Anda di halaman 1dari 24

RUMAH SAKIT PGI CIKINI

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT


JALAN RADEN SALEH NO. 40 JAKARTA PUSAT 10330, INDONESIA
Phone (021) 38997777 ; ext 7441 ; Fax : 31924663

SURAT KEPUTUSAN
NOMOR: ………………………………………….
Tentang
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

DIREKTUR RS PGI CIKINI


Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RS PGI
CIKINI, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang
bermutu tinggi dari setiap unit pelayanan yang ada;
b. bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
merupakan unit penting pelayanan di RS PGI CIKINI yang
mendukung pelayanan bermutu rumah sakit secara keseluruhan.
c. bahwa agar pelayanan PPI dapat terlaksana dengan baik, perlu
adanya Surat Keputusan Direktur tentang Kebijakan pelayanan PPI
di RS PGI CIKINI sebagai landasan bagi penyelenggaraan
pelayanan.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a,
b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur RS PGI
CIKINI.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. KMK Nomor 270/2007 tentang Pedoman Manajerial PPI di RS dan
Pelayanan Kesehatan lainnya
3. SE Dirjen BUK No. HK.03.01/III/3744/08 ttg Pembentukan

1
Komite dan Tim PPI di Rumah Sakit

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : Keputusan Direktur RS PGI CIKINI Tentang KEBIJAKAN
PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.
Kedua : Kebijakan pelayanan PPI RS PGI CIKINI sebagaimana dalam Lampiran
Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan PPI RS PGI CIKINI
dilaksanakan oleh Direktur RS PGI CIKINI.
Keempat : Ketua pelayanan PPI wajib mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh
karyawan.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila ditemukan
kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di Jakarta,
Pada tanggal

Dr. Boy E.R. Wajong,MKes, MMR


Direktur Ketua

2
Nomor :
Tanggal :
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS PGI CIKINI

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan Rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta kasih,
tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang lemah dan
kurang mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan Rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu
layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien, keluarga
dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan RS PGI
Cikini.
3. Pelayanan Rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien (patient
centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan,
memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta
memberikan edukasi kepada pasien, keluarga, dan masyarakat.
4. Pelayanan Rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit
pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui kegiatan Plan-Do-
Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di Rumah sakit dan
melibatkan berbagai individu.
7. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang mampu.
8. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan,
mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit
pelayanan maupun visi-misi Rumah sakit.

3
9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas Rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan
mengendalikan bahaya, risiko, mencegah kecelakaan dan cedera, serta memelihara kondisi
lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
10. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam)
sasaran Keselamatan Pasien.
11. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur
sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
12. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan Rumah sakit.
13. Semua petugas Rumah sakit wajib memiliki izin/lisensi/sertifikasi sesuai dengan profesi dan
ketentuan yang berlaku.
14. Setiap petugas Rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi, standar
prosedur operasional, etika profesi, kode etik Rumah sakit, dan semua peraturan Rumah sakit
yang berlaku.
15. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan kepada
masyarakat.
16. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah, dan menggunakan informasi
secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan kesehatan pasien
serta kinerja Rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.
17. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui rapat
rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
18. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan kepada
manajemen Rumah sakit.
19. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh) standar keselamatan
pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
20. Rumah sakitsaatinisedangmempersiapkanuntukmelengkapi SDM danfasilitas PONEK.
Terkait PONEK,Rumah sakit mengupayakanpelayananmeliputi: penangananawal/emergensi
ibu dan bayi,dan pelayanan rujukan kerumah sakit lain yang mampu memberikan pelayanan
lebih lanjut.

4
21. Rumah sakitdalam partisipasi pelayanan HIV/AIDS melaksanakan pelayanan:Voluntary
Conceling and Testing (VCT), pelayananrujukan HIV kerumahsakit lain yang ditunjuk
melayani HIV/AIDS, danpenerapan Kewaspadaan standar.
22. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa (TB) sesuai dengan pedoman strategi
DOTS.
23. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di Rumah sakit, maka pasien harus
dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan
pasien/keluarga.
24. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
25. Seluruh karyawan Rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medik pasien
yang dilayani.
26. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun
eksternal untuk pengembangan pelayanan Rumah sakit.

B. KEBIJAKAN KHUSUS:
I. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a. Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung, dan petugas terhadap penularan infeksi di
Rumah Sakit, maka RS PGI Cikini melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI).
b. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite dan Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI). Komite dan Tim PPI RS PGI Cikini
bertanggung jawab langsung kepada Direktur.
c. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi, dan kewenangan sesuai dengan Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.
d. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua
unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
e. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka Rumah Sakit
memiliki 2 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu yang bertugas
mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi perawatan,
IPSRS, Farmasi, Gizi, Administrasi, IGD, dan Laboratorium.

5
f. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and
Control Link Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention and Control Link Staff) sebagai
pelaksana harian/penghubung di unit masing-masing.

II. KEWASPADAAN STANDAR


Kewaspadaan standar meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi
dan sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam, pengendalian
lingkungan, praktik menyuntik yang aman, kebersihan pernafasan/etika batuk,praktek pungsi
lumbal, perawatan peralatan pasien,program kesehatan karyawan, dan kebijakan penempatan
pasien.Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area Rumah sakit
dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas pelayanan sesuai
Panduan PPI RS PGI Cikini.

1. KEBERSIHAN TANGAN

 Kebersihan tangan wajib dilakukan seluruh petugas klinis maupun non klinis diseluruh
lingkungan RS PGI Cikini sesuai dengan indikasi kebersihan tangan.

 Melakukan kebersihan tangan sesuai prosedur kebersihan tangan yang disusun oleh Tim
PPIRS PGI Cikini
 Empat jenis kebersihan tangan.
1) Kebersihan tangan surgical (kebersihan tangan denganair mengalir dan sabun larutan
antiseptik chlorhexidine 4 %)
2) Kebersihan tangan aseptik ( kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun
antiseptik chlorhexidine 2%)
3) Kebersihan tangan alkohol handrub
4) Kebersihan tangan sosial (kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun)

 Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan (WHO):


1) Momen 1: sebelum kontak dengan pasien
2) Momen 2: sebelum tindakan asepsis
3) Momen 3: setelah terkena cairan tubuh pasien

6
4) Momen 4: setelah kontak dengan pasien
5) Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

 Kebersihan tangan efektif:

1) Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi), semua
perhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus dilepaskan selama
bertugas dan pada saat melakukan kebersihan tangan.
2) Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu dan
cat kuku.
3) Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air.
4) Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan tisue hand towel
sekali pakai.
5) Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan terlihat
kotor.
6) Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila tangan
tidak terlihat kotor diantara tindakan.
7) Keringkan tangan menggunakan tissue hand towel sekali pakai.
8) Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan/mengenakan sarung tangan
9) Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya.
10) Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.

a. Area klinis (area perawatan/pelayanan langsung terhadap pasien):


 Wastafel dengan air yang mengalir.
 Larutan chlorhexidine 2 %
 Larutan chlorhexidine 4 %: IGD (area tindakan), kamar bedah, kamar bersalin.
 Sabun biasa (handsoap): kamar pasien, toilet, dapur.
 Larutan berbahan dasar alkohol (handrub): setiap tempat tidur pasien di area kritis
(IGD, kamar bayi, ruang observasi, kamar bersalin, ICU, kamar bedah), setiap
pintu masuk kamar pasien,meja troli tindakan.

7
b. Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :

 Wastafel dengan air yang mengalir.


 Sabun biasa (handsoap) :toilet, dapur, perkantoran, kantin, hall.
 Larutan chlorhexidine 2% :sanitasi, linen-laundri, kamar jenazah, CSSD.
 Larutan berbahan dasar alkohol (handrub): pintu keluar-masuk
petugas/pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar jenazah, area
dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir tidak
tersedia/jauh letaknya.

 Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara:

1) Mengukur/mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan:

 Petugas klinis setiap 3 bulan sekali (ruang keperawatan, IGD, ICU,


OK,rawat jalan, kamar bayi, VK, rehabilitasi medik,Gizi) .
 Petugas non-klinis setiap 6 sebulan sekali (linen-laundri, farmasi,
dapur,IPSRS, sanitasi, kamar jenazah): sesuai indikasi kebersihan tangan
secara umum.
2) Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun non-klinis dengan
sasaran 30% dari jumlah masing-masing profesi (Dokter, perawat, fisioterapi, dan tenaga
Gizi).

 Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.

 Setiap petugas di RS PGI Cikini wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang diadakan
oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan melalui
orientasi dan pendidikan berkelanjutan.

8
2. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasi ditata oleh Komite PPI RS bersama K3
RS, instalasi farmasi dan bagian logistik RS
2.1.Sarung tangan
a. Sarung tangan bersih,bedah,rumah tangga
b. Memakai sarung tangan bersih/non steril pada saat kontaminasi dengan
darah,cairan tubuh dan peralatan yang terkontaminasi dan saat menangani
peralatan yang habis dipakai.
c. Pakai sarung tangan steril pada tindakan invasif, ganti balutan luka,perawatan
kateter urin.
d. Ganti sarung tangan diantara prosedur pada pasien yang sama.
e. Segera melepas sarung tangan setelah dipakai,sebelum menyentuh peralatan atau
permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi dan sebelum ke pasien
berikutnya.
f. Menggunakan sarung tangan rumah tangga pada saat melakukan kebersihan
permukaan lingkungan dan peralatan alat kesehatan habis pakai.

2.2. Masker, pelindung mata dan wajah

a. Gaun / apron berdasarkan jenisnya


b. Memakai gaun bersih/ non steril selama melakukan prosedur tindakan atau
kegiatan perawatan pasien yang memungkinkan terkena percikan darah atau
cairan tubuh sekresi dan ekskresi pasien.
c. Segera melepas gaun yang ternoda darah maupun cairan tubuh dan setelah
selesai melakukan tindakan.
d. Segera lakukan kebersihan tangan setelah melepas gaun untuk mencegah
berpindahnya mikroorganisme ke pasien dan lingkungannya.
e. Pakai gaun hanya untuk prosedur tindakan pada pasien yang sama ( tidak
memakai gaun yang sama pada pasien yang berbeda).

9
f. Tidak memakai gaun ketika transportasi pasien, perekaman EKG, merapikan
tempat tidur, tindakan lain lain yang tidak memungkinkan terkena percikan
darah ataupun cairan tubuh pasien.

3. PERAWATAN PERALATAN KESEHATAN PASCA DIPAKAI


Di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian
(termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan, pengemasan, labelling,indikatorisasi,
sterilisasi, penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses serta
kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui Instalasi pusat pelayanan sterilisasi
(CSSD).
a) Pemrosesan alat/instrumen pasca-pakai dipilih berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi
dilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan
untuk alat semi-kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non-kritikal.

b) Kriteria pemilihan disinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria :memiliki
spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu
disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien. Unit kerja
yang bertanggung jawab terhadap penyediaan disinfektan dan antiseptik di RS sesuai
rekomendasi Komite PPIRS PGI Cikini melalui instalasi farmasi.

c) Instalasi pusat pelayanan sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun panduan dan
prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta
kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPIRS.

 PEMAKAIAN ULANG PERALATAN DAN MATERIAL SEKALI PAKAI (single


use- onre-use).

Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufakturnya. Alat medis sekali pakai
dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.
a) AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan
efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien.

10
b) AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal
harganya.
c) Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses
pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD.
d) AMSP yang non-steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan
fungsi dari alat/bahan.
e) Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS.
f) Adanya form daftar peralatan alat single use yang di-re-use.
g) Adanya form daftar monitoring alat single use yang di-re-use.

4. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS

Pengendalian lingkungan rumah sakit difokuskan pada penyehatan air, pengendalian


serangga dan binatang pengganggu, penyehatan ruangan dan bangunan, pemantauan higiene
sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai,
pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah padat medis/non-medis dikelola oleh Instalasi
pemeliharaan Sarana RS (IPSRS) bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan
Komite PPIRS, sehingga aman bagi lingkungan.

a) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut:

- Semua limbah berisiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.

- Wadah/kontainer diberi alas kantong plastik dengan warna kuning untuk limbah
infeksius & B3, hitam untuk limbah non-medis/domestik, dan ungu untuk bahan
sistostatika.

- Limbah ditiap ruangan tidak boleh dibiarkan atau disimpan >24 jam.

- Kantong plastik tempat limbah tidak diisi terlalu penuh (3/4)

- Wadah/kontainer harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah dikosongkan atau
diangkat, mudah dibersihkan, dan berada ditempat yang terlindungi binatang atau
serangga.

11
- Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan
tusukan (safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.

- Limbah benda tajam (jarum,bisturi,ampul,dll) harus dimasukkan ke dalam safety box.

- Pengangkutan limbah harus menggunakan troli tertutup.Pengangkutan dilakukan 2


kali dalam sehari. Apabila harus menggunakan lift, saat pengangkutan di dalam lift
harus tidak disertai penumpang lain.

- Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat


pengelolaan sampah medis yang dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan
pihak ketiga.

- Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan
rumah tangga, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm.

b) Penyediaan air rumah sakit harus memenuhi syarat yaitu : tidak berwarna, tidak berbau,
jernih, tidak mengandung komponen zat kimia sesuai standar kesehatan dan tidak
mengandung mikroorganisme.

c) Pemeriksaan mutu air bersih dipantau dan diperiksa 6 bulan sekali atau bila mana
dianggap perlu

d) Pembuangan air limbah dari kegiatan rumah sakit sebelum dialirkan ke pembuangan
(Kali) harus dilakukan pengolahan diIPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), sehingga
tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.Kebersihan lingkungan sekeliling rumah
sakit meliputi lingkungan di dalam maupun di luar rumah sakit dilakukan oleh petugas
kebersihan (sanitasi) dengan penjadwalan yang sudah dibuat

e) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan


disinfektan, cara penyiapan, dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah Tim
PPIRS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.

12
5. PENGELOLAAN LINEN-LAUNDRI
a) Jenis linen di RS dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius, linen kotor
non-infeksius.
b) Untuk mencegah kontaminasi, Linen kotor non infeksius diangkut dengan trolly kotor
dan linen kotor infeksius dengan plastik linen kuning.
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan disinfeksi
trolly linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi risiko selama bekerja.

6. PENGELOLAAN MAKANAN

Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan minuman,


alat, lingkungan produksi, dan higiene perorangan penjamah makanan.
a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien, pegawai,
atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan instalasi gizi
agar terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan.

b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih,
terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, dan hewan lain serta suhu penyimpanan
disesuaikan dengan jenis bahan makanan.

c) Gunakan sarung tangan,masker, penutup kepala,celemek saat menangani makanan yang


siap saji dan gunakan penjepit atau sarung tangan plastik makanan ketika mengambil
makanan yang sudah siap saji.

d) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses penyiapan
bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilens higiene pribadi berupa
monitoring kultur mikrobiologi apus rektal, dikoordinasikan dan di bawah tanggung
jawab Komite K3 RS.

e) Petugas instalasi harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala selama 6
(enam) bulan sekali.

13
7. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN

a. Pakai jarum yang steril sekali pakai pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi
pada peralatan injeksi dan terapi.
b. Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yang dapat
menjaga syarat aseptik.
c. Multi-dose vial digunakan:
 Hanya digunakan untuk satu orang pasien
 Setiap mengakses vial multi-dose harus menggunakan jarum dan spuit yang steril
 Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vial tersebut
hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien.
 Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kali vial
dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
d. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama sama untuk
beberapa pasien.
e. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat digunakan
untuk beberapa pasien.
f. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan jarum
baru.

III. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang suspek
atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau
airbone. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan
penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket
perlindungan petugas;tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem
ventilasi (natural maupun mekanikal), tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat pelindung
diri.
a) Rumah sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang
melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien yang rentan
terhadap infeksi nosokomial (imunosupressed).

14
b) Rumah sakit menyediakan kama tersendiri untuk perawatan pasien dengan penyakit yang
dapat ditransmisikan secara kontak, droplet atau airbone.Bila ruang perawatan tersendiri
sedang tidak tersedia, maka pasien infeksius ditempatkan dengan cara kohorting.
c) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi
sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau
droplet atau airbone atau kombinasinya.
d) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin
dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
e) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan
menggunakan bahan desinfektan.
f) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien
yang tidak menular.
g) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan APD,
kebersihan tangan, dan etika batuk.
h) Adanya pengaturan alur penyakit menular.

IV. SURVEILANS INFEKSI RS (Hospital acquired infections-HAIs)


Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection prevention control nurse-perawat
pengendali infeksi purnawaktu) dan IPCLN (Infection prevention controllink nurse-perawat
penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit
infeksi target sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit
endemis di rumah sakit. Target surveilans yaitu: Infeksi saluran kemih (ISK) terkait
kateterisasi, Infeksi daerah operasi (IDO), Infeksi aliran darah primer (IADP), hospital
acquired-pneumonia(HAP), Ventilator acquired-pneumonia (VAP),serta plebitis dan
dekubitus pada pasien berisiko.
a) Melakukan surveilens HAIs.
b) Melakukan analisis, evaluasi, dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan
Komite PPI RS di bawah koordinator Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk tujuan
pengendalian, manajemen risiko, dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa(KLB).
c) Pengendalian angka HAIs menggunakan target sasaran sesuai program PPI. Sasaran
angka HAIs dievaluasi setiap 3 bulan.

15
d) Kejadian luar biasa HAIs ditetapkan oleh Direktur RS berdasarkan pertimbangan Komite
PPIRS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka HAIs melalui surveilens.
Kecenderungan kejadian HAIs yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan
berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran
kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama
lintas unit/satuan kerja oleh Komite PPIRS.
e) Laporan HAIs disampaikan Komite PPIRS kepada Direktur Ketua setiap bulan.
f) Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan pengendalian infeksi (flebitis, ISK,
VAP/HAP, IADP, IDO) adalah salah satu tolak ukur keberhasilan surveilens infeksi RS.
Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah sakit (HAIs).

V. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan indikasi
(profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi mikroba, sehingga untuk
penderita penyakit infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi tersebut bekerja sama
dengan Komite Farmasi dan Terapi.

VII. PENDIDIKAN dan PELATIHAN PPI di RS


Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh Bidang
Pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia (PPSDM) bekerjasama dengan Komite
PPIRS untuk menjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta
didik dan karyawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPIRS,
khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
a. Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi materi PPIRS
b. Setiap mahasiswa yang akan praktek harus diberikan materi orientasi PPIRS.
c. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian SDM
bersama Komite PPIRS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan
program selanjutnya.
d. Seluruh staf dididik tentang pengelolaan infeksius.

16
VIII. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DIBERIKAN
UNTUK SETIAP PASIEN.

Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru masuk,
meliputi kebersihan tangan, etika batuk, dan ketertiban membuang sampah.

IX. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI DI RS

a) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap


kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.
b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus
mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip-
prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi .
c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection control risk
assesment (ICRA).
d) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit melakukan pengkajian
risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan dan K3 RS.

X. PENGGUNAAN CAIRAN DISINFEKTAN


a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:

 Peralatan kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalam jaringan
tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen bedah, kateter intravena, kateter
jantung. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
 Peralatan semi-kritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan membran
mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan namun tidak
mutlak,jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
 Peralatan non-kritis/risiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan permukaan
kulit utuh, contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat makan, lantai, perabot, tempat
tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai
tingkat rendah.

17
b) Disinfeksi lingkungan rumah sakit

 Permukaan lingkungan: lantai, dinding, dan permukaan meja, troli didisenfeksi


dengan detergen netral.
 Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan
disinfektan tingkat menengah.
c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan area kritis

 Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan creolin


 Untuk area yang sering disentuh (high touch area) menggunakan disinfektan Lysol
1:100 (permukaan logam), Klorin 0,05% (permukaan bukan logam).
 Untuk area yang jarang disentuh (non-high touch area) menggunakan sabun pH
netral
d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuhmenggunakan
disinfektan Klorine 0,5%.

Tabel 1.Cairan disinfektan yang digunakan di RS PGI Cikini


NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Isopropil etil alkohol Alkohol 70 %, E-CARE Antiseptik kulit

2 Klorheksidin 2% Acetron Antiseptik kebersihan


tangan ruang perawatan,
antiseptik kulit pre-operasi
3 Klorheksidin 4% Cutisoft Antiseptik kulit kebersihan
tangan daerah kritis
4 Povidon Iodin 7,5% Bethadine Solution Antiseptik kulit dan luka
operasi
5 Klorin Baycline, Precept  Disinfektan tumpahan
darah dan cairan tubuh
lainnya.
 penggunaan di kamar
bersalin

18
 untuk wabah (mis. C.
difficile)
 Multi Drug
ResistenOrganism (mis.
MRSA)
6 Gluteraldehid 3,4% Steranios 2%, Stabimed High-level desinfectant
7 Propanolbifenilol 2 g Primasept Antiseptik kulit kamar bedah
8 Etanol Lysol Low-level desinfectant
9 Benzalkonium klorida, Terralin protect High-level desinfectant alat
fenoksietanol semi-kritikal

XI. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,


KELUARGA DAN PENGUNJUNG.
a. Salah satu Pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah sakit adalah kepedulian
terhadap pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit.
b. Pasien,keluarga, dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS
berkoordinasi dengan Tim PROMKES.
c. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RS PGI Cikini dikoordinasikan
oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam Unit rawat jalan dan rawat inap.
d. Setiap tenaga kesehatan (Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi,Farmasi, dll.) maupun
non-kesehatan (pekarya, petugas kebersihan, dll.) juga pasien, keluarga, dan
pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
e. Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS harus mentaati peraturan yang
ada sesuai dengan peraturan tata tertib pasien.
f. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan bila tidak melakukan kebersihan
tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
g. Anak-anak di bawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien
h. Pasien, keluarga, dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan/unit harus menyediakan fasilitas
wastafel,tempat sampah non-infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap),
masker bagi pasien, keluarga, dan pengunjung.

19
XII. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
a. Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, RS PGI Cikini perlu
mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB.
b. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilens infeksi rumah sakit.
Selain untuk deteksi dini, surveilens secara aktif juga bertujuan untuk mencegah supaya
KLB tidak terulang lagi.
c. Surveilens dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat dari
surveilens diolah oleh Komite PPIRS, disertai analisis, rekomendasi, dan tindak lanjut,
dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur Rumah sakit, dan bahan
komunikasi dengan bagian yang terkait.
d. Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
pertimbangan Komite PPIRS atas hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan
peningkatan angka HAIs secara signifikan selama 3 bulan berturut-turut. Peningkatan
signifikan angka kejadian HAIs pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai
sebagai KLB.
e. Penanganan KLB HAIs harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh seluruh
unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas
Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN harus berkoordinasi secara intensif
dengan Tim dan Komite PPI RS untuk menangani KLB tersebut.
f. Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama IPCN/IPCO
melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur surveilens HAIs
 Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang bertanggung
jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi diagnosis HAIs, penegakan
diagnosis HAIs, dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan
investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan kemungkinan
penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau
memutuskan rantai penularan.
 Berkoordinasi dengan Laboratorium untuk melakukan:
o Swab alat yang diduga terkontaminasi bakteri.

20
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi untuk dibiakkan
dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan laboratorium pasien
penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas Bahan Menular”
 Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan klarifikasi-
klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap
secara benar.
g. Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS
menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS.
h. Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan Direktorat Pelayanan
Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD, Gizi, Linen, dan Bagian
terkait lainnya sesuai kebutuhan.
i. Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang telah
ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j. Agar KLB HAIs tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan
melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
 Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan kebersihan tangan yang benar
dan tepat.
 Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain sesuai
indikasi.
 Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
 Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang sama-
sama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan memberikan penanganan
(dipisahkan dengan staf lainnya)
 Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Ketua untuk mengisolasi ruangan
atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh infeksi.
 Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
 Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
k. Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah diambil
terhadap data atau informasi KLB.
l. Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil diatasi.

21
m. Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n. Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak
ditemukan kasus baru.

XIII. PEMERIKSAAN KULTUR DAN SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN RS


a) Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi dan sangat tinggi)
b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c) Persiapan pemakaian ruangan baru pasca-renovasi atau konstruksi rumah sakit.
d) Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita HAIs.
e) Kultur dilakukan jika ada curiga kasus HAIs.

XIV. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR JENAZAH

Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:


 Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Kewaspadaan standar.
 Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang ingin melihat
jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga harus menerapkan
Kewaspadaan standar.
 Penanganan semua jenazah harus menggunakan APD yang sesuai.
 Penyerahan jenazah dari perawat ruangan kepada petugas kamar jenazah harus disertai
dengan dokumen penyerahan.

XV. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASCA-KONSTRUKSI /


RENOVASI
a. Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas udara,tingkat
kebisingan .
b. Melakukan edukasi (pemasangan rambu-rambu atau gambar diarea renovasi) kepada
petugas,pengunjung, dan pasien.
c. Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan, termasuk
dinding, langit-langit, jendela, dan sistem ventilasi berisiko tinggi.

22
d. Melakukan uji kualitas udara, khususnya di area berisiko tinggi sebelum ruangan
digunakan.

XVI. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)


a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun eksternal
(dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik/bukti ilmiah yang diakui).
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking eksternal).
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakit
lokal/nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional yang terbukti memiliki
praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi secara tertulis
dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan laporan surveilens tahunan
(benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan dalam rapat
Komite PPI setiap 3 bulan sekali.

XVII. RISK MANAGEMENT PPI


a) Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risiko PPI di masing-masing ruangan.
b) Pengkajian didasarkan pada manajemen risiko.
c) Dilakukan analisis manajemen risiko PPI oleh IPCN bersama komite PPI.
d) Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPIRS PGI Cikini
e) Manajemen risiko PPI juga terkait kejadian KLB
Jakarta, 27 Oktober 2015
Direktur RS PGI Cikini

Dr. Boy E.R. Wajong, M.Kes, MMR

23
24

Anda mungkin juga menyukai