Anda di halaman 1dari 18

Demensia pada Pasien usia Lanjut

Syela C. Akasian

102016250

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara nomor 6, Jakarta Barat

Pendahuluan
Proses penuaan adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh siapapun. Seiring
dengan bertambahnya usia, maka tubuh secara fisiologis juga mengalami perubahan. Kadang kala,
perubahan fisiologis tersebut turut mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Gangguan
kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh
sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah
timbulnya demensia.1

Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan/memori sedemikian berat dehingga menyebabkan disfugsi hidup sehari-hari.
Garis besar manifestasi kliniknya adalah perjalanan penyakit yang bertahap dan tidak
terdapat gangguan kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain
kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan
visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja
dan sosial secara bermakna.1,3

Kesulitan pada ingatan jangka pendek dan jangka panjang, berpikir abstrak (kesulitan
menemukan antara benda-benda yang berhubungan), dan fungsi kortikal yang tinggi lainnya
(sebagai contoh, ketidakmampuan untuk menamakan suatu benda, mengerjakan perhitungan
aritmatika, dan mencontoh suatu gambar) - semuanya cukup berat untuk mengganggu fungsi
sosial dan pekerjaan, terjadi dalam keadaan kesadaran yang jernih, dan tidak disebabkan oleh gangguan
mental seperti gangguan depresif berat - menyatakan suatu demensia.1,4

1
Kesulitan tersebut dibuktikan bahwa ternyata 20-30% demensia Alzheimer juga
mempunyai faktor resiko vaskular (gangguan yang diakibatkan adanya masalah pembuluh darah) umum
misalnya hipertensi / darah tinggi, kadar kolesterol dan homosistein yang tinggi secara
bersamaan. Hipertensi sebagai faktor resiko terhadap stroke dan penyakit jantung koroner.
Juga telah terbukti pula bahwa pengobatan hipertensi pada usia lanjut dapat menurunkan
secara bermakna angka kejadian stroke dan kematian kardiovaskular. Demensia pada penurunan
fungsi kognitif juga bertambah sebagai akibat dari hipertensi.1,4

Pembahasan
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
ingatan/memori sedemikian berat dehingga menyebabkan disfugsi hidup sehari-hari. Garis besar manifestasi
kliniknya adalah perjalanan penyakit yang bertahap dan tidak terdapat gangguan kesadaran. Pasien dengan
demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak,
penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat
sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.1,3

Walaupun sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan tidak dapat
pulih, namun bila merujuk pada definisi di atas maka demensia dapat pula terjadi mendadak, dan beberapa
demensia dapat sepenuhnya pulih bila diatasi dengan cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada usia
berapapun meskipun umumnya muncul setelah usia 65 tahun.1,3

Pada demensia tipa Alzheimer, komponen utama patologinya adalah plak senilis dan
neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano
Bodies. Adanya sejumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama yang penting untuk
diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya sejumlah plak meningkat seiring bertambahnya usia,
dan plak ini juga muncul di jaringan otak usia lanjut yang tidak mengalami demensia..3

Anamnesis
Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Tujuan dari anamnesis antara lain:

1. Mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai penyakit pasien


2. Membantu menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding
3. Membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya

2
4. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis
banding)
5. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
6. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
7. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
8. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya.

Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarah masalah pasien dengan diagnosa penyakit
tertentu. Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas pasien, keluhan utama pasien,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, serta riwayat penyakit keluarga.5

Untuk kasus demensia alzheimer,anamnesis harus terfokus pada onset, lamanya, dan
bagaimana laju progresi penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Kebingungan yang terjadi
akut dan subakut mungkin merupakan manifestasi delirium dan harus dicari kemungkinan
penyebabnya seperti intoksikasi, infeksi, atau perubahan metabolik. Seorang usia lanjut dengan
kehilangan memori yang lambat selama beberapa tahun kemungkinan menderita Alzheimer. Hampir 75%
pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat meliputi
kesulitan mengurus keuangan, berbelana, menemukan benda, mengemudi, dll. Perubahan
kepribadian, disinhibisi, peningkatan berat badan, atau obsesi terhadap makanan mengarah pada
fronto-temporal dementia bukan dementia alzheimer.1

Riwayat adanya stroke, konsumsi alkohol, intoksikasi bahan kimia, dan riwayat
keluarga juga harus diperhatikan dalam menentukan tipe demensia.3 Pada pasien yang menderita penyakit
serebrovaskular dapat sulit ditentukan apakah itu adalah demensia alzheimer.1 Bila dikaitkan dengan
penyebab demensia, maka anamnesis harus diarahkan pula pada berbagai faktor resiko seperti trauma
kepala berulang, infeksi SSP, konsumsi alhkohol berlebihan dan penggunaan obat-obat jangka
panjang.1

Riwayat keluarga juga harus ditanyakan mengingat bahwa penyakit alzheimer sebagai salah satu
penyebab demensia terdapat kecenderungan familiar.1

3
Pemeriksaan
A. Pemeriksaan fisik dan neurologis
Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk
mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan
dengan gangguan kognitifnya. Penyakit sistemik seperti defisiensi vitamin B12, intoksikasi
logam berat, dan hipotiroidisme dapat menunjukkan gejala yang khas. Pemeriksaan fisik
dilakukan juga secara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.1,2

B. Pemeriksaan neuropsikologik
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif
adalah
the mini mental status examination
(MMSE), yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan penykit. Test psikologis
bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-
beda seperti uji orientasi, gangguan memori, kompherensi bahasa, menyebutkan kata, dan
mengulang kata. Defisit pada kemampuan verbal dan memori episodik visual sering
merupakan abnormalitas neuropsikologis awal yang terlihat pada penyakit Alzheimer, pada
fronto-temporal demensia defisit awal sering melibatkan fungsi eksekutif frontal atau
bahasa.1

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Test Laboratorium
Test laboratorium pada pasien demensia tidak dilakukan dengan serta merta pada semua kasus.
Pemeriksaan fungsi tyroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit dan VDRL
direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu dipertimbangkan
adalah pungsi lumbal, fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin diurin atau darah, dan
apolipoprotein E.1

2. Radiologi
CT scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI scan) umumnya dilakukan untuk
mengidentifikasi tumor primer atau sekunder, lokasi area infark, hematoma subdural, dan
memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan normal atau penyakit white matter yang luas. CT atau
MRI juga dapat mendukung diagnosis penyakit

4
Alzheimer, terutama bila terdapat atrofi hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus.
SPECT dan PET scanning dapat menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme temporal
parietalpada penyakit Alzheimer dan hipoperfusi atau hipometabolisme frontotemporal pada
FTD.1

Working Diagnosis
Demensia, hipertensi grade 2 , Caries dentis

Epidemiologi
Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah
penyakit Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan
penyebab tersering demensia. Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS mendapatkan lebih dari
45% mereka yang berusia 85 tahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer. Hasil ini dikonfirmasi oleh
penelitian di Swedia yang menyebutkan 44% dari usia lanjut yang berusia lebih dari 85 tahun mengalami
penyakit Alzheimer. Peningkatan jumlah penderita penyakit Alzheimer di negara-negara industri
adalah seiring dengan peningkatan angka harapan hidup usia tua yang kian pesat di negara-
negara tersebut. Beberapa hal yang berkaitan dengan epidemiologi.1

Insiden demensia meningkat sesuai umur, dimana mengenai 15-20% individu diatas usia 65
tahun dan 45% diatas usia 80 tahun. Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih
tinggi dibandingkan laki-laki oleh karena hilangnya efek neurotropik dari estrogen pada wanita
di usia menopause.1

Etiologi
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan,
dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan
perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Pada usia muda, demensia bisa terjadi
secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat- zat racun (misalnya karbon monoksida)
menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan
menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan
yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan
hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar.1-4

5
Paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab penyakit Alzheimer
tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik, karena penyakit ini tampaknya
ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen
tertentu.1,4

Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi
kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di
dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang
semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat
menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang
terjadi di dalam otak.1,4

Penyebab ke-2 tersering dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul
secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak,
daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark.
Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian
besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang
mengalami cedera otak atau cardiac arrest.5

Penyebab lain dari demensia adalah:


- Demensia Vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang multipel, yang
menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya
pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular
lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang,
yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah
otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik
atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup jantung). Suatu
pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran
kamar jantung.5

6
-Penyakit Pick
Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit Alzheimer, penyakit Pick
ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga
mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal yang merupakan
massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi
tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick
berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit ini paling
sering terjadi pada laki-laki, khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat
pertama dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer,
walaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan
fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya,
hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada
penyakit Alzheimer.5

- Penyakit Huntington
Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang terlihat pada
penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh kelainan motorik
yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia
kortikal. Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan
kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif
utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia
menjadi lengkap dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah
tingginya insidensi depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang
klasik.5

- Penyakit Parkinson
Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis yang sering disertai
dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson menderita
demensia, dan tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur.
Pergerakan yang lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat

7
pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia
(bradyphenia).5

- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang, yang disebabkan oleh
agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen infektif), paling mungkin suatu
prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA. Semua
gangguan yang yang berhubungan dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa pada otak,
yang ditandai dengan tidak adanya respon imun inflamasi.5

Patofisiologi
Patologi anatomi dari penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya Neurofibrillary Tangles (NFTs),
plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada
aspek medial dari lobus temporal. Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan karakteristik
dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab, dapat juga ditemukan pada
berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit
supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal. Distribusi NFTs
dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati topograpfik yang khas
untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan terdapat hanya di
hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial
lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan yang
abnormal. Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat dijumpai pada
Alzheimer yang diduga berperan dalam gangguan kognitif dan memori, meliputi :1-4

- Degenerasi granulovakuolar shimkowich

- Benang-benang neuropil braak

- Degenerasi neuronal dan sinaptik

Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang mendasari penyakit Alzheimer
adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal berukuran
medium yang berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi
degeneratif yang bersifat toksik terhadap sel-sel neuron terutrama pada daerah hipokampus,

8
korteks dan ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut,
meneyebabkan menurunnya kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi
dengan sulkus yang melebar dan terdapat peluasan vertikal-vertikal serebral.2

Manifestasi Klinik
Demensia terdiri dari beberapa tipe yaitu demensia tipe Alzheimer, demensia multi-infark, demensia
dengan badan Lewy, demensia fronto-temporal dan demensia pada penyakit neurologik. Masing-
masing demensia memiliki gejala klinisnya sendiri-sendiri.
Pada awal perjalanan penyakit, terjadi gangguan memori yang jelas, terutama memori
jangka pendek. Pasien mengalami kesulitan belajar dan meningat informasi baru. Riwayat
penyakit biasanya didapatkan dari keluarga dekat dan bukan dari pasien yang mungkin belum
menyadari masalahnya. Pada tahap lajut, gangguan memori, bersamaan dengan defisit atensi
akan menyebabkan disorientasi waktu. Terjadi kesulitan mencari kata-kata dan hilangnya
pengetahuan umum. Defisit persepsi dapat disertai dengan halusinasi dan delusi. Pada
akhirnya, terjadi kehilangan fungsi kognitif global yang berat-amnesia, afasia, apraksia dan
agnosia. Disintegrasi kepribadian dengan gangguan perilaku, inkontinesia, meningkatnya
dependesi, dan kematian dalam 5-10 tahun.

Diagnosis Banding
MCI (Mild Cognitive Impairment)6

MCI adalah suatu gangguan kognitif ringan. Gangguan ini dapat didefinisikan sebagai
tahap peralihan antara penurunan kognitif yang diharapkan dari penuaan normal dan penurunan
kognitif dengan gejala yang terlihat seperti demensia. Ini melibatkan masalah dengan memori,
berpikir, bahasa, dan penilaian yang berkaitan dengan usia perubahan. Jika memiliki gangguan
kognitif ringan, mungkin akan menyadari bahwa memori atau fungsi mental telah menurun.

Masalah kognitif yang dapat terjadi misalnya: melupakan sesuatu lebih sering, lupa
peristiwa penting seperti janji, kehilangan serangkaian pemikiran atau percakapan, merasa
semakin kewalahan dengan membuat kepurtusan, merencakana langkah-langkah untuk
menyelesaikan tugas atau menfasirkan instruktur juga mengalami kesulitan, mulai sulit
menemukan jalan di lingkungan yang sering dikunjungi, menjadi lebih impulsif. Selain itu
penderita juga dapat mengalami: depresi, lekas marah, kegelisahan, dan apati.

9
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah mengobati penyebab
demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi
pasien dan
caregivers. Menghentikan obat-obatan yang bersifat sedatif dan mempengaruhi fungsi
kognitif banyak memberikan manfaat. Pasien dengan penyakit degeneratif sering mengalami
depresi. Antidepresan yang mempunyai efek samping minimal pada fungsi kognitif, seperti
serotonin selective reuptakeinhibitor , lebih dianjurkan pada pasien demensia dengan gejala depresi.3
Dalam mengelola pasien dengan demensia, perlu pula diperhatikan upaya-upaya mempertahankan
kondisi fisis atau kesehatan pasien. Sering kali dengan progresi demensia, maka banyak
sekali komplikasi yang muncul seperti pneumonia, infeksi saluran nafas atas, dan berbagai
masalah lainnya. Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan sebab utama kematian pasien dengan
demensia.3

Medika Mentosa:
Pengobatan simptomatik:

1. Inhibitor kolinesterase. Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat


digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral. Contoh: fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin.
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang
normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu
makan.1-4

2. Thiamin Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym
yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal
pada nukleus basalis. Contoh: thiamin hydrochloride dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang
sama.1-4

10
3. Nootropik. Nootropik merupakan obat psikotropik. Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi
dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis
yang bermakna.1-4

4. Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik
kortikal. Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
Dosis:maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu Tujuan: kurang memuaskan untuk
memperbaiki fungsi kognitif.1-4

5. Haloperiodol Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut depresi : tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100
mg/hari).1-4
6. Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria
dengan bantuan enzym ALC transferase. Tujuan: meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase,
kolin asetiltransferase. Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, Efek:
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.1-4

Suportif Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E.3,4

Terapi non farmakologik1-4

Dukungan dari keluarga

Manipulasi lingkungan dan penanganan pasien (berupa latihan dan rehabilitasi)

Prognosis
Dari pemeriksaan klinik penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung
pada 3 faktor yaitu derajat beratnya penyakit, variabilitas gambar klinis, perbedaan individual
seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin. Ketiga faktor ini diuji secara statistik,
ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien
dengan penyakit Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah
diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.1

11
Komplikasi
Infeksi, malnutrisi,kematian

Pencegahan
1. Intervensi psikososial. Terapi ini dapat digunakan dalam masa ‘mild’ sampai ‘moderate’
dalam tahap demensia. Treatment meliputi konseling, psikoterapi, terapi orientasi,
‘behavioral reinforcement’, dan ‘cognitive rehabilitation training’
yang terdiri dari beberapa pendekatan antara lain perilaku, emosi, kongisi,
stimulus.Imunoterapi, yakni menyuntikkan vaksin toksin beta-amyloid untuk melatih sistem
imun tubuh sehingga dapat menghancurkan beta-amyloid dan menghentikan timbulnya penyakit ini.1-4

2. Terapi ‘pekerjaan dan gaya hidup’. Modifikasi dari lingkungan dan gaya hidup pasien
Alzheimer dapat memperbaiki kemampuan fungsional dan meringankan pekerjaan pengasuh,
seperti memberi label pada perangkat rumah tangga, mengamankan perangkat yang berbahaya untuk
mencegah terjadinya luka karena aktivitas sehari-hari, mengajak pasien untuk berinteraksi
sosial, dan stimulasi visual seperti memberi warna pada perangkat rumah tangga, yang juga
dapat menambah nafsu makan.1-4

Hipertensi7

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik yang menetap di atas atau sama
dengan 140mm Hg atau tekanan darah diastolik yang menetap di atas atau sama dengan 90mm
Hg. Sebelum mendiagnosis seseorang menderita hipertensi, harus terlebih dahulu
membuktikan peninggian tekanan darah pada sedikitnya tiga pemeriksaan dalam masa 2
minggu. Pasien juga harus bebas stress pada saat pemeriksaan (misalnya bebas dari nyeri).1
Adapula penggolongan hipertensi yang didasarkan pada kelompok umur maupun tingkatan
hipertensi seperti tertera pada tabel-tabel dibawah ini.

12
Tabel 3. Hipertensi Menurut Kelopok Umur Berbeda

Kelompok Usia Normal (mmHg) Hipertensi (mmHg)

Bayi 80/40 90/60

Anak 7-11th 100/60 120/80

Remaja 12-17th 115/70 130/80

Dewasa 20-45th 120-125/75-80 135/90

45-65th 135-140/85 140/90-160/95

>65th 150/85 160/95

Tabel 4. Tingkatan Hipertensi


Sistolik Diastolik

Normal Di bawah 130mmHg Dibawah 85mmHg

Normal tinggi 130-139mmHg 85-89mmHg

Stadium 1 (hipertensi ringan) 140-159mmHg 90-99mmHg

Stadium 2 (hipertensi sedang) 160-179mmHg 100-109mmHg

Stadium 3 (hipertensi berat) 180-209mmHg 110-119mmHg

Stadium 4 (hipertensi maligna) 210mmHg atau lebih 120mmHg atau lebih

Etiologi7

Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, ras, dan pola
hidup. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia seseorang. Pada

13
umumnya, insiden pada pria memiliki angka yang lebih tinggi daripada wanita, namun pada
usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita mulai meningkat sehingga pada usia diatas
65 tahun insiden pada wanita lebih tinggi. Orang dengan penghasilan rendah, tingkat
pendidikan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan
dengan isniden hipertensi yang lebih tinggi.

Hipertensi dibagi menjadi dua berdasarkan pada etiologinya, yaitu hipertensi esensial
dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial merupakan bentuk hipertensi yang paling lazim
pada semua kelompok usia kecuali anak-anak. Penyebab dari hipertensi esensial belum dapat
dipahami sepenuhnya. Pada umumnya, bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat
kembali normal.

Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa proses patologik yang dapat dikenali,
biasanya yang terkait dengan fisiologi ginjal. Penyebab hipertensi sekunder antara lain,
sternosis arteri renalis (atau penyebab peningkatan renin plasma lainnya), penyakit parenkim
ginjal (glomerulonefritis, nefropati diabetik, penyakit polikistik, uropati obstruktif), obat-
obatan (kontrasepsi oral, streroid), peninggian kadar katekolamin (feokromositoma),
glukokortikoid (sindrom Cushing), atau mineralokortikoid (hipoaldosteroinisme).8

Epidemiologi9

Data epidemiologis menunjukan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia


lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan beertambah,
dimana baik hipertensi sistolik maupun hidpertensi kombinasi sistolik dan diastolik. Selain itu,
lajut pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakihir tidak
menunjukan kemajuan lagi dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari
seluruh pasien hipertensi.

Patofisiologi10

Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik dan
lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator neuro-humonal. Secara sederhana
hipertensi esensial disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer dan atau peningkatan volume
darah. Ada beberapa teori mengenai hipertensi esensial yang meliputi: peningkatan aktivitas
saraf simpatis (SNS), peningkata aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA), defek
pada transpor garam dan air, dan interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan
fungsi endotel.

14
Peningkatan aktivitas SNS tidak luput akibat adanya respon maladaptif terhadap
stimulasi saraf simpatis. Peningkatan dari aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron secara
langsung menyebabkan vasokunstriksi tetapi juga meningkatakan aktivitas SNS dan
menurunkan kadar protsglandin vasodilator dan oksida nitrat. Selain dari pada itu,
peningkatakan RAA memediasi remodeling arteri dan memediasi kerusakan organ akhir pada
jantung, pembuluh darah, dan ginjal.

Defek pada transpor garam dan air yang dikarenakan ganguan aktivitas pepetina
natriuretik otak (BNF), peptida natriuretrik atrial (ANF), adrenomedulin, urodilatin, endotelin,
kalsium, magnesium, dan kalium yang rendah. Hipertensi sering terjadi pada pendeirta
diabetes, dan resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien hipertensi yang tidak memiliki
diabetes klinis. Resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi meningkatkan aktivitas SNS
dan RRA. Teori-teori tersebut pada akhirnya dapat menerangkan mengenai bagiamana
terjadinya hipertensi esensial.

Manifestasi Klinis9

Biasanya tidak bergejala pada stadium awal. Bila tekanan darah meningkat secara akut,
pasien dapat mengalami epitaksis, sakit kepala, penglihatan kabur, tinitus, pusing, defisit
neurologis transien atau agina. Bila perkembangan gejala lebih lambat, pasien dapat datang
dengan gejala yang berhubungan dengan kerusakan organ akhir, seperti gagal jantung
kongestif, stroke, gagal ginjal atau retinopati.

Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi pada dasarnya sama pada setiap tingkat usia. Direkomendasikan
agar tekanan darah dapat mencapai kurang dari 140/90mm Hg pada pasien lanjut usia.
Pengobatan nonfarmakologi yang bisa dilakukan antara lain menghentikan merokok,
menurunkan berat badan berlebih, menurunkan konsumsi alkohol berlebihan, latihan fisik atau
aktivitas fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta
menurunkan asupan lemak.9 Penurunan berat badan pada kasus obesitas di usia lanjut dan
mengurangi asupan garam amat penting dalam pengelolaan hipertensi. Pengurangan asupan
garam sampai 2 gram (Na=80mmol) sehari berhasil menurunkan tekanan darah selama lebih
dari 30 bulan bahkan 40% pasien dapat menghentikan penggunaan obat hipertensi.10

Sementara itu, terapi farmakologis yang bisa digunakan antara lain: pemberian
diuretika (terutama jenis thiazide ataualdosterone antagonist), beta blocker (BB), angiotensin

15
converting enzyme inhibitor (ACEI), calcium channel blocker(CBB), dan angiotensin II
receptor blocker atau AT1 receptor antagonis/blocker (ARB). Masing-masing obat tersebut
memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihat obat
antihipertensi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor sosial ekonomi, profil faktor
risiko kardiovaskular, ada tidaknya kerusakan organ target, ada tidaknya penyakit penyerta,
variasi individu dan respon pasien terhadap obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain.9

Tabel 5. Indikasi Kelas-Kelas Utama Obat Antihipertensi9


Kelas Obat Indikasi

Diuretika (Thiazide) Gagal jantung kongestif, usia lanjut, ras Afrika

Diuretika (Loop) Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif

Diuretika (anti aldosteron) Gagal jantung kongestif

Penyekat β Angina pektoris, gagal jantung kongestif, kehamilan

Calcium Antagonist (dihydropiridine) Usia lanjut, angina pektoris, penyakit pembuluh darah
perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan

Calcium Antagonist (verapamil, Angina pektoris, aterosklerosis karotis


diltiazem)

Penghambat ACE Gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel kiri,


nefropati DM tipe 1, proteinuria

Angitensin II receptor antagonist (AT1 Nefropati DM tipe 2, mikroalbuminuria, diabetik, batuk


blocker) karena ACEI

α blocker Hiperplasia prostat, hoperlidemia

Komplikasi

Tekanan darah yang menetap pada kisaran angka tinggi membawa risiko berbahaya.
Biasnaya muncul berbagai komplikasi, diantaranya: kerusakan gangguan pada otak, gangguan

16
pada kerusakan mata, gangguan dan kerusakan jantung, gangguan dan kerusakan ginjal.
Tekanan darah yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkn pembuluh sulit meregang
sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen. Selain itu, pembuluh darah di otak sangat
sensitif sehingga ketika semakin melemah maka menimbulkan pendarahan akibat pecahnya
pembuluh darah.11

Tekanan darah tinggi juga dapat melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di
belakang mata. Gejalanya yaitu pandangan kabur dan berbayang. Akibat tekanan darah yang
tinggi, jantung harus memompa darah dengan tenaga ekstra keras hingga kahirnya otot jantung
semakin menebal dan melemah kemudian kehabisan energi untuk memompa lagi. Parahnya
jika terjadi penyumbatan pembuluh akibat aterosklerosis dengan gejala yaitu pembengakakan
pada pergeangan kaki, peningkatan berat badan dan napas yang tersengal-sengal.11

Prognosis

Usia, ras, jenis kelamin, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, hiperkolesterol, intoleransi


glukosa dan berat badan, semuanya mempengaruhi prognosis dari penyakit hipertensi esensial
pada lansia. Semakin muda seorang terdiagnosis hipertensi pertama kali, maka semakin buruk
perjalanan penyakitnya apalagi bila tidak ditangani dengan baik. Di Amerika Serikat, ras kulit
hitam mempunyai angka morbiditas dan mortalitas empat kali lebih besar dari pada ras kulit
putih. Prevelensi hipertensi pada wanita premenopause tampaknya lebih sedikit dari pada laki-
laki dan wanita yang telah meneopause.11

Preventif

Pencegahan hipertensi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sederhana seperti
menghambiskan waktu selama 30-40 menit untuk berolahraga sebanyak 2-3 kali seminggu,
perbanyak berjalan kaki, hindari konsumsi makanan yang berminyak, kurangi konsumsi garam
dan gula, perbanyak konsumsi buah-buahan dan sayuran segar, hentikan kebiasaan merokok
dan konsumsi minuman beralkohol, bebaskan pikiran dari stres dan tekanan pikiran buruk
lainnya, serta tidur yang cukup pada malam hari.11

Kesimpulan
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan/memori sedemikian berat dehingga menyebabkan disfugsi hidup sehari-hari.
Paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab penyakit
Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik.

17
Daftar Pustaka

1. W.Sudoyo, Aru.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. V. Jilid I. Jakarta: Pusat
penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, 2009.h. 837-42. .
2. Litchtenberg, P.A., Murman, D. L., & Mellow, A.M. Handbook of dementia. New
Jersey: Psycological, neurological, and psychiatric perspectives, 2003
3. Ginsberg L. Lecture notes: neurology. Jakarta: Erlangga; 2011.
4. Mace, N. L. & Rabins, P. V.The 36-hour day: a family guide to caring for people
with Alzheimer disease, other dementias, and memory loss in later life.Ed.4th. USA:
The Johns Hopkins University Press, 2006
5. Demensia Alzheimer. Edisi 2009. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/42009452/Demensia-Alzheimer . 7 Agustus 2012
6. Rubenstein D, Wyne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2010.
7. Graber MA, Toth PP, Herting RL. Buku saku kedokteran keluarga. Ed 3. Jakarta: EGC;
2006.
8. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC;2003.
9. Sudoyo AW, Stiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid 2 Ed 5. Jakarta: InternaPublishing;2009
10. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisologi: pemeriksaan dan manajemen. Ed 2. Jakarta:
EGC; 2008.
11. Ide P. Seri tune up: gaya hidup penghambar Alzheimer. Jakarta: PT Elez Media
Komputindo; 2005.

18

Anda mungkin juga menyukai