Anda di halaman 1dari 5

5.

Memahami dan Menjelaskan Peran Dokter Keluarga dengan Mitranya


Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK)
Pada dasarnya sistem perlayanan dokter keluarga (selanjutnya digunakan SPDK), haruslah
menerapkan ketiga tahapan pelayanan medis sesempurna mungkin. Komponen sistem, yang
sekarang biasa disebut sebagai “pemegang saham” (stakeholders), paling tidak terdiri atas:

1. DPU/DK (Sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Primer)


2. DSp (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Sekunder)
3. DSpK (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Tersier)
4. Dokter gigi
5. Pihak pendana (Asuransi Kesehatan, Pemerintah, dsb.)
6. Regulasi (perundangan, Sistem Kesehatan Nasional, dsb.)
7. Pasien (dengan keluarga dan masyarakatnya)
8. Farmasi (profesional dan pengusaha)
9. Staf klinik selain dokter (Bidan, perawat, dsb)
10. Karyawan non-medis
11. Dsb.

Mereka harus bekerjasama secara mutualistis mewujudkan pelayanan kesehatan yang


bermutu. Semua pemegang saham mempunyai andil, hak dan kewajiban yang sama dalam
mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan bagi pasien, tidak
melanggar aturan atau perundangan maupun etika profesi, dan menjamin kesejahteraan bagi
penyelenggaranya. Jika salah satu komponen sistem “merusak” tatanan, menyalahi aturan
main agar memperoleh keuntungan bagi dirinya, maka akibat negatifnya akan dirasakan oleh
seluruh komponen sistem termasuk, pada akhirnya, yang menyalahi aturan itu. Oleh karena
itu diperlukan kerjasama profesional yang mutualistis di antara anggota sistem.
Dengan kata lain, dalam sistem pelayanan dokter keluarga pelayanan diselenggarakan
oleh “tim” kesehatan yang bahu-membahu mewujudkan pelayanan yang berumutu. Setiap
komponen sistem mempunyai tugas masing-masng dan harus dikerjakan sungguh-sungguh
sesuai dengan tatanan yang berlaku. Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya,
memberikan obat kepada pasien d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat
tidak memberikan obat tanpa persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus memberikan
perintah tertulis di dalam rekam medis untuk setiap pemberian obat. Bidan dan perawat
dibenarkan mengingatkan dokter jika perintah pemberian obat itu tidak jelas atau belum
dicantumkan. Demikian pula dokter keluiarga yang sebenarnya dokter praktik umum
dibenarkan mengingatkan dan diharuskan bertanya langsung kepada dokter spesialis yang
dikonsuli atau dirujuki jika ada hal yang kurang jelas atau berbeda pendapat. Demikianpula
komponen system yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan bahkan diharuskan
saling kontrol saling mengingatkan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dapat di lihat bentuk komunikasi atau kerjasama antara dokter dan teman sejawatnya di
lakukan dalam berbagai hal seperti:
1. Merujuk pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas
pelayanan, dokter yang merawat harua merujuk pasiennya pada teman sejawat
lainnya.
2. Bekerjasama dengan sejawat
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan jenis
kelamin, ras, usia, kecacatan, agama, status sosial atau perbedaan kompetensi yang
dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat.
3. Bekerja dalam tim
Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin.
4. Mengatur dokter pengganti.
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter
pengganti serta mengatur proses mengalihkan yang efektif dan komunikatif dengan
dokter pengganti.
5. Mematuhi tugas
Seorang dokter yang bekerjapada institusi pelayanan atau pendidikan kedokteran
harus mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter
pengganti.
6. Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang kepada perawat, peseta prograrm pendidikan spesialis,
mahasiswa kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang
merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan
terapi yang sesuai dengan peraturan baru.

Komunikasi Dokter-Profesi Lain

1. Kolaborasi
▪ Pengertian Menurut Shortridge, et al (1986)
Hubungan timbal balik di mana [pemberi pelayanan] memegang tanggung
jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang
respektif mereka.
▪ Elemen-elemen Kolaborasi
1. Struktur
2. Proses
3. Hasil Akhir
▪ Model Kolaboratif Tipe I
1. Menekankan Komunikasi Dua Arah
2. Masih menempatkan Dokter pada posisi utama
3. Masih membatasi Hubungan Dokter dengan Pasien
▪ Model Kolaboratif Tipe II
1. Lebih berpusat pada Pasien
2. Semua Pemberi Pelayanan harus bekerja sama
3. Ada kerja sama dengan Pasien
4. Tidak ada pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus
▪ Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang
berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan
munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi.
Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya
menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
▪ Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat
profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam
aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi
dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi
sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik
perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap
pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
▪ Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam
lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat
dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja
saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-
nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi
terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
▪ Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
a) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
b) Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c) Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d) Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami
orang lain
▪ Kesuksesan kolaborasi dalam suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
faktor-faktor:
1. Faktor interaksi (interactional determinants):
Hubungan interpersonal diantara anggota tim yang terdiri dari kemauan
untuk berkolaborasi, percaya, saling menghargai dan berkomunikasi.
2. Faktor organisasi (organizational determinants)
Kondisi di dalam organisasi tersebut yang terdiri dari:
 Organizational structure (struktur horisontal dianggap lebih
berhasil daripada struktur hierarkis)
 Organization’s philosophy (nilai nilai keterbukaan, kejujuran,
kebebasan berekspresi, saling ketergantungan, integritas dan sikap
saling percaya
 Administrative support (kepemimpinan)
 Team resource (tersedianya waktu untuk bertemu dan berinteraksi,
membagi lingkup praktek dengan profesional lain, bekerja dalam
suatu unit yang kecil)
 Coordination mechanism (pertemuan formal untuk diskusi,
standarisasi prosedur dalam bekerja)
3. Faktor lingkungan organisasi( organization’s environment/ systemic
determinants) yaitu elemen diluar organisasi, seperti sistem sosial,
budaya, pendidikan dan profesional.

2. Pendekatan Praktik Hirarkis


 Menekankan Komunikasi satu arah
 Kontak Dokter dengan Pasien terbatas
 Dokter merupakan Tokoh yang dominan
 Cocok untuk diterapkan di keadaan tertentu, spt IGD
 Sebelum ada model Kolaborasi, hubungan yang ada adalah Model PRAKTIK
HIRARKIS
 Praktik Hirarkis merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan sebelum
profesi perawat semakin berkembang.
 Pendekatan ini sekarang masih dominan dalam praktek dokter di Indonesia

Registerd
DOKTER
nurse

Pemberi
pelayanan
lain

Komunikasi Dokter-Apoteker

Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, dokter perlu mengetahui apa yang menjadi
tanggung jawab profesi apoteker dalam pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi dapat
dilakukan di berbagai tempat seperti rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik, Apotek, dll.
Adanya pemahaman masing-masing pada profesi mitra kerjanya akan memudahkan
terjadinya komunikasi yang baik antar profesi

Empat unsur Pelayanan Farmasi


 Pelayanan Farmasi yang baik.
 Pelayanan profesi apoteker dalam penggunaan obat.
 Praktik dispensing yang baik.
 Pelayanan profesional apoteker yg proaktif dalam berbagai kegiatan yg bertujuan
untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

Anda mungkin juga menyukai