Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
a) Anatomi
1. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Bentuk jantung
menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut
juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.Letak
jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah
papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut
iktus kordis.Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan
beratnya kira-kira 250-300 gram. Jantung dipisahkan menjadi dua bagian yaitu:
kanan dan kiri oleh septum, sebuah partisi yang mengandung myocardium yang
dilapisi oleh endocardium.

Gambar 1. Anatomi Jantung

Jantung dibungkus oleh suatu membrane/ selaput yang mengitari jantung


disebut dengan pericardium. Pericardium terdiri atas 2 lapisan, yaitu perikardium
parietalis (lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru)
sertaperikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri (yang
melekat pada jantung), dengan kelanjutannya yang disebut sebagai epikardium.
Diantara kedua lapisan selaput tersebut, terdapat sedikit cairan pelumas yang
berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa.
Cairan ini disebut cairan perikardium.
Struktur jantung sendiri terdiri atas 3 lapisan, diantaranya epikardium,
miokardium dan endokardium.
a. Epikardium merupakan lapisan terluar jantung
b. Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot
jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot yaitu :
- Bundalan otot atria yang terdapat di bagian kiri/kanan dan basis kordis
yang membentuk serambi atau aurikula kordis.
- Bundalan otot ventrikel yang membentuk bilik jantung dimulai dari
cincin atrioventrikuler sampai apeks jantung.
Miocardium lebih tebal pada bagian apex dan semakin tipis pada
bagian base. Hal ini menggambarkan jumlah beban kerja pada tiap bilik
terhadap kontribusinnya dalam memompa darah. Myocardium paling tebal
terdapat pada ventrikel kiri yang mempunyai beban kerja paling tinggi.
c. Endokardium : bagian tipis, halus, glistening membrane yang membuat aliran
darah mulus masuk ke dalam jantung. Mengandung epithelial sel datar, dan
bersambungan dengan garis endhotelium pada pembuluh darah.
Katup - katup Jantung terdiri dari katup atrioventrikuler dan katup semilunar.
Katup atrioventrikuler terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan
mempunyai tiga buah daun katup/flaps/cusps/daun disebut katup trikuspid.
Sedangkan katup yang letaknya diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai
dua buah daun katup,/ flaps/cusps/daun disebut katup bikuspid/mitral. Katup
atrioventrikuler memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke
ventrikel pada fase diastole ventrikel, dan mencegah aliran balik pada saat sistole
ventrikel (kontraksi). Aliran darah jantung adalah aliran searah, darah memasuki
jantung melalui atrium dan keluar melewati ventrikel di bawahnya. Katup antara
atrium dan ventrikel membuka dan menutup secara pasif tergantung pada
perubahan tekanan dalam ruangan Katup terbuka ketika tekanan atrium lebih
besar dari tekanan ventrikel. Selama ventrikel benkontaksi (sistol) tekanan pada
ventrikel meningkat di atas atrium dan katup tertutup, untuk mencegah aliran
backward.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yang terletak pada arteri
pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan dan katup aorta
yang terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup semilunar ini
mempunyai bentuk yang sama, terdiri dari 3 daun katup yang simetris disertai
penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan sebuah cincin serabut.
adanya katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masing-masing
ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel, dan mencegah
aliran balik waktu diastole ventrikel. Pembukaan katup terjadi pada waktu
masing-masing ventrikel berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi
daripada tekanan di dalam pembuluh – pembuluh arteri. Di sebelah atas daun
katup terdapat tiga buah penonjolan dinding aorta, yang disebut sinus
valsava. Muara arteri koronaria terletak pada tonjolan-tonjolan ini. Sinus-sinus
tersebut berfungsi melindungi muara koroner dari penyumbatan oleh daun katup
pada waktu aorta terbuka.

2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada tiga, yaitu :
1) Arteri (pembuluh nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventrikel kiri dan kanan.
Beberapa pembuluh darah arteri yang penting :
 Arteri koronaria : Arteri yang mendarahi dinding jantung
 Arteri subklavikula : Arteri bawah selangka yang bercabang kanan
kiri leher melewati aksila.
 Arteri brachialis : Arteri pada lengan atas.
 Arteri radialis : Arteri yang teraba pada pangkal ibu jari.
 Arteri karotis : Arteri yang mendarahi kepala dan otak.
 Arteri temporalis : Arteri yang teraba denyutnya pada depan
telinga.
 Arteri facialis : Teraba berdenyut di sudut rahang bawah.
 Arteri femoralis : Arteri yang berjalan ke bawah menyusuri paha
menuju ke belakang lutut.
 Arteri tibia : Arteri pada kaki.
 Arteri pulmonalis : Arteri yang menuju ke paru-paru.
Gambar 2. Struktur Eritrosit
2) Kapiler (pembuluh rambut)
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang berasal dari
cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali di bawah
mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,
kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi pembuluh
darah yang lebih besar yang disebut vena. Fungsi kapiler adalah :
 Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.
 Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan
jaringan.
 Mengambil hasil-hasil dari kelenjar.
 Menyerap hasl makanan yang terdapat di usus.
 Menyaring darah yang terdapat di ginjal
3) Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena yang
penting :
 Vena Cava Superior : Vena balik yang memasuki atrium kanan,
membawa darah kotor dari daerah kepala, thorak, dan ekstremitas
atas.
 Vena Cava Inferior : Vena yang mengembalikan darah kotor ke
jantung dari semua organ tubuh bagian bawah.
 Vena Jugularis : Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak
ke jantung.
 Vena Pulmonalis : Vena yang mengembalikan darah kotor ke
jantung dari paru-paru.
3. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133).
Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
 Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya
kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta dalam
mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerahan karena didalamnya
mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan
bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung O2. Fungsi dari
eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan
melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum tulang, limpa dan hati,
yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah
itu akan mati.
 Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-
macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit
berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-
11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai
pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari
dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain
didalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia.
Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau
infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam darah akan meningkat.
Gambar 3. Jenis - Jenis Leukosit
 Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir
90% plasma darah terdiri dari :
(a) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
(b) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
(c) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah
dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
(d) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
(e) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)

b) Fisiologi
1. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
o SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di
dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis. SA Nodus
berfungsi untuk menghasilkan/ menimbulkan denyut jantung. SA
nodus mempunyai sel peacemakaer dengan frekuensi denyutan 60 –
100 x/menit.
o Jaras Internodal : struktur penghubung SA nodus dan AV nodus yang
berfungsi untuk meneruskan denyutan SA nodus ke seluruh dinding
atrium lalu ke AV nodus
o AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum
atrium dekat muara sinus koronari. Av nodus berperan dalam
meneruskan denyutan SA nodus ke berkas HIS serta menahan
denyutan SA Nodus selama 0,08 – 0,12 detik untuk memberikan
waktu pengisian darah entrikel selama atrium berkontraksi. A nodus
memiliki sel peacemaker tang memiliki frekuensi denyutan 40 – 60
x/menit.
o Berkas HIS: Struktur penghubung AV nodus dan sel purkinye.
Berfungsi untuk meneruskan denyutan AV nodus ke berkas purkinye.
o Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel. Berfungsi untuk
meneruskan denyut berkas HIS ke seluruh dinding jantung.

Gambar 4. Fisiologi konduksi Jantung


2. Siklus Jantung
Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan
relaksasi (diastole) jantung sampai akhir sistole dan diastole
berikutnya.Kontraksi jantung mengakibatkan perubahan tekanan dan
volume darah dalam jantung dan pembuluh utama yang mengatur
pembukaan dan penutupan katup jantung serta aliran darah yang melalui
ruang-ruang dan masuk ke arteri.
3. Bunyi Jantung
- S1 (lub) :
Terjadi saat penutupan katup AV karena vibrasi pada dinding ventrikel
& arteri; dimulai pada awal kontraksi/ sistol ventrikel ketika tekanan
ventrikel melebihi tekanan atrium.
- S2 (dup) :
Terjadi saat penutupan katup semilunar; dimulai pd awal relaksasi/
diastol ventrikel akibat tekanan ventrikel kiri & kanan lebih rendah dari
tekanan di aorta & arteri pulmonal.
- S3 :
Disebabkan oleh vibrasi dinding ventrikel krn darah masuk ke ventrikel
secara tiba-tiba pada saat pembukaan AV, pada akhir pengisian cepat
ventrikel. S3 sering terdengar pada anak dengan dinding toraks yang
tipis atau penderita gagal ventrikel.
- S4 :
Terjadi akibat osilasi darah & rongga jantung yang ditimbulkan oleh
kontraksi atrium. Jarang terjadi pada individu normal.
- Murmur
Kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak wajar yang berkaitan
dengan turbulensi aliran darah. Bunyi ini muncul karena defek pada
katup seperti penyempitan (stenosis) yang menghambat aliran darah ke
depan, atau katup yang tidak sesuai yang memungkinkan aliran balik
darah.
4. Frekuensi Jantung
- Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 sampai 100 denyut per
menit, dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit. Dengan kecepatan
seperti itu, siklus jantung berlangsung selama 0,8 detik: sistole 0,5 detik,
dan diastole 0,3 detik.
- Takikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi 100
denyut per menit.
- Bradikardia ditujukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari 60
denyut per menit

B. Definisi Penyakit
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg. (Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik 90 mmHg. (WHO)
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : Hipertensi dimana tekanan
sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama
atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan
sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90
mmHg. (Darmojo, 1999)
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat
meningkat sampai 120-130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan
memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita.(Abdul Majid, 2004)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah, dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas
90 mmHg.

C. Epidemiologi
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular jantung,
saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah penyebab angka kematian pada
negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan
diperkirakan 1-2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat
timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat
sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan
memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian
dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama
pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10
tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena
kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang
1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.( Edial Sanif, 2009)
D. Etiologi
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang
dapat dan tidak dapat dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1) Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia
dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55
tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering
dikaitkan dengan perubahan hormone estrogen setelah
menopause .(Marliani,2007). Peran hormone estrogen adalah
meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung dalam
pencegahan terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormone
estrogen dianggap sebagai adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause, wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana terjadi perubahan kuantitas
hormone estrogen sesuai dengan umur wanita secara alami. Umumnya,
proses ini mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2005).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya,
jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi
dari orang yang berusia lebih muda.. Hal ini disebabkan pada usia tersebut
ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus
benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi
pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50
tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause. Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping
dari keausan arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan
akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini
dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya
penyesuaian diri. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan
darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus
hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan.
Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan resiko hipertensi
(Elsanti,2009). Prevalensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar
40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi
dalam keluarga. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
(Marliani, 2007). Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa Tekanan
darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang
dari orang tua ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka akan
mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda.
Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka peluang untuk
terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol :


1) Merokok
Fakta otentik menunjukan bahwa merokok dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan
nikotin. Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah
lebih kuat dari kemampuan menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan
kapasitas sel darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan
lainnya. Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya
menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat
menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24.4%
(Karyadi 2002). Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin mengganggu
sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan kebutuhan
oksigen jantung, merangsang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan
gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan
banyak bagian tubuh lainnya.
2) Status Gizi
Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa
merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko penyakit
penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh
karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara
berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat
badan yang ideal atau normal. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah
satu cara untuk mengukur status gizi seseorang. Seseorang dikatakan
kegemukan atau obesitas jika memiliki nilai IMT ≥ 25.0. Obesitas
merupakan faktor risiko munculnya berbagai penyakit degeneratif, seperti
hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus. Data dari studi
Farmingham (AS) yang diacu dalam Khomsan (2004) menunjukkan bahwa
kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria akan meningkatkan tekanan
darah 6.6 mmHg, gula darah 2 mg/dl, dan kolesterol darah 11 mg/dl.
Prevalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT > 30 pada laki-
laki sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki dan
17% perampuan yang memiliki IMT < 25 (Krummel, 2004).
3) Konsumsi Na (Natrium)
Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Faktor lain
yang ikut berperan yaitu sistem renin angiotensin yang berperan penting
dalam pengaturan tekanan darah. Produksi rennin dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan dalam
proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II
menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan menyimpan garam
dalam air. Keadaan ini yang berperan pada timbulnya hipertensi (Susalit
dkk, 2001).
4) Stres
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah yang menetap tinggi. Walaupun hal ini
belum terbukti tetapi angka kejadian masyarakat di perkotaan lebih tinggi
dari pada di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres
yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Roehandi, 2008).
Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi
aktivitas saraf simpatis.

E. Patofisiologi dan Pathway


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono,
Slamet, 1996)
Pathway

F. Manifestasi klinis
Gejala yang paling sering muncul adalah nyeri kepala. Hipertensi yang
meningkat dengan cepat dapat menimbulkan gejala seperti somnolen, bingung,
gangguan penglihatan, mual dan muntah.
Pada aldosteronism primer, pasien merasakan lemas otot, polyuria, dan
nocturia karena hypokalemia.
Hipertensi kronik sering menyebabkan pembesaran jatung kiri, yang dapat
menimbulkan gejala sesak napas yang berhubungan dengan aktivitas dan
paroxysmal nocturnal dyspnea. Keterlibatan cerebral karena stroke yang
disebabkan oleh trombosis atau hemoragik dari mikroaneurisma. Pada pemeriksaan
fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan tinggi badan.
Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan, dan lebih baik di
kukur pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri untuk mengevaluasi hipotensi
postural dilakukan palpasi
leher untuk mempalpasi dari pembesaran tiroid dan penilaian terhadap tanda hipoti-
roid atau hipertiroid. Pemeriksaan pada pembuluh darah dapat dilakukan dengan
funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis. Retina merupakan
jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat diperiksa dengan seksama. Seiring
dengan peningkatan derajat beratnya hipertensi
dan penyakit aterosklerosis, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan pening-
katan reflek cahaya arteriol, hemoragik, eksudat, dan papiledema. Pemeriksaan
pada jantung dapat ditemukan pengerasan dari bunyi jantung ke2 karena penutupan
dari katup aorta dan S4 gallop. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan
iktus kordis yang bergeser ke arah lateral.

G. Klasifikasi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri,tetapi
lebih sering dijumpai terkait dengan penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes
melitus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Gunawan, 2001). Sebanyak
90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa
penyebabnya. Para pakar menunjuk stress sebagai tuduhan utama, setelah itu
banyak faktor lain yang mempengaruhi, dan para pakar juga menemukan
hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko
untuk menderita penyakit ini. Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada
usia antara 25-55 tahun, sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan.
Patogenesis hipertensi essensial adalah multifaktorial. Faktor-faktor yang
terlibat dalam pathogenesis hipertensi essensial antara lain faktor genetik,
hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek natriuresis,
natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi alkohol secara berlebihan.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain (Gunawan, 2001). Pada 5-10
persen kasus sisanya , penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu gangguan
hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah atau
berhubungan dengan kehamilan. Garam dapur akan memperburuk hipertensi,
tapi bukan faktor penyebab. Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang
spesifik. Hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat
muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Penyebab hipertensi
sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler
ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindroma cushing, feokromsitoma,
koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obatobatan.
Menurut Salma Elsanti (2009), klasifikasi penyakit hipertensi terdiri dari:
Tabel 1
Kategori Hipertensi
Kategori stadium Tekanan sistolik Tekanan diastolic
Stadium 1 (hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2 (hipertensi sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg

Stadium 3 (hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-119mmHg

H. Gejala klinis
Menurut Karyadi (2006), sebagian besar penderita hipertensi pada
umumnya, tidak mempunyai keluhan khusus dan tidak mengetahui dirinya
menderita hipertensi. Gejala-gejala umum yang kadang dirasakan sebelumnya
antara lain :
1) Sakit kepala terutama pada waktu bangun tidur dan kemudian hilang sendiri
beberapa jam
2) Kemerahan pada wajah
3) Cepat capek
4) Lesu dan impotensi.
Sedangkan gejala yang mungkin timbul akibat adanya penyakit lain yang yang
menyebabkan hipertensi adalah sindrom chusing yaitu peningkatan berat badan,
emosi yang labil serta gejala lain seperti sering buang air kecil dan ingin minum
terus pada kelainan pengaturan kelenjar adrenal di ginjal (Karyadi, 2006).
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala
khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain
yaitu : gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah,
tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas,
rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah
dari hidung).

I. Komplikasi
Tekanan darah yang terus-menerus tinggi dan tidak terkontrol dapat
menimbulkan komplikasi pada organ-organ tubuh yaitu sebagai berikut
(Padmawinata, 2006):
1) Komplikasi pada otak
Tekanan darah yang terus-menerus tinggi menyebabkan kerusakan pada
dinding pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel. Hal ini memicu
pembentukan plak aterosklerosis dan thrombosis (pembekuan darah yang
berlebihan). Akibatnya pembuluh darah tersumbat dan jika penyumbatan terjadi
pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan stroke.
2) Komplikasi pada mata
Hipertensi yang berkepanjangan dapat menyebabkan retinopati hipertensi
dan dapat menyebabkan kebutaan.
3) Komplikasi pada jantung
Selain pada otak, penyumbatan pembuluh darah dapat terjadi pada
pembuluh koroner dapat menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) dan
kerusakan otot jantung (Infark Jantung). Selain itu pada penderita hipertensi,
beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga
akan terjadi pembesaran jantung dan semakin lama otot jantung akan
mengendor dan berkurang elastisnya yang disebut dengan dekompensasi.
Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung darah dari
paru sehingga banyak cairan yang tertahan di paru-paru maupun jaringan tubuh
lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema, kondisi ini disebut
gagal jantung
4) Komplikasi pada ginjal
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengkerut
(vasokontriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan menyebabkan
kerusakan sel-sel ginjal yang pada akhirnya terjadi gangguan fungsi ginjal.
Apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan gagal ginjal kronik atau
bahkan gagal ginjal terminal.

J. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran
USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
a. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol
total, HDL, LDL
b. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi.
Kemunghkinan ada pembesaran ventrikel kiri, atrium kiri, adanya penyakit
jantung atau aritmia), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai
tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein,
asam urat, TSH dan ekordiografi.
c. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose
(DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat),
kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri
gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan
vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam
urat (factor penyebab hipertensi)
d. Pemeriksaan radiologi : Foto dada (menentukan adanya oedema paru/ tidak
 Kemungkinan ditemukannya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta
yang melebar) dan CT scan (mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati)
K. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer & Bare (2001), mengemukakan bahwa tujuan dari tiap
program penanganan atau penatalaksanaan pasien hipertensi adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Menurut Kurniawan
(2006), penatalaksanaan pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua pendekatan
yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologis :
1) Penatalaksanaan non-farmakologis
Menurut Dalimartha (2008) terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan pada
penderia hipertensi adalah terapi diet, olahraga, dan berhenti merokok :
a. Terapi diet
a) Diet rendah garam
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 gr
garam dapur perhari dan menghindari makanan yang kandungan
garamnya tinggi. Misalnya telur asin, ikan asin, terasi, minuman dan
makanan yang mengandung ikatan natrium.Tujuan diet rendah garam
adalah untuk membantu menghilangkan retensi (penahan) air dalam
jaringan tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Walaupun
rendah garam, yang penting diperhatikan dalam melakukan diet ini
adalah komposisi makanan harus tetap mengandung cukup zat-zat gizi,
baik kalori, protein, mineral, maupun vitamin yang seimbang. Menurut
Dalimartha (2008) diet rendah garam penderita hipertensi dibagi
menjadi 3 yaitu diet garam rendah I, diet garam rendah II dan diet
garam rendah III :
 Diet garam rendah I (200-400 mg Na)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites
dan / atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak
ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi
kadar natriumnya.
 Diet garam rendah II (600-800 mg Na)
Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema,
asites, dan / atau hipertensi tidak berat. Pemberian makanan sehari
sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya
boleh menggunakan ½ sdt garam dapur. Dihindari bahan makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
 Diet garam rendah III (1000 – 1200 mg Na)
Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan
atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan
diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh
menggunakan 1 sdt garam dapur.
b) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah
tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh
darah. Lama-kelamaan jika endapan kolesterol bertambah akan
menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah. Dengan
demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung
memperparah hipertensi. Diet ini bertujuan untuk menurunkan kadar
kolesterol darah dan menurunkan berat badan bagi penderita yang
kegemukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengatur
diet lemak antara lain sebagai berikut :
 Hindari penggunaan lemak hewan, margarin, dan mentega,
terutama makanan yang digoreng dengan minyak
 Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan lainnya serta
sea food (udang, kepiting), minyak kelapa, dan santan
 Gunakan susu skim untuk pengganti susu full cream
 Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir dalam
seminggu
c) Makan banyak buah dan sayuran segar Buah dan sayuran segar
mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak
mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan
darah yang ringan. Peningkatan masukan kalium (4,5 gram atau 120-
175 mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan darah. Selain itu,
pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium
akibat dari rendahnya natrium.
b. Olahraga
Peningkatan aktivitas fisik dapat berupa peningkatan kegiatan fisik
sehari-hari atau berolahraga secara teratur. Manfaat olahraga teratur
terbukti bahwa dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko
terhadap stroke, serangan jantung, gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit
pembuluh darah lainya.
c. Berhenti merokok
Merokok merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan
darah. Berdasarkan penelitian bahwa ada hubungan yang linear antara
jumlah alkohol yang diminum dengan laju kenaikan tekanan sistolik arteri.

2) Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi adalah pemberian obat
antihipertensi. Tujuan terapi antihipertensi adalah mencegah komplikasi
hipertensi dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah obat
yang tidak mengganggu gaya hidup/menyebabkan simptomatologi yang
bermakna tetapi dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali. Penurunan
tekanan arteri jelas mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas akibat stroke,
gagal jantung, meskipun terapi terhadap hipertensi ringan dengan obat belum
memperlihatkan banyak harapan dalam mengurangi risiko penyakit koroner.
Jenis obat antihipertensi yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
a. Diuretika
Diuretika adalah obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi
pengeluaran garam (NaCl). Obat yang sering digunakan adalah obat yang
daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal, diutamakan
diuretika yang hemat kalium. Obat yang banyak beredar adalah
Spironolactone, HCT, Chlortalidone dan Indopanide.
b. Alfa-blocker
Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa yang
menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnnya tekanan darah. Karena
efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat (hipotensi
ortostatik dan takikardi) maka jarang digunakan. Obat yang termasuk dalam
Alfa-blocker adalah Prazosin dan Terazosin.
c. Beta-blocker
Mekanisme kerja obat Beta-blocker belum diketahui dengan pasti. Diduga
kerjanya berdasarkan beta blokade pada jantung sehingga mengurangi daya
dan frekuensi kontraksi jantung. Dengan demikian, tekanan darah akan
menurun dan daya hipotensinya baik. Obat yang terkenal dari jenis Beta-
blocker adalah Propanolol, Atenolol, Pindolol dan sebagainya.
d. Vasodilator
Obat vasodilator mempunyai efek mengembangkan dinding arteriole
sehingga daya tahan perifir berkurang dan tekanan darah menurun. Obat
yang termasuk dalam jenis ini adalah Hidralazine dan Ecarazine.
e. Antagonis kalsium
Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan ion kalsium
ke dalam sel otot polos pembuluh darah dengan efek vasodilatasi dan
turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal adalah
Nifedipine dan Verapamil.
f. Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat Angiotensin converting enzim yang berdaya vasokontriksi kuat.
Obat jenis penghambat ACE yang popular adalah Captopril (Capoten) dan
Enalapril.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, usia, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, agama,
dll.
2) Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama : Pada pasien hipertensi biasanya datang dengan keluhan
sakit kepala
 Riwayat Kesehatan Sekarang : riwayat periksa ke dokter sampai dengan
pasien dirawat di Rumah Sakit
 Riwayat Kesehatan Dahulu : riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM, dll
 Riwayat Kesehatan Keluarga : Pada pasien dengan hipertensi biasanya
terdapat anggota keluarga yang mengidap hipertensi juga (menurun).
3) Pola Fungsi Kesehatan
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada pasien hipertensi terdapat kebiasaan merokok, minum alkohol,
penggunaan obat-obatan.
 Pola Aktivitas dan Latihan
Pada pasien hipertensi terkadang mengalami lemas, pusing, kelelahan,
kelemahan otot, dan kesadaran menurun.
 Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada pasien dengan hipertensi terkadang mengalami mual dan muntah berat
badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu).
 Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Pasien hipertensi jarang mengalami gangguan hanya saja tidak dapat
menjalankan perannya seperti biasanya.
 Pola Istirahat dan TIdur
Pada pasien hipertensi jarang ditemukan masalah dalam istirahat dan tidur.
Pasien hipertensi biasanya memerlukan banyak waktu untuk tidur terkait
dengan rasa pusing/ sakit kepala yang dirasakan.
 Pola Eliminasi
Dapat mengalami oliguria
 Pola Toleransi dan koping stress
Pada pasien dengan hipertensi biasanya mengalami stress psikologi ditandai
dengan gelisah, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan fisik cepat,
pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
 Pola Seksual Reproduktif : Dapat mengalami impotensi
 Pola kognitif –perceptual
Perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau
memori (ingatan). Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan
dan /atau reflex tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal optik : dari
sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik
dengan edema atau papiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada
berat/lamanya hipertensi. Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudasi
(indikasi arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah). Sakit kepala
oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Nyeri
abdomen/massa (feokromositoma)
 Pola hubungan dan peran : Dapat terganggu karena pasien hipertensi
membutuhkan istirahat yang cukup sehingga tidak dapat pergi ke luar
rumah
 Pola nilai dan Keyakinan : Dapat terjadi perubahan. Pasien tidak dapat ke
tempat ibadah
4) Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : Pasien tampak lemah, pucat, adanya sianosis, pasien tampak
sesak (adanya pernafasan cuping hidung, tampak ada retraksi dada, RR
>16-20 kali/menit), tampak odema pada ekstremitas.
 Palpasi : Tekanan darah >160/90 mmHg, turgor kulit >2 detik, CRT > 2
detik, nadi teraba kuat, jelas, dan cepat, pembesaran ginjal.
 Perkusi : Suara dullness pada paru.
 Auskultasi : Terdengar suara jantung S3S4, terdengar suara crackles pada
paru, terdengar suara bruit pada abdomen.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontriks
4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung yang
tidak adekuat.
5. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif.
C. RENCANA KEPERAWATAN/INTERVENSI

No. Dx Kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Setelah dilakukan asuhan NIC :


keperawatan selama .... x 24 Pain Management
a. Untuk mengetahui
jam nyeri dapat teratasi a. Lakukan pengkajian
tingkat nyeri pasien
dengan Kriteria Hasil : nyeri secara
b. Untuk mengetahui
NOC label : Pain Control komprehensif
tingkat
termasuk lokasi,
ketidaknyamanan
 Pasien melaporkan nyeri karakteristik, durasi,
dirasakan oleh
berkurang frekuensi, kualitas dan
pasien
 Pasien dapat mengenal faktor presipitasi
c. Untuk mengalihkan
lamanya (onset) nyeri b. Observasi reaksi
perhatian pasien
 Pasien dapat nonverbal dari
dari rasa nyeri
menggambarkan faktor ketidaknyamanan
d. Untuk mengetahui
penyebab c. Gunakan teknik
apakah nyeri yang
 Pasien dapat menggunakan komunikasi terapeutik
dirasakan pasien
teknik non farmakologis untuk mengetahui
berpengaruh
 Pasien menggunakan pengalaman nyeri
terhadap yang
analgesik sesuai instruksi pasien
lainnya
d. Tentukan pengaruh
e. Untuk mengurangi
pengalaman nyeri
Pain Level: faktor yang dapat
terhadap kualitas
memperburuk nyeri
hidup ( napsu makan,
 Pasien melaporkan nyeri yang dirasakan
tidur, aktivitas, mood,
berkurang pasien.
hubungan sosial)
 Pasien tidak tampak f. Untuk mengetahui
e. Tentukan faktor yang
mengeluh dan menangis apakah terjadi
dapat memperburuk
pengurangan rasa
 Ekspresi wajah pasien tidak nyeri. Lakukan
nyeri atau nyeri
menunjukkan nyeri evaluasi dengan
yang dirasakan
pasien dan tim
 Pasien tidak gelisah pasien bertambah.
kesehatan lain tentang
g. Pemberian “health
ukuran pengontrolan
nyeri yang telah education” dapat
dilakukan mengurangi tingkat
f. Berikan informasi kecemasan dan
tentang nyeri membantu klien
termasuk penyebab dalam membentuk
nyeri, berapa lama mekanisme koping
nyeri akan hilang, terhadap rasa nyeri
antisipasi terhadap h. Untuk mengurangi
ketidaknyamanan dari tingkat
prosedur ketidaknyamanan
g. Control lingkungan yang dirasakan
yang dapat klien.
mempengaruhi respon i. Agar klien mampu
ketidaknyamanan menggunakan
pasien ( suhu ruangan, teknik
cahaya dan suara) nonfarmakologi
h. Hilangkan faktor dalam
presipitasi yang dapat memanagement
meningkatkan nyeri yang
pengalaman nyeri dirasakan.
pasien (ketakutan, j. Pemberian
kurang pengetahuan) analgetik dapat
i. Ajarkan cara mengurangi rasa
penggunaan terapi nyeri pasien
non farmakologi
(distraksi, guide
imagery, relaksasi)
j. Kolaborasi pemberian
analgesic

2 Setelah dilakukan asuhan NIC :


keperawatan selama ... x 24 Energy Management
a.Mencegah
jam, pasien menunjukan a. Tentukan pembatasan
penggunaan energy
tidak terjadi intoleransi aktivitas fisik pada yang berlebihan
aktivitas dengan Kriteria pasien. karena dapat
Hasil : b. Tentukan persepsi menimbulkan
Noc Label : pasien dan perawat kelelahan.
 Energy conservation mengenai kelelahan.
b. Memudahkan klien
 Self Care : ADLs c. Tentukan penyebab
untuk mengenali
1. Berpartisipasi dalam kelelahan (perawatan,
kelelahan dan
aktivitas fisik tanpa disertai nyeri, pengobatan)
waktu untuk
peningkatan tekanan darah, d. Monitor efek dari
istirahat.
nadi dan RR pengobatan pasien.
2. Mampu melakukan aktivitas e. Monitor intake nutrisi c. Mengetahui sumber
sehari hari (ADLs) secara yang adekuat sebagai asupan energy
mandiri sumber energy. pasien.
f. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk d. Mengetahui

mengenali tanda dan etiologi kelelahan,

gejala kelelahan saat apakah mungkin

aktivitas. efek samping obat

g. Anjurkan pasien atau tidak.

untuk membatasi
e. Mengidentifikasi
aktivitas yang cukup
pencetus kelelahan.
berat seperti berjalan
jauh, berlari, f. Menyamakan
mengangkat beban persepsi perawat-
berat, dll pasien mengenai
tanda-tanda
Activity Therapy
kelelahan dan
a. Kolaborasi dengan
menentukan kapan
tim kesehatan lain
aktivitas pasien
untuk merencanakan ,
dihentikan.
monitoring program
aktivitasi klien. g. Mencegah
timbulnya sesak
b. Bantu pasien memilih
akibat aktivitas
aktivitas yang sesuai fisik yang terlalu
dengan kondisi. berat.

c. Bantu pasien untuk Activity Therapy


melakukan a. Mengkaji setiap
aktivitas/latihan fisik aspek pasien
secara teratur. terhadap terapi
latihan yang
dierencanakan.

b. Aktivitas yang
teralau berat dan
tidak sesuai dengan
kondisi pasien dapat
memperburuk
toleransi terhadap
latihan.

c. Melatih kekuatan
dan irama jantung
selama aktivitas.

3 Setelah dilakukan asuhan NIC :


keperawatan selama ... x 24 Cardiac CareCardiac Care
jam, pasien menunjukkan 1. Evaluasi adanya nyeri 1. Nyeri dada /
tidak terjadi intoleransi dada (intensitas, ketidaknyamanan
aktivitas dengan Kriteria lokasi, durasi) umumnya
Hasil : 2. Catat adanya disritmia menunjukkan
NOC label : jantung dan Atrial adanya suplai darah
 Cardiac Pump effectiveness fibrillation yang tidak
 Circulation Status 3. Monitor status memadai ke
 Vital Sign Status kardiovaskuler/ekg jantung
1. Tanda Vital dalam rentang 4. Monitor status 2. Atrial fibrillation
normal (Tekanan darah, pernafasan yang sering terjadi pada
Nadi, respirasi) menandakan gagal gagal jantung.
2. Dapat mentoleransi aktivitas, jantung 3. EKG dapat
tidak ada kelelahan 5. Monitor balance mengungkapkan
3. Tidak ada edema paru, cairan MI sebelumnya,
perifer, dan tidak ada asites 6. Monitor adanya atau bukti
4. Tidak ada penurunan perubahan tekanan hipertrofi ventrikel
kesadaran darah kiri, yang
7. Atur periode latihan mengindikasikan
dan istirahat untuk stenosis aorta atau
menghindari hipertensi sistemik
kelelahan kronis.
8. Monitor adanya 4. Karena jika terjadi
dyspneu, fatigue, penurunan curah
tekipneu dan ortopneu jantung, pernafasan
9. Anjurkan untuk meningkat
menurunkan stress 5. Mengurangi hasil
curah jantung
Vital Sign Monitoring mengurangi perfusi
1. Monitor TD, nadi, ginjal, dengan
suhu, dan RR penurunan output
2. Catat adanya fluktuasi urin yang
tekanan darah dan dihasilkan.
pernapasan 6. Untuk mengetahui
keadaan pasien dgn
adanya perubahan
tekanan darah
7. Agar pasien tidak
mudah merasa
lelah yang akan
memicu
peningkatan kerja
jantung untuk
memompa darah
8. Karena jika
tekanan darah
tinggi berpengaruh
kepada system
pernapasan.
9. Karena stress
menyebabkan
pasien berpikir
keras dan berakibat
pada tekanan darah
yang tinggi.
Vital Sign MoNitoring
1. Karena kerja
jantung memompa
darah berpengaruh
pada tekanan
darah, nadi, suhu
dan respirasi.
2. Untuk mengetahui
keadaan pasien.

4 Setelah dilakukan asuhan NIC


keperawatan selama … x 24 Dicision making Dicision making
jam, pasien tidak terjadi 1. Menginformasikan 1. Agar pasien bisa
penurunan curah jantung pasien alternatif atau memilih keputusan
dengan solusi lain yang tepat
Noc label : penanganan 2. Supaya pasien bisa
 Decision making 2. Memfasilitasi pasien menjalani
 Role inhasmet untuk membuat keputusan yang
 Sosial support keputusan sudah dibuat
3. Bantu pasien dengan baik
Kriteria hasil :
mengidentifikasi, 3. Agar pasien bisa
∙ Mengidentifikasi pola koping
keuntungan, kerugian lebih menerima
yang efektif
dari keadaan keadaannya
∙ Mengungkapkan secara verbal
sekarang dan bisa
tentang kopIng yang efektif Role inhancemet menjalani hidup
∙ Mengatakan penurunan stres 1. Bantu pasien untuk dengan baik.
∙ Pasien mengatakan telah identifikasi
Role inhancemet
menerima tentang keadaannya bermacam-macam
1. Agar pasien
∙ Mampu mengidentifikasi nilai kehidupan
mempunyai
strategi tentang koping 2. Bantu pasien
bayangan dan
identifikasi strategi
memahami
positif untuk
kehidupan dengan
mengatur pola nilai
nyaman.
yang dimiliki
2. Agar pasien
termotivasi dengan
keadaaannya saat
Coping enhancement
ini
1. Anjurkan pasien
untuk Coping enhancement
mengidentifikasi 1. Agar pasien bisa
gambaran perubahan menjalani
peran yang realistis kehidupan saat ini
2. Gunakan pendekatan 2. Agar pasien merasa
tenang dan lebih nyaman
menyakinkan dalam
3. Hindari pengambilan berkomunikasi
keputusan pada saat 3. Supaya pasien
pasien berada dalam tidak merasa tidak
stress berat nyaman dan tenang
4. Berikan informasi atas keputusannya
actual yang terkait yang telah diambil
dengan diagnosis, 4. Agar pasien bisa
terapi dan prognosis menjaga dan
merawat kesehatan
dengan baik.

5 Setelah diberikan penjelasan NIC: Pengetahuan


selama 2 x pasien mengerti penyakit a. Mempermudah
proses penyakitnya dan Aktifitas: dalam memberikan
Program perawatan serta a. Kaji pengetahuan penjelasan pada
Therapi yg diberikan. pasien tentang pasien
NOC: Pengetahuan tentang penyakitnya b. Meningkatan
penyakit b. Jelaskan tentang pengetahuan dan
Kriteria hasil proses penyakit (tanda mengurangi cemas
Pasien mampu: dan gejala),
1. Menjelaskan kembali tentang identifikasi
penyakit. kemungkinan c. Agar pasien bisa
2. Mengenal kebutuhan penyebab. Jelaskan melakukan
perawatan dan pengobatan kondisi tentangklien. program
tanpa cemas c. Jelaskan tentang pengobatan dengan
program pengobatan baik
dan alternatif d. Mencegah
pengobantan keparahan penyakit
d. Diskusikan perubahan dan meningkatkan
gaya hidup yang kualitas
mungkin digunakan hidup/kesehatan.
untuk mencegah e. Memberi gambaran
komplikasi. tentang pilihan
e. Diskusikan tentang terapi yang bisa
terapi dan pilihannya. digunakan.
f. Eksplorasi f. Agar pasien
kemungkinan sumber termotivasi untuk
yang bisa digunakan/ menjaga
mendukung. kesehatannya.
g. Tanyakan kembali g. Untuk mengetahui
pengetahuan pasien pemahaman pasien
tentang penyakit, tentang penyakit
prosedur perawatan yang diderita pasien
dan pengobatan
D. EVALUASI
DX 1 :
 Pasien melaporkan nyeri berkurang
 Pasien dapat mengenal lamanya (onset) nyeri
 Pasien dapat menggambarkan faktor penyebab
 Pasien dapat menggunakan teknik non farmakologis
 Pasien menggunakan analgesik sesuai instruksi
DX 2 :
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR.
 Pasien mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri.
DX 3 :
 Tanda vital pasien dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi)
 Pasien dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan.
 Tidak terdapat edema paru, perifer, dan tidak ada asites.
 Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran.
DX 4 :
 Pasien mampu mengidentifikasi pola koping yang efektif.
 Pasien mampu mengungkapkan secara verbal tentang koping yang efektif.
 Pasien mampu mengatakan penurunan stress.
 Pasien mampu mengatakan telah menerima tentang keadaannya.
 Pasien mampu mengidentifikasi strategi tentang koping.
DX 5 :
 Pasien mampu menjelaskan kembali tentang penyakit.
 Pasien mampu mengenali kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa
cemas.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000). Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,


Binarupa Aksara. Jakarta.
Johnson, M., et all. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River.
Mc Closkey, C.J., et all. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Nanda-I. (2018). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 edisi 11.
Jakarta : ECG.
Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume
1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika.
Soeparman dkk. (2007). Ilmu Penyakit Dalam. Ed 2. Penerbit FKUI. Jakarta.
Anonim. (2009). Hipertensi. Available: http://www.blogdokter.net/2007/03/25/hipertensi-
tekanan-darah-tinggi/. Di akses tanggal 2 Februari 2019.
Anonim. (2009). Penyakit Darah Tinggi. Available: http: //www.infopenyakit.com
/2008/01/penyakit-darah-tinggi-hipertensi.html. Di akses tanggal 2 Februari 2019.
Anonim. (2009). Tekanan darah tinggi. Available: http://www.wikipedia.com. Di akses
tanggal 2 Februari 2019.
Anonim. (2015). Manifestasi Klinis Hipertensi. Available:
https://www.scribd.com/doc/275333482/Manifestasi-klinis-hipertensi. Diakses
tanggal 2 Februari 2019.

Anda mungkin juga menyukai