NIM : 15.2950
Keinginan itu merupakan wujud reaksinya terhadap hidup dan kepemimpinan gereja
pada waktu itu, yang dalam beberapa hal dia kritik. Pada waktu itu beliau belum pendeta,
melainkan hanya sebagai guru (pernah guru jemaat di Silando, Paranginan, Humbang) dan
4
terakhir menjadi guru jemaat di gereja PematangSiantar (Kampung Kristen). Kemudian
1
Sebagian besar bahan adalah bersumber dari artikel tulisan Pdt. Dr. Lansung Sitorus, M.Th dalam buku, Baja
Berpijar, 67-94
2
T.J Sitorus (ed), Sejarah Huria Kristen Indonesia (Pematangsiantar: Percetakan HKI, 1978), 48
3
Makmur Saragih, dkk..BAJA BERPIJAR “Jubelium 80 tahun HKI (Pematangsiantar:Percetakan HKI ,2007), 68
4
PTD Sihombing. TUAN MANULLANG (Jakarta: Albert-Orem Ministry, 2008) , 261
1 | STT HKBP
pernah beralih profesi menjadi pembantu pengacara, dan pernah menjadi kepala kampung di
kampung tempat ia tinggal di Pantoan. Tekad kuatnya adalah bagaimana mampu mendirikan
sebuah gereja pribumi yang mandiri dan nyaman. Dia bermaksud untuk “berjuang”
memisahkan diri (bukan memberontak) dari Gereja Zending Batak yang bernama RMG pada
masa itu, dimana pemimpinnya adalah pendeta Jerman. RMG adalah lembaga zending satu-
satunya yang ada ditanah Batak saat itu, maka dari padanya HChB berniat untuk memisahkan
diri setelah tidak dikabulkanya untuk tidak memisahkan diri. (Sering terdengar bahwa HKI
memisahkan diri dari HKBP. Itu tidak benar. Yang benar adalah, HChB memisahkan diri dari
Gereja zending Batak tahun 1927. HChB berganti nama menjadi HKI pada bulan November
1946. Sedangkan HKBP baru ada tahun 1940 yang mewarisi semua milik Gereja Zending
Batak/ RMG).5
Deklarasi itu didorong oleh keinginan dan tekad mereka untuk membangun suatu
kehidupan kristiani yang dipimpin pribumi (gereja milik pribumi), yang keungannya
transparan, dan pelayanannya menyentuh warga kebanyakan.Mereka terdiri dari orang-
orang kristen yang waktu itu hidup dipinggiran perkebunan pemerintah Hindia Belanda
(VOC) di Pantoan, dan jauh (sejauh 4 Km) dari layanan para pelayan gereja yang berpusat di
Jl. Gereja Kampung Kristen, Pematangsiantar.
5
HR. Panjaitan dan Beresman Nahampun. Dipilih Untuk Diutus: BUKU KENANGAN 90 TAHUN HKI
(Pematangsiantar: Kantor Pusat HKI, 2017), 209
2 | STT HKBP
Jarak tempuh Pantoan-Kampung kristen kira-kira 4 km cukup jauh bagi jemaat untuk
beribadah
Tuntutan kepada Pdt Bregenstroth (Pendeta Rijnsche, Kampung Kristen) agar
mendirikan jemaat pagaran di Pantoan tidak dikabulkan
Kesadaran (umum) para pelayan gereja atas diskriminasi antara pendeta Eropa dengan
pendeta pribumi. Pendeta Eropa memelihara superioritas (merasa lebih tinggi
derajadnya dari yang lain) dan dipanggil dengan sebutan tuan, berarti identik dengan
penjajah Belanda. Pendeta pribumi menjadi merasa rendah diri dan status sosialnya
hanya sedikit diatas anggota jemaat bisa, yang turut ‘diperintah’ dan identik dengan
terjajah
Mulai muncul individu atau kelompok yang menghambat laju kebijakan penjajah
ditanah batak, seperti munculnya Hatopan Kristen Batak yang dipimpin oleh MH
Manullang. Hatopan Kristen Batak merupakan organisasi politik dengan segala upaya
menghambat rencana pemerintah Belanda untuk membuka perkebunan di sekitar
Silindung dan upaya mereka berhasil meskipun MH Manullang harus diasingkan ke
Cipinang Batavia. 6
Mereka ingin “menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja” Yakobus 1:22.
Mereka ingin berzending, seperti saudara-saudara yang datang dari Jerman (RMG) dan
Belanda (NZG) maupun dari Ingris (Zending Methodist) yang melakukan zending ke
Indonesia. Mereka ingin melakukan tugas berat itu “zelfstanding” (berdiri diatas kaki sendiri,
mandiri). Karena semangat itu, pihak yang kurang menerima kumpulan kecil ini menjuluki
mereka “huria sitallik” (melukai dengan parang), yang mengkonotasikan bahwa kumpulan
kecil ini “manallik” (melukai dengan parang) kekristenan, dan suasana didalamnya pun
dipandang sering “sitallik” (selalu saling memarang) satu sama lain.7
Walaupun VerHChB selalu mendapat tekanan dan belum mendapat izin secara resmi
dari pemerintah Hindia Belanda, namun disisi lain muncul kawanan-kawanan kecil yang
mengaku sebagai cabang dari jemaat HChB Pantoan yang kemudian menjalar ke Tapanuli.
Sudah ada 68 jemaat yang bersatu dibawah VerHChB sebelum organisasi ini resmi berbadan
hukum dan punya izin melakukan sakramen.
6
PTD Sihombing. TUAN MANULLANG (Jakarta: Albert-Orem Ministry, 2008) , 223
7
T.J Sitorus (ed), Sejarah Huria Kristen Indonesia (Pematangsiantar: Percetakan HKI, 1978), 48
3 | STT HKBP
Model pendekatan kekeluargaan dan budaya kemudian berdampak pada kegigihan
menyebarluaskan misi gereja dengan memanfaatkan jalur relasi di tempat bekerja. Para
pelayan dan warga HChB menyebarluaskan pemahaman iman serta semangat juang
mendirikan gerej apribumi ditempat bekerja seraya mengharap bahwa rekan kerjanya itu
dapat memutuskan untuk turut serta memikul tugas dan tanggungjawab mengemban Injil
sehingga mereka mau bergabung menjadi warga jemaat HChB dan gilirannya kelak mau
berperan aktif sebagai pelayan.
Dengan perjuangan yang sangat gigih Sutan Malu Panggabean berhasil mengurus dan
mendapatkan Surat Pengakuan Pemerintahan Hindia Nederland kepada HChB sebagai
organisasi berbadan hukum yang dapat mengatur dirinya berdasarkan Tatadasar dan
TataRumahtangga yang dibuatnya sendiri (Rechtperrsoon). Rehchtperrsoon itu diberikan
pemerintah Hindia Belanda dengan Besluit No.29 tanggal 27 Mei 1933.8 Dengan demikian
HChB resmi menjadi organisasi masyarakat dilingkungan pemerintah Belanda, tetapi belum
sebagai gereja. Ciri khas dari gereja adalah berhak melakukan pembapyisan dan perjamuan
kudus.
Waktu itu pemerintah Belanda mengaturkan dengan ketat bahwa organisasi masyarakat
tidak berhak melakukan sakramen, dan yang berhak melakukan sakramen hanyalah pendeta
ataupun rohaniawan yang mendapat izin atau surat keterangan resmi dari pemerintah Hindia
Belanda. Maka SM Panggabean pergi ke Batavia untuk mengurus surat izin melakukan
sakramen (SIMSakra) bagi VerChB, yaitu pada tanggal 18 Mei 1933. Akhirnya pemerintah
Belanda memberikan izin dan mengeluarkan surat tanggal 6 Juli 1933 dengan Beslit no. 17.
Dengan surat tersebut menegaskan bahwa pendeta boleh menjalankan sakramen. Dengan
demikian HChB dapat berfungsi sebagai gereja.
8
Makmur Saragih, dkk..BAJA BERPIJAR “Jubelium 80 tahun HKI (Pematangsiantar:Percetakan HKI ,2007), 70
4 | STT HKBP
Hasil dari rapat sinode juga membahas agar mereka bertugas menjalankan keputusan
sinode di seluruh jemaat VerHChB, termasuk agar seluruh jemaat VerHChB berganti nama
menjadi HKI. Pucuk pimpinan HKI ditugaskan juga untuk mengusahakan pardengganan
dengan HKBP ( gereja pewaris Hoeria Batak- RMG) menjadi awal semangat gereja ini
melakukan gereja ekumenenya untuk berdamai.
Selanjutnya HKI didaftarkan kepada pemerintah Indonesia waktu itu sebagai kelanjutan
dari VerChB. Setelah ada AD HKI, maka HKI mendaftarkan diri kepada pemerintah sebagai
“Gereja”. Selanjutnya pemerintah mengakui HKI sebagai lanjutan dari VerChB dan
keputusan sinoe di Patane Porsea itu sah (Keputusan Pengadilan Negri Siantar No:
244/1964/Perda tgl 15 Mei 1965; dan dikuatkan oleh Keputusan Tinggi Medan Nomor
4/1966 tanggal 19 Juni 1967).
Selanjutnya setelah Soetan Maloe, HKI dipimpin oleh Pdt. T.J. Sitorus selama 30 tahun
yaitu tahun 1946-1960 dan 1962-1978. Interval dua tahun tersebut itu kepemimpinan
dipegang oleh Pdt. K Panjaitan, karena Tj Sitorus sakit. Pada masa kepemimpnan Pdt. Tj
Sitorus HKI mengalami banyak juga goncangan dan pergolakan. Namun dibawah
kepemimpinan T.J Sitorus, HKI berhasil menjalin persahabatan dan kerjasamanya dengan
semua gereja yang ada dalam negeri Indonesia, dan dengan semua Lembaga Oikumene
Kristen di ASIA, dan Dunia.
Gerakan ‘oikumenikal’ bermaksud untuk mewujudkan doa Yesus yang meminta kepada
Bapa: “Supaya mereka menjadi satu” (UT OMNES UNUM SINT). Sedangkan tujuan
gerakan ‘evanggelical’ adalah untuk mewujudkan apa yang dikatakan Paulus sebagai maksud
kedatangan Yesus yang merendahkan diri (kenosis) yaitu: supaya “segala lidah mengaku
5 | STT HKBP
“Yesus Kristus adalah Tuhan: bagi kemuliaan Allah, Bapa (Filipi 2;11)”. Gereja HKI
sebenarnya adalah gereja yang oikumenikal dan sekaligus evanggelical. Dia evanggelikal
karena tujuaannya adalah memberitakan Injil.
Kehadiran HKI dimaksudkan untuk membuat banyak orang-orang yang masih pelbegu
dan penganut parmalim di Toba menjadi pengiikut Kristus. Selain itu, orang Batak yang
beristri satu (poligami), yang pelbegu (atau yang dipecat dari Hoeria Batak) dapat menjadi
anggota gereja ini, dan direhabilitasi menjadi pengiktu Kristus yang menyesali dosa-dosanya.
Demi mengakarkan dirinya ke kalangan orang Batak Toba, VerChB membuat dirinya hidup
kontekstual. Dengan kehadirannya, orang batak waktu itu seakan menemukan kembali
kebudayaan mereka di gereja; mereka menjadi orang Batak yang dengan budaya dan adatnya
dapat dengan setia mengikut Kristus.
Sebagai gereja yang evanggelical (cita-cita= seluruh dunia terinjili), dan yang ingin
zelfstanding, pemimpin VerChB menyadari bahwa mereka membutuhkan gereja-gereja yang
berada disekitarnya, termasuk gereja asal mereka, Hoeria Batak. Kesadaran itu tampak
pertama-tama dari Soetan Maloe (selaku pimpinan) kepada Pimpinan Hoeria Kristen Batak,
ephorus J.Warneck, di Pearaja Tarutung, tanggal 6 Juni 1929. Yang isinya adalah meminnta
agar ephorus mengirim pendeta dari Hoeria Batak ke VerChB untuk melakukan sakramen
pembaptisan bagi anak-anak anggota jemaat VerChB. Namun surat itu ditolak oleh J.
Warneck dengan suratnya pertanggal 15 Juni 1929:9
“Saya heran membaca surat kalian bertanggal 6 Juni 1929. Rupanya kalian meminta
pendeta dari Gereja Batak ? kalian sudah memisahkan diri dari gereja yang besar itu, kalian
meninggalkan peraturan yang berlaku digereja itu, dan kalian memisahkan diri tanpa
alasan. Ada gereja di Siantar, yang seperti ibu bagi kalian, mengapa bukan itu yang kalian
jumpai ? apakah kalian masih seiman dengan gereja Batak, kalianlah dan Allah yang tahu...
tidak ada seorang pendeta yang bersedia meninggalkan pekerjaannya untuk menyebrang
kepada kalian. Kalau ada anak-anak diantar kalian yang akan dibaotiskan, maka kembalilah
kepada gereja...” (Kutipan surat J.Warneck 15 Juni 1929, aslinya dalam batak toba dan
diterjemahkan)10
9
Walter Lempp, Benih Yang Tumbuh XII. Suatu Survey Mengenai Gereja-Gereja di Sumatera Utara (Jakarta:
Litbang PGI, 1976), 263
10
Makmur Saragih, dkk..BAJA BERPIJAR “Jubelium 80 tahun HKI (Pematangsiantar:Percetakan HKI ,2007), 77
6 | STT HKBP
Diduga mengapa Soetan Maloe melayangkan surat permintaannya itu. Pertama ia tahu
betul bahwa sewaktu mendeklarasikan VerChB, dia memberitahu kepada ephorus gereja
asuhan RMG bahwa dia mendirikan suatu Vereeniging (organisasi), sehingga dia dianggap
tidak ada masalahnya sebenarnya dengan pimpinan gereja asuhan RMG di Pearaja. Kedua ia
tahu betul bahwa dikalangan orang yang bergabung dengan VerChB tidak ada seorang
pendeta, yang memiliki izin khusus untuk melaksanakan sakramen. Dia sendiri tidak mau
memendetakan dirinya sendiri untuk tugas itu, karan dia tahu tidaklah gerejawi dan bisa saja
menjadi alasan bahwa dia akan dipenjarakan, karena melanggar peraturan pemerintah. Dia
tahu bahwa ada Reformende Kerk dan Gereformende Kerk di Medan dan Gereja Methodist
di Kisaran, tetapi dia tidak menyurati mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa surat permintaan
itu menunjukkan keinginan Soetan Maloe mempertahankan persaudaraan gereja yang
dipimpinnya dengan gereja asal yang membesarkannya dalam iman.
Ditolaknya surat permintaan tersebut, membuat VerChB harus mencari jalan lain untuk
memenuhi kebutuhan sakramen para anggotanya. Hingga ketika tahun 1928, di Medan terjadi
kemelut jemaat Hoeria Batak, karena permintaan sebagian jemaat agar pendeta pribumi
menjadi pendeta dan pimpinan jemaat tersebut. Akibatnya, Pdt. Willy Sinaga yang menjadi
tersangka dan dikenai hukuman pendisiplinan dan harus meninggalkan Medan. Segera ketika
mendapat kabar itu, Soetan Maloe menyuratinya agar mau bergabung dan membantunya
melaksanakan sakramen di gerejanya, sebab Pdt. Willy Sinaga sudah mendapat bijsondere
toelating (izin khusus) melakukan sakramen. Permintaan itu dipenuhi dan ia diresmikan
menjadi pendeta VerChB dalam sinode tgl 29 Agustus 1932 di Tornagodang.
Lambat laun, para teman seperjuangan Soetan Maloe memperingatkannya agar dia
bersedia ditahbiskan menjadi pendeta, karena tidak gerejawi bila yang bukan pendeta yang
mengangkat pendeta. Atas nasehat tersebut, Soetan Maloe bersedia ditahbiskan menjadi
pendeta dalam sinode VerChB 6 Agustus 1933 di Tornagodang, oleh Pdt. Willy Sinaga. Pada
saat itu pendeta dari gereja-gereja tetangga turut diundang dan turut bersukacira atas
ditahbiskannya F.P Soetan Maloe menjadi pendeta.
Suatu waktu VerChB mengambil makna dari kejadian penngangkatan pendeta tersebut.
Apa yang hendak diakatakan dari pengangkatan pendeta ini adalah, bahwa untuk merekrut
pendeta di HChB-Medan, semangat oikumenis juga muncul dan menonjol. Pewarisan
pendeta dicari oleh orang yang berlatarbelakang Luthean dari gereja Lutheran
memberikannya. Tetapi tindakan inipun dijadikan oleh Tuhan untuk menuntun kawanan kecil
7 | STT HKBP
yang setia menjadi pengikutnya berkenalan dengan saudara-saudara yang ada di ranting
pohon anggur tempatnya melekat.
Pertumbuhan pesat yang dialami VerHChB yang kemudian bernama HKI tidaklah
disambut sukacita oleh gereja yang serumpun dengannya sesudah zaman kemerdekaan RI
diproklamirkan. Kawanan kecil ini dicap sebagai kumpulan orang Kristen yang menyimpang
dari ajaran gereja yang sebenarnya. Dan ukuran ajaran gereja yang sebenarnya adalah yang
diajarkan oleh Missionaris Jerman dan di Warisi oleh HKBP.
Tuduhan itu dialaskan pada kenyataan bahwa dalam gereja ini banyak bernaung anggota
jemaat yang berpoligami, gereja zelfstanding ini menerima anggota jemaat yang dipecat dan
didisplin oleh zending menjadi anggotanya, selain menampung anggota jemaat yang
berpindah jemaat ke HKI, dan gereja ini mengizinkan dengan mudahh unsur-unsur Batak
maupun adat dimainkan di gereja. Tindakan tindakan itu dulu dipandang sebagai tindakan
yang salah. Tetapi aneh, tindakan-tindakan itu merupakan campur tangan Tuhan yang
tersebunyi untuk mempertahankan orang yang dikasihi dan ditebusNya tetap berada didalam
8 | STT HKBP
kandangg milikNya. Sehingga HKI mengalami pengucilan dari dunia pergaulan gereja-gereja
di Indonesia maupun dunia. Maka untuk mencari teman dari kalangan denominasi gereja di
Indonesia, HKI harus berjuang berat.
Emapat tahun setelah nama HKI resmi menggantikan VerHChB, tepatnya 25 Mei 1950,
gereja-gereja di Indonesia, atas dorongan badan-badan zending yang melahirkan mereka
masing-masing, mengadakan pertemuan di Jakarta untuk membentuk suatu dewan gereja di
Indonesia. Rencana itu diberitakan di koran-koran, termasuk yang diterbitkan di Sumatera.
Dari pemberitaan koran tersebut, pimpinan HKI mengetahui rencana tersebut. HKI tidak
mendapat undangan, sama seperti gereja-gereja yang lahir karena memberontak dari gereja
yang dilahirkan badan zending. Gereja-gereja yang merupakan hasil kerja zending,
diusahakan oleh induknya masing-masing untuk bisa ikut dalam pertemuan itu. Mereka
diongkosi dan didampingi. Tetapi gereja yang latarbelakangnya seperti HKI, tidak diinginkan
datang kepertemuan itu, bahkkan kalau datangpun tidak akan diperkenankan turut sebagai
pendiri. Pimpinan HKI betul akan keadaan itu
Meskipun HKI dituduh sebagai Bidat, tetapi, didorong oleh keinginkan HKI untuk
bergaul dengan gereja-gereja lain dinegeri ini, pimpinan HKI mengirim utusannya ke
pertemuan itu sebagai orang yang tidak diundang.11 Utusan tersebut yaitu Raja Sirait dan
Aristarkus Hutabarat. Mereka tiba ditempat pertemuan tersebut dan menyampaikan tujuan
mereka datang, yakni agar diterima sebagai peserta penuh pertemuan tersebut sama seperti
utusan dari gereja-gereja lainnya. Tetapi permintaan tersebut “ditolak” dan mereka disuruh
pulang. Tapi nyatanya mereka tidak mau pulang, dan tetap bertahan agar ikut dalam
pertemuan tersebut. Akhirnya mereka diizinkan hanya sebagai peninjau, yang punya hak
dengar tapi tidak punya hak bicara dan hak suara. Kehadiran mereka tidak dianggap penting,
sehingga dalam sejarah PGI lama dilupakan, dan tidak dicatat, bahwa ada utusan gereja dari
Sumatera yang tidak diperkenankan menjadi peserta penuh pertemuan tersebut. Dengan
demikian HKI tidak dihitung dalam daftar gereja pendiri DGI/PGI.
Selama tujuh belas tahun lamanya HKI harus menunggu, barulah pintu DGI bisa terbuka
untuk menerima HKI menjadi anggota Dewan Gereja yang ikut didoakan dan dihadiri
pendeklarasiannya. HKI “diterima” menjadi anggota DGI pada tanggal 29 Oktober 1967
dalam sidang Raya DGI di Makassar. Kesetiap sidang Raya DGI dalam kurun waktu 17
11
HR. Panjaitan dan Beresman Nahampun. Dipilih Untuk Diutus: BUKU KENANGAN 90 TAHUN HKI
(Pematangsiantar: Kantor Pusat HKI, 2017), 155
9 | STT HKBP
tahun itu, wakil HKI selalu hadir dan terus memperbaharui permohonannya menjadi anggota
DGI. Tetapi wakiL HKI yang datang itu selalu diperlakukan hanya sebagai peninjau.
Ganjalan utama adalah persyaratan yang dibuat gereja-gereja pendiri DGI, untuk gereja yang
ingin menjadi masuk menjadi anggota, yaitu :
- Gereja yang bersangkutan harus terlebih dahulu mempunyai hubungan baik dengan
gereja anggota DGI yang ada didaerah dimana gereja itu berkantor pusat.
- Gereja anggota DGI, yang bertetangga dengan gereja pelamar, memberikakn
rekomendasi persetujuan agar gereja yang melamar itu diterima menjadi anggota
DGI.
Dan sejak dari hasil Sidang Raya tersebut, dipastikan sembilan puluh persen jemaat
VerHChB mematuhi semua peraturan yang ada. Kesadaran dan kepatuhan terhadap aturan
berimplikasi pada masa depan gereja. Hal ini tidak saja berhubungan dengan kepatuhan
terhadap peraturan yang dibuat pemerintah, tetapi kepatuhan terhadap semua ketentuan yang
berhubungan dengan eksistensi gereja ditingkat lokal, nasional, regional bahkan tingkat
internasional. Cukup membanggakan bila laporan Tim Peneliti Dewan Gereja Indonesia
(berubah menjadi PGI) menyebutkan bahwa “HKI adalah gereja pertama, bukan hanya
didaerah Sumatera Utara, melainkan seluruh Indonesia yang menyerahkan hasil penelitian
(selfdstudi) PSM kepada DGI”12
Hingga tahun 1965, HKI dan HKBP belum berbaikan dan masih bersikap bermusuhan.
Tetapi tampaknya dalam kurun waktu 19 tahun dihambat, HKI semakin merambat. Sebab
kenyataanny, bahwa dalam kurun 1946-1965 jemaat HKI paling banyak bermunculan dan
bertumbuh, bila dibandingkan dengan pertambahan jemaatnya setelah HKI “mardenggan”
dengan HKBP dan masuk menjadi anggota DGI.13
Maksud dan tujuan sebenarnya dari HKI agar diterima menjadi bagian dari DGI adalah
bukan untuk kemasyuran DGI, melainkan hanya karena mereka ingin bergaul dengan
saudara-saudara mereka seiman yang berada di denominasi gereja lain. Kebersamaan itu
dipandang sebagai materi penguat, bahwa gereja HKI bukanlah gereja yang mengajarkan
ajaran sesat, melainkan yang mengajarkan ajaran injili, seperti yang dilakukan oleh gereja
lainnya. DGI dalam pandangan HKI, dipandang sebagai jembatan atau penyabung tangan
12
Walter Lempp, Benih Yang Tumbuh XII. Suatu Survey Mengenai Gereja-Gereja di Sumatera Utara (Jakarta:
Litbang PGI, 1976), 232
13
Makmur Saragih, dkk..BAJA BERPIJAR “Jubelium 80 tahun HKI (Pematangsiantar:Percetakan HKI ,2007), 82
10 | STT HKBP
HKI berjabat tangan dengan gereja-gereja lain didalam dan diluar negri, yang mungkin bisa
menjadi penolong dalam kesulitan.
Disamping itu, pimpinan HKI mulai sadar untuk menggiatkan pardengganan dengan
HKBP. Saat itu masih sangat sulit mencari titik temu antara HKI dan HKBP. Bahkan ketika
putra putris dari kedua gereja ini meniikah, maka yang HKBP akan dikucilkan masyarakat.
Namun keadaan itu agak berubah ketika Pdt. TJ Sitorus menikah denga E.br Manurung (putri
warga HKBP), keluarga takut mereka akan dikucilkan, namun disisi lain pihak laki-laki tidak
mau berpindah gereja sebab ia juga pendeta. Maka pemberkatan dilakukan di HKI Patane
Porsea. Ternyata tidak ada terjadi pengucilan, dan semuanya berlajalan dengan biasanya.
Dengan terasanya angin segar tersebut, maka mulailah ada perubahan sikap HKBP
terhadap HKI. Masyarakat gerejawi tidak menginginkan terputusnya hubungan kekerabatan
dalihan natolu oleh karena adanya pertikaian antar gereja. Masyarakat gereja semakin
menyadari bahwa pertiikaian gereja semakin membebani hubungan peradatan dengan hal
yang semestinya terjadi. Warga HKBP semakin berani menantang gereja “kalau kami
dikucilkan karena pernikahan anak saya dengan HKI, ya kami pindah saja semua ke HKI”.
Tentu ancaman tersebut mencemaskan HKBP, sebab sikap begitu selalu menguntungkan HKI
dan meningkatkan jumlah jemaat HKI.
Dulu jemaat HKBP yang keluar dan masuk ke HKI enggan untuk kembali ke HKBP oleh
karena itu perlakukan yang memalukan. Mereka meliihat bahwa menjadi anggota HKI tidak
berbeda dengan menjadi anggota HKBP. Namun keadaan ini sangat berubah drastis, setelah
HKI bersahabat dan saling mengakui dengan HKBP. Banyak anggota HKI yang kemudian
kembali ke HKBP, karena mereka melihat mereka sudah diperlakukan sebagai sahabat kalau
kembali, dan bahwa HKBP sudah menjadi gerej ayang menjadi tempat mengejawantahkan ke
batakan-an yang kristiani.
Namun fenomena diatas tidak sepenuhnya berubah dan memperbaik hubunga. Kedua
belah pihak mungkin berpendapat bahwa terlalu dalam goresan yang dibuat sehingga sulit
untuk mengembalikannya kembali. Terbukti dalam beberapa moment setelahnya, dipesta
yang diadakanpun, kedua Ephorus gereja sulit untuk duduk bersama. Hal itu semakin terasa
ketika HKBP bermasud untuk mendaftarkan diri menjadi anggota LWF, dengan persyaratan
HKBP harus merumuskan ulang konfessinya yang benar-benar Lutheran. Dalam konfessi
tersebut, terdapat statement bahwa HKBP menyadari telah munculnya kelompok kristen yang
ajarannya berbeda dengan HKB, sehingga kelompok tersebut harus diwaspadai. Salah satu
11 | STT HKBP
gereja yang harus diwaspadai tersebut adalah HChB dan HKI. Tersebutnya nama HKI
sebagai kelompok yang perlu diwaspadai HKBP, maka tembok tebal semakin mereka
bbangun dan ketertutupan semakin merapat.
Disatu sisi HKI tidak mau berhenti mencari persahabtan dengan HKBP. Pucuk pimpinan
sadar bahwa selain mencari persahabatan dimaksud dengan kepatuhan kepada ajaran Yesus,
pardengganan dengan HKBP itu merupakan pintu pergaulan kepada gereja-gereja dan
lembaga-lembaga kristen lainnya. Hingga saat datangnya utusan dari gereja lutheran America
(Dr. Arne Sovik- LWF, Dr. Nyhus- ,missionaris, Heini Bergausher-RMG) datang berkunjung
ke HKBP dan bekerja di HKBP. Suatu saat ia menemui pimpinan HKI untuk berkhotbah di
jemaat HKI. Utusan tersebut juga mengamati bagaimana sebenarnya HKI. Sehingga mereka
berkesimpulan bahwa HKI merupakan gereja berdiri atas ajaran Lutheran, sebab yang
diajarkan adalah Kabar Baik (injil) berdasarkan kitab Suci (PL&PB). Sehingga dengan
kesimpulan mereka tersebut, HKBP mulai terbuka lagi berbicara dengan HKI.
Ternyata, pardengganan HKI dengan HKBP telah membuka jalan bagi HKI untuk
menjadi anggota organisasi oikumene yang ada di Indonesia dan didunia. Permohonan HKI
menjadi anggota Dewan Gereja Wilayah Sumatera Utara dan Aceh (DGI Wilayah Sumut)
dikabulkan dalam Sidang Wilayah Dewan Gereja Wilayah Sumut dan Aceh di Kabanjahe
tanggal 29 Agustus- 2 September 1965. Kemudian permohonan menjadi anggota DGI, yang
diajukan sejak badan oikumenis ini diajukan, dikabulkan dan HKI menjadi anggota, dalam
sidang Raya DGI 29 Oktober 1967.
Dulu sejak HKI belum mencapai pardengganan dengan HKBP, pernah Pdt. Tj Sitorus
menyampaikan lansung permohonannya menjadi anggota DGI. Namun pada saat itu HKBP
tidak setuju “kalau HKI diterima menjadi anggota DGI, maka HKBP akan keluar dari DGI”.
Mendengar penolakan tersebut, Pdt. TJ Sitorus merespon “Bila HKBP keluar dari DGI oleh
karena HKI diterima masuk, maka lebih baik tidak usah HKI diterima. Karena HKI ingin
12 | STT HKBP
menjadi anggota DGI karena ingin bersama semua gereja yang telah bersatu didalam DGI.
HKI ingin berteman”. Apa yang dikatakan Pdt. TJ Sitorus, menjadi fakta sedikit
babnyyaknya menggambarkan sikap oikumenis HKI.
Organisasi kerjasama yang kemudian dapat dimasuki oleh HKI didalam negri adalah
lembaga Komunikasi Sejahterah (LKS), yaitu perpaduan dari Siaran Lutheran Sumatera
(kerjsama GKPS dan GKPI) dan Lutheran Literature Team (LLT) (yang berusaha
menterjemahkan buku-buku lutheran kedalam bahasa Indonesia) (kerjasama HKI-GKPS-
HKBP). Dalam LKS berkerjasama HKI-GKPI-GKPS-HKBP, semuanya merupakan gereja
Lutheran. Sayang kerjasama ini kemudia redup, setelah dulu berhasil membuat produk-
produknya.
Selain itu juga kerjasama yang dikelola HKI bersama gereja setetangganya didalam negri
ialah Pendidikan Teologi Extension (PTE). Lembaga ini bekerja untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan pendeta dan guru jemaat memimpin dan mengembalakan
uumat Tuhan. Lembaga ini yang mula-mula dirintis oleh seorang missionaris dari LCA
(America), yang bekerja di HKI, yaitu Rev. W.Warner Louma dan istrinya Ramona Louuma
ditenggah-tengah HKI. Tetapi kemudia PTE menjadi lembaga kerjasama antara HKI-GKPI-
GKPS-GKPA.
Juga HKI bergabung dengan LWF tingkat Nasional. Sewaktu Komita Nasional- Gereja-
gereja Lutheran di Indonesia (KN-LWF) didirikan, HKI sudah ikut terlibat mendirikan dan
sebagai anggota didalamnya. Lembaga ini bertujuan untuk mengeratkan persaudaraan dan
kerjasama gereja-gereja Lutheran yang ada di Indonesia.
HKI juga terhubung dengan LWF se-dunia. Sejak kedatangan Rev. Dr. Arne Sovik (ketua
LWF) berkunjung kekantor pusat HKI tanggal 2 Februari 1962 dan 4 November 1963,
menjadi awal kontak HKI dengan LWF. Setelah perkenalan tersebut, LWF membantu HKI
memperbaiki kantor pusatnya menjadi gedung permanen. Juga atas dorongan Arne Sovik,
LWF menerima HKI menjadi anggota badan LWF sedunia tersebut dalam Sidang Raya yang
diadakan di Evian, Perancis, tanggal 11-14 Juli 1970. Sejak saat itu, HKI mendapat banyak
berkat dari persahabtann tersebut, dan HKI masih perlu merenung tentang apa yang sudah
diperbuatnya untuk LWF.
Atas jasa dan usaha dari Arne Sovik dari utusan LCA (America), membua t Rev. Dr
Neudoerfer (sekjen LCA ) datang mengunjuni HKI dan melihat HKI secara dekat. Ternyata
13 | STT HKBP
beliau melihat bahwa HKI merupakan gereja yang perlu disupport agar lebih maju lagi.
Kepada wakil-wakil LCA ini, Pucuk pimpinan HKI menjelaskan bahwa Konfessi HKI adalah
Konfessi Augsburd 1530 yang dihasilkan oleh reformasi yang dianjurkan oleh Marthin
Luther. HKI tidak membuat konfessinya sebagaimana HKBP membuat konfessinya sendiri.
Kenyataannya ini mempermudah HKI diterima sebagai saudara oleh gereja-gereja Lutheran
LWF. Kunjugan Dr Neidoerfer nyatanya membuahkan hasil hubungan bilateral HKI dengan
LCAmerika. Hubungan bilateral tersebut dimateraikan dengan kunjungan pimpinan HKI ke
kantor pusat LCAmerika tanggal 25-30 Juni 1970. Dan kunjungan balasan LCAmerika ke
kantor pusat HKI tanggal 22 Juli 1972.
Dampak dari perkenalan delegasi HKI di Sidang Raya LWF 1970. LCAutralia pun turut
mengontak HKI untuk membangun jaringan kerjasama. Jaringan itu terbentuk sejak tahun
1974. LCAutralia sangat mendukung dalam pekerjaan siaran dan penerbitan buku-buku
lutheran. LCAustralia merupakan gereja lutheran yang belum bersedia menahbiskan
perempuan menjadi pendeta. Meskipun berhubungan baiik dengan HKI, namun HKI tidak
mengikuti pada pandangan tersebut. Dan HKI dengan LCAustralia tetaplah menjalin
persahabatan yang baik meskipun ada beberapa pemikiran yang berbeda.
HKI menyebut dirinya sebagai salah satu dari buah pekerjaan Zending yang dipimpin oleh
I.L. Nomensen di Sumatera. Tetapi HKI selama empat puluh tahun pertama dari sejarahnya
ibarat seorang anak yang oleh ibunya tidak disukai kelahirannya. Setelah ia bertemu dengan
saudara-saudaranya dan mereka saling berangkulan, sang ibu menengadahkan tangannya
menyambut anak-anaknya yang datang berlai-lari menyonsong ibunya. Pada awalnya, bahwa
Badan Zendng RMG tidak mengakui HChB (HKI) sebagai Gereja. Oleh sebab itu, selain dari
memengaruhi Pemerintahan Hindia Belanda untuk mempersulit Gereja HChB memperoleh
Rechtperson dan izin melayankan sacrament, juga menghambat HChB memasuki badan-
badan ekumenis di Indonesia dan internasional selama 40 Tahun.
Semua perguruan teologi di Indonesia tertutup untuk HChB. Dengan kemampuannya yang
terbatas, HChB mendidik para pelayannya (pendeta, guru jemaat, bibelvrow dan evangelis)
selama 40 Tahun. HKI juga tidak menerima bantuan apapun dari gereja-Gereja dalam dan
Luar Negeri. Gereja HKI benar-benar berdiri sendiri dalam daya, dana dan teologi.Selama 40
tahun ini juga, HChB mencatat tiga kali kemelut internal (masa 1934-1942; 1946; 1959-
1964). Namun dengan semangat kemandirian Gereja HChB dapat menyelesaikan sendiri
masalah internalnya.
14 | STT HKBP
Mula mula missionaris jerman enggan untuk bersalaman dengan pelayan HKI. Bahkan
menutup mata dengan adanya suatu gereja yang berada didekat asuhannya. Tetapi seorang
utusan RMG membuka persahabatan berikutnya. Missionaris Jerman itu bernama Pdt. Heine
Berhauser. Lewat beliaulah usaha-usaha pardengganan antara HKI dan HKBP mulai
digiatkan dan akhirnya membangun persahabatan.
Selanjutnya pada tanggal 17 Maret 1957, East Asia Christian Conference (EACC)
dideklarasikan di Parapat. HKI belum dapat mengikuti pendeklarasian tersebut oleh sebab
tidak dizinkan oleh gereja-gereja pendirinya. EACC kemudian berganti nama menjadi
Christian Conferense of Asia. Kemudian HKI melamar untuk bergabung menjadi
anggotanya. Permohonan tersebut dikabulkan pada sidang Raya CCA tahun 1968 di
Hongkong. Dengan demikian bagi HKI terbuka pergaulan terhadap 33 denominasi gereja-
gereja yang menjadi anggota CCA di Asia.
15 | STT HKBP
Memang masih banyak lagi organisasi oikumenis yang tidak dimasuki HKI, misalnya
Persekutuan gereja-gereja Pentakosta. HKI juga tidak memasuki organisasi Oikumenis
gereja-gereja Calvinis, seperti WARC (World Associatioon of Reformed Churches), atau
lembaga-lembaga persekutuan gereja baptis, atau lembaga-lembaga persekutuan kharismatis.
HKI mencari jalan pergaulann oikumenisnya di jalur gerakan lutheran, persekutuan gereja-
gereja. Ini berbeda dengan beberapa denominasi gereja yang memasuki berbagai lembaga
oikumenis. Hal itu terjadi oleh karena HKI ingin menegaskan kepada dunia bahwa ia adalah
gereja gerakan Lutheran.
Sekarang HKI apat berbangga, bahwa ia mampu mewujudkan cita-citanya dan benar-benar
sudah setara, sederajat dengan denominasi-denominasi gereja yang ada diseluruh dunia. Dia
yang dullu terkucil, sekarang dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi bersama
saudara-saudaranya, sebagai bagian dari tubuh Kristus diseluruh dunia. Itu semua atas berkat
Tuhan. Namun keberadaan yang dianugrahkan itu, merupakan sebuah tanggung jawab yang
besar. HKI harus berani melihat, sudah sampai sejauh mana yang dapat diperbuat HKI untuk
semua pekerjaan gerekan oikumenis tersebut ? apakah HKI hanya dapat masuk disuatu
lembaga oikumenis dan bersahabat dengan denominasi gereja lain, tanpa berbuat sesutu ?
Atau apakah HKI sudah berperan dalam semua lini pelayanan disetiap organisasi dan
persahabatn itu ?
Untuk setiap organisasi oikumenis yang dimasuki oleh HKI, HKI bertanggungjawab untuk :
Pertanyaan selanjutnya, apakah HKI telah berbuat semaksimal itu ? tentu saja, agar HKI
dapat memenuhi kewajiban tersebut, HKI harus memiliki sumber daya manusia yang dapat
16 | STT HKBP
mengemban tugas yang dibutuhkan lembaga oikumenis yang bersangkutan, HKI juga harus
kaya daam anggotta, wacana dan dana.
Dari hal diatas telah disinggung beberapa orang HKI yang melayani dilembaga-lembaga
Oikumenis yang dimasuki HKI. Disini kita perlu sebuah pengevaluasian diri agar HKI jangan
mengulang kesalahan yang sama, tetapi dapat mempertahankan dan memperbaiki apa yang
sudah pernah disumbangkannya, serta berusaha cerdas memikul tanggungjawab yang belum
pernah dilakukannya.
Pada tahun 1965 HKI telah menjadi anggota PGI wiilayah Sumut. Yang dapat dilakukan
HKI untuk lembaga oikumenis ini adalah membayar yuran wajib dan yuran sukarela, tetapi
dari periode ke periode kepengurusannya, yuran HKI yang paling sering tersendat, bila
dibanding dengan gereja-gereja lain yang bernaung dibawah lembaga oikumenis tersebut.
Kiranya hal-hal seperti itu tidak perlu terulang. Kalau perlu, adalah baik bila HKI memikul
misalnya memikul biaya operasional lembaga oikumenis ini. Tetapi sedikitnya, kewajiban
yang ditetapkan bersama dengan saudara-saudara seiman, dilaksanakan dengan konsisten.
Salah seorang pendeta HKI (mendiang Pdt. Malelayam Siahaan, SmTh) telah pernah menjadi
pendeta mahasiswa untuk PGI Wilayah Sumut.
Sebenarnya pelayan HKI untuk tugas ini harus dengan berkesinambungan. Salah satu
mantan Sekjend HKI pada saat itu (Pdt. Dr. H.R Panjaitan) sudah pernah duduk sebagai
salah satu ketua majelis pekerja harian PGI Wilayah Sumut. Tetapi menjadi ketua Umum
MPH PGI Wilayah Sumut belum pernah. Mantan ephorus HKI (Pdt. Dr Lansung Sitorus,
M,Th) telah pernah menjadi sekretaris umum MPH PGI Sumut selama dua periode. Tidak
salah kalau pendeta HKI yang menggantikannya kemudian. Orang HKI sudah pernah duduk
sebagai anggota MPH PGI Wilayah Sumut. Mungkin hal itu selalu dapat diisi oleh pelayan
HKI. Kantor pusat HKI selalu mensupport biaya hidup tenaga pelayannya yang bekerja
menjadi Sekuum PGI Wilayah Sumut. HKI masih perlu berusaha agar orang HKI ada yang
duduk dan giat dalam komisi-komisi, Majelis Pertimbangan, Badan Pengawas
Perbendaharaan, yang ada dalam lembaga oikumnis ini.
Untuk PGI, HKI terpanggil memikull tanggungjawab yang banyak. HKI berhak
menempatkan tenaga pelayannya yang kualifait disemua lini pelayanan PGI. Duduk di MPH,
MP, BPP. Departemen, pegawai dan lain-lain, pelayan HKI diperbolehkan asal kualifait,
kompeten, dan apalagi didanai lansung oleh HKI. Sejak tahun 1967 HKI sudah menjadi
anggota PGI. Tetapi apa yang sudah diperbuat HKI pada lembaga ini, masih sedikit bila
17 | STT HKBP
dibanding dengan apa yang sudah diperbuat oleh gereja anggota yang lainnya. Tanggung
jawab HKI untuk memikul pendanaan pekerjaan PGI masih perlu ditingkatkan dan dilakukan
secara konsisten. Dari HKI (Pdt. HB Simangunsong, BD) memang sudah pernah menjadi
salah seorang anggota MPH PGI. Juga orang HKI sudah pernah duduk sebagai anggota
kemudia menjadi ketua BPP PGI, yaitu St. John RP Hutabarat, SE. Dibidang pelayanan
lain (menjadi MPH Umum) masih dinantikan dari HKI.
Sampai sekarang HKI hanya dapat menjadi anggota CCA,DGD dan hanya dapat
membayar yuran. Mengirim tenaganya bekerja di lembaga-lembaga oikumenis ini masih
belum berhasil sampai sekarang. Kelemahannya terletak pada kurangnya pelayan HKI yang
dapat lancar dalam berbahaa Inggris dan keahliannya sesuai dengan apa yang dibutuhkan
lembagalembaga oikumenis ini. HKI harus mempersiapkan para tenaganya untuk pelayanan
di lembaga-lembaga oikumenis ini dimasa depan. Kalau sekarang dimulai dari titik nol,
mungkin baru setelah 30 tahun mendatang dapat dilihat hasilnya.
Partisipasi HKI untuk UEM masih jauh lebih sedikit daripada berkat yang diterimanya
dari dan melalui UEM. Atas kerjasamanya dengan UEM, HKI sudah pernah mengirim
pendetanya tugas belajar di Jerman (Pdt. Lansung Sitorus) dan juga sekaligus sebagai “Duta”
HKI di KK Hamm, karena beliau juga menjadi anggota Komisi Misi Se-Dunia yang ada di
KK Hamm Jerman. Pada waktu beliau disana, pembiayaan pengolahan tanah kebun HKI di
Tanjung Haloban dinegoisasikan dan disetujui oleh KK Hamm melalui Komisi Misi se-Dunia
ini. Bantuan juga diberikan secara lansung oleh KK Hamm untuk anak-anak panti asuhan
Zarfat HKI yang berkelanjutan, dan tidak lagi melalui badan Kinder Not-Hilfe.
Kemudian juga seorang pendeta HKI (Pdt. Toljun Lumbantobing, Sth) pernah dikirim
untuk melayani sebagai pendeta misi selama lima tahun di Bilefeld, Jerman. Semua ini bisa
terjadi karena adanya bantuan dana sepnuhnya dari mitra HKI di Jerman. Sangat baik bila
dimasa depan HKI, mampu mandiri dalam mendanai tenaga pelayannya untuk melakukan
pelayannan di negeri Nomensen tersebut. Setelah UEM menjadi Persekutuan-Persekutuan
Gereja tiga benua, Pendeta HKI (Pdt. Dr Burju Purba) sekaligus sebagai ephorus pada saat
itu, pernah menjadi Ketua Komite Eksekutif lembaga oikumenis tersebut. Sudah terbuka bagi
HKI para Sekretaris Departemen, Koordinator UEM-Regional Asia dan laiin-lain. Untuk itu
HKI harus mempersiapkan tenaga pelayananya. Kalau tidak demikian, HKI hanya akan
menjadi penonton saja dan mungkin hanya sebagai penerima berkat.
18 | STT HKBP
Masih begitu sedikit lembaga oikumenis yang diikuti HKI, dan tampaknya sudah dirasa
cukup. Sebenarnya itu belum cukup. Lembaga oikumenis yang lebih efektif untuk
membangun kerajaan Tuhan harus diprakarsai dan didanai oleh HKI bersama dengan
denominasi gereja lain. Masih sedikit juga gereja yang menjadi sahabat kental HKI, yakni:
KK Hamm, ELCA, LCAustralia, HKBP, GKPS, GKPI, GKPA). Masih banyak denominasi
gereja di Asia, di Eropa, dan Amerika, Afrika, yang harus dicari dan dijadikan sahabat kental
HKI, yang dapat menjadi teman tertawa dan teman menangis. HKI harus mempersiapkan
tenaga-tenaganya yang dapat bekerja dan melayani di negri-negri tempat sahabat HKI
tersebut. HKI juga harus mempersiapkan dana untuk pekerjaan yang mahal tersebut. Itu
harus, karena harus ditunjukkan bahwa HKI adalah gereja pengutus, dan yang pergi
keseluruh dunia untuk menjadikan semua bangsa murid Tuhan Yesus Kristus.
Penutup
Lewat sejarah pemaknaan Gereja HKI telah tercatat sebagai satu gereja yang mandiri.
Mandiri dalam bidang gerakan, bidang dana, dan juga mandiri bidang teologi. HKI
mempunyai sejarah spesifik, serta memiliki nilai sejarah yang sarat dengan makna hidup.
Sejarah tidak pernah berbohong dan sejarah adalah fakta. HKI dalam hubungannya
memanen/menuai, menambang nilai-nilai sejarahnya, perlu merevitalisasi segala nilai yang
masih bertepat guna dan berdaya guna. Penekanan HKI dari awal terbentuk adalah nilai
Zelfstanding dan nilai kejuangan yang mampu merefleksikan perjuangan-perjuangan para
tokoh pendiri hingga saat ini menjadi suatu sinode gereja yang diharapkan dulu.
19 | STT HKBP
DAFTAR PUSTAKA
Lempp, Walter. Benih Yang Tumbuh XII. Suatu Survey Mengenai Gereja-Gereja di Sumatera
Utara. Jakarta: Litbang PGI. 1976.
T.J Sitorus, TJ. Sejarah Huria Kristen Indonesia. Pematangsiantar: Percetakan HKI. 1978
20 | STT HKBP