Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan jiwa menjadi fokus utama dalam upaya
peningkatan sumber daya manusia khususnya pada anak dan remaja yang
merupakan generasi yang harus dipersiapkan sebagai sumber kekuatan
bangsa. Gangguan jiwa pada anak dan remaja akhir-akhir ini terus meningkat,
hampir 20% anak-anak terdeteksi mengalami gangguan jiwa.
Salah satu masalah kesehatan jiwa pada anak yang meningkat akhir-
akhir ini adalah autis. Autism adalah gangguan perkembangan pervasif pada
anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Dalam artikel ini
dibahas tentang cara deteksi dini terhadap autism, sehingga masalah autism
dapat segera diatasi sedini mungkin.
Dalam pendidikian luar biasa kita banyak mengenal macam-macam
anak yang berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah anak autis. Anak Autis
juga merupakan pribadai individu yang harus diberi pendidikan baik itu
keterampilan maupun secara akademik: permasalahan yang dilapangan
terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak autis tersebut. Oleh
karena itu harus kaji lebih dalam tentang anak autis. Dalam pengkajian
tersebut kita butuh banyak informasi mengenai siapa anak autis, penyebabnya
dan lainnya.
Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum.
Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiridan anak-
anak tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang
selama ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu makalah
ini nantinya dapat membentu kita mengetahui anak autis tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dinyatakan tersebut, berikut beberapa
masalah yang akan dibaha antara lain:
1. Apakah pengertian autis?
2. Bagaimana ciri-ciri autis?
3. Apakah penyebab autis pada anak?
4. Bagaimana cara mendetiksi dini autis ?

C. Tujuan Masalah
Dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetaui bagaimana cara
deteksi dini autis pada anak?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Autis
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Kata autisma berasal dari
bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang
menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya
penderita autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang
melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan
situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau
tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih
sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya. (Mardiyono, 2010)
Menurut Leo Kanner (Handojo 2010), autism merupakan suatu jenis
gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan
menyendiri. Chaplin (2003) Mengatakan :
(1). cara berfikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri,
(2). menganggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri (3).
keyakinan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Gangguan autism terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36
bulan (sumber dari pedomanan penggolongan diagnotik gangguan jiwa).
Autism adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun
saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membaentuk hubungan
social atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut
terisolasi dari manusia lain dan masih dalam dunia repetive, aktivitas dan
minat yang obsesif. Jadi anak autism merupakan anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak
umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi social serta
perilakunya.
a. Ditinjau dari segi pendidikan: anak autis adalah anak yang
mengalami gangguan perkembangan komunikasi, social, perilaku pada
anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini
b. Ditinjau dari segi medis : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan
komunikasi, social, prilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga
anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
c. Ditinjau dari segi psikologis : anak autis adalah yang mengalami
gngguan perkembangan yang berat dari bisa diketahui sebelum usia 3
tahun, aspek komunikasi social, prilaku, bahasa sehingga anak perlu
adanya penanganan secara psikologis.
d. Ditinjau dari segi social : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi ,
bahasa, interaksi social, sehingga anak ini memerlukan bimbingan
keterampilan social agar dapat menyesuaikan dengan lingkunganya.
Jadi anak autism merupakan salah satu gangguan perkembangan
fungsi otak yang bersifat pervasive yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa,
prilaku komunikasi dan gangguan interaksi seosial sehingga ia mempunyai
dunianya sendiri.

B. Karakteristik/ciri-ciri autis
Anak autis mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:
1. Komunikasi
 Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada
 Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi
kemudian sirna
 Kadang kata-kata yang digunkan tidak sesuai artinya
 Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat
dimengerti orang lain
 Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
 Senang meniru
 Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyia
tersebut tanpa mengerti artinya
 Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit
berbincanf (kurang verbal) sampai usia dewasa
 Senang menarik-narimtangan orang lain untuk melakukan apa
yang ia inginka, misalnya bila ingin meminta sesuatu
2. Interaksi social
 Penyandang autistic lebih suka menyendiri
 Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar
untukbertatapan
 Tidak tertarik unutk bermain bersama teman
 Bila diajak bermai, ia tidak mau dan menjauh
3. Gangguan sensoris
 Sangat sensitive terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
 Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
 Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
 Tidak sensitive terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Pola bermain
 Tidak bermain seperti anak-anak pada umunya
 Tidak suka bermain dengan anak sebayanya
 Tidak kraetif, tidak imajinatif
 Tidak bermain sesaui fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya diputar-putar
 Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin,
sepeda roda.
 Dapat sangat dekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang
terus dan dibawa kemana-mana
5. Prilaku
 Dapat berprilaku berlebihan atau kekurangan
 Memperlihatkan prilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan
mata ke pesawat TV
 Tidak suka pada perubahan
 Dapat pu;a duduk bengong dengan tatapan kosong
6. Emosi
 Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa,
menangis tanpa alasan
 Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak
di berikan keinginannya
 Kadang suka menyerang dan merusak
 Kadang-kadang anak anak berprilaku yang menyakiti dirinya
sendir
 Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain
C. Penyebab autis
Menurut Mardiyono (2010), Penyebab autisme belum diketahui secara
pasti. Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat
gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh
gangguan psikiatri/jiwa.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena
kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat
beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan
masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autisme.
Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak,
namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini
mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori
Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan
ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin.
Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh
tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya.
Setiap logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin.
Berdasarkan afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuat
dengan terhadap metalotianin dibandingkan logam berat lainnya sepertoi
tembaga, perak atau zinc.
D. Diagnose Autis
Untuk menetapkan diagnosis gangguan autism para klinisi sering
menggunakan pedoman DSM IV.Gangguan Autism didiagnosis berdasarkan
DSM-IV:
Harus ada sedikitnya 6 gejala dari(1), (2), and (3), dengan minimla
harus ada 2 gejala dari (1), dan satu gejala masing-masing dari (2) dan (3):
1. Gangguan Kualitatif dalam Interaksi Sosial, minimal harus ada dua
manifestasi:
 Hendaya dalam perilaku non verbal seperti : kontak mata sangat
kurang, ekspresi muka kurang hidup, sikap tubuh atau gerak tubuh
dalam interaksi social
 Kegagalan dalam berhubungan dengan anak sebaya sesuai dengan
perkembangannya
 Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
 Kurangnya hubungan sosial dan emosional
2. Gangguan Kualitatif dalam Bidang Komunikasi, minimal 1 gejala di
bawah ini:
 Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berlkembang (tak ada
usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa
bicara).
 Bila bisa bicara tidak dipakai untuk komunikasi
 Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
 Cara bermain kurang variasi, kurang imajinatif dan kurang bisa
meniru.

3. Suatu Pola yang Dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat


dan kegiatan. Sedikitnya harus ada 1 gejala di bawah ini :

 Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat


khas dan berlebihan.
 Terpaku pada satu kegiatan ritual atau rutin yang tidak ada
gunanya

 Terdapat gerakan-gerakan aneh yang khas berulang-ulang.

 Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda

E. Deteksi dini autis


Menurut Mardiyono (2010), deteksi dini pada anak dengan autim melalui
beberapa tahapan, antara lain :
1. Deteksi Dini Sejak dalam Kandungan
Sampai sejauh ini dengan kemajuan tehnologi kesehatan di dunia
masih juga belum mampu mendeteksi resiko autism sejak dalam
kandungan. Terdapat beberapa pemeriksaan biomolekular pada janin
bayi untuk mendeteksi autism sejak dini, namun pemeriksaan ini
masih dalam batas kebutuhan untuk penelitian.
2. Deteksi Dini Sejak Lahir hingga Usia 5 tahun
Autisma agak sulit di diagnosis pada usia bayi, tetapi penting
untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit ini sejak dini karena
penanganan yang lebih cepat akan memberikan hasil yang lebih baik.
Autisma agak sulit di diagnosis pada usia bayi, tetapi penting
untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit ini sejak dini karena
penanganan yang lebih cepat akan memberikan hasil yang lebih baik.
Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi
atau anak menurut usia :
a. Usia 0-6 bulan
a) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
b) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
c) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila
mandi
d) Tidak “babbling”
e) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
f) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
g) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b. Usia 6-12 bulan
a) Kaku bila digendong
b) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-
da)
c) Tidak mengeluarkan kata
d) Tidak tertarik pada boneka
e) Memperhatikan tangannya sendiri
f) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor
kasar/halus
g) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
c. Usia 2-3 tahun
a) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
b) Melihat orang sebagai “benda”
c) Kontak mata terbatas
d) Tertarik pada benda tertentu
e) Kaku bila digendong
d. Usia 4-5 tahun
a) Sering didapatkan ekolalia (membeo)
b) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
c) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
d) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
e) Temperamen tantrum atau agresif
3. Deteksi Dini dengan Skrening
Beberapa ahli perkembangan anak menggunakan klarifikasi
yang disebut sebagai Zero to three’s Diagnostic Classification of
Mental Health and Development Disorders of Infacy and early
Childhood. DC-0-3 menggunakan konsep bahwa proses diagnosis
adalah proses berkelanjutan dan terus menerus, sehingga dokter yang
merawat dalam pertambahan usia dapat mendalami tanda, gejala dan
diagnosis pada anak. Menurut Judarwanto W (2010), beberapa deteksi
dini dengan menggunakan skrening antara lain :
a. MSDD (Multisystem Developmental Disorders)
MSDD (Multisystem Developmental Disorders) adalah diagnosis
gangguan perkembangan dalam hal kesanggupannya berhubungan,
berkomunikasi, bermain dan belajar. Gangguan MSDD tidak
menetap seperti gangguan pada Autistis Spectrum Disorders, tetapi
sangat mungkin untuk terjadi perubahan dan perbaikkan.
Pengertian MSDD meliputi gangguan sensoris multipel dan
interaksi sensori motor. Gejala MSDD meliputi : gangguan dalam
berhubungan sosial dan emosional dengan orang tua atau
pengasuh, gangguan dalam mempertahankan dan mengembangkan
komunikai, gangguan dalam proses auditory dan gangguan dalam
proses berbagai sensori lain atau koordinasi motorik.
b. Pervasive Developmental Disorders Screening Test PDDST – II
PDDST-II adalah salah satu alat skrening yang telah
dikembangkan oleh Siegel B. dari Pervasive Developmental
Disorders Clinic and Laboratory, Amerika Serikat sejak tahun
1997. Perangkat ini banyak digunakan di berbagai pusat terapi
gangguan perliaku di dunia. Beberapa penelitian menunjukkan
hasil yang cukup baik sebagai alat bantu diagnosis atau skrening
Autis.
c. Deteksi Dini Dengan Chat (Cheklist in Toddler)
Terdapat beberapa perangkat diagnosis untuk skreening (uji tapis)
pada penyandang autism sejak usia 18 bulan sering dipakai di
adalah CHAT (Checklist Autism in Toddlers). CHAT
dikembangkan di Inggris dan telah digunakan untuk penjaringan
lebih dari 16.000 balita. Pertanyaan berjumlah 14 buah meliputi
aspek-aspek : imitation, pretend play, and joint attention. Menurut
American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities.
Technical Report : The Pediatrician’s Role in Diagnosis and
Management of Autistic Spectrum Disorder inChildren.
4. Rapid Attention Back and Fourt Comunicattion Test
Tes untuk mengetahui gejala autisme pada anak yang ada saat
ini rata-rata memakan waktu hingga dua jam. Untuk itu, tim peneliti
dari Universitas Emory dan Georgia Tech mencoba menawarkan cara
baru yang lebih cepat. Dengan metode ‘Rapid Attention Back and
Forth Communication Test’ atau “Rapid ABC”, uji gejala autisme anak
hanya berlangsung selama lima menit. Caranya, anak dilibatkan dalam
kegiatan yang sederhana yang memerlukan konsentrasi, komunikasi,
dan pengenalan. Tes sangat efektif untuk mengetahui gejala awal
autisme pada anak usia 18 bulan hingga dua tahun. Meski begitu, tes
ini tidak dapat menggantikan screening autisme secara komprehensif.
Setelah mengidentifikasi cepat anak yang berisiko autisme di awal
perkembangan, mereka harus segera mendapat terapi.
Menurut Levine (2008), mengatakan gejala gangguan
spektrum autisme mencakup gangguan dalam interaksi sosial dan
komunikasi, tetapi juga dicirikan oleh perilaku yang tidak biasa seperti
gerakan berulang, mengepakkan tangan dan kurangnya kontak mata.
Sebelumnya diagnosis dan intervensi terkait dengan hasil jangka
panjang lebih baik, ” katanya seperti dikutip dari Momlogic. Levine
juga mencatat bahwa jika orangtua curiga anak mereka mungkin
terkena autisme, tes Rapid ABC hanyalah tes cepat. Kemudian harus
dilanjutkan dengan uji diagnostik untuk evaluasi emosional dan fisik
secara menyeluruh.
F. Macam-macam terapi penunjang bagi anak autis
Anak autisme dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan anak antara lain:
1) Terapi wicara : untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat
berbicara lebih baik
2) Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
3) Terapi bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar
sambil bermain.
4) Terapi medikamentosa/obat-obatn : untuk menenagkan anak
melaui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
5) Terapi melaui makanan : untuk mencegah /mengurangi tingakt
gangguan autesmi
6) Sensory Intergartion therapy : untuk melati kepekaan dan
kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan dan
perabaan)
7) Auditory Intergartion Therapy : untuk melatih kepekaan
pendengaran anak lebih sempurna
8) Biomedical treatment therapy : untuk perbaiki dan kebugaran
kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak(dari
keracunan logam berat dan lain-lain)
9) Hydro Therapy : membantu anak autistik melepaskan energi yang
berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air
10) Terapi musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi,
melatih kontak mata dan konsentrasi
G. Bentuk layanan pendidikan anak autis
Pendidikan untuk anak austistik usia sekolah bisa dilakukan diberbagai
penempatan. Berbagai model antara lain:
1.Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telag diterapi
memerlukan layanan khusus termasuk anak asutistik yang telah
diterapi secara terpadu atau struktur . kelas transisi sedapat mungkin
berada disekolah regular, sehingga pada saat tertentu anak dapat
bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas
persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD
dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.
2.Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah regular yang sudajh siap
memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka
program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
Guru terkait harus siap menerima anak austistik
Tersedia ruang khusus untuk penanganan individual.
Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping
Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak
austistik

3.Program Pendidikan Terpadu


Pendidikan terpadu dilaksanakan disekolah regular. Dalam
kasus/waktu tertentu,anak-anak austistik dilayani dikelas khusus untuk
remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak austistik
dikelas khusus bisa sebagain waktu atau sepanjang hari terganggu
kemampuan anak
4.Sekolah khusus
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak austistik terutama yang
tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan disekolah regular.
Anak sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan
adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan
pada program fungsional seperti bina diri, bakat dan minat yang
sesuai dengan potensi mereka.
5.Program sekolah dirumah
Program ini diperuntukkan bagi anak austistik yang tidak mampu
mengikuti pendidikan disekolah khusus karena keterbatasan. Anak-
anak autistic yang non verbal, retardasi mental dan mengalami
gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program
sekolah dirumah. Program dilaksanakan dirumah dengan
mendatangkan guru pembimbing atau terapis atau kerjasama sekolah,
orang tua dan masyarakat

6.Panti rehabilitas autis


Anak autis yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat
parah dapat mengikuti program di panti rehabilitas austistik . program
dipanti rehabilitas lebih berfokud pada pengembangan :
a. Pengenalan diri
b. Sensori motor dam persepsi
c. Motoric kasar dan halus
d. Kemampuan berbahasa dan komunikasi
e. Bina diri, kemampuan social
f. Keterampilan kerja terbatas sesaui minat, bakat dan
potensinya.
H. Kalsifikasi anak autis
Menurut Yatim (2010) kalsifikasi anak autis dikelompokan menjadi 3
antara lain:
1. Autism Persepsi : dianggap autism yang asli karena kelainan sudah timbul
sebelum lahir . ketidakmampuan anak berbahsa termasuk pada
penyimpanan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga
ketidakmampuan anak bekerjasama dengan orang lain, sehingga anak
bersikap masa bodoh.
2. Autism Reaksi : terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan
kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekaloh
dan sebagainya. Autism ini akan memunculkan gerakan-gerakan tertentu
berulang-ulang, kadang-kadang disertai kejang-kejang . gejala ini muncul
pada usia lebih besar 6-7 tahu sebelum anak memasuki tahapan berfikir
logis
3. Autism yang itmbul kemudian: terjadi setelah anak agak besar,
dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal
akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan
pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan teknologi dan metode deteksi dini terhadap anak dengan
masalah autis sangat bermanfaat dalam penanganan masalah autis pada anak,
sehingga dampak autis yang kompleks dapat di cegah dan mendapatkan
penanganan sedini mungkin. Masalah autis pada anak adalah hal yang serius
dan menjadi salah satu masalah pada kejiawaan anak yang masih ditakuti oleh
semua orang tua jika terjadi pada anaknya. Semoga artikel ini memberikan
informasi yang bermanfaat untuk kemajuan teknologi kesehatan.
Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungdi otak
yang bersifat pervasive yaitu meliputi ganguan kognitif, bahsa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi social, sehingga ia mempunyai dunianya
sendiri
Layanan pendidikan bagi anak autis bagitu beragam antara lain: kelas
transisi, program pendidikan inklusi, program pendidikan terpadu, program
sekolah di rumah, panti rehabilitas autis. Bentuk layanan ini begitu cocok
diterapkan bagi anak autis tersebut agar ia kelak mendiri dan mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya.

B. Saran
Dari hasil makalah yang telah dibuat, penulis menyarankan agar kita lebih
peduli kepada anak-anak berkebutuhan khusus terutarama bagi anak autis.
Sebagai masyarakat secara umum kita harus bisa menerima anak-anak
tersebut.
Semogah makalah ini menjadi rujukan bagi kita untuk bisa memberikan
layanan pendidikan bagaia anak-anak autis
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html

Danuatmaja,B.(2010).Terapi Anak Autis di rumah,Jakarta: Puspa Suara

Ellah Siti Chalidah (2009), Terapi permainan bagi anak yang memerlukan layanan
pendidikan Khusus, Jakarata:Dikti

Soetjiningsih (2008). Tumbuh Kembang Anak.Jakarta:FK Udayana.

Anonim (2010). http://downloads.ziddu.com/downloadfile/9050216/gangguan jiwa


pada anak dan remaja. doc.h.html .

Departemen Psikiatrik FK-UI. Deteksi Dini Gangguan Jiwa pada Anak. Jakarta.

Hamid A.Y (2008). Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai