Anda di halaman 1dari 15

Penyakit Spina Bifida pada Anak

Yogi Sampe Pasang 102016146


Edo Chandra Sinaga 102017159
Daniel Geraldo 102017229
Mury Teresa Tahun 102016229
Kristy Clarine Saparang 102017064
Windyanissa Recita Dharmawan 102017107
Nadya Gabriella Susanto 102017162
Catharina Sekar Kinanthi 102017219

Abstrak

Spina bifida adalah salah satu gangguan penutupan neural tube yang menyebabkan
terjadinya malformasi congenital dan mempengaruhi sistem saraf. Spina bifida
mielomeningokel atau meningokel sangat umum ditemukan di region lumbosakral.
Berdasarkan tingkat keparahan spina bifida dan keterlibatan saraf tepi dansaraf tulang
belakang, dapat terjadi kelemahan ekstremitas bawah, dislokasi panggul, gangguan buang air
kecil dan buang air besar karena gangguan saraf yang menyebabkan retensi pada kandung
kencing dan usus. Permasalahan lanjutan yang dapat muncul adalah infeksi saluran kemih
(ISK) berulang, refluksvesiko ureter dan hidronefrosis. Tindakan bedah penutupan
meningokel dan mielomeningokel sedini mungkin sangat diindikasikan

Kata kunci: Spina bifida, meningokel, mielomeningokel

Abstract

Spina bifida is one of the closing neural tube disorder that causes the occurrence of
congenital malformation and affects the nervous system. Spina bifida mielomeningokel or
meningokel are very commonly found in regiolumbosakral. Based on the severity of spina
bifida and involvement of peripheral nerves and the spinal cord, it can happen to the
weakness of the lower extremities, hip dislocation, disturbance of urination and bowel
movements due to nervous disorders that cause retention on urinary bladder and intestines.
Advanced problems that can appear is urinary tract infection (UTI)--reflux vesikoureter and
hydronephrosis. Surgical closure of meningokel action and mielomeningokel as early as may
be indicated.

Keywords: Spina bifida, meningokel, mielomeningokel

1
Pendahuluan

Spina bifida merupakan kelainan vertebra kongenital yang termasuk dalamdefek


tabung neural. Defek tabung neural merupakan kegagalan penutupan tabung neural. Secara
fisiologis, penutupan tabung neural terjadi saat minggu ke-3 sampai ke-4 masa
embrional.1Terdapat 4tipe spina bifida yaitu spina bifida okulta, meningokel,
meningomielokel, rakiskisis. Tipe okulta merupakan kondisi dimana terdapat celah pada
kolumna vertebralis tetapi tidak membentuk kantung dan tidak terlihat dari luar. Tipe
meningokel merupakan kondisi dimana terdapat kantung yang menonjol keluar dan berisi
cairan. Tipe meningomielokel merupakan kondisi dimana terdapat kantung yang menonjol
keluar dan berisi cairan dan saraf. Tipe rakiskisis merupakan kondisi dimana jaringan saraf
terlihat dari luar tanpa adanya meninges atau kulit sebagai pelindung.2,3

Setiap tipe spina bifida memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Oleh karena
perbedaan manifestasi klinisnya, terapi yang dilakukan juga berbeda. Maka dari itu, penulis
akan membahas tentang salah satu tipe spina bifida yaitu meningomielokel. Tujuan dari
penulisan tinjauan pustaka ini adalah agar pembaca dapat memahami anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan diagnosis banding dari spina bifida tipe
meningomielokel, serta memahami etiologi, manifestasi klinis, tatalaksana, prognosis, dan
pencegahan terhadap spina bifida tipe meningomielokel.

Anamnesis

Anamnesis bertujuan untuk menggali semua data dari pasien yang akan membantu
untuk menegakkan diagnosis kerja. Pada pasien bayi dan anak, dilakukan alloanamnesis yang
berisi keluhan utama, riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat makan, riwayat
pertumbuhan dan perkembangan, dan status kesehatan sekarang. Riwayat kehamilan
mencakup antenatal care, penggunaan obat-obatan, penambahan berat badan, dan durasi
kehamilan. Riwayat kelahiran mencakup sifat persalinan, berat badan lahir, dan nilai Apgar
pada menit pertama dan menit ke-5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan mencakup
berat badan dan tinggi badan segala usia, lingkar kepala saat lahir sampai 2 tahun, usia anak
saat dapat mengangkat kepala, berguling, duduk, berdiri, berjalan, dan berbicara,
perkembangan di sekolah, perilaku, dan hubungan dengan orang lain. Status kesehatan
sekarang mencakup alergi, imunisasi, dan uji skrining.4

2
Dari hasil anamnesis pada kasus, didapatkan riwayat kehamilan yaitu ibu menderita
epilepsi dan mengonsumsi obat anti epilepsi sejak remaja, antenatal care (ANC) jarang
dilakukan oleh ibu, tetapi saat ANC kehamilan bulan ke-5, ditemukan kadar serum alfa-
fetoprotein tinggi dan adanya kemungkinan spina bifida pada pemeriskaan USG. Selain itu,
didapatkan juga riwayat kelahiran yaitu bayi lahir cukup bulan, langsung menangis, berat
badan lahir 2.450 gram, nilai Apgar10, ditemukan tumor di daerah lumbal berdiameter 4 cm,
dan tidak ada kelainan fisik lainnya pada saat lahir.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik pasien serta ada atau
tidaknya kelainan organ. Pada bayi yang baru lahir, dilakukan pemeriksaan segera saat lahir
dan beberapa jam setelah lahir. Pada bayi dan anak, dilakukan pemeriksaan berat badan dan
tinggi badan, lingkar kepala, tanda-tanda vital, kulit, kepala, mata, telinga, hidung, mulut dan
faring, leher, toraks dan paru, jantung, payudara, abdomen, genitalia, muskuloskeletal, dan
neurologis.4

Pemeriksaan neurologis mencakup kepala, saraf kranial, motorik, sensibilitas, dan


refleks. Pemeriksaan kepala bertujuan untuk mengetahui apakah kepala bayi atau anak
normal atau terdapat kelainan. Pengukuran lingkar kepala yang dilakukan secara berkala
dapat dijadikan parameter adanya hidrosefalus atau mikrosefal. Adanya keterlambatan
pertumbuhan kepala menyebabkan gangguan pertumbuhan otak. Jika vena pada kepala
terlihat mencolok, kemungkinan bayi atau anak mengalami peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial dapat diukur dengan cara palpasi ubun-ubun. Pada keadaan normal,
ubun-ubun berukuran besar dan agak rata serta tidak teraba pulsasi.5

Pemeriksaan saraf kranial bertujuan untuk mengetahui apakah semua saraf kranial
berfungsi normal atau ada kelainan.Pada bayi, pemeriksaan saraf kranial tidak harus
dilakukan secara berurutan. N. VII dapat diperiksa saat bayi menangis, yang diperhatikan
adalah mata dan sudut mulutnya. N. IX dan XII dapat diperiksa saat bayi membuka
mulutnya, yang diperhatikan adalah lidah dan langit-langit mulut. N. V, VII, dan XII dapat
diperiksa dengan refleks rooting dan refleks isap. Refleks rooting dilakukan dengan cara
menyentuhkan ujung jari di sudut mulut bayi, normalnya bayi akan menengok ke arah
rangsangan dan berusaha memasukkan jari ke dalam mulut. Jika jari dimasukkan dan diisap,
disebut refleks isap. N. IX dan X dapat diperiksa saat bayi menelan. N. III, IV, dan VI dapat
diperiksa saat bayi membuka matanya saat mengisap, yang diperhatikan adalah gerakan bola

3
mata. Dilakukan juga doll’s eye maneuver dengan cara memutar kepala bayi ke salah satu
sisi, normalnya akan terjadi deviasi bola mata ke kontralateral. N. II dapat diperiksa dengan
cahaya atau benda berwarna merah, normalnya bayi akan berkedip atau menutup mata. N.
VIII dapat diperiksa dengan suara keras, normalnya bayi akan berkedip atau menghentikan
pergerakan. Pemeriksaan N. I, II, dan VIII sulit dilakukan secara objektif, dan pemeriksaan
N.XI sulit dilakukan pada bayi.5

Pemeriksaan motorik bertujuan untuk mengetahui fungsi motorik bayi atau anak
dengan menguji kekuatan dan tonus otot serta koordinasi. Pemeriksaan tonus otot dilakukan
pada bayi dan anak, sedangkan pemeriksaan kekuatan otot dan koordinasi dilakukan pada
anak yang sudah bisa mengikuti instruksi dan kooperatif. Pemeriksaan tonus otot pada
bayidan anak yang tidak kooperatif dilakukan dengan cara pronasi dan supinasi pergelangan
tangan, fleksi dan ekstensi siku, serta dorsofleksi dan plantarfleksi pergelangan kaki, atau
dengan memegang otot yang diperiksa.Kelainan tonus otot dapat berupa paresis dan paralisis.
Paresis merupakan kelumpuhan otot yang tidak sempurna, sedangkan paralisis merupakan
kelumpuhan otot yang sempurna. Paresis dan paralisis dapat bersifat flaksid atau spastik.
Pada paresis atau paralisis flaksid, otot tidak dapat mempertahankan tonus dan posisi normal.
Hal ini terjadi pada lesi lower motor neuron. Pada paresis atau paralisis spastik, tonus otot
meningkat, kontraksi berlangsung lama, refleks meningkat, dan terdapat refleks patologis.
Hal ini terjadi pada lesi upper motor neuron. Akan tetapi, lesi upper motor neuron juga
menunjukkan flaksiditas sebelum spastisitas.5

Pemeriksaan sensorik bertujuan untuk mengetahui fungsi sensorik bayi atau anak.
Akan tetapi, pemeriksaan sensorik yang tepat sulit dilakukan pada anak berusia di bawah 6
tahun dan hampir tidak mungkin dilakukan pada bayi. Pada bayi, dapat dilakukan uji
sentuhan, refleks rooting, dan refleks withdrawal.5

Pemeriksaan refleks mencakup refleks fisiologis dan patologis. Pemeriksaan refleks


fisiologis pada bayi terdiri dari refleks Moro, tonic neck, withdrawal, plantar grasp, palmar
grasp, rooting, dan refleks tendon dalam. Refleks Moro dilakukan dengan menimbulkan
perasaan jatuh pada bayi. Bayi dalam posisi telentang dan kepalanya dibiarkan jatuh ke
tangan pemeriksa. Bayi akan kaget dengan lengan direntangkan dalam posisi abduksi ekstensi
dan tangan terbuka, disusul dengan adduksi dan fleksi lengan.Refleks tonic neck dilakukan
dengan menolehkan kepala bayi ke salah satu sisi, maka akan terjadi ekstensi lengan
ipsilateral dan fleksi lengan kontralateral dengan arah kepala. Refleks withdrawal dilakukan

4
dengan jarum yang merangsang telapak kaki, maka akan terjadi fleksi pada tungkai yang
dirangsang dan ekstensi pada tungkai kontralateral. Refleks plantar grasp dilakukan dengan
meletakkan jari pemeriksa pada telapak kaki bayi, maka akan terjadi fleksi jari kaki. Refleks
palmar grasp dilakukan dengan meletakkan jari pemeriksa pada telapak tangan bayi, maka
akan terjadi fleksi jari tangan. Refleks rooting dijelaskan pada pemeriksaan saraf kranial.
Pemeriksaan refleks tendon dalam dilakukan pada tendon biceps, triceps, patella, dan
Achilles. Pada bayi, pemeriksaan in dilakukan dengan jari tangan. Hiperrefleksi terjadi pada
penderita lesi upper motor neuron, hipertiroidisme, hipokalsemia, dan tumor batang otak.
Hiporefleksi terjadi pada penderita lesi lower motor neuron, sindrom Down, malnutrisi, dan
kelainan metabolik.5

Pemeriksaan refleks patologis terdiri dari refleks Babinski, Oppenheim, Chaddock,


Gordon, dan Hoffmann. Refleks Babinski dilakukan dengan menggores permukaan plantar
kaki. Refleks Oppenheim dilakukan dengan menekan tulang kering dengan jari dan digeser
ke bawah. Refleks Chaddock dilakukan dengan menggores bagian lateral kaki. Refleks
Gordon dilakukan dengan memencet betis. Jika hasil ke-4 refleks tersebut positif, maka akan
terjadi ektensi ibu jari kaki dan penyebaran jari kaki lainnya. Refleks Hoffmann dilakukan
dengan menyentil kuku jari ke-2 atau ke-3 ke bawah. Jika positif, akan terjadi fleksi ibu jari
dan jari ke-2 atau ke-3.Tanda Hoffman terdapat pada penderita lesi upper motor neuron dan
tetani.5

Dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus, didapatkan kesadaran bayi compos mentis,
nervus cranialis dalam keadaan normal, adanya paraparesis inferior tipe flaksid, sensibilitas
terganggu pada kedua tungkai, refleks fisiologis tungkai menurun, dan refleks patologis
negatif.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan diagnosis kerja dan


menyingkirkan diagnosis banding terhadap suatu penyakit. Pemeriksaan penunjang
neurologis terdiri dari pemeriksaan cairan serebrospinal, elektroensefalografi (EEG),
elektromiografi (EMG), computed tomography scan (CT-scan), magnetic resonance imaging
(MRI), arteriografi serebral, dan ultrasonografi (USG). Pada pasien dengan kelainan sistem
saraf pusat, salah satunya adalah spina bifida tipe meningomielokel, dapat dilakukan EEG,
CT-scan, MRI, dan USG.5

5
Elektroensefalografi (EEG) penting dilakukan pada penderita kelainan susunan saraf
pusat. Pada hasil EEG, dapat terlihat kelainan fokal yang menunjukkan kemungkinan lesi
struktural di otak. Selain itu, dapat terlihat kelainan umum pada hasil EEG yang
menunjukkan kelainan genetik atau metabolik. Walaupun demikian, tidak semua kelainan
otak dapat terlihat pada hasil EEG. EEG dilakukan untuk melihat adanya lesi otak yang
menyertai spina bifida tipe meningomielokel.5

Computed tomography scan (CTscan) digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan


pada kepala dan monitor terapi. Kelainan pada kepala dapat berupa malformasi otak, tumor,
hidrosefalus, edema otak, hematoma, dan perdarahan subarachnoid. CT scan pada tumor otak
bertujuan untuk menentukan lokasi tumor dan histologi jaringannya. Pada spina bifida tipe
meningomielokel, CT scan dilakukan untuk mendeteksi hidrosefalus, rekurensi hidrosefalus,
dan perubahan ukuran dan fungsi ventrikel.5,6

Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat struktur organ tanpa
radiasi. MRI otak dan kolumna vertebra berguna untuk melakukan penilaian neurologis
karena dapat memberikan informasi terperinci tentang otak dan medulla spinalis serta
malformasinya. Pada spina bifida tipe meningomielokel, dilakukan MRI otak (lihat gambar
1) dan MRI sesuai lokasi anatomis lesi meningomielokel, biasanya pada regio lumbal (lihat
gambar 2). Selain itu, dapat juga dilakukan MRI pada ibu hamil (lihat gambar 3).5,6

Gambar 1. MRI Otak dengan Pembesaran Ventrikel.7

6
Gambar 2. MRI Lumbal dengan Spina Bifida Tipe Meningomielokel.8
Adanya herniasi kantung berisi cairan serebrospinal (panah putih) yang mengandung
serabut saraf (panah hitam).8

Gambar 3. MRI pada Janin dengan Spina Bifida Tipe Meningomielokel.3


Janin pada kehamilan 22 minggu. Gambar sagital HASTE T2 menunjukkan massa kista kecil
menonjol di level torakolumbal (panah hitam). Terlihat juga hidrosefalus (tanda bintang) dan
malformasi Chiari (panah putih).3

Ultrasonografi (USG) digunakan untuk mendeteksi adanya perdarahan atau kelainan


bukan perdarahan, seperti hidrosefalus dan tumor. USG dilakukan melalui ubun-ubun besar.
Semakin kecil ubun-ubun besar, semakin kecil tingkat akurasi pemeriksaan USG. Pada spina
bifida, USG dilakukan untuk mendeteksi hidrosefalus. Selain itu, USG juga dilakukan oleh

7
ibu hamil untuk melihat kondisi janin. Pada gambaran USG, spina bifida dapat terlihat
sebagai lemon sign(lihat gambar 4).5

Gambar 4. Gambaran USG pada Janin dengan Spina Bifida Tipe Meningomielokel.7
Ultrasonogram antenatal yang menunjukkan lemon sign (panah putih).7

Selain pemeriksaan neurologis, penderita spina bifida tipe meningomielokel juga


membutuhkan urinalisis dan pemeriksaan darah. Urinalisis dilakukan untuk mengevaluasi
fungsi ginjal. Hal ini dilakukan karena penderita spina bifida tipe meningomielokel memiliki
inkontinensia urin, juga untuk mencegah disfungsi ginjal. Pemeriksaan darah dilakukan untuk
melihat kadar alfa-fetoprotein di dalam darah. Pemeriksaan kadar serum alfa-fetoprotein juga
dilakukan oleh ibu hamil. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kadar serum alfa-
fetoprotein menandakan kemungkinan janin dengan spina bifida.6

Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja adalah spina bifida tipemeningomielokel. Meningomielokel


merupakan tipe spina bifida yang paling berat dengan insidensi 1 dari 4000 kelahiran hidup.
Pada meningomielokel, terjadi kegagalan penutupan pada kaudal tabung neural sehingga
terbentuk kantung pada kolumna vertebralis penderita. Kantung tersebut terdiri dari kulit,
cairan serebrospinal, meninges, medulla spinalis. Meningomielokel dapat menimbulkan
defek neurologis, sensorik, dan motorik sedang sampai berat.Lokasi anatomis lesi
meningomielokel menentukan beratnya defek yang timbul.1,2,6

Diagnosis Banding

Diagnosis banding adalah tumor jenis lain.

8
Etiologi

Penyebab spina bifida tipe meningomielokel belum diketahui. Akan tetapi, terdapat
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya spina bifida tipe meningomielokel.
Faktor risiko tersebut adalah genetik, nutrisi, penggunaan obat, diabetes maternal, dan
obesitas maternal.Faktor genetik yang mempengaruhi adalah risiko rekurensi
meningomielokelpada anak selanjutnya. Risiko rekurensi setelah 1 anak menderita
meningomielokel adalah 3-4%, dan meningkat menjadi 10% setelah 2 anak menderita
meningomielokel. Faktor nutrisi yang mempengaruhi adalah defisiensiasam folat. Asam folat
diketahui dapat menurunkan risiko meningomielokel menjadi 50%. Penggunaan obat yang
mempengaruhi adalah obat anti epilepsi seperti asam valproat dan carbamazepine, serta obat
yang merangsang ovulasi. Ibu dengan diabetes pre-gestasi memiliki risiko 2-10 kali lipat
lebih tinggi dari populasi normal untuk melahirkan bayi dengan meningomielokel. Ibu
dengan diabetes saat gestasi memiliki risiko yang lebih rendah dari ibu dengan diabetes pre-
gestasi, tetapi tidak lebih rendah dari populasi normal.1,6

Manifestasi Klinis

Penderita spina bifida tipe meningomielokel memiliki defek neurologis yang salah
satunya adalah hidrosefalus. Spina bifida tipe meningomielokel terjadi karena kegagalan
penutupan pada kaudal tabung neural. Selain itu, meningomielokel juga berkaitan dengan
perkembangan abnormal dari tabung neural kranial. Perkembangan abnormal tersebut
menghasilkan kelainan sistem saraf pusat yang khas seperti malformasi tipe Chiari II.
Malformasi tipe Chiari II ditandai dengan hipoplasia serebelar dan perpindahan batang otak
bagian bawah ke kanal serviks atas. Kelainan ini menghambat aliran dan penyerapan cairan
serebrospinal sehingga menyebabkan hidrosefalus.1,6

Defek yang timbul pada penderita spina bifida tipe meningomielokel bergantung pada
lokasi anatomis lesi. Pada lesi di tingkat lumbal, defek neurologisnya terdiri dari inervasi
yang tidak simetris pada ekstremitas bawah, kelainan ekstremitas bawah, refleks tendon
dalam negatif, penurunan sensibilitas, penurunan massa tulang, kejang, dan gangguan
koordinasi halus. Inervasi antara otot-otot fleksor dan ekstensor pada ekstremitas bawah tidak
simetris. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan otot pada penderita, yang sering
menyebabkan kelainan ekstremitas bawah seperti clubfeet, kontraktur sendi lutut atau
pergelangan kaki, dislokasi panggul, dan kelainan kolumna vertebralis. Ketidakseimbangan
otot juga membuat penderita mengurangi aktivitasnya, sehingga terjadi penurunan massa

9
tulang. Oleh karena itu, penderita berisiko tinggi terhadap fraktur ekstremitas bawah.
Gangguan koordinasi halus dapat dikaitkan dengan malformasi Arnold-Chiari yang
menyebabkan defisiensi serebelar. Pada malformasi Arnold-Chiari, serebelum ditarik ke
ventrikel 4 dan tonsil serebelar memanjang.6

Penderita spina bifida tipe meningomielokel juga mengalami disfungsi traktus


urogenital yang mengarah pada inkontinensia urin. Inkontinensia urin disebabkan oleh
meningkatnya tekanan intravesika. Tingginya tekanan intravesika disebabkan oleh
menurunnya compliance kandung kemih. Penurunan compliance kandung kemih berkaitan
dengan arefleksia dari otot kandung kemih. Inkontinensia urin dapat menyebabkan
hidronefrosis karena kandung kemih berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari saraf.
Hidronefrosis, infeksi saluran kemih, dan gagal ginjal dapat menyebabkan kematian pada
penderita. Selain inkontinensia urin, terjadi juga inkontinensia alvi. Akan tetapi,
inkontinensia alvi tidak memiliki risiko kerusakan organ seperti inkontinensia urin, yang
sering terjadi adalah impaksi fekal dan megacolon.6

Sensitisasi lateks juga sering dijumpai pada penderita spina bifida tipe
meningomielokel. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor genetik dan tingginya paparan lateks.
Paparan lateks berkaitan dengan frekuensi tindakan operatif yang dilakukan dan kadar serum
IgE penderita.6

Tatalaksana

Tatalaksana spina bifida tipe meningomielokel adalah dengan tindakan operatif.


Operasi bisa dilakukan in utero, saat hari kelahiran, maupun beberapa hari setelah kelahiran.
Operasi yang dilakukan in utero menurunkan insidensi kelainan otak belakang dan
hidrosefalus, serta menghasilkan kemampuan motorik yang lebih baik. Operasi pada hari
kelahiran biasanya dikhususkan apabila terjadi kebocoran cairan serebrospinal. Umumnya,
operasi biasanya dilakukan beberapa hari setelah kelahiran untuk mengedukasi orang tua
serta mempersiapkan prosedur terapi spina bifida dan masalah yang akan timbul setelahnya.
Sebelum operasi, dilakukan pemeriksaan kelainan kongenital lainnya dan fungsi ginjal.
Setelah operasi meningomielokel, dilakukan ventriculoperitonealshuntinguntuk mengatasi
masalah hidrosefalusnya. Jika muncul gejala disfungsi otak belakang, dilakukan operasi
dekompresi pada fossa posterior. Clubfeet dapat diperbaiki dengan gips atau tape. Dislokasi
panggul dapat diperbaiki dengan tindakan operatif.1

10
Setelah operasi, dilakukan pemeriksaan dan penindakan terhadap sistem urogenital
penderita. Untuk mengatasi inkontinensia urin, penderita dianjurkan untuk melakukan
kateterisasi kandung kemih. Kateterisasi kandung kemih dilakukan menggunakan kateter dan
sarung tangan bebas lateks untuk mencegah sensitisasi lateks. Selain itu, dilakukan juga
kuktur urin berkala dan pemeriksaan fungsi ginjal seperti kadar elektrolit dan kreatinin, USG
ginjal, vesiculourethrograms, renalscan, dan cystometograms. Penderita dapat memiliki
kontinensia dengan prosedur implantasi menggunakan sfingter urin artifisial. Dengan adanya
pemeriksaan dan penindakan terhadap sistem urogenital, tingkat mortalitas penderita
menurun. Untuk inkontinensia alvi yang jarang menimbulkan kerusakan organ, dapat
dilakukan terapi yaitu pelatihan dengan suppositoria atau enema 1 sampai 2 hari sekali.1

Ambulasi pada penderita bergantung pada lokasi anatomis lesi meningomielokel dan
fungai otot iliopsoas. Penderita dengan lesi lumbosakral memiliki ambulasi fungsional. 50%
penderita dengan lokasi anatomis lesi lebih tinggi melakukan ambulasi menggunakan alat
orthotik. Ambulasi menjadi semakin sulit ketika menginjak dewasa dan massa tubuh
meningkat. Jika terdapat penurunan ambulasi di awal, harus dilakukan evaluasi dan dikaitkan
dengan masalah bedah neurologi.1

Prognosis

Prognosis penderita spina bifida tipe meningomielokel bergantung dari tatalaksana


yang dilakukan. Sebagian besar penderita yang diberikan tindakan operatif dan terapi
memiliki prognosis baik. Akan tetapi, komplikasi yang mengancam nyawa dapat terjadi pada
usia berapapun. Salah satu komplikasi yang menyebabkan kematian adalah disfungsi ginjal.
Tingkat mortalitas penderita yang sudah diterapi adalah 10-15% dan biasanya kematian
terjadi sebelum usia 4 tahun.1,6

Pencegahan

Spina bifida tipe meningomielokel dapat dicegah dengan cara konsumsi asam folat
0,4 mg setiap hari oleh ibu hamil. Asam folat dikonsumsi sebelum konsepsi sampai minimal
12 minggu kehamilan. Selain ibu hamil, semua wanita usia subur disarankan untuk
mengonsumsi asam folat setiap hari karena defek yang terjadi sangat dini saat masa
kehamilan.1,9

11
Kesimpulan

Bayi dengan keluhan benjolan di punggung bawah setinggi lumbal berdiameter 6 cm


didiagnosa menderita spina bifida tipe meningomielokel. Diagnosa ini berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hasil anamnesis yaitu adanya riwayat penggunaan obat
epilepsi dan peningkatan kadar serum alfa-protein saat hamil, sesuai dengan etiologi
multifaktorial dari spina bifida. Hasil pemeriksaan fisik yaitu ditemukannya paresis pada
ekstremitas bawah, sesuai dengan manifestasi klinis spina bifida meningomielokel.
Manifestasi klinis spina bifida tipe meningomielokel bergantung dari lokasi anatomis lesi.
Tatalaksana awal pada kasus ini adalah operasi meningomielokel, kemudian diikuti dengan
terapi untuk manifestasi klinis lainnya. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
asam folat 0,4 mg setiap hari oleh ibu hamil.

12
Daftar Pustaka

1. Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, editor. Nelson textbook
of pediatrics. 19th ed. USA: Elsevier; 2011.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Spina bifida [Internet]. 13 Sep 2018 [diakses
pada 4 Jan 2019]. Tersedia dari: https://www.cdc.gov/ncbddd/spinabifida/facts.html.
3. Cortazar AZ, Martinez CM, Feliubadalo CD, Cueto MRB, Serra L. Magnetic resonance
imaging in the prenatal diagnosis of neural tube defects. Insights Imaging 2013;4:229-33.
4. Bariid B, Angelina B. Bates: buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.
Diterjemahkan dari Bickley LS, Szilagy PG. Bates’ pocket guide to physical examination
and history taking. 7th ed. Jakarta: EGC; 2015.
5. Soetomenggolo TS, Ismael S, editors. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI; 1999.
6. Medscape. Spina bifida [Internet]. 21 Sep 2018 [diakses pada 4 Jan 2019]. Tersedia dari:
https://emedicine.medscape.com/article/311113-overview.
7. Medscape. Imaging in spinal dysraphism and myelomeningocele [Internet]. 21 Sep 2016
[diakses pada 8 Jan 2019]. Tersedia dari: https://emedicine.medscape.com/article/413899-
overview.
8. Kumar J, Afsal M, Garg A. imaging spectrum of spinal dysraphism on magnetic
resonance: a pictorial view. World J Radiol 28 Apr 2017;9(4):181.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Diterjemahkan dari
Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, editors. Nelson essentials of
pediatrics. 6th ed. Indonesia: Elsevier; 2011.

13
TUGAS

- Apakah hubungan peningkatan kadar serum alfa-fetoprotein dengan terjadinya spina bifida?

Serum alfa-fetoprotein (AFP) merupakan serum protein utama pada awal kehidupan
fetus dan 90% dari total serum globulin fetus. AFP dapat mencegah rejeksi dari sistem imun
fetus. AFP diproduksi oleh traktus gastrointestinalis dan hepar fetus, masuk ke dalam
sirkulasi darah, kemudian disekresikan ke dalam cairan amnion melalui traktus urinarius.
Selain itu, AFP juga dapat bocor ke dalam cairan amnion melalui neural tube defect (NTD)
yang terbuka seperti meningomielokel. Pada NTD yang terbuka, sirkulasi darah fetus
berhubungan langsung dengan cairan amnion. Maka dari itu, kadar serum AFP yang tinggi
pada ibu hamil menunjukkan adanya NTD yang terbuka pada janin.1

- Apakah hubungan defisiensi asam folat dengan terjadinya spina bifida?


Asam folat merupakan unsur penting dalam pembelahan sel dan sintesis DNA. Folat
mentransfer format untuk sintesis purin dan formaldehid untuk sintesis timidilat. Selain itu,
folat juga berperan dalam remetilasi homosistein menjadi metionin. Kebutuhan asam folat
meningkat jika terjadi peningkatan pembentukan sel, seperti kehamilan. Asam folat dari
makanan masuk ke dalam tubuh dalam bentuk poliglutamat. Poliglutamat akan dihidrolisis
oleh enzim pteroil poliglutamathidrolase menjadi monoglutamat pada usus halus.
Monoglutamat akan mengalami metilasi menjadi 5 metil tetrahidrofolat. 5 metil
tetrahidrofolat akan mengalami demetilasi menjadi tetrahidrofolat. Gugus metil tersebut akan
diberikan pada homosistein (remetilasi homosistein) untuk membentuk metionin.2,3
Konsumsi asam folat oleh ibu hamil pada awal kehamilan telah menjadi kesepakatan
universal. Akan tetapi, tidak ada rekomendasi resmi untuk konsumsi asam folat setelah
kehamilan minggu ke-12. Hal ini disebabkan oleh konsumsi asam folat setelah trimester
pertama dapat meningkatkan konsentrasi homosistein dalam plasma. Beberapa studi
menunjukkan adanya peningkatan kadar homosistein total dalam plasma pada pasien neural
tube defect (NTD) serta peningkatan kadar homosistein dalam cairan amnion pada janin
dengan NTD. Pada studi ini, terjadinya NTDkarena defisiensi asam folat diduga disebabkan
oleh gangguan metabolisme homosistein. Pada studi lain menggunakan tikus mutan, terlihat
adanya kelainan biosintesis purin dan timidilat pada tikus dengan NTD. Konsumsi asam folat
berperan dalam menyelamatkan biosintesis purin dan timidilat. Maka dari itu, mekanisme
pasti dari defisiensi asam folat yang menyebabkan NTD masih belum diketahui.2,3

14
- Apakah hubungan obat anti epilepsi (asam valproat dan carbamazepine) dengan terjadinya
spina bifida?
Penggunaan asam valproat memiliki efek samping yang salah satunya adalah
menghambat pertumbuhan tulang. Asam valproat menekan pertumbuhan tulang longitudinal
dengan menghambat pembentukan tulang rawan dan mempercepat pemgerasan lempeng
epifisis. Asam valproat juga mempengaruhi pertumbuhan tulang setelah morfogenesis
kerangka selesai. Hal ini dibuktikan dengan anak-anak yang mengkonsumsi asam valproat
biasanya berperawakan pendek. Selain itu, asam valproat memiliki efek teratogenik pada
sistem rangka.4
Penggunaan asam valproat dan carbamazepine rentan pada masa organogenesis,
karena akan menyebabkan timbulnya beberapa kelainan. kelainan yang mungkin timbul
karena asam valproat adalah brakisefali, mikrosefali, kelainan ekstremitas bawah, spina
bifida, anomali traktur genitourinarius dan respiratorius, kraniosinostosis, dan autisme.
Kelainan yang mungkin timbul karena carbamazepine adalah facial dysmorphism, spina
bifida, hipoplasia phalanx distal, serta keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.4,5

Daftar Pustaka
1. Medscape. Neural tube defects in the neonatal period [Internet]. 2 Jan 2015 [diakses pada
14 Jan 2019]. Tersedia dari: https://emedicine.medscape.com/article/1825866-overview.
2. Analia. Perbandingan efek pemberian asam folat selama kehamilan terhadap kejadian
neural tube defects (NTD) pada fetus tikus putih (rattus novergicus) galur sprague
dawley. Skripsi. Fakultas Kedokteran Uninversitas Lampung, Bandar Lampung, 2017.
3. Tangkilisan HA, Rumbajan D. Defisiensi asam folat. Sari Pediatri Juni 2002;4(1):21-3.
4. Catur MMSP, Perdani RRW. Asam valproat dapat menghambat pertumbuhan pada pasien
epilepsi anak. JIMKI 2018;6(1):1-2.
5. Sukiandra R. Epilepsi dan kehamilan. JIK Sept 2014;8(2):61.

15

Anda mungkin juga menyukai