
melakukan aktifitas lainnya

45
11 Tanyakan gejala yang timbul pada sistem lain
yang timbul selama menderita penyakit ini :
 Gangguan pada sistem indra : mata, telinga,
hidung mulut, gigi
 Apakah disertai nyeri/pusing pada kepala?
 Gangguan tenggorokan : batuk, pilek, sesak
nafas?
 Gangguan pada jantung: berdebar-debar,
nyeri dada
 Gangguan pada sistem pencernaan : mual,
muntah, BAB lancar/konstipasi?
 Gangguan pada sistem urinarius : BAK
lancar? Atau ada gangguan? Nyeri pinggang?
RIWAYAT PENGOBATAN
12 Tanyakan riwayat pengobatan :
 Apakah selama menderita penyakit ini pasien
sudah minum obat/kedokter ? Kalau sudah
obat apa yang diminum? Apa kata dokter
yang merawatnya? Bagaimana efek dari obat
yang sudah diminumnya?
 Apakah saat ini pasien sedang minum obat
tertentu?
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
13 Tanyakan Penyakit sistem lain yang dapat
menunjang diagnosa dan pengobatan dari pasien
:
 Apakah pasien pernah menderita penyakit
dengan gejala seperti ini sebelumnya?
 Apakah pasien pernah atau sedang
mengalami suatu penyakit yang sekiranya
berhubungan dengan penyakit sekarang
seperti
o Asam urat, Artritis , miksidema, riwayat
kehamilan, trauma, neoplasma,
osteoartritis dan penyakit-penyakit sistemik
lainnya?
 Apakah pasien pernah atau sedang
mengalami penyakit seperti:
o Hipertensi, Asma,TBC, mag. Dll
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
14 Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita
penyakit/gangguan seperti yang dialami oleh
pasien?

46
RIWAYAT KEBIASAAN
15  Tanyakan aktifitas/kebiasaan pasien sehari-
hari yang sekiranya mempengaruhi atau
berhubungan dengan penyakit/gangguan
yang dialami pasien sekarang
 Tanyakan makanan/minuman yang sering
dikonsumsi oleh pasien yang sekiranya dapat
menyebabkan atau memperburuk kondisi
pasien saat ini?
MENUTUP WAWANCARA DAN KONSELING
16 Tutuplah wawancara dengan mengucapkan
terima kasih dan akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
lainnya.

47
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid
NO LANGKAH/KEGIATAN NILAI
0 1 2
1 PEMERIKSAAN LEHER
Inspeksi pada leher untuk melihat adanya
asimetri, denyutan abnormal, tumor,
keterbatasan gerakan dalam range of motion
(ROM) maupun pembesaran kelenjar limfe dan
tiroid. Pemeriksaan palpasi leher dilakukan pada
tulang hioid, tulang rawan tiroid, kelenjar tiroid,
muskulus sternokleidomastoideus, pembuluh
karotis dan kelenjar limfe. Pemeriksaan dilakukan
pada kedua sisi (bilateral) bersamaan.

INSPEKSI KELENJAR TIROID


Bila terjadi pembesaran tiroid, pemeriksaan
palpasi dilakukan dengan meletakkan ujung jari
kedua tangan di kelenjar dengan posisi
pemeriksa di belakang penderita, kemudian
penderita diminta menelan, sehingga ujung jari
pemeriksa ikut gerakan menelan. Kemudian
dilakukan auskultasi di tiroid dan dapat
didengar bising sistolik, yang mengarahkan
adanya penyakit Graves.

Inspeksi kelenjar tiroid, kiri : saat istirahat,


kanan : pada gerakan menelan

PALPASI LIMFONODI
Pada keganasan kelenjar getah bening,
terutama limfoma, dinilai kelenjar mana saja
yang membesar, multipel atau tidak, mobile
atau terfiksasi, keras, nyeri tekan atau tidak,
adakah luka pada kelenjar tersebut.

48
Limfadenopati yang hanya berukuran kecil,
discrete dan mobile dapat bersifat fisiologis.
Adanya nyeri tekan menunjukkan inflamasi.
Limfadenopati yang keras pada palpasi dan
terfiksasi mengindikasikan keganasan.

palpasi limfonodi, kiri : lnn. preaurikuler, tengah


: lnn. Cervicalis anterior dan posterior, kanan :
lnn. Supraklavikularis

49
Pertemuan 4
Keterampilan Anamnesis dan Teknik Pemeriksaan Sistem GALS
Pendahuluan
Sesi ketrampilan klinik ini terdiri dari 2 jenis ketrampilan klinik yang satu
sama lainnya saling berkaitan.
Mula-mula Mahasiswa diminta untuk mempelajari tehnik anamnesa
khususnya sistem muskuloskeletal yang kemudian dilanjutkan dengan
mempelajari cara penulisan status yang benar dengan kasus yang sama.
Mahasiswa akan diberikan beberapa kasus terkait penyakit sistem
muskuloskeletal sehingga sebelum memulai ketrampilan hendaknya sudah
menguasai dasar-dasar pengetahuan terhadap penyakit-penyakit tersebut
agar sistem pembelajaran ini dapat berjalan dengan lancar.
Secara garis besar yang harus ditempuh dalam pelatihan ketrampilan
ini adalah sebagai berikut :
1. Sesi Pertama :
o Mahasiswa berlatih tehnik anamnesa dengan berganti peran
sebagai dokter-pasien dengan mahasiwa lain
o Mencatat hasil wawancara sampai pada kesimpulan diagnosa
banding dan rencana penatalaksanaan
2. Sesi Kedua :
o Mahasiswa akan diberikan informasi tambahan sesuai dengan
kasus pada sesi pertama (tanda vital, fisik, hasil pemeriksaan
penunjang)
o Meneruskan pencatatan status sampai ke tahap penatalaksanaan,
promotif, preventif dan rehabilitatif serta prognosanya
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan pasien GALS dengan baik dan benar
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu melakukan Tindakan profesionalitas sebagai dokter
2. Mampu melakukang Taking history yang baik dan benar
3. Mempu menentukan masalah utama dalam anamnesis
4. Mampu melakukan konseling pasien GALS dengan baik dan benar
Alat dan Bahan
1. Modul penuntun CSL
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
50
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 25 menit Pengantar
2. Tehnik 35 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
Anamnesa pasangan
Bermain - Mahasiswa saling berbagi peran
Peran
mencoba menjadi dokter/pasien
dengan kasus sistem
muskuloskeletal yang diberikan
oleh instruktur
- Instruktur mengamati kegiatan
4. Tehnik 35 menit - Mahasiswa diberikan informasi
menulis tambahan terkait anamnesa yang
status pasien sudah dilakukan
- Berlatih Mencatat status pasien
5. Diskusi 25 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang
/umpan balik mudah dan sulit dalam proses latihan
bermain peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

51
Penuntun Pembelajaran
Ketrampilan Teknik Anamnesa
Muskuloskeletal
NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
MEMPERSIAPKAN PASIEN 1 2 3
1. Mengucapkan salam, lalu pemeriksa berdiri dan
melakukan jabat tangan serta memperkenalkan
diri
2. Mempersilahkan pasien duduk
berseberangan/berhadapan
3. Memberikan respon yang baik dalam rangka
membina sambung rasa.
4. Menjaga suasana santai dan rileks, berbicara
dengan lafal yang jelas dengan menggunakan
bahasa yang dapat dipahami dan menyebutkan
nama pasien
5. Menanyakan identitas pasien: nama, umur,
alamat & pekerjaan
6. Melakukan informed consent terhadap pasien
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
7 Menanyakan dan menentukan keluhan utama
dari pasien
(nyeri sendi jari-jari tangan/kaki)
8 Gali riwayat penyakit yang dapat membantu
menegakkan diagnosa :
 Lokasi nyeri : tepatnya nyeri terletak
disebelah mana? Satu sisi atau dua sisi?
 Onset durasi nyeri; sudah berapa lama,
apakah nyeri terus menerus atau hilang
timbul, nyeri timbul terutama pada
pagi/siang/sore/malem atau timbul pada
kondisi apa?
 Sifat nyeri : menjalar atau menetap?, nyeri
hebat atau tidak?
9 Tanyakan gejala lain yang menyertainya rasa
nyeri tersebut :
 Rasa kram/kesemutan pada jari-jari
 Rasa tebal/baal (hilangnya sensibilitas/rasa
pada kulit/telapak tangan/kaki/jari-jari)
 Kelemahan/kelumpuhan pada beberapa
otot/ekstremitas
10 Tanyakan adakah gangguan pada fungsi/aktifitas
sehari-hari? Seperti :
 Gangguan pada saat membuka pakaian

52
 Gengguan pada saat mandi
 Gangguan pada saat naik turun tangga
 Gangguan pada saat sholat?
11 Tanyakan gejala yang timbul pada sistem lain
yang timbul selama menderita penyakit ini :
 gangguan pada sistem indra : mata, telinga,
hidung mulut, gigi
 apakah disertai nyeri/pusing pada kepala?
 Gangguan tenggorokan : batuk, pilek, sesak
nafas?
 Gangguan pada jantung: berdebar-debar,
nyeri dada
 Gangguan pada sistem pencernaan : mual,
muntah, BAB lancar/konstipasi?
 Gangguan pada sistem urinarius : BAK
lancar? Atau ada gangguan? Nyeri
pinggang?
RIWAYAT PENGOBATAN
12 Tanyakan riwayat pengobatan :
 Apakah selama menderita penyakit ini pasien
sudah minum obat/kedokter ? Kalau sudah
obat apa yang diminum? Apa kata dokter
yang merawatnya? Bagaimana efek dari obat
yang sudah diminumnya?
 Apakah saat ini pasien sedang minum obat
tertentu?
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
13 Tanyakan Penyakit sistem lain yang dapat
menunjang diagnosa dan pengobatan dari pasien
:
 Apakah pasien pernah menderita penyakit
dengan gejala seperti ini sebelumnya?
 Apakah pasien pernah atau sedang
mengalami suatu penyakit yang sekiranya
berhubungan dengan penyakit sekarang
seperti
o DM, Asam urat, Artritis , miksidema,
riwayat kehamilan, trauma, neoplasma,
osteoartritis dan penyakit-penyakit
sistemik lainnya?
 Apakah pasien pernah atau sedang
mengalami penyakit seperti:
o Hipertensi, Asma,TBC, mag. Dll
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

53
14 Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita
penyakit/gangguan seperti yang dialami oleh
pasien?
RIWAYAT KEBIASAN
15  Tanyakan aktifitas/kebiasaan pasien
sehari-hari yang sekiranya mempengaruhi
atau berhubungan dengan
penyakit/gangguan yang dialami pasien
sekarang
 Tanyakan makanan/minuman yang sering
dikonsumsi oleh pasien yang sekiranya
dapat menyebabkan atau memperburuk
kondisi pasien saat ini?
MENUTUP WAWANCARA
16 Tutuplah wawancara dengan mengucapkan
terima kasih dan akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
lainnya

54
PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM GALS
NO. LANGKAH / KEGIATAN NILAI
0 1 2
1 Memperkenalkan diri dan melakukan informed
consent
2 Menpersiapkan pasien :
- Pasien diminta untuk melepaskan
pakaiannya
- Pasien diminta duduk/berdiri/berbaring
- Pemeriksa berdiri disebelah depan/kanan
pasien
3 Memperhatikan dan menentukan cara atau
gaya berjalan pasien : trendelenburg gait,
spastic gait, antalgic gait dll.
4. Memperhatikan adanya tanda-tanda
peradangan pada sendi-sendi di lengan (bahu,
siku, pergelangan tangan & sendi-sendi jari)
yaitu pembengkakan, kelainan bentuk
(deformitas) dan kemerahan
5. Setelah itu lakukan penekanan pada masing-
masing sendi dengan jari-jari tangan,besar
tekanan 4-5 kg. Pada orang normal tidak
merasakan nyeri. Jika terjadi peradangan maka
pasien akan merasa nyeri.
6 Perintahkan pasien untuk meluruskan kedua
tangannya dan melakukan gerakan supinasi
dan pronasi, tanyakan ada rasa nyeri/tidak dan
perhatikan adanya gangguan pada
pergerakannya
7 Perintahkan kepada pasien untuk mengepalkan
tangannya lalu menilai kekuatan
menggengamnya, tanyakan ada rasa
nyeri/tidak dan perhatikan adanya gangguan
pada pergerakannya
8 Perintahkan kepada pasien untuk menyentuh
ujung jari-jarinya dengan ujung ibu jari, lalu
nilailah tingkat ketepatan dan cubitan normal,
tanyakan ada rasa nyeri/tidak dan perhatikan
adanya gangguan pada pergerakannya
9 Perintahkan kepada pasien untuk mengangkat
kedua tangannya dan menarik/meregangkan
kebelakang sampai ke bahu, tanyakan ada rasa
nyeri/tidak dan perhatikan adanya gangguan
pada pergerakannya
10 Memperhatikan adanya tanda—tanda
peradangan pada sendi-sendi tungkai bawah
(art.coxae, genu, ankle joint & jari-jari kaki).
11 Melakukan penekanan ringan pada sendi-sendi
tungkai

55
12 Khusus untuk articulatio genu, perhatikan ada
tidaknya efusi yaitu dengan cara melakukan
penekanan pada sisi lateral art. Genu dan pada
sisi yang lain kita lakukan palpasi. Jika terasa
adanya balloon sign maka tanda terdapatnya
efusi.
Perhatikan pula adanya pembengkakan atau
deformitas lutut
13 Memperhatikan tonjolan otot quadriceps ,
normal atau tidak
14 Mengangkat kaki pasien dengan tangan kanan,
kemudian tekuk 90˚ sambil telapak tangan kiri
memegang lutut pasien dan lakukan gerakan
keatas dan kebawah. Periksa apakah ada
tanda-tanda krepitasi atau tidak
15 Jika terdapat ruptur pada tendo achilles maka
terlihat adanya pengumpulan otot pada betis
16 Pada Metatarsophalangeal –I (MTP-I) pada
penderita artritis gout, biasanya terdapat tanda-
tanda peradangan yang hebat seperti
kemerahan, bengkak dan nyeri yang hebat
17 Memperhatikan bentuk tulang belakang seperti
ada tidaknya scoliosis, hyperlordosis dll.
18 Menilai tulang ruas tulang belakang apakah
ada gangguan/ bamboo sign sebagai tanda
adanya penyakit Spondylitis Ankylosa
19 Membandingkan hasil pemeriksaan kedua sisi
kanan dan kiri
20 Menutup pemeriksaan

56
Pertemuan 5
Keterampilan Pemeriksaan Ekstremitas
Pendahuluan
Pemeriksaan Ekstremitas, meliputi :
a. Penilaian terhadap ketangkasan gerakan volunteer
b. Penilaian tonus otot
c. Pemeriksaan trofi otot
d. Pemeriksaan kekuatan ekstremitas
Dokter melakukan observasi terhadap pasien dengan gangguan
motorik pada waktu ia masuk ke kamar periksa. Apakah ia berjalan
sendiri ? Apakah ia dipapah ? Bagaimana gaya berjalannya ? Setiap
gangguan somatomotorik yang ringan dapat diketahui dari observasi
terhadap gerakan menutup/ membuka kancing baju, menggantungkan
pakaian, melepaskan sandal, menaiki tempat periksa, merebahkan diri
dan sebagainya. Bilamana pasien sudah berbaring di atas tempat
periksa, simetri tubuh pasien harus diperhatikan.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan melakukan
pemeriksaan ekstremitas pasien GALS dengan baik dan benar
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu memeriksa gerakan pada sendi bahu
2. Mampu memeriksa gerakan pada sendi siku
3. Mampu memeriksa gerakan pada sendi tangan
4. Mampu memeriksa gerakan pada sendi jari-jari tangan
5. Mampu memeriksa gerakan pada sendi panggul
6. Mampu memeriksa gerakan sendi lutut
7. Mampu memeriksa gerakan pada sendi kaki
8. Mampu memeriksa tonus otot bahu
9. Mampu memeriksa tonus otot pada lengan atas
10. Mampu memeriksa tonus otot pada lengan bawah
11. Mampu memeriksa tonus otot pada paha
12. Mampu memeriksa tonus pinggul
13. Mampu memeriksa tonus tangan
14. Mampu memeriksa tonus kaki
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Penuntun CSL
2. Buku panduan lainnya
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
57
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 25 menit Pengantar
2. Tehnik 35 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
Anamnesa pasangan
Bermain - Mahasiswa saling berbagi peran
Peran
mencoba menjadi dokter/pasien
dengan kasus sistem
muskuloskeletal yang diberikan
oleh instruktur
- Instruktur mengamati kegiatan
d. Tehnik 35 menit - Mahasiswa diberikan informasi
menulis status tambahan terkait anamnesa yang
pasien sudah dilakukan
- Berlatih Mencatat status pasien
6. Diskusi 25 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang
/umpan balik mudah dan sulit dalam proses latihan
bermain peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

58
Keterampilan Pemeriksaan Ekstremitas
No Langkah Kegiatan Kasus
1 2 3
Pemeriksaan Gerakan Sendi
1. Gerakan pada sendi bahu :
- Mintalah pasien untuk melakukan gerakan
pada sendi bahu yang meliputi : abduksi-
adduksi, elevasi, fleksi-ekstensi, endorotasi-
eksorotasi.
- Perhatikan apakah pasien dapat
melakukan gerakan-gerakan tersebut
dengan mudah (bebas), dapat melakukan
tetapi tidak sempurna, misalnya bisa
melakukan abduksi tetapi tidak mencapai
90o (bebas terbatas), atau tidak dapat
melakukan gerakan sama sekali.

2. Gerakan pada sendi siku :


- Mintalah pasien untuk melakukan gerakan
pada sendi siku yaitu : fleksi-ekstensi,
pronasi-supinasi.
- Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas
terbatas atau terbatas.

3. Gerakan pada sendi tangan :


- Mintalah pasien untuk melakukan gerakan
pada sendi tangan yaitu : fleksi-ekstensi,
pronasi-supinasi.
- Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas
terbatas atau terbatas.

4. Gerakan jari-jari tangan :


- Mintalah pasien untuk mengepalkan tangan,
abduksi-adduksi ibu jari.
- Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas
terbatas atau terbatas.
5. Gerakan pada sendi panggul :
- Mintalah pasien untuk melakukan gerakan
pada sendi panggul yang meliputi : fleksi-
ekstensi, abduksi-ekstensi, endorotasi-
eksorotasi.
- Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas
terbatas atau terbatas.

59
6. Gerakan pada sendi lutut :
- Mintalah pasien untuk melakukan gerakan
pada sendi lutut yang meliputi : fleksi-
ekstensi, endorotasi-eksorotasi.
- Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas
terbatas atau terbatas.

7. Gerakan pada sendi kaki :


- Mintalah pasien untuk melakukan
gerakan pada sendi kaki yang meliputi
: dorsofleksi-plantar fleksi, inversi-eversi.
- Perhatikan apakah gerakannya bebas,
bebas terbatas atau terbatas.

Penilaian Tonus Otot


Pada waktu lengan bawah digerakkan pada
sendi siku secara pasif, otot-otot ekstensor
dan fleksor lengan membiarkan dirinya ditarik
dengan sedikit tahanan yang wajar. Tahanan
ini dikenal sebagai tonus otot. Jika tonus otot
meningkat, maka pemeriksa mendapat kesulitan
untuk menekukkan dan meluruskan lengan.
Jika tonus otot hilang, maka pemeriksa tidak
merasakan tahanan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapat hasil pemeriksaan yang baik
meliputi :
- Pasien harus tenang dan santai.
- Ruang periksa harus nyaman dan tenang.

8. Memeriksa tonus otot bahu :


- Pemeriksa menggerakkan sendi bahu seperti
abduksi-adduksi dan elevasi, kemudian
merasakan adanya tahanan pada m.
deltoideus. Nilailah tahanan tersebut apakah
normal, meningkat atau menurun.
- Tonus yang meningkat berarti bahwa
pemeriksa mendapat kesulitan untuk
menggerakkan sendi bahu. Jika tonus otot
hilang, maka pemeriksa tidak merasakan
tahanan.

60
9. Memeriksa tonus otot pada lengan atas :
- Pemeriksa menggerakkan sendi siku secara
pasif, yaitu fleksi dan ekstensi berulang-
ulang dan merasakan adanya tahanan pada
otot-otot di lengan atas dan nilailah tahanan
tersebut apakah normal, meningkat atau
menurun.
- Jika tonus otot meningkat, maka pemeriksa
mendapat kesulitan untuk memfleksikan dan
mengekstensikan lengan. Jika tonus otot
hilang, maka pemeriksa tidak merasakan
tahanan.
10. Memeriksa tonus otot pada lengan bawah :
- Pemeriksa menggerakkan tangan pasien
secara pasif (pronasi-supinasi) dan
merasakan adanya tahanan pada otot-otot di
lengan bawah dan nilailah tahanan tersebut
apakah normal, meningkat atau menurun.

11. Memeriksa tonus otot pada tangan :


- Pemeriksa memfleksikan dan
mengekstensikan jari-jari tangan
pasien (menggenggam dan membuka) dan
merasakan adakah tahanan pada otot
tangan, apakah normal, meningkat atau
menurun.

12. Memeriksa tonus otot pada pinggul :


- Pemeriksa memfleksikan dan
mengekstensikan kaki pasien pada
articulatio coxae dan merasakan tahanan
pada otot-otot pinggul, apakah normal,
meningkat atau menurun.
13. Memeriksa tonus otot pada paha :
- Pemeriksa memfleksikan dan
mengekstensikan kaki pasien pada sendi
lutut dan merasakan tahanan pada otot paha
(m. quadriceps femoris), apakah normal,
meningkat atau menurun.
14. Memeriksa tonus otot pada betis :
- Pemeriksa melakukan dorsofleksi dan
plantar-fleksi secara pasif pada kaki pasien
dan merasakan adanya tahanan pada otot
betis (m. gastrocnemius), apakah normal,
meningkat atau menurun.

61
15. Memeriksa tonus otot pada kaki :
- Pemeriksa memfleksikan dan
mengekstensikan jari kaki pasien dan
merasakan adanya tahanan pada otot kaki
(dorsum dan plantar pedis), apakah
normal, meningkat atau menurun.
PEMERIKSAAN TROFI OTOT
17. a. Inspeksi :
- Perhatikan bentuk dan ukuran otot, baik
masing-masing atau sekelompok otot,
adanya gerakan abnormal, adanya kontraktur
dan deformitas.
- Perhatikan apakah otot tampak normal
(eutrofi), membesar (hipertrofi) atau tampak
kecil (atrofi).
- Perkembangan otot ditentukan oleh faktor
keturunan, profesi, cara hidup, gizi dan
latihan/ olahraga. Bandingkan kanan dan kiri.
b. Pengukuran :
Bila terdapat asimetri, maka pengukuran
kelompok otot yang sama harus dilakukan,
meliputi panjang otot dan lingkaran otot. Patokan
untuk mengukur lingkaran anggota gerak kedua
sisi harus diambil menurut bangunan anggota
gerak yang sama.
c. Palpasi
Otot yang normal akan terasa kenyal pada
palpasi, otot yang mengalami kelumpuhan
Lower Motor Neuron (LMN) akan lembek, kendor
dan konturnya hilang.
Periksalah bentuk otot pada otot bahu, lengan
atas, lengan bawah, tangan, pinggul, paha,
betis dan kaki.
Pemeriksaan Kekuatan Ekstremitas
18. Otot bahu :
- Meminta pasien untuk melakukan elevasi
(mengangkat tangan) kemudian tangan
pemeriksa menahannya.
- Meminta pasien untuk melakukan abduksi
kemudian tangan pemeriksa menahannya.

62
19. Otot lengan :
- Meminta pasien untuk melakukan fleksi pada
sendi siku kemudian tangan pemeriksa
menahannya. Pemeriksaan ini terutama
menilai kekuatan otot bisep dan
brachioradialis.
- Meminta pasien untuk melakukan
ekstensi pada sendi siku kemudian
tangan pemeriksa menahannya.
Pemeriksaan ini terutama menilai otot trisep.
20. Otot tangan :
- Meminta pasien untuk menekuk jari-jari
tangan (fleksi pada sendi interphalang),
kemudian tangan pemeriksa menahannya.
- Meminta pasien untuk meluruskan jari-jari
tangan, kemudian tangan pemeriksa
menahannya.
- Meminta pasien untuk mengepalkan tangan
dan mengembangkan jari-jari tangan.
21. Otot panggul :
- Meminta pasien untuk melakukan fleksi
pada sendi panggul, kemudian tangan
pemeriksa menahannya.
- Setelah fleksi maksimal, pemeriksa
meluruskan sendi panggul tersebut.
22. Otot paha :
- Meminta pasien untuk melakukan fleksi
pada sendi lutut, kemudian tangan
pemeriksa menahannya. Pemeriksaan ini
untuk menilai kekuatan m. biseps femoris.
- Setelah fleksi maksimal, pemeriksa
meluruskan sendi lutut tersebut.

63
23. Otot kaki :
- Meminta pasien untuk melakukan dorsofleksi
pada kaki, kemudian tangan pemeriksa
menahannya.
- Meminta pasien untuk melakukan plantar
fleksi kemudian tangan pemeriksa
menahannya.
Derajat tenaga otot ditetapkan sebagai berikut :
- 0, jika tidak timbul kontraksi otot.
- 1, jika terdapat sedikit kontraksi otot.
- 2, jika tidak dapat melawan gravitasi.
- 3, jika dapat melawan gravitasi tanpa
penahanan.
- 4, jika dapat melawan gravitasi dengan
penahanan sedang.
- 5, jika dapat melawan gravitasi secara penuh.

64
Pertemuan 6
Keterampilan Penilaian Foto Radiologi Tulang & Sendi
Pendahuluan
Dalam melakukan diagnosis terkait kasus mengenai tulang dan sendi,
selain pemeriksaan fisik dilakukan juga pemeriksaan penunjang berupa
foto x ray untuk membantu menunjang diagnosis, sehingga perlu dipelajari
cara peneliaan foto yang baik dan benar.
Capaian Pembelajaran
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan foto radiologi yang akan dinilai dengan
benar
2. Dapat memasang foto radiology pada light box dengan benar
3. Dapat menentukan jenis dan posisi foto dengan benar
4. Dapat melakukan penilaian alignment dengan benar
5. Dapat melakukan penilaian tulang (bone) dengan benar
6. Dapat melakukan penilaian terhadap cartilago dengan benar
7. Dapat melakukan penilaian terhadap jaringan lunak (sofá tissue)
dengan benar
8. Dapat membuat kesimpulan dari gambaran radiologi tersebut
Alat dan bahan
1. Modul dan buku panduan lainnya
2. Berbagai foto x ray
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

65
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian
foto radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang
aspek-aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek
melakukan langkah-langkah
pemeriksaan dan penilaian secara
bergantian dan serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

66
Penuntun Pembelajaran
Teknik Penilaian Foto Radiologi Tulang & Sendi
NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS

0 1 2
1. Periksalah terlebih dahulu identitas pasien yaitu
nama dan umurnya
2. Kemudian periksalah ada tidaknya marker pada
foto radiology yang akan dinilai.
3. Pasang foto tersebut pada light box seolah-olah
penderita didepan pemeriksa
4. Setelah itu tentukan jenis dan posisi foto.
5 Lakukan penilaian pada alignment yaitu perhatikan
kedudukan antara tulang-tulang (apakah ada
pergeseran atau lengkungan)
6. Lakukan penilaian pada bone yaitu memperhatikan
tepi tulang, cortex dan medulla.
. 7. Lakukan penilaian pada cartilago yaitu dengan
memperhatikan celah sendi (apakah ada
penyempitan , simetris atau tidak).
8 Lakukan penilaian pada jaringan lunak (soft tissue)
yaitu memperhatikan bayangan jaringan lunak (
apakah ada pembengkakan/kalsifikasi dll)
9.. Kemudian buatlah kesimpulan dari gambaran
radiologi tersebut

67
Pertemuan 7
Keterampilan Pemeriksaan Kesadaran Berdasarkan Glasgow Coma
Scale (Gcs)

Pendahuluan
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat.
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen disebut
input dan semua impuls eferen dapat disebut output susunan saraf pusat.
Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi
yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri dan formasio retikularis di
batang otak yang intak.
Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat
menimbulkan gangguan kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat
dikenal dengan istilah compos mentis, di mana aksi dan reaksi terhadap
apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dialami, serta perasaan
keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan, dan sifat, bersifat
adekuat (tepat dan sesuai). Pada kondisi penyakit neurologis maupun non
neurologis, dapat terjadi gangguan kesadaran.
Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif maupun
secara kuantitatif. Penilaian gangguan kesadaran secara kualitatif antara
lain mulai dari apati, somnolen, delirium, bahkan koma. Pada manual
ini akan diajarkan penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif, yaitu
dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian derajat
kesadaran ini sangat penting dikuasai karena mempunyai harga praktis,
yaitu untuk dapat memberikan penanganan, menentukan perbaikan,
kemunduran, dan prognosis.
Kesadaran mengacu pada kesadaran subjektif mengenai dunia luar
dan diri, termasuk kesadaran mengenai dunia pikiran sendiri; yaitu
kesadaran mengenai pikiran, persepsi, mimpi, dan sebagainya.
Neuron-neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls
aferen non-spesifik dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, oleh
karena tergantung pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif, derajat
kesadaran bisa tinggi atau rendah. Aktivitas neuron-neuron tersebut
digalakkan oleh neuron-neuron yang menyusun inti talamik yang
dinamakan nuclei intralaminares. Oleh karena itu, neuron-neuron
tersebut dapat dinamakan neuron penggalak kewaspadaan.
Derajat kesadaran ditentukan oleh banyaknya neuron penggalak
atau neuron pengemban kewaspadaan yang aktif dan didukung oleh
proses biokimia untuk menjaga kelangsungan kehidupan neuron tersebut.
Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat
yang terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron
pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (disebut koma

68
bihemisferik) atau oleh sebab neuron
penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron
pengemban kewaspadaan (koma diensefalik). Koma bihemisferik
antara lain dapat disebabkan oleh hipoglikemia, hiperglikemia, uremia,
koma hepatikum, hiponatremia, dan sebagainya. Koma diensefalik antara
lain dapat disebabkan oleh: strok, trauma kapitis, tumor intracranial,
meningitis, dan sebagainya.
Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif yang sampai saat ini
masih digunakan adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah suatu
skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat
kesadaran seseorang. GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974
oleh Graham Teasdale dan Bryan J. Jennett, professor bedah saraf
pada Institute of Neurological Sciences,Universitas Glasgow. GCS kini
sangat luas digunakanoleh dokter umum maupun para medis karena
patokan/kriteria yang lebih jelas dan sistematis.
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka
mata (eye opening), respons motorik terbaik(best motor response), dan
respons verbal terbaik(best verbal response).
Masing-masing komponen GCS serta penjumlahan skor GCS
sangatlah
penting, oleh karena itu, skor GCS harus dituliskan dengan tepat,
sebagai contoh: GCS 10, tidak mempunyai makna apa-apa, sehingga
harus dituliskan seperti: GCS 10 (E2M4V3). Skor tertinggi menunjukkan
pasien sadar (compos mentis), yakni GCS 15 (E4M6V5), dan skor
terendah menunjukkan koma (GCS 3 = E1M1V1)

Parameter Respon pasien nilai


Mata Spontan terbuka 4
Terbuka bila ada stimulasi suara 3
Terbuka bila ada stimulasi nyeri 2
Tidak terbuka 1
Motorik Sesuai perintah 6
Lokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Abnormal flexi 3
Abnormal ekstensi 2
Tidak ada gerakan 1
Verbal Orientasi baik 5
Bingung dan disorientasi 4
Berbicara tidak jelas 3
mengerang 2
Tidak bersuara 1

69
Pada kondisi tertentu, akan sulit menentukan komponen GCS,
misalnya: pasien dalam keadaan ter-intubasi (pemasangan Endothracheal
Tube/ETT). Pada kondisi ini, diberikan skor 1 dengan modifikasi
keterangan tambahan, misalnya: E2M4V1t atau E2M4Vt (t = tube/ETT)
Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu
mengetahui dasar-dasar patomekanisme kesadaran menurun dan cara
pemeriksaan pasien kesadaran menurun serta penilaian derajat
kesadaran berdasarkan skala koma Glasgow/Glasgow Coma Scale.
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, mahasiswa
diharapkan dapat :
1. Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai fungsi
kesadaran.
2. Melakukan pemeriksaan fungsi kesadaran untuk menilai derajat
kesadaran dengan menggunakan skala koma dari Glasgow (Glasgow
Coma Scale = GCS) dan mengetahui letak lesi pada susunan saraf
pusat serta membantu menetukan prognosis klien.
3. Membantu klien untuk memberikan penanganan awal serta
persiapan rujukan.

Media dan alat bantu


Penuntun belajar dan buku panduan

Metode pembelajaran
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar.

70
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian
foto radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang
aspek-aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek
melakukan langkah-langkah
pemeriksaan dan penilaian secara
bergantian dan serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

71
Penuntun Pembelajaran
Keterampilan Pemeriksaan Kesadaran Berdasarkan Glasgow Coma
Scale (Gcs)

NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
1 2 3
Klien diminta berbaring, kemudian pemeriksa
melakukan evaluasi dengan
menilai
SKOR
A. EYE RESPONSE E
1 Spontan 4
2 Terhadap suara 3
Meminta klien membuka mata.
3 Terhadap rangsang nyeri 2
Tekan pada saraf supraorbital atau kuku jari.
4 Tidak ada reaksi 1
dengan rangsang nyeri klien tidak membuka
mata
B. VERBAL RESPONSE 1 2 3

1 Berorientasi baik 5
Menanyakan dimana ia berada, tahu waktu,
hari, bulan
2 Bingung (confused) 4
Menanyakan dimana ia berada, kapan opname
di Rumah sakit (dapat mengucapkan kalimat,
namun ada disorientasi waktu dan tempat)
3 Tidak tepat 3
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak
berupa kalimat dan tidak tepat
4 Mengerang 2
Mengeluarkan suara yang tidak punya arti, tidak
mengucapkan kata, hanya suara mengerang
5 Tidak ada jawaban (suara tidak ada) 1
C. MOTORIK RESPONSE 1 2 3
1 Menurut perintah 6
Misalnya menyuruh klien mengangkat tangan.
2 Mengetahui lokasi nyeri 5
Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari
pada supra orbita. Bila klien mengangkat tangan
sampai melewati dagu untuk menepis rangsang
nyeri tersebut berarti dapat mengetahui lokasi
nyeri

72
3 Reaksi menghindar 4
Menolak rangsangan nyeri pada anggota
4 gerak. fleksi (dekortikasi)
Reaksi 3
Berikan rangsang nyeri misal menekan
dengan objek seperti ballpoint pada jari
kuku. Bila terdapat reaksi fleksi berarti ingin
menjauhi rangsang nyeri.

5 Extensi spontan (decerebrasi) 2


Memberikan rangsang nyeri yang cukup
adekuat Terjadi ekstensi pada siku.
6 Tidak ada gerakan/reaksi 1
Rangsang yang diberikan harus cukup
adekuat

73
Keterampilan Pemeriksaan Tanda Meningeal
Pendahuluan
Tanda-tanda meningeal timbul karena tertariknya radiks-radiks saraf
tepi yang hipersensitif karena adanya perangsangan atau peradangan
pada selaput otak meninges (meningitis) akibat infeksi, kimiawi maupun
karsinomatosis. Perangsangan meningeal bisa terjadi juga akibat
perdarahan subarachnoid.
Test-test untuk menguji ada tidaknya tanda meningeal banyak sekali,
namun pada dasarnya adalah variasi test pertama yang dikenalkan
oleh Vladimir Kernig pada tahun 1884. Dokter ahli penyakit dalam
dari Rusia ini memperhatikan adanya keterbatasan ekstensi pasif
sendi lutut pada pasien meningitis dalam posisi duduk maupun berbaring.
Sampai sekarang masih sering digunakan untuk memeriksa tanda
meningeal.
Selanjutnya Josep Brudzinski seorang ilmuwan Polandia pada
tahun 1909 mengenalkan tanda lain dalam mendeteksi adanya
tanda meningeal. Tanda yang diperkenalkan adalah gerakan fleksi
bilateral di sendi lutut dan panggul yang timbul secara reflektorik akibat
difleksikannya kepala pasien ke depan sampai menyentuh dada. Tanda
ini dikenal sebagai tanda Brudzinski I.
Selain tanda-tanda yang sudah dideskripsikan di atas masih ada
beberapa tanda meningeal yang lain namun ada satu tanda lagi yang
cukup penting yaitu kaku kuduk. Pada pasien meningitis akan didapatkan
kekakuan atau tahanan pada kuduk bila difleksikan dan diekstensikan.
Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses belajar ini mahasiswa diharapkan mampu
mengetahui cara pemeriksaan Kaku kuduk
Tujuan Khusus:
Mampu melakukan pemeriksaan tanda-tanda meningeal sebagai
berikut :
1. Kaku Kuduk (Rigiditas Nuchae)
2. Tanda Brudzinski I
3. Tanda Kernig
4. Tanda Brudzinski II
Media dan alat bantu
Penuntun belajar dan buku panduan
Metode pembelajaran
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar.

74
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian
foto radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang
aspek-aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek
melakukan langkah-langkah
pemeriksaan dan penilaian secara
bergantian dan serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

75
Keterampilan Pemeriksaan Tanda Meningeal
No LANGKAH/KEGIATAN Nilai
. 0 1 2
1. Kaku Kuduk
- Penderita berbaring terlentang di atas tempat
tidur.
- Secara pasif kepala penderita dilakukan fleksi
dan ekstensi.
- Kaku kuduk positif jika sewaktu dilakukan
gerakan, dagu penderita tidak dapat
menyentuh dua jari yang diletakkan di incisura
jugularis, terdapat suatu tahanan.

2. Tanda Brudzinski I
- Pasien berbaring terlentang.
- Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah
kepala pasien.
- Kemudian dilakukan gerakan fleksi pada
kepala pasien dengan cepat, gerakan fleksi ini
dilakukan semaksimal mungkin.
- Tanda Brudzinski positif jika sewaktu
dilakukan gerakan fleksi kepala pasien timbul
fleksi involunter pada kedua tungkai.

3 Tanda Kernig
- Pasien berbaring terlentang.
- Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi
panggul dan sendi lutut dari pasien.
- Kemudian dilakukan ekstensi pada sendi lutut.
- Tanda Kernig positif jika pada waktu
dilakukan ekstensi pada sendi lutut <135o,
timbul rasa nyeri, sehingga ekstensi sendi lutut
tidak bisa maksimal.

76
4 Tanda Brudzinski II
- Pasien berbaring terlentang.
- Tungkai bawah pasien dilakukan fleksi secara
pasif pada sendi panggul dan sendi lutut
(seperti Tanda Kernig).
- Tanda Brudzinski II positif jika sewaktu
dilakukan gerakan di atas tadi, tungkai yang
kontralateral secara involunter ikut fleksi.

77
Pertemuan 8
Keterampilan Pemeriksaan Nervus Cranialis 1, 2, 3, 4, 5 dan 6

Lokasi nervi cranialis (diadaptasi dari Yale Center for Instructional


Media, 1998)

Pendahuluan
Dua belas pasang nervi cranialis menghubungkan end organ dengan
pusat sistem saraf. Sistem saraf ini menerima informasi dari dunia luar
termasuk dari viscera. Fungsi motorik yang diatur oleh nervi cranialis
ditujukan pada pengaturan fungsi organ-organ khusus, yaitu
vokalisasi, mastikasi, gerakan menelan makanan dan kontrol
reflek pernafasan dan visceral.
Implikasi fisiologis dan anatomis dari gangguan fungsi nervi cranialis
sangat penting dalam diagnosis klinik. Beberapa teknik pemeriksaan
khusus digunakan untuk memeriksa fungsi nervus ini. Berikut ini teknik
pemeriksaan 12 nervi cranialis.

78
Pemeriksaan Nervus Olfaktorius (N I)
Nervus olfaktorius tersusun atas sel-sel nervus olfaktorius yang
terdapat pada mukosa rongga hidung bagian atas. Serabut saraf
yang keluar dari badan sel saraf ini membentuk 20 berkas serabut
saraf pada setiap sisi rongga hidung. Serabut-serabut ini menembus
lamina kribriformis ossis ethmoidalis dan serabut-serabut sarafnya
bersinaps di neuron-neuron bulbus olfaktorius. Terdapat dua jenis sel
yang menyusun bulbus olfaktorius yaitu sel mitral dan sel berjambul
(tufted cells). Serabut-serabut saraf yang keluar dari kedua jenis sel
tersebut membentuk berkas saraf yang disebut traktus olfaktorius.

Epitel olfaktorius
Sensasi bau timbul akibat hantaran impuls oleh serabut-serabut
saraf yang keluar dari badan sel mitral ke korteks lobus piriformis dan
amigdala, sedangkan sel berjambul menghantarkan impuls olfaktorik ke
hipotalamus untuk membangkitkan reflek olfaktorik- kinetik, yaitu
timbulnya salivasi akibat mencium bau tertentu.
Prosedur pemeriksaan nervus Olfaktorius (N I)
- Memberitahukan kepada penderita bahwa daya penciumannya akan
diperiksa.
- Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan
atau kelainan pada rongga hidung.
- Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung.
- Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya:
ekstrak kopi, ekstrak jeruk, vanili, atau tembakau) melalui lubang
hidung yang terbuka.
- Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya
- Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung
kontralateral.

79
Pemeriksaan N I (diadaptasi dari Buckley, et al., 1980)
Syarat Pemeriksaan :
- Jalan nafas harus dipastikan bebas dari penyakit.
- Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita.
- Bahan yang dipakai bersifat non iritating.
Catatan:
Bahan yang cepat menguap tidak boleh digunakan dalam pemeriksaan
ini sebab bahan tersebut dapat merangsang nervus trigeminus (N V) dan
alat-alat pencernaan.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan :
- Terciumnya bau-bauan secara tepat menandakan fungsi nervus
olfaktorius kedua sisi adalah baik.
- Hilangnya kemampuan mengenali bau-bauan (anosmia) yang
bersifat unilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga
hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya
neoplasma pada lobus frontalis cerebrum.
- Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan
pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang
mendukung adanya meningioma pada cekungan olfaktorius pada
cerebrum. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari trauma
ataupun pada meningitis. Pada orang tua dapat terjadi gangguan
fungsi indra penciuman ini dapat terjadi tanpa sebab yang jelas.
Gangguan ini dapat berupa penurunan daya pencium (hiposmia).
Bentuk gangguan lainnya dapat berupa kesalahan dalam
mengenali bau yang dicium, misalnya minyak kayu putih tercium
sebagai bawang goreng, hal ini disebut parosmia.
- Selain keadaan di atas dapat juga terjadi peningkatan kepekaan
penciuman yang disebut hiperosmia, keadaan ini dapat terjadiakibat

80
trauma kapitis, tetapi kebanyakan hiperosmia terkait dengan kondisi
psikiatrik yang disebut konversi histeri. Sensasi bau yang muncul
tanpa adanya sumber bau disebut halusinasi olfaktorik. Hal ini
dapat muncul sebagai aura pada epilepsi maupun pada kondisi
psikosis yang terkait dengan lesi organik pada unkus.

81
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian
foto radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang
aspek-aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek
melakukan langkah-langkah
pemeriksaan dan penilaian secara
bergantian dan serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

82
Penuntun Keterampilan
Pemeriksaan Nervus Olfaktorius

LANGKAH/KEGIATAN NILAI
No 0 1 2
1 Memberitahukan kepada penderita bahwa
daya penciumannya akan diperiksa.
2 Melakukan pemeriksaan untuk memastikan
tidak ada sumbatan atau kelainan pada rongga
hidung.
3 Meminta penderita untuk menutup salah satu
lubang hidung.
4 Meminta penderita untuk mencium bau-bauan
tertentu (misalnya: ekstrak kopi, ekstrak jeruk,
vanili, atau tembakau) melalui lubang hidung
yang terbuka.
5 Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang
diciumnya.
6 Pemeriksaan yang sama dilakukan juga
untuk lubang hidung yang satunya.
7 Melaporkan hasil pemeriksaan n. olfaktorius.

83
Pemeriksaan Nervus Optikus (N Ii)
Nervus optikus tersusun atas serabut-serabut axon saraf yang
berasal dari sel-sel ganglionik di retina. Axon saraf yang berasal dari sel-
sel saraf tersebut bersinaps dengan serabut-serabut dendrit sel-sel saraf
pada area corpus geniculatum lateralis, pulvinar dan collilus superior
membentuk pusat visual primer.
Axon saraf yang berasal dari sel-sel saraf pada corpus geniculatum
lateralis, pulvinar dan collilus superior membawa impuls ke pusat visual di
korteks yang terletak pada cuneus. Perjalanan serabut saraf yang
membentuk nervus optikus dapat dilihat pada skema berikut ini.

Skema Nervus Optikus


Fungsi nervus optikus dapat di periksa dengan beberapa teknik
pemeriksaan. Pada bagian latihan akan dibatasi pada pemeriksaan visus
dan lapangan pandang (visual field) sedangkan funduskopi akan
dilatihkan pada topik Ophtalmologi.
Pemeriksaan Daya Penglihatan (Visus).
Pemeriksaan visus pada bagian neurologi pada umumnya tidak
dikerjakan menggunakan kartu Snellen tetapi dengan melihat
kemampuan penderita dalam mengenali jumlah jari-jari, gerakan tangan
dan sinar lampu.

84
Prosedur pemeriksaan daya penglihatan (visus) :
1. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa daya
penglihatannya.
2. Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan pada mata
misalnya, katarak, jaringan parut atau kekeruhan pada kornea,
peradangan pada mata (iritis, uveitis), glaukoma, korpus alienum.
3. Pemeriksa berada pada jarak 1- 6 meter dari penderita.
4. Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk memeriksa
mata sebelah kanan.
5. Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari pemeriksa yang
diperlihatkan kepadanya.
6. Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan benar,
maka pemeriksa menggunakan lambaian tangan dan meminta
penderita menentukan arah gerakan tangan pemeriksa.
7. Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan, maka
pemeriksa menggunakan cahaya lampu senter dan meminta
penderita untuk menunjuk asal cahaya yang disorotkan ke arahnya.
8. Menentukan visus penderita.
9. Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri.

85
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

86
Checklist Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Daya Penglihatan

NILAI
No LANGKAH/KEGIATAN 0 1 2
1 Memberitahukan kepada penderita bahwa
akan diperiksa daya penglihatannya.
2 Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai
kelainan pada mata misalnya, katarak, jaringan
parut atau kekeruhan pada kornea, peradangan
pada mata ( iritis, uveitis), glaukoma, korpus
alienum
3 Pemeriksa berada pada jarak 1- 6 meter dari
4 penderita.
Meminta penderita untuk menutup mata
sebelah kiri untuk memeriksa mata sebelah
5 kanan.
Meminta penderita untuk menyebutkan
jumlah jari pemeriksa yang diperlihatkan
6 kepadanya.
Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah
jari dengan benar, maka pemeriksa menggunakan
lambaian tangan dan meminta penderita
menentukan arah gerakan tangan pemeriksa.
7 Jika penderita tidak dapat menentukan arah
lambaian tangan, maka pemeriksa menggunakan
cahaya lampu senter dan meminta penderita
untuk menunjuk asal cahaya yang disorotkan ke
arahnya.
8 Menentukan visus penderita.
9 Melakukan prosedur yang sama untuk mata
sebelah kiri.
10 Melaporkan hasil pemeriksaan daya penglihatan.

87
Pemeriksaan Lapangan Pandang.
Pemeriksaan lapangan pandang bertujuan memeriksa batas-batas
penglihatan bagian perifer. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan 3
teknik, yaitu:
1. Test konfrontasi dengan tangan
2. Test dengan kampimeter
3. Test dengan perimeter.
Dalam latihan pemeriksaan nervus cranialis ini jenis test pertama
yang akan dilatihkan, sedangkan test kedua dan ketiga akan dilatihkan
pada topik ophtalmologi.
Prosedur pemeriksaan lapangan pandang (test konfrontasi dengan
tangan)
1. Meminta penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1
meter.
2. Meminta penderita menutup mata kirinya dengan tangan untuk
memeriksa mata kanan.
3. Meminta penderita melihat hidung pemeriksa
4. Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan ke kiri
dan dari atas ke bawah.
5. Meminta penderita untuk mengatakan bila masih melihat jari-jari
tersebut.
6. Menentukan hasil pemeriksaan.
7. Mengulangi prosedur pemeriksaan untuk mata sebelah kiri dengan
menutup mata sebelah kanan.

Test konfrontasi
Jenis-jenis kelainan lapangan pandang (visual field defect) :
- Total blindness : tidak mampu melihat secara total.
- Hemianopsia : tidak mampu melihat sebagian lapangan pandang
(temporal; nasal; bitemporal; binasal)
- Homonymous hemianopsia
- Homonymous quadrantanopsia

88
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

89
Checklist Penilaian Keterampilan
Pemeriksaan Lapangan Pandang
Skor
No Aspek Penilaian
0 1 2
1 Meminta penderita duduk berhadapan dengan
pemeriksa pada jarak 1 meter.
2 Meminta penderita menutup mata kirinya
dengan tangan untuk memeriksa mata kanan.
3 Meminta penderita melihat hidung pemeriksa
4 Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari
samping kanan ke kiri dan dari atas ke bawah.
5 Meminta penderita untuk mengatakan bila masih
melihat jari- jari tersebut.
6 Menentukan hasil pemeriksaan.
7 Mengulangi prosedur pemeriksaan untuk mata
sebelah kiri dengan menutup mata sebelah kanan.
8 Melaporkan hasil pemeriksaan lapang pandang

90
Pemeriksaan Nervi Okularis (N III, IV, VI)
Nervus okularis terdiri dari dua komponen dengan fungsi yang
berbeda, yaitu:
- Motor Somatik, menginervasi empat dari enam otot-otot
ekstraokular dan muskulus levator palpebra superior. Komponen
ini berfungsi mengontrol kontraksi otot ekstraokuler dalam
melihat dan fiksasi objek penglihatan.
- Motor viseral, memberikan inervasi parasimpatis pada muskulus
konstriktor pupil dan muskulus siliaris. Komponen ini
bertanggungjawab dalam refleks akomodasi pupil sebagai respon
terhadap cahaya.
Pemeriksaan nervi okularis meliputi tiga hal, yaitu:
1. Pemeriksaan gerakan bola mata
2. Pemeriksaan kelopak mata
3. Pemeriksaan pupil.
Prosedur pemeriksaan gerakan bola mata dan diplopia:
- Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan
terhadap gerakan bola matanya.
- Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan
penderita (nistagmus).
- Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa
yang digerakkan ke segala jurusan.
- Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya
(hambatan dapat terjadi pada salah satu atau kedua mata).
- Menanyakan penderita apakah ada penglihatan ganda (diplopia) atau
tidak.
- Meminta penderita untuk menggerakkan sendiri bola matanya.

Nervi Okularis (N III, N IV dan N VI)

91
Pemeriksaan gerakan bola mata
Prosedur pemeriksaan kelopak mata :
- Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap
kedepan selama satu menit.
- Meminta penderita untuk melirik ke atas selama satu menit.
- Meminta penderita untuk melirik ke bawah selama satu menit.

Prosedur pemeriksaan pupil :


- Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm).
- Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau
anisokor).

Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.


- Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk :
 Menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu mengamati ada tidaknya
miosis dan mengamati apakah pelebaran pupil segera terjadi
ketika cahaya dialihkan dari pupil.
- Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya indirek :
 Mengamati perubahan diameter pupil pada mata yang tidak disorot
cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan sorotan cahaya

92
langsung.
- Pemeriksaan refleks pupil
Memeriksa refleks akomodasi pupil.

 Meminta penderita melihat jari telunjuk pemeriksa pada


jarak yang agak jauh.
 Meminta penderita untuk terus melihat jari telunjuk
pemeriksa yang digerakkan mendekati hidung penderita.
 Mengamati gerakan bola mata dan perubahan diameter pupil
penderita (pada keadaan normal kedua mata akan bergerak
ke medial dan pupil menyempit).

93
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

94
Checklist Penilaian
Keterampilan Pemeriksaan Nervi Okularis

LANGKAH/KEGIATAN Skor
No 0 1 2
Pemeriksaan gerakan bola mata dan
diplopia
1 Memberitahukan penderita bahwa akan
dilakukan pemeriksaan terhadap gerakan bola
matanya.
2 Memeriksa ada atau tidaknya gerakan
bola mata di luar kemauan penderita
(nistagmus)
3 Meminta penderita untuk mengikuti gerakan
tangan pemeriksa yang digerakkan ke segala
jurusan.
4 Mengamati ada tidaknya hambatan pada
pergerakan matanya
(hambatan dapat terjadi pada salah satu atau
kedua mata).
5 Menanyakan penderita apakah ada penglihatan
ganda (diplopia) atau tidak.
6 Meminta penderita untuk menggerakkan sendiri
bola matanya.
Pemeriksaan kelopak mata
7 Meminta penderita untuk membuka kedua
mata dan menatap kedepan selama satu
menit.
8 Meminta penderita untuk melirik ke atas
selama satu menit
9 Meminta penderita untuk melirik ke bawah
selama satu menit
10 Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap
celah mata dan membandingkan lebar celah
mata (fisura palpebralis) kanan dan kiri.
11 Mengidentifikasi ada tidaknya ptosis, yaitu
kelopak mata yang menutup.
Pemeriksaan pupil
12 Melihat diameter pupil penderita (normal 3
mm).
13 Membandingkan diameter pupil mata kanan
dan kiri (isokor atau anisokor)
14 Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
15 Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk
:
Menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu
mengamati ada tidaknya miosis dan
mengamati apakah pelebaran pupil segera
terjadi ketika cahaya dialihkan dari pupil.

95
16 Memeriksa refleks pupil terhadapcahaya indirect
Mengamati perubahan diameter pupil pada
mata yang tidak disorot cahaya ketika mata
yang satunya mendapatkan sorotan cahaya
langsung.
17 Memeriksa refleks akomodasi pupil.
 Meminta penderita melihat jari telunjuk
pemeriksa pada jarak yang agak jauh.
 Meminta penderita untuk terus melihat
jari telunjuk pemeriksa yang digerakkan
mendekati hidung penderita.
 Mengamati gerakan bola mata dan
perubahan diameter pupil penderita (pada
keadaan normal kedua mata akan bergerak
ke medial dan pupil menyempit)
18 Melaporkan hasil pemeriksaan nervi okularis

96
Pemeriksaan Nervus Trigeminus
Nervus trigeminus merupakan nervus cranialis V berfungsi
menginervasi bagian muka dan kepala. Nervus ini mempunyai 3 cabang,
yaitu cabang yang menginervasi dahi dan mata (ophthalmic V1), pipi
(maxillary V2), dan muka bagian bawah dan dagu (mandibular V3).
Ketiga cabang nervus V ini bertemu pada satu area yang disebut ganglion
Gasery, yang selanjutnya menuju batang otak melalui pons menuju
badan-badan sel nukleus nervi trigemini. Dari sini informasi yang diterima
diolah untuk selanjutnya dikirim ke korteks serebri untuk menimbulkan
kesadaran akan sensasi fasial. Nervus trigeminus bertanggungjawab
terhadap sensasi raba, nyeri, dan temperature pada muka. Selain itu
nervus ini juga mengontrol gerakan otot yang berperan dalam
mengunyah makanan. Perlu diingat bahwa nervus ini tidak berperan
dalam pengaturan gerakan wajah yang diatur oleh nervus VII. Pemeriksaan
N V meliputi pemeriksaan motorik dan sensorik. Adapun
prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan fungsi motorik :
 Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat kuatnya.
 Pemeriksa mengamati muskulus masseter dan muskulus
temporalis (normal : kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri sama)
 Meminta penderita untuk membuka mulut.
 Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan acuan
gigi seri atas dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan
terdorong ke arah lesi).

Pemeriksaan kekuatan muskulus masseter dan muskulus temporalis

97
2. Pemeriksaan fungsi sensorik :
 Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pada daerah
dahi, pipi, dan rahang bawah.
 Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang
dibasahi air hangat pada daerah dahi, pipi, dan rahang bawah.
3. Melakukan pemeriksaan refleks kornea :
 Menyentuh kornea dengan ujung kapas (normal penderita akan
menutup mata/berkedip).
 Menanyakan apakah penderita dapat merasakan sentuhan
tersebut.

Pemeriksaan refleks kornea


4. Melakukan pemeriksaan refleks masseter :
 Meminta penderita untuk sedikit membuka mulutnya.
 Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu
penderita.
 Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah tangan
kanan pemeriksa atau dengan palu refleks.

 Mengamati respon yang muncul : kontraksi muskulus masseter dan


mulut akan menutup.

Pemeriksaan refleks masseter

98
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

99
Checklist Penilaian
Keterampilan Pemeriksaan Nervus Trigeminus

KEGIATAN Nilai
No
0 1 2

Pemeriksaan Motorik
1 Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat
kuatnya
2 Pemeriksa mengamati m. Maseter dan m.
Temporalis (normal:kekuatan kontraksi sisi
kanan dan kiri sama).
3 Meminta penderita untuk membuka mulut
4 Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak
simetris dengan acuan gigi seri atas dan
bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan
terdorong ke arah lesi).
Pemeriksaan Fungsi Sensorik
5 Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri
dengan jarum pada daerah dahi, pipi, dan
rahang bawah.
6 Melakukan pemeriksaan sensasi suhu
dengan kapas yang dibasahi air hangat pada
daerah dahi, pipi, dan rahang bawah.
Melakukan pemeriksaan refleks kornea
7 Menyentuh kornea dengan ujung kapas
(normal penderita akan menutup mata /
berkedip)
8 Menanyakan apakah penderita dapat
merasakan sentuhan tersebut.
Melakukan pemeriksaan refleks masseter
9 Meminta penderita untuk sedikit membuka
mulutnya
10 Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis
tengah dagu penderita
11 Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa
dengan jari tengah tangan kanan pemeriksa
atau dengan palu refleks.
12 Mengamati respon yang muncul : kontraksi m.
masseter dan mulut akan menutup.

100
Pertemuan 9
Keterampilan Pemeriksaan Nervus 7, 8, 9, 10, 11 dan 12
Nervus facialis (N VII) mempunyai komponen somatosensorik eferen
dan aferen dengan fungsi yang dapat dibedakan, yaitu:
1. Branchial motor (special visceral efferent), yang menginervasi otot-otot
fasialis, otot digastrik bagian belakang, otot stylohyoideus dan
stapedius.
2. Viseral motor (general visceral efferent), yang memberikan inervasi
parasimpatik pada kelenjar lakrimal, submandibular dan sublingual;
serta mukosa menginervasi mukosa nasofaring, palatum durum dan
mole.
3. Sensorik khusus (special afferent), yaitu memberikan sensasi rasa
pada 2/3 anterior lidah dan inervasi palatum durum dan mole.
4. Sensorik umum (general somatic afferent), menimbulkan sensasi kulit
pada konka, auricula dan area di belakang telinga.
Serabut syaraf yang membentuk branchial motor merupakan
komponen N. VII yang paling dominan, sedangkan ketiga komponen
serabut lainnya menggabung menjadi satu terpisah dari branchial motor.
Gabungan dari ketiga serabut terakhir membentuk nervus intermedius.

Skema Serabut eferen dan aferen N. Facialis


Pemeriksaan fungsi nervus V II meliputi:
1. Pemeriksaan motorik nervus fasialis
2. Pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus intermedius.
Prosedur pemeriksaan nervus Fasialis
c. Pemeriksaan motorik
 Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks).
 Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan
apakah simetris atau tidak.

101
 Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah
mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.
 Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara sbb:
- mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
- Mengangkat alis.
- Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba
membuka dengan tangan.
- Memoncongkan bibir atau nyengir.
- Meminta penderita menggembungkan pipinya, lalu pemeriksa
menekan pipi kiri dan kanan untuk mengamati apakah
kekuatannya sama. Bila ada kelumpuhan maka angin akan
keluar dari bagian yang lumpuh.

Pemeriksaan motorik N. VII (diadaptasi dari Buckley, et al., 1980)


b. Pemeriksaan viseromotorik (parasimpatis)
- Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis, basah atau kering
- Memeriksa kelenjar sublingualis
- Memeriksa mukosa hidung dan mulut.
c. Pemeriksaan sensorik
- Meminta pemeriksa menjulurkan lidah.
- Meletakkan gula, asam garam, atau sesuatu yang pahit pada
sebelah kiri dan kanan dari 2/3 bagian depan lidah.
- Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya
pada secarik kertas.
Catatan: Pada saat dilakukan pemeriksaan hendaknya:

102
 lidah penderita terus menerus dijulurkan keluar

 penderita tidak diperkenankan bicara

 penderita tidak diperkenankan menelan

103
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

104
Checklist Penilaian
Keterampilan Pemeriksaan Nervus Facialis

Skor
No Aspek Penilaian
0 1 2
Pemeriksaan motoric
1 Meminta penderita untuk duduk dengan posisi
istirahat (rileks)
2 Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri
dan kanan apakah simetris atau tidak.
3 Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis,
lebar celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut
mulut.
4 Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan
cara sbb:
 Mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh
lipatannya tidak dalam.
 Mengangkat alis,
 Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa
mencoba membuka dengan tangan.
 Memoncongkan bibir atau nyengir,
 Meminta penderita menggembungkan
pipinya, lalu pemeriksa menekan pipi kiri dan
kanan untuk mengamati apakah kekuatannya
sama. Bila ada kelumpuhan maka angin akan
keluar dari bagian yang lumpuh.
Pemeriksaan viseromotorik (parasimpatis)
5 Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis, basah atau
kering
6 Memeriksa kelenjar sublingualis
7 Memeriksa mukosa hidung dan mulut.
Pemeriksaan sensorik
8 Meminta pemeriksa menjulurkan lidah.
9 Meletakkan gula, asam garam, atau sesuatu
yang pahit pada sebelah kiri dan kanan dari 2/3
bagian depan lidah.
10 Meminta penderita untuk menuliskan apa yang
dirasakannya pada secarik kertas.
11 Melaporkan hasil pemeriksaan n. facialis

105
Pemeriksaan Nervus Akustikus (NVIII)
Nervus akustikus (N VIII) terdiri dari dua berkas syaraf, yaitu:
- Nervus kokhlearis yang bertanggungjawab menghantarkan impuls
pendengaran.
- Nervus vestibularis yang bertanggung jawab menghantarkan
impuls keseimbangan.
Nervus vestibulokokhlearis
Prosedur pemeriksaan nervus akustikus/vestibulokokhlearis (N. VIII)
Pemeriksaan nervus.VIII meliputi :
a. Pemeriksaan fungsi pendengaran
b. Pemeriksaan fungsi vestibular
Pemeriksaan Fungsi Pendengaran.
1. Pemeriksaan Weber :
- Tujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang di
telinga kanan dan kiri penderita.
- Garputala diletakkan di dahi penderita.
Pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras (penderita
tidak dapat menentukan di mana yang lebih keras).
Bila terdapat tuli konduksi di sebelah kiri, misal oleh karena otitis
media, pada tes Weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli
persepsi di sebelah kiri, maka tes Weber terdengar lebih keras di
kanan.
2. Pemeriksaan Rinne :
- Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang
dan udara dari penderita. Pada telinga sehat, pendengaran
melalui udara di dengar lebih lama daripada melalui tulang.
- Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai
penderita tidak dapat mendengarnya lagi, kemudian garpu
tala dipindahkan ke depan meatus eksternus. Jika pada posisi
yang kedua ini masih terdengar dikatakan tes positif, pada orang
normal atau tuli persepsi, tes Rinne ini positif. Pada tuli konduksi
tes Rinne negatif.
3. Pemeriksaan Schwabach :
- Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa (dengan anggapan pandengaran
pemeriksa adalah baik)
- Garputala yang telah digetarkan ditempatkan di prosesus
mastoideus penderita. Bila penderita sudah tidak mendengar

106
lagi suara garputala tersebut, maka segera garputala
dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa.
- Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa tidak
akan mendengar suara mendenging lagi. Keadaan ini dinamakan
Schwabach normal.
- Bila hantaran tulang si penderita kurang baik, maka pemeriksa
masih mendengar suara getaran garputala tersebut. Keadaan
ini dinamakan Schwabach memendek.
c. Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
1. Pemeriksaan dengan Tes Kalori :
Bila telinga kiri dimasukkan air dingin timbul nistagmus ke kanan.
Bila telinga kiri dimasukkan air hangat akan timbul nistagmus ke kiri.
Bila ada gangguan keseimbangan, maka perubahan temperatur
air dingin dan hangat ini tidak menimbulkan reaksi.
2. Pemeriksaan dengan Past Ponting Test :
Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari
telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup penderita diminta
untuk mengulangi, normal penderita harus dapat melakukannya.

107
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

108
Checklist Penilaian
Keterampilan Pemeriksaan Nervus Akustikus
KEGIATAN NILAI
No 0 1 2
Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
Pemeriksaan Weber
1 Melakukan pemeriksaan Weber dengan benar.
2 Menjelaskan interpretasi pemeriksaan Weber
dengan benar.
Pemeriksaan Rinne
3 Melakukan pemeriksaan Rinne dengan benar
4 Menjelaskan interpretasi pemeriksaan Rinne
Pemeriksaan
dengan benar.Schwabach
5 Melakukan pemeriksaan Schwabach dengan
benar.
6 Menjelaskan interpretasi pemeriksaan
Schwabach dengan benar.
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
Pemeriksaan dengan Tes Kalori
7 Melakukan pemeriksaan tes kalori dengan benar.
8 Menjelaskan interpretasi pemeriksaan tes kalori
Pemeriksaan
dengan benar.dengan Past Pointing Test
9 Melakukan pemeriksaan Past Pointing Test
dengan benar.
10 Menjelaskan interpretasi pemeriksaan Past
Pointing Test
11 Melaporkan
dengan benar.hasil pemeriksaan n. Akustikus
dengan benar.

109
Pemeriksaan Nervus Glosofaringeus (N Ix)
Nervus Glosofaringeus terdiri dari serabut-serabut motorik dan
sensorik. Serabut motoriknya sebagian bersifat somatomotorik dan
sebagian lainnya bersifat sekretomotorik.
Prosedur pemeriksaan Nervus Glosofaringeus :
- Penderita diminta untuk membuka mulutnya.
- Dengan penekan lidah, lidah hendaknya ditekan ke bawah,
sementara itu penderita diminta untuk mengucapkan ’a-a-a’
panjang.
- Maka akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan
bergerak ke atas. Lengkung langit-langit di sisi yang sakit tidak
akan bergerak ke atas.
- Adanya gangguan pada m. stylopharingeus, maka uvula tidak
simetris tetapi tampak miring tertarik ke sisi yang sehat.
- Adanya gangguan sensibilitas, maka jika dilakukan perabaan
pada bagian belakang lidah atau menggores dinding pharyng
kanan dan kiri, refleks muntah tidak terjadi.

110
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

111
Checklist Penilaian Keterampilan
Pemeriksaan Nervus Glosofaringeus

NILAI
No KEGIATAN
0 1 2
1 Meminta pasien membuka mulutnya

2 Dengan penekan lidah, lidah ditekan ke


bawah, penderita diminta untuk mengucapkan
’a-a-a’ panjang.
3 Mengamati respon yang terjadi dan
melaporkan hasil pemeriksaan komponen
motorik dari nervus glosofaringeus.
4 Meraba bagian belakang lidah atau
menggores dinding pharyng kanan dan kiri.
5 Mengamati respon yang terjadi dan
melaporkan hasil pemeriksaan komponen
sensorik dari nervus glosofaringeus.

112
Pemeriksaan Nervus Vagus (N X)
Nervus vagus terdiri dari 5 komponen dengan fungsi yang
berbeda. Kelima komponen tersebut adalah:
- Branchial motor (eferen viseral khusus) yang bertanggung jawab
terhadap koordinasi otot-otot volunter faring, sebagian besar laring,
dan salah satu otot ekstrinsik lidah.
- Viseral motor (eferent viseral umum) yang bertanggung jawab
terhadap inervasi parasimpatik otot-otot dan kelenjar faring, laring,
dan viseral thoraks dan abdomen.
- Viseral sensori (eferen viseral umum) yang memberikan informasi
sensorik viseral dari laring, esophagus, trachea, dan visera
abdominal dan thorakal, serta membawa informasi dari reseptor
tekanan dan kemoreseptor aorta.
- Sensori umum (aferen somatik umum), memberikan informasi
sensorik umum dari kulit belakang daun telinga, meatus acusticus
eksterna, permukaan luar membrana tympani dan faring.
- Sensori khusus, merupakan cabang minor dari nervus vagus yang
bertanggungjawab menimbulkan sensasi rasa dari daerah epiglotis.
Prosedur pemeriksaan Nervus Vagus :
- Buka mulut penderita, bila terdapat kelumpuhan maka akan
terlihat uvula tidak di tengah tetapi tampak miring tertarik ke sisi
yang sehat.
- Refleks faring / refleks muntah tidak ada.
- Untuk memeriksa plica vokalis diperlukan laryngoscope. Bila
terdapat kelumpuhan satu sisi pita suara, maka pita suara tersebut
tidak bergerak sewaktu fonasi atau inspirasi dan pita suara akan
menjadi atonis dan lama kelamaan atopi, suara penderita menjadi
parau.
- Bila kedua sisi pita suara mengalami kelumpuhan, maka pita suara
itu akan berada di garis tengah dan tidak bergerak sama sekali
sehingga akan timbul afoni dan stridor Respiratorik.

113
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

114
Checklist Penilaian Keterampilan
Pemeriksaan Nervus Vagus
KEGIATAN NILAI
No 0 1 2
1 Minta penderita untuk membuka mulut
2 Melakukan dan melaporkan pemeriksaan
inspeksi : bila terdapat kelumpuhan nervus vagus,
uvula tidak berada di tengah, tampak miring
tertarik ke sisi yang sehat.
3 Melakukan pemeriksaan refleks faring/muntah
dengan benar.
4. Mempersiapkan laryngoscope dan melakukan
pemeriksaan plica vokalis
5 Menilai dan melaporkan ada tidaknya
kelumpuhan nervus vagus : bila terdapat
kelumpuhan satu sisi, pita suara tidak bergerak
waktu fonasi / inspirasi, atonis, atropi, suara
penderita parau.
Bila terdapat kelumpuhan dua sisi, pita suara
berada di tengah dan tidak bergerak, timbul afoni
dan stridor inspiratorik.

115
Pemeriksaan Nervus Aksesorius (N Xi)
Nervus aksesorius tersusun atas komponen kranial dan spinal
yang merupakan serabut motorik. Kedua komponen tersebut
menginervasi otot yang berbeda, yaitu:
- Branchial motor (komponen kranial) yang bertanggung jawab
memberikan inervasi otot-otot laring dan faring.
- Branchial motor (komponen spinal) yang bertanggung jawab
memberikan inervasi otot-otot trapezius dan sternokleidomastoideus.
Prosedur pemeriksaan Nervus Asesorius :
1. Untuk mengetahui adanya paralisis m. sternokleidomastoideus :
Penderita diminta menolehkan kepalanya kearah sisi yang sehat,
kemudian kita raba m. sternokleidomastoideus. Bila terdapat paralisis N.
XI di sisi tersebut, maka akan teraba m. sternokleidomastoideus itu tidak
menegang.
2. Untuk mengetahui adanya paralisis m.trapezius Pada inspeksi akan
tampak :
- Bahu penderita di sisi yang sakit adalah lebih rendah daripada di
sisi yang sehat.
- Margo vertebralis skapula di sisi yang sakit tampak lebih ke
samping daripada di sisi yang sehat.

116
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

117
Checklist Penilaian Keterampilan
Pemeriksaan Nervus Asesorius

KEGIATAN NILAI
No
0 1 2
Pemeriksaan paralisis m. Sternokleidomastoideus
1 Penderita diminta menolehkan kepalanya ke
arah sisi yang sehat.
2 Meraba m. sternokleidomastoideus
3 Menilai dan melaporkan ada tidaknya paralisis
N. XI : bila terdapat paralisis N. XI di sisi
tersebut, maka akan teraba m.
sternokleidomastoideus tidak menegang.
Pemeriksaan paralisis m. trapezius
4 Inspeksi m. trapezius
5 Menilai ada tidaknya paralisis N. XI : bila terdapat
paralisis N. XI di sisi tersebut : bahu penderita di
sisi yang sakit lebih rendah daripada sisi yang
sehat, margo vertebralis skapula di sisi yang sakit
tampak lebih ke samping daripada sisi yang
sehat.

118
Pemeriksaan Nervus Hipoglossus (N Xii)
Nervus hipoglosus hanya mempunyai satu komponen motor
somatik. Nervus ini menginervasi semua otot intrinsik dan sebagian
besar otot ekstrinsik lidah (genioglosus, styloglosus dan hyoglosus).

Prosedur pemeriksaan Nervus Hipoglossus :


Kelumpuhan pada N. Hipoglossus akan menimbulkan gangguan
pergerakan lidah.
- Akibat gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan
tidak dapat diucapkan dengan baik, disebut dengan disartria.
- Dalam keadaan diam, lidah tidak simetris, biasanya bergeser ke
daerah sehat karena tonus di sini menurun.
- Bila lidah dijulurkan, lidah akan berdeviasi ke sisi sakit.

119
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

120
Checklist Penilaian Keterampilan
Pemeriksaan Nervus Hipoglossus

KEGIATAN NILAI
No 0 1 2
1 Memeriksa adanya disartria
2 Meminta pasien membuka mulut dan
melakukan inspeksi lidah dalam keadaan diam,
bila ada kelumpuhan lidah tidak simetris, tertarik
ke sisi yang sehat.
3 Meminta pasien menjulurkan lidah dan
melakukan inspeksi lidah dalam keadaan
dijulurkan, bila ada kelumpuhan N. XII lidah
akan berdeviasi ke sisi yang sakit.

121
Pertemuan 10
Keterampilan Pemeriksaan Sistem Motorik

Pendahuluan

Segala aktifitas susunan saraf pusat yang dilihat, didengar dan


direkam dan yang diperiksa adalah berwujud gerak otot. Otot-otot skeletal
dan neuron- neuron yang menyusun susunan neuromuskular voluntar
adalah sistem yang mengurus dan sekaligus melaksanakan gerakan yang
dikendalikan oleh kemauan. Sebagian besar manifestasi kelainan saraf
bermanifestasi dalam gangguan gerak otot. Manifestasi obyektif inilah yang
merupakan bukti nyata adanya suatu kelainan atau penyakit.

Secara anatomi sistem yang menyusun pergerakan neuromuskular


tersebut terdiri atas unsur saraf yang terdiri dari (1) Neuron tingkat atas
atau

‘upper motor neuron (UMN)’ (2) Neuron tingkat bawah atau


‘lower motor neuron (LMN)’ dan unsur muskul/otot yang merupakan
pelaksana corag gerakan yang terdiri dari (3) Alat penghubung antara saraf
dan unsur otot ‘motor end plate’ dan (4) Otot.

Gaya saraf yang disalurkan melalui lintasan-lintasan neuronal adalah


potensial aksi, yang sejak dulu dijuluki impuls dan tidak lain berarti pesan.
Dan impuls yang disampaikan tersebut menghasilkan gerak otot yang
kita sebut impuls motorik. Semua neuron yang menyalurkan impuls
motorik ke LMN tergolong ke dalam kelompok UMN. Berdasarkan
perbedaan anatomik dan fisiologik, kelompok UMN dibagi ke dalam
susunan saraf pyramidal dan susunan saraf ekstrapyramidal.

Tujuan Umum

Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan : (1)
Inspeksi (2) Palpasi (3) Pemeriksaan gerakan pasif (4) Pemeriksaan
gerakan aktif (5) Koordinasi gerak.

Capaian Pembelajaran

1. Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala


dan cara pemeriksaan sistem motoric
2. Mampu melakukan pemeriksaan motorik secara sistematik
3. Menentukan letak lesi kelumpuhan otot
Media dan Alat Bantu

1. Penuntun belajar
2. Manekin otot dan saraf

122
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

123
Penuntun Pembelajaran Keterampilan
Pemeriksaan Motorik
LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN MOTORIK NILAI
A. UKURAN OTOT 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring dengan santai
Lakukanlah observasi pada semua otot
2 Periksalah perubahan bentuk otot (eutrofi,
hipertrofi,
3 hipotrofi)ada atau tidaknya tremor, khores, atetose,
Carilah
distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi dan
miokloni otot
B. TONUS OTOT 1 2 3
1 Mintalah klien berbaring dengan santai.
2 Alihkanlah perhatian klien dengan
mengajaknya
3 berbicara.
Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan
lengan
bawah klien di sendi siku secara pasif, lakukan
berulang kali secara perlahan dan kemudian
secara cepat
4 Nilai tahanan yang dirasakan sewaktu
menekukkan
5dan Lakukanlah
meluruskan tangan
pemeriksaan juga pada sendi lutut,
pada
anggota
Cara gerak kanan
pemeriksaan dan kiri,
lain:
Lakukan fleksi dan ekstensi pada sendi siku,
lutut, pergelangan tangan dan kaki.

1 2 3
C. KEKUATAN OTOT
1. Meminta klien berbaring, kemudian pemeriksa
berdiri disamping kanan tempat tidur klien.
Suruhlah klien mengangkat kedua lengan ke atas
sampai melewati kepala. Nilailah kekuatan
lengan dengan membandingkan kiri dan kanan.
Kelemahan dapat dilihat bila lengan yang satu
lebih berat atau lebih lambat bergerak
dibandingkan lengan yang lainnya.
2 Berikan tahanan ringan sampai berat pada
lengan
klien dan nilailah besar kekuatan yang dimilki
oleh klien.

124
3 Hal yang sama dilakukan pada kedua tungkai.
4 Interpretasi : Kekuatan otot dinilai dalam derajat :
5 : Kekuatan normal Seluruh gerakan
dapat dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat
adanya kelelahan
4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan
dengan benar dan dapat melawan tahan ringan
dan sedang dari pemeriksa
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya
berat
2 : Di dapatkan gerakan tetapi gerakan ini
tidak
mampu
1 melawan
: Kontraksi gayadapat
minimal berat terasa
(gravitasi)
atau teraba
pada otot yang bersangkutan tanpa
mengakibatkan gerakan

0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Paralisis total.

5 Lakukan cuci tangan rutin

125
Pertemuan 11
Keterampilan Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Pendahuluan
Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang
timbul namanya gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan
gerakan yang bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin
ketangkasan gerakan volunter, maupun untuk membela diri. Bila suatu
perangsangan dijawab dengan bangkitnya suatu gerakan, menandakan
bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik
terdapat suatu hubungan.
Refleks neurologik bergantung pada suatu lengkungan (lengkung
refleks) yang terdiri atas jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan sistem
eferen yang mengaktifasi organ efektor, serta hubungan antara kedua
komponen ini. Bila lengkung ini rusak maka refleks akan hilang. Selain
lengkungan tadi didapatkan pula hubungan dengan pusat-pusat yang lebih
tinggi di otak yang tugasnya memodifikasi refleks tersebut. Bila hubungan
dengan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang tugasnya
memodifikasi refleks tersebut. Bila hubungan dengan pusat yang lebih
tinggi ini terputus, misalnya karena kerusakan pada sistem piramidal, hal
ini akan mengakibatkan refleks meninggi.
Bila dibandingkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya,
misalnya
pemeriksaan sensibilitas, maka pemeriksaan refleks kurang
bergantung kepada kooperasi pasien. Ia dapat dilakukan pada orang yang
kesadarannya menurun, bayi, anak, orang yang rendah inteligensinya dan
orang yang gelisah. Dalam sehari-hari kita biasanya memeriksa 2
macam refleks fisiologis yaitu refleks dalam dan releks superfisial.
Refleks dalam (refleks regang otot)
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh
rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks
dalam juga dinamai refleks regang otot (muscle stretch reflex). Nama lain
bagi refleks dalam ini ialah refleks tendon, refleks periosteal, refleks
miotatik dan refleks fisiologis.
Refleks superfisialis
Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa yang
mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada di bawahnya atau di
sekitarnya. Jadi bukan karena teregangnya otot seperti pada refleks dalam.
Salah satu contohnya adalah refleks dinding perut superfisialis (refleks
abdominal).

126
Tingkat jawaban refleks
Jawaban refleks dapat dibagi atas beberapa tingkat yaitu :
- (negatif) : tidak ada refleks sama sekali
- ± : kurang jawaban, jawaban lemah
- + : jawaban normal
- ++ : jawaban berlebih, refleks meningkat

Capaian Pembelajaran
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang
apa yang akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan,
apa manfaatnya, serta jaminan atas aspek keamananan dan
kerahasiaan data klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan refleks fisiologis dengan benar dan
tepat
4. Dapat melakukan pemeriksaan refleks patologis dengan benar dan
tepat
Media Dan Alat Bantu
1. Penuntun Belajar
2. Hammer Refleks

127
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

128
Penuntun Pembelajaran Keterampilan Pemeriksaan Refleks
Fisiologis Refleks Dalam (Refleks Regang Otot)
NO LANGKAH / KEGIATAN NILAI
A. PEMERIKSAAN REFLEK BISEPS 0 1 2
1 Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
2 Fleksikanlah lengan bawah klien di sendi siku
3 Letakkanlah tangan klien di daerah perut di
bawah
umbilikus
4 Letakkanlah ibu jari pemeriksa pada tendo biseps
klien
lalu ILUSTRASI
ketuklah tendo tersebut
SEPERTI palu GAMBAR DI
PADA
BAWAH :

B. PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS 0 1 2


1 Mintalah klien berbaring dengan santai
2 Fleksikan lengan bawah klien di sendi siku dan
tangan
sedikit dipronasikan
3 Letakkanlah tangan klien di daerah perut di
atas umbilikus
4 Ketuklah tendo otot triseps pada fosa olekrani

129
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH :

C. PEMERIKSAAN REFLEKS BRAKHIORADIALIS 0 1 2


1 Mintalah klien berbaring dengan santai
2 Posisikan lengan bawah klien dalam posisi
setengah
fleksi danklien
3 Mintalah tangan sedikit
untuk dipronasikanlengan
merelaksasikan
bawahnya sepenuhnya
4 Ketuklah pada processus styloideus
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH :

D. PEMERIKSAAN REFLEKS PATELLA 0 1 2


1 Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
2 Letakkan tangan pemeriksa di belakang lutut
3 Fleksikan tungkai klien pada sendi lutut 0 1 2
4 Ketuklah pada tendon muskulus kuadriseps
femoris di
bawah patella

130
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH :

E. PEMERIKSAAN REFLEKS ACHILLES 0 1 2


1 Mintalah klien berbaring dengan santai
2 Fleksikan tungkai bawah sedikit, kemudian pegang
kaki
pada ujungnya untuk memberikan sikap
dorsofleksi
3 Ketuklah ringan
pada pada
tendo kaki
achilles
4 Lakukan cuci tangan rutin
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH :

131
Penuntun Pembelajaran Keterampilan Pemeriksaan Refleks
Fisiologis Refleks Superfisialis
NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS
PEMERIKSAAN REFLEK DINDING PERUT 1 2 3
SUPERFISIALIS
(REFLEKS
1 MintalahABDOMINALIS)
klien berbaring telentang dengan santai
2 Posisikan kedua lengan pasien berada di
samping
badan
3 Goreslah dinding perut dengan benda yang agak
runcing, misalnya ujung gagang palu refleks, kayu
geretan atau kunci. Penggoresan dilakukan dengan
dari samping menuju ke garis tengah perut pada
setiap segmen (pada berbagai lapangan dinding
perut)
4 Segmen epigastrium (otot yang berkontraksi
diinervasi
5 oleh
Supra 6 – Th 7)(perut bagian atas, diinervasi oleh
Thumbilikus
Th 7
– Th 9)
6 Umbilikus (perut bagian tengah, diinervasi oleh Th
9 –
Th 11)
7 Infraumbilikus ( perut bagian bawah, diinervasi oleh
Th
11, Th 12cuci
8 Lakukan dantangan
lumbal rutin
atas)
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

A
B
A. Goresan pada kulit dinding perut
untuk membangkitkan refleks kulit dinding
perut
B. Refleks dinding perut superfisialis

132
INTERPRETASI :
(+) Jika terdapat kontraksi otot, dimana terlihat
pusar bergerak kea rah otot yang berkontraksi.
(-) Biasanya negatif pada wanita normal yang
banyak
Pada orang hamil),
anak (sering muda yang dinding
otot-ototperutnya
dindinglembek,
perutnya
demikian juga pada orang gemuk dan orang usia
Refleks
berkembangdinding
lanjut, juga pada perut
baik,
bayi superfisialis
bila refleks
baru inimenghilang
negatif
lahir sampai pada
usia(-), hal
1 tahun.
lesi
ini mempunyai nilai patologis.
piramidalis. Hilangnya refleks ini berkombinasi
dengan meningkatnya refleks otot dinding perut
adalah khas bagi lesi di susunan piramidalis. Pada
keadaan-keadaan perut tersebut di atas dan lesi di
segmen-segmen medulla spinalis yang dilintasi
busur refleks kulit dinding perut, sudah barang
tentu refleks kulit dinding perut tidak dapat
dibangkitkan.

133
Pertemuan 12
Keterampilan Pemeriksaan Refleks Patologis
Pendahuluan
Refleks patologik adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan
pada orang-rang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil.
Kebanyakan merupakan gerakan reflektorik defendif atau postural yang
pada orang dewasa yang sehat terkelola dan ditekan oleh akifitas susunan
piramidalis. Anak kecil umur antara 4 – 6 tahun masih belum memiliki
susunan piramidal yang sudah bermielinisasi penuh, sehingga aktifitas
susunan piramidalnya masih belum sepmpirna. Maka dari itu gerakan
reflektorik yang dinilai sebagai refleks patologik pada orang dewasa
tidak selamanya patologik jika dijumpai pada anak- anak kecil, tetapi pada
orang dewasa refleks patologikselalu merupakan tanda lesi UMN.
Refleks-refleks patologik itu sebagian bersifat refleks dalam dan
sebagian lainnya bersifat refleks superfisialis. Reaksi yang diperlihatkan
oleh refleks patologik itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi
mendapatkan julukan yang bermacam-macam karena cara
membangkitkannya berbeda-beda. Adapun refleks-refleks patologik yang
sering diperiksa di dalam klinik antara lain refleks Hoffmann, refleks
Tromner dan ekstensor plantar response atau tanda Babinski.
Tujuan Umum
Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara
pemeriksaan refleks patologis.
Tujuan Khusus
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar.
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya
tentang apa yang akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaiman
melakukan, apa manfaatnya, serta jaminan atas aspek keamananan
dan kerahasiaan data klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan refleks patologis dengan benar dan
tepat
Media Dan Alat Bantu
1. Penuntun Belajar
2. Hammer Refleks

134
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

135
Penuntun Pembelajaran Keterampilan
Pemeriksaan Refleks Patologis
NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS
A. PEMERIKSAAN REFLEKS HOFFMANN 0 1 2
1 Mintalah klien berbaring telentang atau
duduk
dengan santai
2 Tangan klien kita pegang pada pergelangan dan
jari-jarinya disuruh fleksi-entengkan
3 Jari tengah penderita kita jepit di antara telunjuk
dan jari tengah kita.
Dengan ibu jari kita ”gores kuat” ujung jari tengah
4 klien
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila goresan kuat
tadi mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta
fleksi dan aduksi ibu jari. Kadang disertai fleksi jari
lainnya.
B. PEMERIKSAAN REFLEKS TROMNER 0 1 2
1 Mintalah klien berbaring telentang atau
duduk
2 dengan
Tangan santai
klien kita pegang pada pergelangan dan
jari- jarinya disuruh fleksi-entengkan
3 Jari tengah penderita kita jepit di antara telunjuk
dan jari tengah (ibu jari) kita.
4 Dengan jari tengah kita mencolek-colek ujung jari
klien

136
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila goresan kuat
tadi mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi
dan aduksi ibu jari. Kadang disertai fleksi jari lainnya.

C. PEMERIKSAAN REFLEKS BABINSKI (EXTENSOR 0 1 2


PLANTAR
RESPONSE)
1 Mintalah klien berbaring dan istirahat dengan tungkai
diluruskan.
2 Kita (pemeriksa) memegang pergelangan kaki
klien supaya tetap pada tempatnya.
3 Telapak kaki klien digores dengan menggunakan
ujung gagang palu refleks secara perlahan dan tidak
menimbulkan rasa nyeri untuk menghindari refleks
menarik kaki. Goresan dilakukan pada telapak kaki
bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal ibu
jari.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

A. Cara menggores
B. Ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
jari-jari kaki
INTERPRETASI :
Positif (+) jika didapatkan gerakan dorso fleksi ibu
jari ,
yang dapat disertai mekarnya jari-jari lainnya.

137
Penuntun Pembelajaran Keterampilan Pemeriksaan Refleks Primitif
NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS
A. PEMERIKSAAN ‘SNOUT REFLEX’ 0 1 2
1 Mintalah klien berbaring telentang atau
duduk dengan santai
2 Stimulasi klien dengan melakukan perkusi pada
bibir Atas
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila bibir atas dan bawah
menjungur atau kontraksi otot-otot di sekitar bibir
atau di bawah hidung.
B. PEMERIKSAAN REFLEKS MENGHISAP (ROOTING 0 1 2
REFLEX)
1 Mintalah klien berbaring telentang atau
duduk dengan santai
2 Stimulasi klien dengan memberikan sentuhan
pada bibir / menyentuhkan sesuatu benda pada bibir
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

138
INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila stimulasi tersebut
menimbulkan gerakan bibir, rahang bawah seolah-
lah menetek.
C. PEMERIKSAAN REFLEKS 0 1 2
MENGGENGGAM
PALMAR/GRASP
1 Mintalah klienREFLEX
berbaring telentang atau duduk
dengan santai
2 Lakukan stimulasi dengan penekanan
atau penempatan jari pemeriksa pada telapak
Tangan klien
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

INTERPRETASI :
Refleks positif (+) jika tangan klien mengepal
D. REFLEKS GLABELLA 0 1 2
1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk
dengan Santai
2 Lakukan stimulasi dengan pukulan singkat
pada glabella atau sekitar daerah supraorbitalis.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI
BAWAH:

139
Refleks positif (+), bila terdapat kontraksi singkat
pada kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer
nervus fasialis, refleks ini berkurang atau negatif,
sedangkan pada sindrom Parkinson refleks ini
sering meninggi. Pusat refleks ini terletak di Pons.
E. REFLEKS PALMOMENTAL 0 1 2
1 Mintalah klien berbaring telentang atau duduk
dengan Santai
2 Lakukan stimulasi dengan goresan ujung pensil
atau ujung gagang palu refleks terhadap kulit
telapak tangan bagian tenar
Refleks positif (+), bila terdapat kontraksi
pada muskulus mentalis dan orbikularis oris
ipsilateral.

140
Pertemuan 13
Keterampilan Pemeriksaan Sensibilitas
Pendahuluan
Pemeriksaan sensibilitas merupakan pemeriksaan neurologis yang
bertujuan untuk mengetahui fungsi sensorik sistem saraf. Pemeriksaan
sensibilitas meliputi :
1. Pemeriksaan sensasi taktil (raba)
2. Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial
3. Pemeriksaan sensasi suhu
4. Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
5. Pemeriksaan sensasi getar
6. Pemeriksaan sensasi tekan.
Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan :
1. Pemeriksaan Nyeri Superficial
2. Pemeriksaan Sensasi suhu
3. Pemeriksaan Gerak dan Posisi
4. Pemeriksaan Sensasi getar
5. Pemeriksaan sensasi tekan
6. Pemeriksaan Nyeri tekan
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

141
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

142
Keterampilan Pemeriksaan Sensibilitas
NO LANGKAH / KEGIATAN KASUS
0 1 2
1 Gangguan di otak, medula spinalis, dan saraf
perifer bisa menyebabkan gangguan fungsi
sensorik. Gangguan semacam ini tidak sejelas
kelainan motorik atau atrofi otot. Ganguan
sensorik bisa bermanifestasi sebagai parestesi,
atau yang jika menjadi lebih sensitif,
dinamakan hiperestesi. Kelainan canalis
centralis medulla spinalis bisa memperlihatkan
gambaran disosiasi seperti : analgesik terhadap
sensasi panas atau nyeri saja, sedangkan
sensasi yang lain masih terasa normal.
Seorang yang neurosis sering mengeluh
mengenai perasaan “seperti ada serangga
yang menggerayangi” seluruh permukaan
kulitnya.
Untuk melakukan pemeriksaan sensorik,
hal-hal berikut di bawah ini sebaiknya dipahami:
1. Pasien harus dalam keadaan sadar penuh.
2. Pasien tidak sedang lelah/capek, kelelahan
akan menyebabkan gangguan perhatian dan
memperpanjang waktu reaksi.
3. Pasien harus tahu dan paham akan prosedur
pemeriksaan. Kerja sama dokter-pasien
sangatlah penting.
4. Dokter harus menjelaskan prosedur dan
tujuan dilakukannya pemeriksaan terhadap
pasien.
5. Mungkin muncul tanda-tanda yang bisa
diamati oleh pemeriksa selama pemeriksaan
seperti perubahan mimik, mengedipkan mata,
gerakan tubuh. Mungkin juga didapatkan dilatasi
pupil, peningkatan nadi per menit, hingga
berkeringat.
6. Pemeriksa seharusnya tidak hanya
memperhatikan perihal sensasinya saja, tetapi
amati pula intensitas dan gradasi rangsangan
yang dirasakan penderita (yang tercermin dari
respon yang diberikan).
7. Tiap individu mungkin mempunyai perbedaan
persepsi dan interpretasi untuk masing- masing
rangsang yang dikenakan pada kulit (di tiap-
tiap area tubuhnya), dan juga kemungkinan
bahwa seseorang akan memberikan respon
yang berbeda dalam situasi yang beda pula.

143
8. Prinsip kesimetrisan sangatlah penting, untuk
membandingkan sisi kanan dan kiri. Prinsip
ke-ekstriman juga tidak kalah penting untuk
membandingkan nilai rata-rata dengan daerah
yang terdeteksi ekstrem, untuk memastikan
bahwa pemeriksaan sudah tepat.
9. Pemeriksaan fungsi sensorik harus dilakukan
dengan tenang (tidak terburu-
buru),menggunakan peralatan yang lengkap
dan aman, dan pasien harus dalam keadaan
rileks/santai.
10. Hasil dari pemeriksaan fungsi sensorik
kadang diluar dugaan, rumit, dan sulit untuk
diinterpretasikan, sehingga kita harus hati-hati
dalam mengambil kesimpulan.
2. Pemeriksaan Raba atau Taktil
Alat berupa sikat halus, kain, tissue, bulu,
sentuhan kulit menggunakan ujung jari dengan
sangat lembut. Rangsangan tidak boleh sampai
menekan daerah subkutis. Intensitas rangsang
boleh sedikit dipertajam pada daerah-daerah
telapak yang berkulit yang tebal. Seorang
pemeriksa yang menghendaki jawaban rangsang
akan meminta pasien menjawab “ya” atau “tidak”
jika merasakan atau tidak merasakan adanya
rangsang, mintalah pula pasien menyebutkan
lokasi masing-masing rangsang, dan mintalah
pasien untuk menyebutkan perbedaan lokasi
rangsang antara dua titik.
Area kulit yang diinduksi rangsang taktil
harus bebas dari rambut karena rambut akan
ikut bergerak sepanjang perangsangan
sehingga akan mengakibatkan bias
interpretasi. Abnormalitas sensasi taktil bisa
berupa :
1. Adanya gangguan sensasi taktil diistilahkan
dengan anestesi, hipoestesi, yang digunakan
secara membingungkan untuk setiap
perubahan sensasi.
2. Abnormalitas pada setiap sensasi taktil ringan
dinamakan tigmanesthesia.
3. Abnormalitas untuk setiap sensasi
sentuhan pada rambut dinamakan
trikoanesthesia.
4. Abnormalitas ketika menyebutkan lokasi
rangsang dinamakan topoanesthesia.
5. kesalahan dalam menyebutkan huruf yang
digoreskan pada permukaan kulit dinamakan
graphanesthesia.

Pasien harus dalam posisi


144 terlentang, mata
tertutup-yaitu tertutup pasif tanpa penekanan bola
mata. Pasien harus rileks dan area kulit yang
dirangsang harus bebas dari pakaian
3. Pemeriksaan Nyeri Superficial
yang digunakan dalam pemeriksaan ini
berupa jarum jahit biasa, jarum yang mempunyai
dua ujung tumpul dan tajam, atau jarum dalam
“hammer-reflex”; rangsang elektris atau rangsang
panas tidak dianjurkan.
Prosedur :
1. Mata pasien tertutup.
2. Pemeriksa harus mencobakan alat pada dirinya
sendiri terlebih dahulu.
3. Pemeriksa melakukan pemeriksaan rangsang
secara aman, tanpa mengakibatkan
perdarahan atau luka.
4. Pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan
benar menggunakan ujung tajam maupun
tumpul alat yang digunakan.
5. Pemeriksa meminta pasien menjawab apakah
rangsang yang diberikan tajam atau tumpul.
6. Pemeriksa meminta pasien menjawab
mengenai tingkat ketajaman atas rangsang
yang diberikan.
7. Jika ditemukan kelainan sensasi turunnya
intensitas, pemeriksa harus mengulang dari
daerah mulainya sensasi turun hingga area
normal
8. Jika ditemukan kelainan sensasi meningkatnya
intensitas kepekaan, pemeriksa harus
mengulang dari daerah dimulainya sensasi
meningkat hingga area normal.
Abnormalitas sensasi nyeri superfisial :
1. Alganesthesia atau analgesia yang digunakan
untuk area yang tidak sensitive terhadap setiap
rangsang.
2. Hipalgesia yang dikaitkan dengan penurunan
kepekaan terhadap rangsang
3. Hiperalgesia yang dikaitkan dengan
meningkatnya kepekaan terhadap rangsang

145
4. Pemeriksaan Sensasi Suhu
Prinsip dasar mengenai alat yang digunakan
untuk pemeriksaan sensasi suhu adalah tabung
yang diisi dengan air panas dan air dingin. Tabung
logam lebih diutamakan daripada kaca karena
logam merupakan konduktor yang lebih baik dari
kaca. Sensasi dingin memerlukan air bersuhu 5-
10oC dan sensasi panas menggunakan air
bersuhu 40-50 oC. Kurang dari 5 oC atau lebih dari
45 oC akan menimbulkan nyeri.
Prosedur:
1. Pasien terlentang
2. Mata pasien tertutup.
3. Pemeriksa harus mencoba sensasi panas pada
diri sendiri terlebih dahulu.
4. Sensasi hangat bisa digunakan sebagai variasi.
Orang normal dapat menyebutkan perbedaan
antara suhu 2 oC-5oC. Abnormalitas sensasi suhu
dinamakan thermanesthesia, thermhipesthesia,
thermhiperesthesia, yang digunakan baik untuk
istilah sensasi dingin dan panas.
5. Pemeriksaan Gerak dan Posisi
Prinsip umum :
Sensasi gerak juga disebut sebagai “sensasi kinetik”
atau “sensasi gerak aktif/pasif”.
Istilah sensasi gerak menggambarkan kesadaran
atas gerakan setiap bagian tubuh terhadap bagian
lain tubuhnya sendiri.
Istilah sensasi posisi atau sensasi postur
menggambarkan kesadaran atas gerakan tubuh
terhadap tempat ia berdiri
Istilah “arteresthesia” digunakan untuk persepsi
setiap gerak sendi dan “statognosis” merupakan
istilah yang menggambarkan kesadaran atas postur
tubuh.
Persepsi pergerakan tubuh tergantung pada
pergerakan sendi dan regangan otot. Orang normal
mampu merasakan perbedaan gerak sendi
interphalangeal antara 1-2 derajat.

146
Tujuan dari pemeriksaan adalah untuk mendapatkan
respon pasien atas persepsinya terhadap gerak,
terhadap arah gerak, kekuatan, rentang pergerakan
(range of movement), sudut minimal ia dapat
rasakan, dan kemampuan pasien menyebutkan
lokasi atas jari – jarinya.
Prosedur :
1. Pemeriksaan ini tidak memerlukan peralatan
khusus.
2. Mata pasien tertutup, pasien dalam posisis
terlentang atau duduk.
3. Jari-jari pasien harus bebas dan rileks dan
dapat digerakkan secara pasif oleh si
pemeriksa, sentuhlah secara halus tanpa
penekanan terhadap jari-jari tersebut.
4. Jari-jari yang diperiksa tidak boleh bergerak-
gerak, dan terbebas dari jari yang lain. Pasien
akan ditanya apakah ada atau tidak ada
gerakan pada jari yang diperiksa. Jika ada
kelainan sensasi gerakan, pemeriksa harus
mengulangi lagi pemeriksaan pada daerah
tubuh lain yang lebih besar, misalnya pada
tungkai atau lengan.
5. Cara lain untuk memeriksa adalah dengan
menempatkan jari yang diperiksa dalam posisi
tertentu sewaktu pasien menutup mata;
kemudian jari yang sama pada tangan yang
lain disuruh menirukan sebagaimana posisi yang
ditetapkan pemeriksa pada jari tangan yang
sebelumnya
6. Pemeriksaan Sensasi Getar
Sensasi getar juga disebut menggunakan istilah
“palesthesia” yang menggambarkan kemampuan
merasakan setiap pergerakan atas getaran ketika
garputala disentuhkan pada tiap-tiap tulang.
Peralatan yang digunakan :
1. Garputala 128A
2. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa akan
lebih baik jika menggunakan garputala 256 Hz

147
3. Sistem pertulangan yang akan diperiksa
dengan menyentuhkan garputala adalah jari
kaki I, maleolus lateral/medial , tibia, sacrum,
spina iliaca anterior superior, processus
spinosus vertebra, sternum, klavikula,
processus styloideus radius/ulna, dan
persendian kaki
Prosedur :
1. Getarkan garputala dengan memukulkan jari-
jarinya ke benda keras.
2. Tempatkan jari-jari garputala sesegera mungklin
di area tulang yang diperiksa.
3. mati intensitas dan lama getaran. Baik intensitas
maupun lama getaran tergantung pada
kekuatan getaran dan interval waktu “memukul”
dan menempelkan”.
7. Pemeriksaan Sensasi Tekan
Prinsip umum :
1. Hal ini disebut juga sebagai piesthesia.
2. Sensasi tekan berhubungan erat dengan
sensasi taktil, tetapi juga berkaitan dengan
persepsi tekanan atas area subkutis.
3. Sensasi tekan juga berhubungan erat dengan
sensasi posisi melalui kolumna posterior
medulla spinalis.
Peralatan :
1. Sembarang benda tumpul, bisa juga digunakan
ujung jari.
2. Untuk pemeriksaan kuantitatif, gunakan
aesthesiometer atau piesimeter.
Prosedur :
1. Pasien dalam posisi terlentang, mata tertutup.
2. Tekankan benda tumpul pada otot atau tendon
3. Tanyakan pada pasien, adakah tekanan yang
dirasakan dan kemudian minta pasien
menyebutkan lokasinya
8. Pemeriksaan Nyeri Tekan
Pemeriksaan ini tidak membutuhkan peralatan
khusus. Benda tumpul, bisa juga digunakan ujung
jari-jari
Prosedur :
Massa otot, tendon, atau saraf superfisial diperiksa
dengan menekankan ujung jari- jari dengan
menjepit. Pasien akan ditanya, adakah nyeri tekan
yang dirasakan; jawaban harus dibandingkan
dengan intensitas pemeriksaan

148
Pertemuan 14
Keterampilan Pemeriksaan Fungsi Koordinasi
Pendahuluan
Keseimbangan merupakan suatu proses komplek yang melibatkan 3
penginderaan penting yaitu : propioseptif (kemampuan untuk mengetahui
posisi tubuh), sistem vestibular (kemampuan untuk mengetahui posisi
kepala), dan mata (untuk memonitor perubahan posisi tubuh). Gangguan
terhadap salah satu dari ketiga jalur tersebut akan membuat keseimbangan
terganggu. Untuk memeriksa gangguan keseimbangan dan koordinasi ada
beberapa tes yang bisa dilakukan
Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari keterampilan pemeriksaan fungsi koordinasi ini
diharapkan mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemeriksaan Cara Berjalan dengan baik dan benar.
2. Melakukan pemeriksaan Tandem Walking dengan baik dan benar.
3. Melakukan pemeriksaan Tes Romberg dengan baik dan benar.
4. Melakukan pemeriksaan Disdiadokokinesis dengan baik dan benar.
5. Melakukan pemeriksaan Tes Telunjuk-Hidung dengan baik dan
benar.
6. Melakukan pemeriksaan Tes Telunjuk-Telunjuk dengan baik dan
benar.
7. Melakukan pemeriksaan Tes Hidung-Telunjuk-Hidung dengan baik
dan benar.
8. Melakukan pemeriksaan Tumit-Lutut-Ibu Jari Kaki dengan baik dan
benar.
9. Melakukan pemeriksaan Tes Ibu Jari Kaki-Jari Telunjuk dengan baik
dan benar.
10. Melakukan pemeriksaan Tes Rebound dengan baik dan benar.
11. Melakukan pemeriksaan shallow knee bend test
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
Buku panduan belajar d a n o r a n g c o b a
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

149
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

150
Keterampilan Pemeriksaan Fungsi Koordinasi
NO LANGKAH KEGIATAN NILAI
0 1 2
1 CARA BERJALAN
Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien berjalan, perhatikan panjang
langkahnya dan lebar jarak kedua telapak
kakinya.
2 TANDEM WALKING (HEEL TO TOE)
Prosedur pemeriksaan :
Perintahkan pasien berjalan pelan dengan ibu
jari kaki yang satu berada di belakang tumit
kaki satunya secara bergantian. Tes Positif bila
pasien cenderung jatuh.
3 TES ROMBERG
Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien berdiri dengan sikap kedua
tumit bertemu. Perhatikan adakah sikap berdiri
yang terhuyung-huyung atau cenderung jatuh
ke salah satu sisi. Pertama pemeriksaan
dengan mata terbuka. Kedua berdiri dengan
mata tertutup. Positif bila pasien berdiri
cenderung jatuh.
4 DISDIADOKOKINESIA
Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien merentangkan kedua
tangannya ke depan, kemudian mintalah
pasien mensupinasi dan pronasi tangannya
secara bergantian dan cepat. Positif bila
gerakan lamban dan tidak tangkas
5 TES TELUNJUK-HIDUNG
Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien merentangkan kedua
lengannya ke samping. Kemudian mintalah
pasien menyentuh hidungnya dengan jari
telunjuknya bergantian tangan kanan dan kiri.
Pertama dengan mata terbuka dan kedua
dengan mata tertutup.
6 TES TELUNJUK-TELUNJUK
Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien merentangkan kedua
lengannya ke samping. Kemudian mintalah
pasien mempertemukan kedua jari
telunjuknya di depan. Pertama dengan

151
mata terbuka dan kedua dengan mata tertutup.
TES HIDUNG-TELUNJUK-HIDUNG
7 Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien menunjuk hidungnya
emudian menunjuk telunjuk pemeriksa.
Lakukan berulang-ulang. Perhatikan apakah
gerakannya mulus atau tidak
8 TES TUMIT-LUTUT-IBU JARI KAKI
Prosedur pemeriksaan :
Minta pasien menempatkan salah satu
tumitnya di atas lutut tungkai lainnya,
kemudian minta pasien menggerakkan tumit
itu meluncur dari lutut ke pergelangan kaki
melalui tulang tibia dan akhirnya melewati
dorsum padis untuk menyentuh ibu jari kaki.
9 TES IBU JARI KAKI- JARI TELUNJUK
Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien menyentuh jari telunjuk
pemeriksa dengan ibu jari kakinya secara
berulang-ulang.
10 TES REBOUND
Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien menarik lengannya sementara
pemeriksa menahannya sehingga seperti
sedang beradu panco. Kemudian dengan tiba-
tiba pemeriksa melepaskan tahanannya.
Perhatikan apakah lengan pasien segera
berhenti atau terjadi gerakan lewat sampai
memukul dirinya sendiri
11 SHALLOW KNEE BEND TEST
Prosedur Pemeriksaan:
a. Pasien diminta untuk berdiri dengan
posisi kedua tangan bertumpu pada meja atau
kursi dengan kaki selebar bahu.
b. Perlahan-lahan lutut ditekuk sehingga
posisi berubah menjadi setengah berjongkok.
c. Pastikan lutut tidak bergerak di depan
jari-jari kaki.
d. Pasien kemudian diminta untuk
merendahkan posisi sekitar 15 cm dengan
posisi tumit tetap di lantai.
e. Pasien lalu diminta untuk kembali ke
posisi semula secara perlahan-lahan.

152
`

153
Pertemuan 15
Keterampilan Pemeriksaan Status Mental Sistem Neuropsikiatri
Pendahuluan
Pemeriksaan status mental meliputi penilaian status mental, penilaian
kesadaran, penilaian aktivitas psikomotorik, penilaian orientasi, penilaian
persepsi, penilaian bentuk dan isi pikir, penilaian mood dan afek, penilaian
pengendalian impuls, penilaian menilai realitas, penilaian kemampuan
tilikan (insight), penilaian kemampuan fungsional.
Indikasi
Pemeriksaan status mental dilakukan untuk :
1. Mengetahui diagnosis dari seorang pasien
2. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien
3. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien
4. Digunakan sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan
paripurna terhadap pasien
Capaian Pembelajaran :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
1. Melakukan penilaian status mental
2. Melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada
3. Mengenal dan menentukan berbagai bentuk gangguan perilaku,
pikiran dan perasaan yang bermanifestasi sebagai gangguan jiwa.
Media dan alat bantu pembelajaran :
- Daftar panduan belajar pemeriksaan status mental
- Alat tulis,
- Audio-visual
Metode pembelajaran :
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab. (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

154
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pengantar 5 menit Pengantar
Tanya jawab 30 menit - Mengatur posisi duduk mahasiwa
dan diskusi - Seorang instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan semua
kegiatan pemeriksaan dan penilaian foto
radiologi tulang dan sendi.
- Mahasiswa menyimak/mengamati
peragaan dengan menggunakan
penuntun belajar
- Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan dosen
memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
Bermain Peran 70 menit - Mahasiswa dibagi menjadi pasang-
pasangan
- Seriap pasangan berpraktek melakukan
langkah-langkah pemeriksaan dan
penilaian secara bergantian dan
serempak
- Instruktur mengamati kegiatan

Diskusi/umpan 15 menit - Diskusi mengenai hal-hal yang mudah


balik dan sulit dalam proses latihan bermain
peran
- Umpan balik dari instruktur
Total Waktu 120
menit

155
Keterampilan Pemeriksaan Status Mental Sistem Neuropsikiatri
I. Status Mental :
A. Deskripsi Umum :
1. Penampilan : Posture, sikap, pakaian, perawatan diri,
rambut, kuku, sehat, sakit, marah, takut, apatis, bingung,
merendahkan, tenang, tampak lebih tua, tampak lebih muda,
bersifat seperti wanita, bersifat seperti laki-laki, tanda-tanda
kecemasan–tangan basah, dahi berkeringat, gelisah,
tubuh tegang, suara tegang, mata melebar, tingkat
kecemasan berubah-ubah selama wawancara atau dengan
topik khusus.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik : Cara berjalan, mannerisme,
tics, gerak–isyarat, berkejang-kejang (twitches), stereotipik, memetik,
menyentuh pemeriksa, ekopraksia, janggal / kikuk (clumsy),
tangkas (agile), pincang (limp), kaku, lamban, hiperaktif, agitasi,
melawan (combative), bersikap seperti lilin (waxy)
3. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, penuh perhatian,
menarik perhatian, menantang (frack), sikap bertahan,
bermusuhan, main-main, mengelak (evasive), berhati-hati (guarded)
B. Bicara : Cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu-ragu
(hesitant), emosional, monoton, keras, membisik (whispered),
mencerca (slurred), komat-kamit (mumble), gagap, ekolalia,
intensitas, puncak (pitch), berkurang (ease), spontan, bergaya
(manner), bersajak (prosody)
C. Mood dan Afek :
1. Mood : (Suatu emosi yang meresap dan bertahan yang
mewarnai persepsi seseorang terhadap dunianya) : Bagaimana
pasien menyatakan perasaannya, kedalaman, intensitas, durasi,
fluktuasi suasana perasaan– depresi, berputus asa (despairing),
mudah tersinggung (irritable), cemas, menakutkan (terrify),
marah, meluap-luap (expansived), euforia, hampa, rasa
bersalah, perasaan kagum (awed), sia-sia (futile), merendahkan
diri sendiri (self– contemptuous), anhedonia, alexithymic
2. Afek : (ekspresi keluar dari pengalaman dunia dalam
pasien), Bagaimana pemeriksa menilai afek pasien–luas, terbatas,
tumpul atau datar, dangkal (shallow), jumlah dan kisaran dari
ekspresi perasaan ; sukar dalam memulai, menahan (sustaining)
atau mengakhiri respons emosinal, ekspresi emosi serasi dengan isi
pikiran, kebudayaan,
3. Keserasian : keserasian respon emosional pasien dapat dinilai
dalam hubungan dengan masalah yang sedang dibahas oleh pasien.
Sebagai contoh, pasien paranoid yang melukiskan waham kejarnya
harus marah atau takut tentang pengalaman yang sedang terjadi
pada mereka. Afek yang tidak serasi, ialah suatu mutu respons
yang ditemukan pada beberapa pasien skizofrenia; afeknya

156
inkongruen dengan topik yang sedang mereka bicarakan.
(contohnya : mereka mempunyai afek yang datar ketika berbicara
tentang impuls membunuh). Ketidak serasian juga mencerminkan
tarap hendaya dari pasien untuk mempertimbangkan atau
pengendalian dalam hubungan dengan respons emosional.
D. Pikiran dan Persepsi :
1. Bentuk Pikiran :
a. Produktivitas : Ide yang meluap-luap (overabundance of
ideas), kekurangan ide (paucity of ideas), ide yang
melompat-lompat (flight of ideas), berpikir cepat, berpikir
lambat, berpikir ragu-ragu (hesitant thinking), apakah pasien
bicara secara spontan ataukah menjawab hanya bila
ditanya, pikiran mengalir (stream of thought), kutipan dari
pasien (quotation from patient)
b. Arus pikiran : Apakah pasien menjawab pertanyaan
dengan sungguh-sungguh dan langsung pada tujuan, relevan
atau tidak relevan, asosiasi longgar, hubungan sebab akibat yang
kurang dalam penjelasan pasien; tidak logis, tangensial,
sirkumstansial, melantur (rambling), bersifat mengelak (evasive),
perseverasi, pikiran terhambat (blocking) atau pikiran kacau
(distractibility).
c. Gangguan Berbahasa : Gangguan yang mencerminkan
gangguan mental seperti inkoheren, bicara yang tidak dimengerti
(word salad), asosiasi bunyi (clang association), neologisme.
2. Isi Pikiran :
a. Preokupasi : Mengenai sakit, masalah lingkungan, obsesi,
kompulsi, fobia, rencana bunuh diri, membunuh, gejala-gejala
hipokondrik, dorongan atau impuls-impuls antisosial.
3. Gangguan Pikiran :
a. Waham : Isi dari setiap sistim waham, organisasinya, pasien
yakin akan kebenarannya, bagaimana waham ini
mempengaruhi kehidupannya, ; waham penyiksaan–isolasi
atau berhubungan dengan kecurigaan yang menetap, serasi
mood (congruent) atau tak serasi mood (incongruent)
b. Ideas of Reference dan Ideas of influence : Bagaimana ide
mulai, dan arti / makna yang menghubungkan pasien dengan diri
mereka.
4. Gangguan Persepsi :
a. Halusinasi dan Ilusi : Apakah pasien mendengar suara atau
melihat bayangan, isi, sistim sensori yang terlibat, keadaan
yang terjadi, halusinasi hipnogogik atau hipnopompik ;
thought brocasting.
b. Depersonalisasi dan Derealisasi : Perasaan yang sangat
berbeda terhadap diri dan lingkungan.

157
5. Mimpi dan Fantasi
a. Mimpi : satu yang menonjol, jika ia iingin menceritakan,
mimpi buruk.
b. Fantasi : berulang, kesukaan, lamunan yang tak tergoyahkan
6. Sensorium dan Fungsi Kognitif:
1. Kesadaran : Kesadaran terhadap lingkungan, jangka
waktu perhatian, kesadaran berkabut, fluktuasi tingkat
kesadaran, somnolen, stupor, kelelahan, keadaan fugue.
2. Orientasi :
a. Waktu : Apakah pasien mengenal hari secara benar,
tanggal, waktu dari hari, jika dirawat di rumah sakit dia
mengetahui sudah berapa lama ia dia berbaring disitu,
b. Tempat : Apakah pasien tahu dimana dia berada
c. Orang : Apakah pasien mengetahui siapa yang memeriksa
dan apa peran dari orang-orang yang bertemu denganya.
3. Konsentrasi dan Perhitungan : Pengurangan 7 dari 100
dan hasilnya tetap dikurangi 7. jika pasien tidak dapar
dengan pengurangan 7. pasien dapat tugas lebih mudah – 4
x 9; 4 x 5 ; Apakah cemas atau beberap gangguan mood
atau konsentrasi yg bertanggung jawab terhadap kesulitan
ini.
4. Daya ingat : Gangguan, usaha yang membuat menguasai
gangguan itu – penyangkalan, konfabulasi, reaksi katastropik,
sirkumstansialitas yang digunakan untuk menyembunyikan
kekurangannya, apakah proses registrasi, retensi, rekoleksi
material terlibat.
a. Daya ingat jangka panjang (remote memory) : data
masa kanak- kanak, peristiwa penting yang terjadi ketika
masih muda atau bebas dari penyakit, persoalan-
persoalan pribadi.
b. Daya ingat jangka pendek (Recent past memory, recent
memory) : beberapa bulan atau beberapa hari yang lalu,
apa yang dilakukan pasien kemarin, sehari sebelumnya,
sudah sarapan, makan siang, makan malam.
c. Daya ingat segera (immediate retention and recall) :
kemampuan untuk mengulangi enam angka setelah pemeriksa
mendiktekannya – pertama maju, kemudian mundur, sedudah
beberapa menit interupsi, tes pertanyaan yang lain,
pertanyaan yang sama, jika diulang, sebutkan empat
perbedaan jawaban pada empat waktu.
d. Pengaruh atau kecacatan pada pasien : mekanime pasien
mengembangkan kemampuan menguasai kecacatan
5. Tingkat Pengetahuan : Tingkat pendidikan formal,

158
perkiraan kemampuan intelektual pasien dan apakah
mampu berfungsi pada tingkat dasar pengetahuan. :
jumlah, perhitungan, pengetahuan umum, pertanyaan
harus relevan dengan latar belakang pendidikan dan
kebudayaan pasien.
6. Pikiran Abstrak : Gangguan dalam formulasi konsep; cara pasien
mengkonsepsualisasikan atau menggunakan ide-idenya, (misalnya
membedakan antara apel dan pear, abnormalitas dalam
mengartikan peribahasa yang sederhana, misalnya ; “Batu-
batu berguling tidak dikerumuni lumut”; jawabannya mungkin
konkrit. Memberikan contoh- contoh yang spesipik terhadap
ilustrasi atau arti) atau sangat abstrak (memberikan penjelasan
yang umum) ; kesesuaian dengan jawaban.
E. Tilikan :
1. Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit
2. Sedikit kesadaran diri akan adanya penyakit dan meminta
pertolongan tetapi menyangkalinya pada saat yang bersamaan
3. Sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan orang lain,
faktor luar, medis atau faktor organik yang tidak diketahui.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak
diketahui pada dirinya.
5. Tilikan Intelektual : Pengakuan sakit dan mengetahui
gejala dan kegagalan dalam penyesuaian sosial oleh karena
perasaan irrasional atau terganggu, tanpa menerapkan
pengetahuannya untuk pengalaman dimasa mendatang
6. Tilikan Emosional yang sebenarnya : kesadaran emosional
terhadap motif-motif perasaan dalam, yang mendasari arti
dari gejala; ada kesadaran yang menyebabkan perubahan
kepribadian dan tingkah laku dimasa mendatang; keterbukaan
terhadap ide dan konsep yang baru mengenai diri sendiri dan
orang-orang penting dalam kehidupannya.
F. Daya nilai :
I. Daya nilai Sosial : Manifestasi perilaku yang tidak kentara
yang membahayakan pasien dan berlawanan dengan tingkah
laku yang dapat diterima budayanya. Adanya pengertian
pasien sebagai hasil yang tak mungkin dari tingkah laku
pribadi dan pasien dipengaruhi oleh pengertian itu.
II. Uji daya nilai : pasien dapat meramalkan apa yang akan dia
lakukan dalam bayangan situasi tsb. Misalnya apa yang akan
dilakukan pasien dengan perangko, alamat surat yang dia
temukan dijalan.
III. Penilaian Realitas : kemampuan membedakan kenyataan
dengan fantasi

159
II. Pemeriksaan Lanjutan
A. Pemeriksaan Fisik :
B. Pemeriksaan Neurologis :
C. Diagnostik Psikiatrik Tambahan
D. Wawancara dengan keluarga, teman, tetangga
E. Pemeriksaan laboratorium

160
Penuntun Pembelajaran
Tehnik Pemeriksaan Status Mental Psikiatri

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


I. Deskripsi Umum
1. Penampilan
a. Ekspresi wajah
b. Postur dan gerakan
c. Kerapihan (pakaian dan dandanan)
2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik
3. Sikap terhadap pemeriksa
II. Mood, afek, emosi, keserasiaan
4. Mood
5. Afek
6. Keserasian
7. Empati
III. Bicara
8. a.Kecepatan
9. b.Kuantitas
10. c.Pengucapan
IV. Gannguan Persepsi
11. Halusinasi (persepsi tanpa objek)
12. Ilusi (Kesalahan mempersepsikan objek)
13. Depersonalisasi (persepsi diri yang salah)
14. Derealisasi (persepsi terhadap
lingkungan yang
V. salah)Pikiran
Alam
15. Proses dan bentuk pikir
16. Isi Pikiran : waham, obsesi, preokupasi
VI. Sensorium dan Fungsi Kognitif
17. Kesiagaan dan tingkat kesadaran
18. Orientasi
x Orientasi waktu
x Orientasi tempat
x Orientasi orang
19. Daya Ingat
x Daya Ingat segera
x Daya Ingat sedang
x Daya Ingat jangka pendek
x Daya Ingat jangka panjang
20. Konsentrasi dan perhatian
21. Pikiran Abstrak
22. Intelegensi dan kemampuan informasi
(tingkat
pengetahuan)
23. Bakat kreatif
24. Kemampuan menolong diri sendiri
VII Pengendalian Impuls
25. Pengendalian Impuls
x Baik
x Terganggu
VIII Daya Nilai
26. Daya Nilai Sosial
27. Daya nilai Realitas

161
28. Uji Daya nilai
IX. Tilikan
29 Tilikan
X. Taraf Dapat Dipercaya
30. Taraf Dapat Dipercaya
x a.Dapat dipercaya
x b.Tidak dapat dipercaya

162
Penuntun Pembelajaran
Tehnik Wawancara (Anamnesis Psikiatri)
NO LANGKAH/KEGIATAN NILAI
ANAMNESIS
0 1 2
FASE PERKENALAN
1. Persilahkan pasien masuk ke ruangan
2. Sapa pasien dengan mengucapkan salam dan
senyum yang ramah (senyum,
3. Perkenalkan diri sambil menjabat tangan pasien
4. Persilahkan pasien duduk
5. Tanyakan nama dan umur pasien
6. Tunjukkan sikap empati
FASE PEMBUKAAN
7. Tanyakan alasannya datang ke poliklinik atau
keluhan utama dan sejak kapan keluhan ini
dirasakan.
8.. Gunakan keluhan utama untuk mengembangkan
diagnosis banding dan diagnosis sementara
FASE INTI
9. Tanyakan bagaimana gejala awal penyakit, ,
sifatnya gejala, lokasi dan penjalaran, lamanya,
keparahan, dan tanyakan gejala-gejala lain yang
menyertainya, serta bagaimana perkembangan
penyakitnya selanjutnya ,
10. Tanyakan pengaruh penyakit tsb terhadap aktivitas
sosial dan pekerjaan serta penggunaan waktu
senggang.
11. Singkirkan dan atau masukan berbagai
kemungkinan diagnosis dengan menggunakan
pertamyaan pusat dan terinci
12. Tanyakan riwayat penyakit dahulu/sebelumnya
13. Tanyakan riwayat perkembangan pribadi
14. Tanyakan riwayat penyakit keluarga
15. Tanyakan keadaan diri dan lingkungan pasien saat
ini
FASE PENUTUP
16. Berikan pasien kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan pada akhir wawancara.
FASE PENGAKHIRAN
17. Buat kesimpulan hasil wawancara
18. Tegakkan Diagnosa Multi Aksial
19. Susun rencana alternatif terapi
20. Jabat tangan pasien sambil memberi harapan
kepada pasien agar segalanya berjalan lancar

163

Anda mungkin juga menyukai