PRAKTIK
PERANCANGAN
BANGUNAN GEDUNG
OLEH:
VERSI 4.0
ii
DAFTAR ISI
iii
Praktik Perancangan Bangunan Gedung Program Studi Teknik Sipil UAJY
BAB I PENDAHULUAN
Struktur bangunan gedung dapat dibedakan menjadi: struktur atas dan struktur
bawah. Struktur atas adalah semua bagian struktur gedung yang berada di atas permukaan
tanah, contohnya: rangka atap dan portal/frame. Sedangkan struktur bawah adalah semua
bagian struktur gedung yang berada di bawah permukaan tanah, contohnya: basement dan
fondasi.
Dalam tugas Praktik Perancangan Bangunan Gedung ini mahasiswa akan belajar
merancang bangunan gedung 4 - 5 lantai meliputi:
- rangka atap baja dengan kuda-kuda truss (rangka batang),
- struktur beton bertulang (pelat lantai, balok dan kolom),
- fondasi telapak.
Beberapa peraturan yang dijadikan acuan dalam perancangan bangunan sbb.:
1) SNI 03-1727-1989 F Tatacara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung
2) SNI 1727:2013 Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain
3) SNI 1729:2015 Spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural
4) SNI 03-2847-2013 Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung
5) SNI 1726-2012 Tatacara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan
gedung dan non gedung
Secara garis besar langkah-langkah perancangan bangunan gedung mencakup:
estimasi dimensi, pembebanan, analisis struktur, desain, analisis kapasitas dan pembuatan
gambar. Estimasi dimensi bertujuan untuk menetapkan dimensi penampang yang akan
digunakan, dimensi ini berkaitan dengan berat sendiri struktur yang harus dimasukkan saat
perhitungan beban.
Beban yang bekerja pada struktur dapat dikategorikan:
1. beban tetap yang berupa:
beban mati + beban hidup
2. beban sementara yang berupa:
beban mati + beban hidup + beban angin
beban mati + beban hidup + beban gempa
Beban mati adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap (besar dan letaknya
tetap). Contohnya: berat sendiri struktur, penutup lantai, penutup atap, langit-langit. Beban
hidup adalah beban yang terjadi akibat penggunaan gedung termasuk beban-beban pada
lantai akibat barang-barang yang dapat berpindah (letak dan besarnya dapat berubah-ubah).
Beban hidup ini mencakup berat dari para penghuni bangunan, lemari, kursi, meja, partisi,
dll. Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut. Jika
pengaruh gempa ditentukan dengan analisis dinamik maka beban gempa di sini adalah
gaya-gaya di dalam struktur bangunan yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa
tersebut. Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung
yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
Analisis struktur dapat dilakukan dengan perhitungan manual seperti yang
dipelajari dalam mata kuliah Analisis Struktur I, II dan III atau menggunakan alat bantu
program komputer (seperti SAP 2000, ETABS) guna mencari gaya-gaya dalam yang
terjadi di dalam struktur akibat beban yang bekerja. Gaya-gaya dalam ini meliputi momen
lentur, gaya geser, gaya aksial dan torsi/puntir.
Setelah gaya-gaya dalam diperoleh maka berikutnya dilakukan desain atau
perancangan untuk menetapkan dimensi profil dan perhitungan sambungan (pada struktur
baja) serta dimensi dan penulangan yang dibutuhkan (pada struktur beton bertulang).
Dalam desain perlu diperhatikan beberapa hal yaitu struktur harus aman, memenuhi syarat
serviceability (kemampulayanan), mudah dilaksanakan di lapangan dan biaya bangunan
bila dihitung nilainya wajar. Aman berarti struktur bangunan harus kuat untuk memikul
beban yang bekerja sehingga tidak membahayakan penghuni bangunan. Syarat
kemampulayanan berarti bangunan dapat digunakan oleh para penghuni tanpa
menimbulkan rasa kuatir bagi yang bersangkutan. Syarat ini dapat dipenuhi bila struktur
memiliki lendutan yang sangat kecil sehingga tidak sampai terasa oleh penghuni bangunan
tersebut. Hasil perancangan diusahakan dapat dikerjakan dengan mudah oleh pelaksana di
lapangan. Misalnya dalam penentuan spasi tulangan pelat lantai digunakan jarak yang
mudah diukur di lapangan contoh: P10 – 100, P10 – 200. Bila struktur bangunan ini
dihitung biayanya diharapkan biayanya masih dalam kategori wajar artinya tidak terlampau
mahal. Karena itu bila seorang perencana menghitung kebutuhan tulangan baja pada balok
beton bertulang maka perencana tersebut akan menggunakan jumlah tulangan baja sesuai
yang diperlukan dari hasil perhitungan. Tentunya bila dipasang tulangan baja yang lebih
banyak lagi maka balok tersebut memang akan semakin kuat tapi berakibat biayanya
menjadi lebih mahal lagi.
Setelah desain selesai perlu dilakukan analisis kapasitas untuk memeriksa ulang
bahwa struktur yang dirancang tersebut memang benar-benar aman untuk memikul beban
yang bekerja. Hasil perancangan kemudian disajikan dalam bentuk gambar rencana.
Gambar harus dibuat sesuai dengan hasil desain yang telah dilakukan dan mudah
dimengerti oleh orang yang membaca gambar tersebut. Perlu diperhatikan bahwa gambar
inilah yang akan menjadi pegangan bagi pelaksana di lapangan dalam mengerjakan proyek
bangunan. Tidak ada gunanya desain suatu bangunan dikerjakan dengan benar bila gambar
yang disajikan ternyata keliru karena pelaksanaan di lapangan pasti juga akan keliru.
Karena itu pentingnya gambar rencana dibuat dengan lengkap dan jelas agar tidak
menimbulkan kesalahan saat pelaksanan pekerjaan.
Atap bangunan dapat berbentuk limasan atau berbentuk pelana seperti pada gambar
2.1. Bentuk atap ini mengikuti gambar tampak bangunan yang dibuat oleh seorang
Arsitek.
Rencana atap bangunan yang berbentuk pelana dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
I I G
KK KK
G
GN GN
N
I I
G
S S
G
Pada gambar 2.2 notasi KK adalah kuda-kuda, I adalah ikatan angin (trekstang), S adalah
sagrod, G adalah gording, N adalah nok dan GN adalah gunungan (dinding bata yang
berbentuk segitiga). Kuda-kuda baja dapat berupa monoframe yang menggunakan profil
WF atau berupa rangka batang (truss) yang menggunakan dobel profil siku.
(a)
(b) (c)
Dalam pemilihan bentuk kuda-kuda truss yang akan digunakan perlu dipertimbangkan
bentang dari kuda-kuda. Bila bentang kuda-kuda tidak terlalu besar dapat digunakan
bentuk seperti pada gambar 2.3(b) atau 2.3(c). Tapi bila bentang kuda-kuda cukup besar
sebaiknya dipilih bentuk seperti pada gambar 2.3(a) karena bila menggunakan bentuk
kuda-kuda seperti pada gambar 2.3(b) atau 2.3(c) maka panjang batang kuda-kuda di
bagian tengah menjadi terlalu besar sehingga membutuhkan profil siku yang terlalu besar.
Kuda-kuda sedapat mungkin diletakkan di atas kolom tetapi bila jarak antar kolom
terlalu jauh ( > 6 m) maka di tengah-tengahnya perlu dipasang kuda-kuda yang diletakkan
di atas ring balk. Bila kuda-kuda diletakkan di atas ring balk maka ring balk harus
dirancang untuk memikul reaksi kuda-kuda. Jarak antar kuda-kuda perlu diperhatikan agar
bentang gording tidak terlalu besar. Bentang gording biasanya tidak lebih dari 6 meter
agar profil gording yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Apabila penutup atap
menggunakan jenis genting yang berat seperti genting beton maka disarankan jarak antar
kuda-kuda tidak melebihi 4 meter.
Gording baja biasanya menggunakan profil kanal. Jarak miring antar gording
sebaiknya tidak terlalu besar (< 2 m) agar bentang usuk tidak terlalu besar dan beban yang
dipikul gording juga tidak terlalu besar. Gording diletakkan pada joint dari kuda-kuda
sehingga batang kuda-kuda hanya diperhitungkan untuk memikul gaya aksial (tidak ada
momen lentur pada batang kuda-kuda).
Sagrod dipasang menghubungkan gording yang satu ke gording di sebelahnya.
Sagrod berfungsi untuk mengurangi defleksi gording ke arah samping mengingat badan
profil kanal yang tipis sehingga momen inersia pada sumbu lemahnya sangat kecil. Selain
itu sagrod juga berfungsi sebagai tumpuan arah lateral pada gording. Untuk sagrod
biasanya digunakan batang baja dengan diameter 10 atau 12 mm. Jarak antar sagrod
diambil maksimum 2 meter.
Ikatan angin dipasang dengan arah diagonal menghubungkan antar kuda-kuda
supaya kuda-kuda bisa berdiri dengan kokoh. Ikatan angin umumnya berupa batang baja
dengan diameter 16 mm.
Penampang melintang gording dengan x jarak miring antar gording dapat dilihat
pada gambar 3.1.
sagrod
α x
Untuk menghitung beban yang bekerja pada gording ditinjau luasan atap seperti pada
gambar 3.2.
G
x
KK KK
Luasan atap yang dihitung dalam perhitungan beban pada gording adalah luas miring dari
atap.
III.1 PEMBEBANAN
1. Beban Mati
a) Berat penutup atap = q (kg/m2) . x
b) Berat sendiri gording = (sesuai dengan profil kanal yang digunakan)
c) Berat sagrod, baut, dll = (bisa diasumsikan sekitar 2 kg/m)
D = ……kg/m = ………kN/m
Berat penutup atap sesuai dengan tipe penutup atap yang digunakan apakah
menggunakan genting beton, genting metal yang lebih ringan atau yang lainnya.
2. Beban Hidup
Diambil yang paling menentukan antara:
Beban terpusat La = 100 kg = 1 kN
Beban air hujan H = 40 – 0,8 α (kg/m2)
≤ 20 kg/m2
H dikalikan dengan jarak x menjadi beban persatuan panjang
(kg/m = ….kN/m)
Beban terpusat 100 kg merupakan beban dari seorang pekerja atau seorang pemadam
kebakaran yang naik ke atas atap. Dari kedua macam beban hidup di atas dipilih beban
hidup yang menghasilkan momen lentur yang terbesar.
3. Beban Angin
W = tekanan tiup . koefisien . jarak x (satuan: kN/m)
Beban angin bekerja pada arah tegak lurus gording (searah sumbu y pada gambar 3.4).
Nilai tekanan tiup dapat dilihat pada peraturan pembebanan dengan nilai minimum 25
kg/m2. Nilai koefisien pada gedung tertutup untuk perhitungan beban angin dapat
dilihat pada gambar 3.3.
0,9 - 0,4
Q sin α α
Z
α
Q cos α
Q
Gambar 3.4 Penampang melintang gording
Beban hidup
Beban hidup
Beban mati
S S
Saat meninjau beban arah sumbu z perlu diperhatikan bahwa di tengah bentang terdapat
perletakan tambahan yang berasal dari sagrod. Sagrod selain berfungsi untuk mengurangi
lendutan gording ke arah samping juga memberikan tumpuan arah lateral pada gording.
Jumlah dan letak perletakan tambahan ini sesuai dengan jumlah dan posisi sagrod yang
dipasang.
370
r (3-1b)
fy fr
Dalam persamaan (3-1b) fr adalah tegangan residual pada pelat sayap. Untuk penampang
dirol nilai fr = 70 MPa.
Lp 1,76 ry E (3-2)
fy
Iy
ry (3-3)
A
Mpz = fy . Zz ≤ 1,5 My (3-4)
≤ 1,5 fy Sz
A
Z a (3-5)
2
Mp adalah momen plastis (momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang
mengalami tegangan leleh), My adalah momen leleh (momen lentur yang
menyebabkan tepi terluar penampang mengalami tegangan leleh), L adalah unbraced
length (bentang gording di antara tumpuan lateral), Lp adalah bentang maksimum
balok yang mampu memikul momen plastis, ry adalah radius girasi terhadap sumbu
lemah, fy adalah tegangan luluh, Z adalah modulus penampang plastis dan S adalah
modulus penampang elastis.
Jarak a dalam persamaan (3-5) dapat dihitung seperti pada gambar 3.5 di bawah ini.
b) Bila Lp < L ≤ Lr
L L
M n C b M r M p M r r Mp (3-6)
Lr L p
x1 2
L r ry 1 1 x2 f L (3-7)
fL
fL = fy - fr (3-8)
Cb adalah koefisien pengali momen tekuk torsi lateral, Mr adalah momen batas tekuk,
Lr adalah panjang bentang minimum untuk balok yang kekuatannya mulai ditentukan
oleh momen kritis tekuk torsi lateral.
EG J A
x1 (3-9)
Sz 2
E
G ; υ = 0,3 (3-10)
2 1
t1
t2
b2 h
b1
Gambar 3.6 Perhitungan konstanta puntir torsi
2
S I
x2 4 z w (3-13)
G J Iy
I 'y h2
Iw (3-14)
4
Mr = 0,7 fy Sz (3-15)
12,5 Mmaks
Cb 2,3 (3-16)
2,5 Mmaks 3 M A 4 M B 3 M C
Iw adalah konstanta puntir lengkung, Iy momen inersia terhadap sumbu lemah, I’y
adalah momen inersia dari flens pada sumbu y, Mmaks adalah momen maksimum pada
bentang yang ditinjau, MA adalah momen pada ¼ bentang, M B adalah momen di tengah
bentang, MC adalah momen pada 4/3 bentang (ditinjau pada unbraced length).
x x
L (3-23)
240
Lendutan arah y dan lendutan arah z dihitung dengan menggunakan beban tidak berfaktor
(beban layan/beban kerja). Syarat lendutan ini untuk memastikan bahwa gording
memenuhi syarat kemampulayanan (serviceability).
Luasan atap yang bebannya dipikul oleh satu joint kuda-kuda dapat dilihat pada
gambar 4.1 berikut ini.
KK
Dalam perhitungan luas atap ini A adalah luas miring atap. Beban mati dan beban hidup
bekerja sebagai beban terpusat pada joint kuda-kuda seperti pada gambar 4.2.
IV.1 PEMBEBANAN
Lk = kc . L (4-4b)
c adalah parameter kelangsingan batang tekan, kc adalah faktor panjang tekuk, L adalah
panjang batang kuda-kuda yang ditinjau, rmin adalah radius girasi terkecil. Nilai r min
dihitung sebagai nilai terkecil di antara radius girasi terhadap sumbu y dan sumbu z dari
penampang batang kuda-kuda. Selain persamaan (4-1) yang harus dipenuhi oleh batang
tekan masih ada satu persaman lagi yang juga harus dipenuhi yaitu:
Lk
200 (4-5)
r
Bila persamaan (4-1) atau (4-5) tidak terpenuhi maka harus digunakan profil siku yang
ukurannya lebih besar.
Nn = Ag . fy ; = 0,9 (4-7)
Nn = Ae . fu ; = 0,75 (4-8a)
Ae = A . U (4-8b)
Persamaan (4-8) dihitung setelah desain sambungan selesai.
Nilai A dan U dalam persamaan (4-8b) dihitung sbb.:
a) Untuk sambungan baut
A = A netto = Ag – n d t (4-9)
dimana d adalah diameter lubang = db + 2 mm (untuk d b ≤ 24 mm), d b adalah
diameter baut, n adalah jumlah baris baut dan t adalah tebal profil.
x'
U 1 0,9 (4-10)
L
Nilai x’ dan L dapat dilihat pada gambar 4.4.
x’ L
L L
(a) (b)
Gambar 4.5 Perhitungan U pada sambungan las
BAB V SAMBUNGAN
Vd adalah kuat geser rencana baut, Vn adalah kuat geser nominal baut, r1 = 0,5 untuk baut
tanpa ulir pada bidang geser, r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser, fu adalah
tegangan ultimit baut dan Ab adalah luas total bidang geser. Jika sambungan sampai
mengalami gagal karena geser maka kerusakan akan terjadi pada baut.
db adalah diameter baut, tp adalah tebal bahan yang disambung (tebal pelat buhul) dan fu
adalah tegangan ultimit bahan yang disambung (pelat buhul). Jika sambungan gagal karena
kuat tumpu maka kerusakan akan terjadi pada pelat buhul.
Dalam pemasangan baut harus diperhatikan syarat jarak antar baut seperti pada gambar 5.1
di bawah ini.
≥ 1,5 d b ≥ 3 db
≤ 12t ≤ 15 t
≤ 150 mm ≤ 200 mm
tw
te
tw
Gambar 5.2 Tebal rencana las
Tebal las (tw) ditetapkan dengan memperhatikan syarat minimum seperti tabel 5.1.
Tebal las (tw) maksimum:
tw maks = t untuk t < 6,4 mm
tw maks = t – 1,6 mm untuk t ≥ 6,4 mm
Kuat las sudut per satuan panjang (N/mm) diambil sebagia nilai terkecil dari dua
persamaan berikut:
Rnw 0,75 t e 0 ,6 f uw (5-7a)
Dalam persamaan (5-7) t adalah tebal terkecil antara pelat buhul dan profil siku, fu
adalah tegangan ultimit bahan/pelat dan fuw adalah tegangan ultimit las.
≥ 2 tw
½P
L
Gambar 5.3 Pemasangan las
VI.1 PENDAHULUAN
Estimasi dimensi bertujuan untuk menentukan dimensi struktur (tebal pelat,
dimensi balok dan dimensi kolom) yang akan digunakan. Dimensi ini perlu ditetapkan di
awal perancangan karena akan digunakan untuk menentukan berat sendiri struktur. Bila
analisis struktur dilakukan dengan menggunakan alat bantu program komputer maka
dimensi struktur harus diinput pada saat membuat model struktur.
Lx
Ly
m
(6-3)
n
Ec adalah modulus elastisitas beton yang dapat dihitung = 4700 f c' , Ic adalah modulus
elastisitas beton.
Bila pelat dicor monolit dengan balok maka penampang balok yang ditinjau untuk
perhitungan Ic dapat dilihat pada gambar 6.3.
hw ≤ 4 hf bw + 2 hw ≤ b w + 8 hf
hf hf
hw hw
bw
Gambar 6.3 Penampang balok T
Setelah nilai α m diketahui maka tebal minimum pelat dapat diperoleh sbb.:
a) untuk m 0, 2
fy
ln 0,8
1400
hmin ≥ 125 mm (6-4)
36 5 m 0,2
c) untuk m 2,0
fy
l n 0,8
1400
hmin ≥ 90 mm (6-5)
36 9
ln adalah bentang bersih terbesar pelat, β adalah rasio antara bentang bersih terbesar dan
bentang bersih terpendek pelat.
Untuk kolom dengan pengikat sengkang: 0,65 sedangkan untuk kolom dengan
pengikat tulangan spiral 0,75 .
Beban aksial nominal kolom dapat dihitung dengan persamaan:
Pn 0,8 0,85 f ' c Ag Ast fy Ast (6-8a)
6) Tentukan kategori resiko sesuai dengan fungsi bangunan berdasarkan Tabel 1 SNI
1726-2012.
7) Tentukan Kategori Desain Seismik (KDS) berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 SNI 1726-
2012. Dari kedua tabel tersebut dipilih level KDS yang tertinggi.
Jika S1 > 0,75 maka bangunan termasuk KDS E (untuk kategori resiko I, II, III) dan
KDS F (untuk kategori resiko IV).
Jika S1 ≤ 0,04 g dan Ss ≤ 0,15 g maka bangunan termasuk KDS A.
8) Tentukan sistem struktur dan parameter struktur sesuai dengan KDS berdasarkan Tabel
9 SNI 1726-2012.
9) Tentukan faktor keutamaan IE berdasarkan Tabel 2 SNI 1726-2012.
10) Tentukan perioda fundamental (T)
Perioda fundamental T dapat menggunakan nilai pendekatan:
Ta Ct h x (7-3)
h adalah ketinggian struktur (dalam m)
Koefisien Ct dan x dilihat dalam Tabel 15 SNI 1726-2012
Untuk nilai perioda fundamental T yang lebih teliti dapat diperoleh dari hasil
software ETABS atau SAP (Tc) dengan memperhatikan properti yang sesuai.
Nilai perioda fundamental ini (Tc) harus memenuhi:
Ta Tc Cu Ta (7-4)
Koefisien Cu dapat dilihat dalam Tabel 14 SNI 1726-2012
11) Tentukan faktor respons gempa (Cs)
SDS
Cs
R I e (7-5)
SDS (percepatan gempa rencana pada perioda pendek)
R adalah faktor modifikasi respons, dilihat dalam Tabel 9 SNI 1726-2012
Ie adalah faktor keutamaan gempa (Tabel 2 SNI 1726-2012)
Nilai Cs yang dihitung dengan persamaan di atas tidak perlu melebihi:
SD1
Cs
T R I e (7-6)
SD1 (percepatan gempa rencana pada perioda 1 detik)
T adalah perioda fundamental
Nilai Cs tidak boleh kurang dari:
Cs 0,044 S DS I e 0,01
(7-7)
Bila S1 ≥ 0,6 g maka nilai Cs tidak boleh kurang dari:
0,5 S1
Cs
R I e (7-8)
12) Hitung berat efektif bangunan (W)
13) Hitung gaya geser gempa
V Cs W (7-9)
14) Hitung distribusi gaya lateral pada setiap lantai
wx hxk
Fi n
V
wi hik
i 1
(7-10)
Bila T ≤ 0,5 dtk maka k = 1,0
Bila 0,5 dtk < T < 2,5 dtk maka k = 0,5 T + 0,75
Bila T ≥ 2,5 dtk maka k = 2,0
Tabel 7.1 Perhitungan Fi di setiap lantai
Lantai Wi hi Wi . hik Fi
(kN) (m) (kN.m) (kN)
Pelat ditinjau per 1 m lebar, maka dalam perhitungan lebar pelat (b) diambil sama
dengan 1000 mm. Syarat yang harus dipenuhi:
Vc Vu ; 0,75 (8-4)
Jika syarat ini tidak terpenuhi maka tebal pelat harus diperbesar karena di pelat lantai
tidak ada tulangan geser sehingga geser yang terjadi semuanya harus dapat dipikul oleh
beton.
5. Hitung nilai ρ maks untuk menjamin regangan tulangan tarik terluar εt tidak kurang
dari 0,004
0,85 f c' 1
maks 0,429 (8-5)
fy
β1 adalah faktor pengali yang dapat dihitung sbb.:
untuk f’c ≤ 28 MPa, β1 = 0,85
f ' c 28
untuk f’c > 28 MPa, 1 0,85 0,05 0,65
7
6. Hitung rasio penulangan ρ yang dibutuhkan
Mu
k ; nilai ϕ diasumsikan 0,9 (8-6a)
b d2
0,85 f 'c
1 1 2 k (8-6b)
fy 0,85 f 'c
7. Periksa syarat penampang bertulangan daktail : ρ ≤ ρ maks
Bila dari hasil perhitungan diperoleh nilai ρ yang melebihi ρ maks maka tebal pelat
lantai harus diperbesar karena pelat lantai selalu dirancang sebagai pelat bertulangan
tunggal.
8. Hitung luas tulangan yang diperlukan
As = ρ b d (8-7)
9. Dilakukan pemeriksaan dengan syarat tulangan minimum: As ≥ As min . Untuk
pelat lantai syarat tulangan minimum mengikuti ketentuan untuk tulangan susut dan
suhu.
As min = 0,002 b h ; untuk fy = 300 MPa (8-8a)
As min = 0,0018 b h ; untuk fy = 400 MPa (8-8b)
Jika luas tulangan As yang dibutuhkan lebih kecil dari As min maka untuk penentuan
spasi tulangan digunakan luas As min.
10. Tetapkan diameter dan spasi tulangan
1 d2 b
s 4 ; s ≤ 2h (8-9)
As
11. Tetapkan diameter dan spasi tulangan susut dan suhu. Tulangan susut dan suhu ini
dipasang tegak lurus dengan tulangan utama pada daerah tumpuan. Berfungsi untuk
mengurangi retak susut pada beton akibat proses penguapan air saat pencoran dan
akibat pengaruh temperatur. Spasi tulangan susut tidak boleh melebihi 5 kali tebal
pelat atau 500 mm.
12. Analisis dilakukan untuk memastikan pelat lantai aman memikul beban yang bekerja.
As f y
a (8-10)
0,85 f c' b
As = luas tulangan aktual yang digunakan
a
c
1
d c
t 0,003 (8-11)
c
Jika εt ≥ 0,005 penampang terkendali tarik ϕ = 0,90
M n As f y d a
2
(8-12)
Chek: ϕ Mn ≥ Mu (8-13)
BAB IX BALOK
f 'c
min (9-1b)
4 fy
Dari persamaan (9-1a) dan (9-1b) menentukan diambil nilai yang terbesar sebagai
syarat tulangan minimum balok.
Rumus ρ maks sama seperti pada pelat menggunakan persamaan (8-5).
3. Tetapkan tinggi efektif balok (d), d = h – ds
d s (jarak tulangan ke tepi terluar) dapat diambil antara 60 – 80 mm.
4. Hitung rasio penulangan ρ yang dibutuhkan dengan persamaan (8-6). Dalam
persamaan (8-6) nilai ϕ diasumsikan 0,9.
5. Pemeriksaan syarat rasio penulangan terhadap syarat tulangan minimum: ρ ≥ ρ min
Bila syarat ini tidak dipenuhi maka dalam penentuan kebutuhan tulangan longitudinal
digunakan nilai ρ min atau dimensi balok dapat diperkecil kemudian perhitungan
diulangi lagi.
6. Pemeriksaan terhadap syarat tulangan maksimum.
Bila ρ ≤ ρ maks maka balok dirancang sebagai balok tulangan tunggal,
Bila ρ > ρ maks maka balok dirancang sebagai balok tulangan rangkap.
Balok tulangan tunggal berarti tulangan hanya dihitung pada daerah tarik sedangkan
balok tulangan rangkap berarti tulangan dihitung pada daerah tarik dan daerah tekan.
7. Tentukan diameter dan jumlah tulangan.
8. Periksa jarak bersih antar tulangan: x ≥ d b atau 25 mm untuk menentukan apakah
tulangan dapat dipasang dalam 1 baris atau harus dipasang dalam 2 baris.
9. Jika tulangan longitudinal harus dipasang dalam 2 baris maka hitung nilai d aktual
(dapat lebih kecil dari d asumsi semula). Balok dianalisis ulang dan dichek apakah
balok termasuk penampang terkendali tarik, terkendali tekan atau kondisi transisi,
untuk menentukan nilai faktor reduksi kekuatan ϕ.
Jika nilai Vs yang dihitung dari persamaan (9-4) melebihi syarat Vs maks seperti pada
persamaan (9-5) maka penampang balok harus diperbesar.
4. Tetapkan diameter dan jumlah kaki sengkang. Umumnya sengkang balok
menggunakan tulangan diameter 8 atau 10 mm.
5. Hitung spasi sengkang
Av fy d
s (9-6)
Vs
Av adalah luas penampang kaki sengkang vertikal.
6. Periksa syarat spasi maksimum sengkang:
7. Bila spasi sengkang yang dihitung dalam persamaan (9-6) melebihi syarat spasi
maksimum maka yang menentukan adalah nilai spasi maksimum yang diperoleh dari
persamaan (9-7). Jika spasi yang dihitung dari persamaan (9-6) terlalu rapat maka kaki
sengkang perlu ditambah lalu spasinya dihitung kembali.
BAB X KOLOM
k lu
22 untuk portal bergoyang (10-1b)
r
k adalah faktor panjang efektif, lu adalah tinggi bersih kolom, r adalah radius girasi
kolom, M1 adalah momen ujung terfaktor yang lebih kecil dan M2 adalah momen ujung
terfaktor yang lebih besar.
2. Jika kolom termasuk kolom langsing maka perlu dihitung dulu faktor pembesaran
momen.
3. Momen lentur dan beban aksial akibat beban berfaktor (Mu dan Pu) diperoleh dari
output alat bantu program komputer (software).
4. Kolom dapat didesain dengan 2 cara: tinjauan kolom uniaksial atau kolom biaksial.
5. Bila menggunakan tinjauan kolom uniaksial, tulangan dapat dihitung dengan cara:
a) trial and error,
b) menggunakan program bantu komputer,
c) menggunakan diagram alat bantu perancangan.
Tulangan kolom dihitung 2 kali pada arah sumbu y dan sumbu z sehingga diperoleh
tulangan seperti pada gambar 10.1.
b 1
M o 2 M u 2 M u3 bila Mu2 > Mu3 (10-2a)
h
h 1
M o 3 M u 3 M u2 bila Mu3 > Mu2 (10-2b)
b
Untuk desain nilai β dapat diambil sebesar 0,65. Faktor reduksi (ϕ) diasumsikan
sebesar 0,65 untuk kolom dengan pengikat sengkang.
Tulangan kemudian diperoleh menggunakan diagram alat bantu perancangan dan
disebar merata di sekeliling kolom.
Nu adalah gaya aksial tekan, Ag adalah luas penampang bruto kolom, λ = 1,0 untuk
beton normal
3. Hitung kuat geser sengkang yang diperlukan
Vu
Vs Vc ; 0,75 (10-4)
4. Tetapkan diameter dan jumlah kaki sengkang
5. Hitung spasi sengkang
Av fy d
s (10-5)
Vs
Vu qu A (11-5)
Kuat geser perlu dihitung dengan persamaan (11-5) dimana A adalah luas
daerah arsiran pada gambar 11.2.
d
Vc 0,083 s 2 f c' bo d (11-7c)
bo
sisi panjang kolom (11-7d)
sisi pendek kolom
c1 + d
c1
c2 + d c2
Bila syarat kuat geser tidak terpenuhi baik itu geser 1 arah maupun geser 2 arah maka
tebal fondasi telapak harus diperbesar.
7. Hitung momen lentur Mu
M u 0 ,5 q u x 2 (11-8)
Jarak x dihitung seperti pada gambar 11.4.
x
Gambar 11.4 Jarak x untuk perhitungan momen lentur
0,85 f 'c
1 1 2 k (11-10)
fy 0,85 f 'c
Nilai ϕ diasumsikan 0,90
9. Hitung luas tulangan
As = ρ b d (11-11)
Chek : As ≥ As min ; As min = luas tulangan susut dan suhu
As min = 0,002 b h ; untuk fy = 300 MPa (11-12a)
As min = 0,0018 b h ; untuk fy = 400 MPa (11-12b)
10. Tetapkan diameter dan spasi tulangan
1 db2 b
s 4 (11-13)
As
s ≤ 2h
Tulangan longitudinal dipasang pada sisi tarik dari fondasi telapak yaitu di bagian
bawah. Pada bagian atas fondasi telapak juga dipasang tulangan tambahan yang
berfungsi untuk mengurangi retak susut pada beton.
bordes L1
L3 L2
a) Tampak atas ruang tangga
antrede
optrede t
b) Anak tangga
Gambar 12.1 Denah ruang tangga
Lebar bordes (L2) biasanya ditetapkan sekitar setengah dari lebar tangga L1.
Tinggi optrede (O) ditetapkan antara 150 mm dan 200 mm sedangkan jarak antrede (A)
biasanya berkisar antara 280 mm dan 300 mm dengan ketentuan syarat kelandaian:
60 ≤ 2 O + A ≤ 65
Jumlah anak tangga antar lantai (n) adalah tinggi antar lantai dibagi dengan tinggi O.
Panjang tangga L3 dapat dihitung sama dengan (1/2 n – 1) . A.
O
Sudut kemiringan tangga (α) dapat dihitung: tan
A
XII.2 PEMBEBANAN TANGGA
Tebal pelat tangga (t) ditetapkan kemudian beban yang bekerja pada pelat tangga dan
pelat bordes dapat dihitung dengan meninjau per satu meter lebar pelat.
Beban yang bekerja pada tangga dapat dilihat pada gambar 12.2. Tumpuan pelat tangga
dan pelat bordes dapat diidealisasikan sebagai tumpuan sendi dan rol karena dalam
pelaksanaan di lapangan sering kali pelat tangga dicor belakangan. Gaya-gaya dalam dapat
dihitung secara manual atau dengan alat bantu program komputer. Penulangan pelat tangga
dan pelat bordes dihitung dengan cara yang sama seperti pada penulangan pelat lantai.