Anda di halaman 1dari 25

SISTEM PERKEMIHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN UROLITHIASIS

OLEH : KELOMPOK 4

I MADE WIDANA (173222782)

I NYOMAN ADI WIRASTAWAN (173222783)

LUH GEDE WIDYA PUTRI LESTARI (173222784)

LUH MADE SRI ARISTAWATI (173222785)

NI LUH MADE YUDIANI (173222792)

NI LUH SUARTINI (173222793)

NI MADE CHYNTHIA RINI ARYANA (173222795)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang hyang Widhi Wasa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas makalah mata kuliah
Sistem Perkemihan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mengalami beberapa kesulitan, namun berkat
bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik.

Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
bermanfaat bagi profesi keperawatan.

Denpasar, 2018

Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa
keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan
karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air
kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat pembentukan batu, kurangnya
produksi air kencing, dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik (Dewi, 2007).
Penyakit ini menyerang sekitar 4% dari seluruh populasi, dengan rasio pria-wanita 4:1
dan penyakit ini disertai morbiditas yang besar karena rasa nyeri (Tisher, 1997). Di
Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia
rata-rata terdapat 1-2% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini
merupakan tiga penyakit terbanyak dibidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan
pembesaran prostat (Purnomo, 2011). Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan
yang cukup bermakna, baik di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit batu
diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Empat
dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai
keempat.
Fungsi ekskresi ginjal seringkali terganggu diantaranya oleh batu saluran kemih yang
berdasarkan tempat terbentuknya terdiri dari nefrolitiasis, ureterolitiasis, vesicolitiasis,
batu prostat, dan batu uretra. Batu saluran kemih terutama dapat merugikan karena
obstruksi saluran kemih dan infeksi yang ditimbulkannya (de jong, 2004). Batu dapat
menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi ginjal karena menyumbat aliran urine. Jika
penyumbatan ini berlangsung lama, urin akan mengalir balik kesaluran di dalam ginjal,
menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada
akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal (Depkes, 2007). Pada umumnya obstruksi saluran
kemih sebelah bawah yang berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi sebelah atas.
Jika tidak diterapi dengan tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan
kerusakan struktur ginjal yang permanen, seperti nefropati obstruktif, dan jika mengalami
infeksi saluran kemih dapat menimbulkan urosepsis (Purnomo, 2011).
Untuk mengetahui adanya batu pada saluran kemih terkadang perlu dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu melalui USG atau rontgen, bahkan terkadang ditemukan pula
ginjal yang sudah rusak atau tidak berfungsi lagi akibat batu saluran kemih ini .Tingginya
insidens rate batu saluran kemih, namun rendahnya kesadaran masyarakat akan penyakit
batu saluran kemih dan asuhan keperawatannya inilah yang mendorong penulis untuk
membahas atau membuat makalah mengenai batu saluran kemih dengan judul “Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan (Batu Saluran Kemih)”

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang terah di tulis, kelompok ingin mengetahui tentang
bagaimanakah konsep penyakit Urolithiasis dan Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Urolithiasis.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang bagaimanakah Konsep penyakit Urolithiasis dan Konsep
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Urolithiasis
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi Urolithiasis
b. Untuk mengetahui epidemiologi Urolithiasis
c. Untuk mengetahui patofisiologi Urolithiasis
d. Untuk mengetahui gambaran klinis Urolithiasis
e. Untuk mengetahui evaluasi diagnostik Urolithiasis
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan Urolithiasis
g. Untuk mengetahui pendidikan pasien dengan risiko kekambuhan batu ginjal
h. Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Urolithiasis
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR UROLITHIASIS


1. Definisi
Urolitiasis adalah terbentuknya batu di dalam saluran kemih (Jong, Sjamsuhidayat,
2011).
Menurut Smeltzer & Bare (2008) urolitiasis adalah adanya batu ditraktus urinarius
yaitu pada pada ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra.
Jadi uretrolitiasis adalah terbentuknya batu di dalam traktus urinarius yaitu pada
ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra.

2. Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu mempunyai
hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang berubah sesuai dengan
perkembangan kehidupan bangsa. Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran
kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang
terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah terutama terdapat dikalangan anak. Di
negara yang sedang berkembang insiden batu saluran kemih relatif rendah, baik batu saluran
kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang sudah
berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama dikalangan orang
dewasa. Pada suku bangsa tertentu, batu saluran kemih sangat jarang misalnya bangsa Bantu
di Afrika Selatan.
Abad ke-16 dan abad ke -18 tercatat insiden tertinggi batu saluran kemih yang
ditemukan pada anak di Eropa. Batu seperti ini sejak abad ke-18 menghilang sehingga disebut
batu sejarah. Berbeda dengan di Eropa, di negara berkembang, penyakit batu saluran kemih
seperti ini masih ditemukan sampai saat ini misalnya di Indonesia, Thailand, India, Kamboja
dan Mesir. Karena ditemukan secara endemik, penyakit batu kandung kemih ini disebut batu
endemic atau batu primer karena terbentuk langsung dikandung kemih tanpa sebab yang
jelas.
Batu kandung kemih dapat juga terbentuk pada usia lanjut yang disebut batu sekunder karena
terjadi sebagai akibat adanya gangguan aliran air kemih misalnya karena hyperplasia prostat
(Jong & Sjamsuhidajat, 2011)
3. Petofisiologi
a. Pathway Urolitiasis
Hiperkalsemia,hiperkalsiuri:  Hiperuresemia  UTI Kronis  Inflamasi usus
 Hiperparatiroid  Gout artritis  Peningkatan  Post ileostomy :
 Asidosis tubuler renal ammonia alkali Konsumsi oksalat
 Malignansi berlebihan
 Penyakit granulomatosa  Medikasi : antasida,
 Masukan vitamin D yang diamox, vitamin D,
berlebihan laksatif, aspirin
 Masukan susu dan alkali dosis tinggi
 Penyakit meiloproliferatif :
abnormal sel darah merah

Batu kalsium Batu oksalat Batu struvit, Batu sistin

Batu saluran kemih (urolitiasis)

 Batu renal  Batu vesika


Iritabilitas mukosa
(calic/piala ginjal) urinaria
ureter
 Batu ureter  Batu uretra

Lesi dan
Inflamasi obstruksi aliran urine Stagnasi urine pada Retensio Urine
vesika urinaria

Robekan Vaskular Distensi ginjal


Refluk aliran
Regangan muskulus
urine
Kolik renal detrusor meningkat
Hematuria/Gross
hematuria
Nyeri Akut  Pyelonefritis
sensitivitas
meningkat  Hidronefrosis
PK Perdarahan
Renointestinal dan
proksimitas Kolonisasi bakteri Risiko infeksi
Pembedahan anatomik ginjal ke menigkat
lambung, pankreas,
usus besar
ESWL
Diare Mual-muntah
Konservatif

Risiko Kekambuhan Risiko Kekurangan Volume cairan

Kurang Pajanan Informasi Defisiensi pengetahuan


b. Penjelasan

Penyebab dari batu saluran kemih (urolitiasis) adalah hiperkalsemi, hiperkalsiuri yang
disebabkan oleh hipertiroid, asidosis tubuler renal, malignansi, penyakit granulomatosa,
masukan vitamin D yang berlebihan, masukan susu dan alkali serta penyakit meiloproliferatif
dapat menyebabkan batu kalsium. Batu asam urat ditemukan pada pasien gout arthritis,
hiperuresemia. Batu struvit biasanya mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalanm urine yang
kaya ammonia alkali akibat UTI yang persisten, defek asorbsi sistin akan menyebabkan batu
sistin. Pembentukan batu urinarius juga terjadi pada penyakit inflamasi usus dan pada
individu dengan ileostomy, pada individu yang mengkonsumsi oksalat yang berlebihan
beberapa medikasi dapat menyebabkan batu slauran kemih diantaranya; diamox, vitamin D,
laksatif dan aspirin dosis tinggi.

Ketika batu saluran kemih menyumbat daerah calic/piala ginjal maka disebut batu
ginjal dan ketika menyumbat didaerah ureter maka disebut batu ureter. Batu akan
menghambat aliran urin sehingga terjadi obstruksi, menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal dan ureter proksismal, sehingga menimbulkan
rasa nyeri terus-menerus pada area kostovertebra yang disebut kolik renal dan menimbulkan
masalah keperawatan nyeri akut. Masalah keperawatan nyeri akut juga ditimbulkan pada batu
yang menyumbat vesika urinaria menyumbat pada leher kandung kemih dan uretra maka akan
menyebabkan masalah keperawatan retensio urine, sehingga terjadi regangan pada muskulus
destrussor interna maupun eksterna akibat distensi vesika urinaria.

Obstruksi akibat batu pada saluran kemih akan menyebabkan terjadinya refluks urine
maupun stagnasi urine yang merupakan media baik untuk berkembangnya bakteri, dan dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis, pyelonefritis yang adapat menimbulkan masalah
keperawatan risiko infeksi, dan apabila tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan
terjadinya sepsis hingga penurunan fungsi organ ginjal.

Diare maupun gangguan gastrointestinal mual dan muntah dapat terjadi akibat refleks
renointestinal dan proksimatis anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar yang
dapat menimbulkan masalah keperawatan risiko kekurangan volume cairan, gejala ini
terutama dirasakan pada kolik renal maupun ureteral.

Akibat abrasi batu pada ureter, maupun iritasi pada dinding vesika urinaria dan leher
vesika urinaria akan menyebabkan pasien mengeluarkan urine bercampur darah (hematuria)
dan bleeding aktif dapat menyebabkan cloting pada saluran urinarius sehingga menyebabkan
masalah retensio urine dan PK perdarahan.

Tindakan untuk penangan urolitiasis dapat berupa konservatif, pembedahan, dan


ESWL namaun jika pasien kurang mendapatkan konseling, informasi dan edukasi tentang
batu saluran kemih maka batu saluran kemih dapat terjadi kembali sehingga masalah
keperawatan yang berkaitan dengan pendidikan tentang proses penyakit adalah defisiensi
pengetahuan.

4. Gambaran klinis
Menurut Jong & Sjamsuhidajat (2011) tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih
ditentukan oleh letaknya, besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini
mempunyai tanda umum yaitu : hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain
itu, bila disertai dengan infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urine,
bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lainnya.
a. Batu Pelvis Ginjal
Batu pyelum didapatkan dalam bentuk sederhana sehingga menempati bagian
pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk susunan pelviokaliks sehingga
bercabang menyerupai tanduk rusa. Kadang batu hanya terdapat di suatu kaliks. Batu
pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi.
Nyeri daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang
terus-menerus dan hebat karena adanya pionefritis. Pada pemeriksaan fisik mungkin
kelainan sama sekali tidak ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat
adanya hidronefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus aorta
pada sisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan ginjal yang terjadi, batu ginjal yang
terletak dipelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis sedangkan batu kaliks pada
umumnya tidak memberi gejala fisik.

b. Batu Ureter
Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan
batu ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri tekan yang
hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas.
Selama batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang
sampai batu bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus
menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga tetap tinggal di ureter sambil
menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronis dengan hidroureter yang menungkin
asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. Bila
keadaan obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelaianan yang terjadi dapat berupa
hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi
umum.

c. Batu Kandung Kemih


Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih,
aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan
nyeri. Pada anak, nyeri menyebabkan anak yang bersangkutan menarik penisnya sehingga
tidak jarang penis dilihat agak panjang. Bila pada sakit tersebut penderita berubah posisi,
suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya
terjadi infeksi yang sekunder, selain nyeri sewaktu miksi,. juga akan terdapat nyeri
menetap suprapubik.

d. Batu Prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara retrograde
terdorong ke dalam saluran prostat dan mengendap yang akhirnya menjadi batu yang kecil.
Pada umumnya batu ini tidak memberikan gejala sama sekali karena tidak menimbulkan
gangguan pasase kemih.

e. Batu Uretra
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter dan kandung kemih
yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyankut di tempat yang
agak lebar. Tempat uretra yang agak lebar ini adalah pars prostatika, bagian permulaan
pars bulbosa dan di fosa navikular. Bukan tidak mungkin ditemukan di tempat lain.
Gejala yang ditemukan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes dan
nyeri. Penyulitnya dapat berupa terjadinya divertikulum abses, fistel proksimal dan uremia
karena obstruksi urin.
5. Evaluasi Diagnostik
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu saluran kemih perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologic,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran
kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.
a. Radiologi
Batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai
jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi. Yang radiolusen
umumnya adalah dari jenis asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan fotopolos abdomen sudah cukup untuk
menduga adanya batu saluran kemih bila diambil foto dua arah. Pada keadaan yang
istimewa tidak jarang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari
pengamatan. Oleh karena itu foto polos abdomen sering perlu ditambah dengan foto
pielografi intravena. Pada batu yang radiolusen foto dengan bantuan kontras akan
menyebabkan terdapatnya defek pengisian pada tempat batu sehingga memberikan
gambaran kosong pada daerah batu. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang
mengandung batu tidak berfungsi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perlu
dilanjutkan dengan pielografi retrogard yang dilaksanakan pemasangan kateter ureter
melalui sistoskop pada ureter ginjal yang tidak dapat berfungsi untuk memasukkan
kontras.

b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat
menunjang adanya batu disaluran kemih (urinalisa : pH, mikroskopik–endapan, biakan,
sensitivitas kuman), menentukan fungsi ginjal dan untuk menentukan penyebab
terjadinya batu (kadar kalsium, asam urat, natrium, ureum, kreatinin).

c. Pemeriksaan Renogram
Berguna untuk menetukan faal ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral
atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang
masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindakan bedah
ginjal.
d. Pemeriksaan Ultrasomografi
Dapat melihat semua jenis batu, baik yang radiopak maupun yang radiolusen.
Selain itu dapat ditentukan ruang dan lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai
untuk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu.

6. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menetukan jenis
batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang
terjadi (Smeltzer & Bare, 2008)
a. Pengurangan nyeri
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau uretral adalah untuk mengurangi
nyeri sampai pemyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau analgetik narkotik diberikan
untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas atau air
hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan kecuali pasien mengalami
muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan
pembatasan cairan. Ini dapat meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang dibelakang
batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari
mengurangi kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran urine yang
besar.

b. Pengangkatan Batu
Pemeriksaan sistoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan
batu yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan mengurangi penekanan pada
ginjal dan megurangi nyeri. Ketika batu sudah ditemukan dilakukan analisa kimiawi batu.

c. Terapi Nutrisi dan Medikasi


Terapai nutrisi berperanan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan
yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan
utama pembentukan batu efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu renal harus minum paling
sedikit delapan gelas air sehari untuk mempertahankan urine encer kecuali
dikontraindikasikan.
1) Batu kalsium
Pengurangan kandungan fosfor dan kalsium dalam diet dapat mencegah
pembentukan batu lebih lanjut. Natrium selulosa fosfat dilaporkan dapat mencegah
batu kalsium karena dapat mengikat kalsium yang berasal dari makanan dan
intestinal, mengurangi kalsium yang diabsorbsi ke dalam sirkulasi. Therapi diuretic
thiazide dapat mengurangi kalsium ke dalam urine dan menurunkan kadar
parathormon.
2) Batu phospat
Diet rendah fosfor, untuk mengatasi kelebihan fosfor jeli aluminium hidroksida
dapat diresepkan karena agens ini bercamnpur dengan fosfor dan
mengekskresikannya melalui saluran intestinal bukan ke sistem urinarius.
3) Batu urat
Pasien diet rendah purin untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
Makanan tinggi purine (kerang, ikan kering, asparagus, jamur dan jeroan) harus
dihindari dan protein lain harus dibatasi. Allopurinol dapat diresepkan untuk
mengurangi kadar asan urat serum dan eksresi asam urat ke dalam urin. Untuk batu
sistin diet rendah purin untuk membasakan purin dan penislamin diberikan untuk
mengurangi jumlah sistin dalam urin.
4) Batu oksalat
Urine encer dipertahankan dengan pembatasan masukan oksalat. Makanan yang
harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak, kacang, seledri, gula bit,
buah beri hitam, kelembak, coklat, teh, kopi dan kacang tanah.

d. Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (ESWL)


ESWL adalah prosedur noninvasif yang digunakan untuk menghancurkan batu
dikaliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa
batu tersebut dikeluarkan secara spontan. ESWL terbukti efektif pada pasien rawat jalan,
pasien didorong meningkatkan asupan cairan untuk memfasilitasi pasase serpihan batu,
yang mungkin terjadi enam minggu sampai beberapa bulan setelah prosedur.

e. Metode Endourologi pengangkatan batu


Bidang endourologi memnggunakan keterampilan ahli radiologi dan urologi
untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan atau
nefrolitotomi perkutan dilakukan. Setelah batu diambil, selang nefrostomi perkutan
dibiarkan ditempatnya untuk beberapa waktu untuk menjamin bahwa ureter tidak
mengalami obstruksi oleh edema atau bekuan darah. Komplikasi yang sering terjadi
adalah hemorhagi, infeksi dan ekstravasasi urinarius. Setelah selang dilepaskan traktus
urinarius menutup secara spontan.

f. Uretroskopi
Uretroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat
uretroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan langsung dengan menggunakan
laser, lithotripsy elektrohidraulik atau ultrasound kemudian diangkat. Suatu Stent dapat
dibiarkan 48 jam atau lebih setelah prosedur untuk menjaga kepatenan ureter. Lama rawat
biasanya singkat.

g. Pelarutan Batu
Pemberian cairan kemolitik yaitu pembuat basa dan pembuat asam diberikan
untuk melarutkan batu dapat digunakan alternatif untuk pasien yang kurang berisiko
terhadap terapi lain dan menolak metode lain, atau mereka memiliki batu yang mudah
larut (batu struvit). Nefrostomi perkutan dilakukan dan cairan pengirigasi yang hangat
dialirkan secara terus-menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki duktus kolektikus
ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi. Tekanan dalam piala ginjal dipantau terus
selama prosedur.

h. Pengangkatan Bedah
Intervensi bedah dilakukan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk
penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengkoreksi segala abnormalitas anatomik
dalam ginjal, untuk memperbaiki drainage urine. Jika batu dalam ginjal pembedahan
dilakukan dengan nefrolitotomi atau nefrektomi jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi
atau hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi, batu pada
ureter diangkat dengan uretrolitotomi, sistostomi jika batu berada didalam kandung
kemih. Jika batu berada di kandung kemih suatu alat dapat dimasukkan ke uretra ke
dalam kandung kemi; batu kemudian dihancurkan oleh penjepit alat ini. Prosedur ini
disebut sistolitolapaksi.
7. Pendidikan Pasien Dengan Risiko Kekambuhan Batu Ginjal
a. Patuhi program diit
b. Pertahankan masukan cairan yang adekuat paling sedikit3000-4000 ml tiap hari
c. Minum cairan dalam jumlah cukup pada sore hari untuk mencegah urine yang pekat
pada malam hari
d. Hindari aktivitas yang menyebabkan banyak keluar keringat dan dehidrasi
e. Hindari peningkatan suhu lingkungan yang mendadak yang menyebabkan keringat
berlebih dan dehidrasi
f. Cari bantuan medis ketika tenda pertama infeksi traktus urinarius ditemukan. Kultur
urine dilakukan tiap 1 sampai 2 bulan pada tahun pertama dan kemudian secara
periodik.
g. Jika litoripsi, pengangkatan batu perkutan, uretroskopi atau prosedur bedah lainnya
untuk pengangkatan batu, pasien dijelaskan mengenai tanda dan gejala komplikasi,
pentingnya tindak lanjut untuk mengkaji fungsi ginjal dan menjamin penghancuran
atau penganngakatan batu ginjal berhasil baik ditekankan pada pasien dan keluarga.
h. Jika medikasi diberikan untuk mencegah pembentukan batu, kerja dan pentingnya
medikasi dijelaskan kepada pasien. Selain itu informasi yang rinci mengenai makanan
yang harus dimakan atau dihindari dijelaskan secara verbal dan tertulis. Pasien
diinstruksikan untuk memantau pH urin dan menilai hasilnya. Karena tingginya risiko
kambuh, maka pasien diajarkan mengenai tanda dan gejala pembentukan batu,
obstruksi dan infeksi serta pentingnya untuk segera melaporkan hal tersebut.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN UROLITHIASIS
1. Pengkajian
a. Data demografi
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis,
agama, suku bangsa klien dan keluarga penanggung jawabnya.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan dari klien bergantung pada posisi atau letak batu, ukuran batu, dan penyulit
yang ada. Nyeri akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik di daerah abdomen
bagian bawah yakni berawal dari area renal meluas secara anterior dan pada wanita ke
bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Nyeri yang
dirasakan bisa berupa nyeri kolik atupun non kolik. Nyeri kolik hilang timbul akibat
spasme otot polos ureter karena peningkatan aktivitas untuk mengeluarkan batu.
Sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ureter karena
hidronefrosis atau infeksi pada ureter. Apabila urolithiasis disertai dengan adanya
infeksi maka demam juga akan dikeluhkan. Keluhan kencing seperti disuria, retensi
urin atau gangguan miksi lainnya dikeluhkan klien saat pertama datang ke tenaga
kesehatan.
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien awalnya mengeluhkan perubahan gangguan eliminasi urin yang dialami
(oliguria, disuria, hematuria). Biasanya seiring berjalannya waktu dan tingkat
keparahan penyakit maka nyeri mulai dirasakan dan nyeri ini bersifat progresif.
Respon dari nyeri itu sendiri yakni munculnya gangguan gastrointestinal, seperti
keluhan anoreksia, mual, dan muntah yang menimbulkan manfestasi penurunan
asupan nutrisi umum. Mengkaji berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut
dirasakan, apa yang dilakukan, kapan keluhan tersebut muncul adalah penting untuk
mengetahui riwayat perjalanan penyakit.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat batu ginjal sebelumnya, riwayat mengalami gangguan haluaran urin
sebelumnya, riwayat ISK, riwayat hiperkalsemia ataupun hiperkalsiuria, riwayat
hiperparatiroidisme, riwayat penyakit kanker (berhubungan dengan adanya
malignansi), dan riwayat hipertensi yang bisa menjadi faktor penyulit pada kasus
urolithiasis, penderita osteoporosis yang menggunakan obat dengan kadar kalsium
yang tinggi.
4) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pernah menderita urolithiasis, adanya riwayat ISK, riwayat hipertensi,
riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout, riwayat penyakit usus halus,
riwayat bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.

c. Riwayat penggunaan obat


Adanya riwayat pengunaan obat-obatan tinggi kalsium, antibiotik, opioda, antihipertensi,
natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin.

d. Pola Fungsi Kesehatan (Gordon)


1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
a) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik.
b) Riwayat infeksi saluran kemih.
c) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.
d) Keturunan.
e) Alkoholik, merokok.
f) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps, penggunaan
kontrasepsi).
2. Pola nutrisi metabolik
a) Mual, muntah.
b) Demam.
c) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat.
d) Kebiasaan mengkonsumsi air minum.
e) Distensi abdominal, penurunan bising usus.
f) Alkoholik
3. Pola eliminasi
a) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output.
b) Hematuri.
c) Rasa terbakar, dorongan berkemih.
d) Riwayat obstruksi.
e) Penurunan hantaran urin, kandung kemih.
4. Pola aktivitas dan latihan
a) Pekerjaan (banyak duduk).
b) Keterbatasan aktivitas.
c) Gaya hidup (olah raga).
5. Pola tidur dan istirahat
a) Demam, menggigil.
b) Gangguan tidur akibat rasa nyeri.
6. Pola hubungan dan peran.
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran)
7. Pola persepsi kognitif
a) Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi
b) Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu.
c) Penanganan tanda dan gejala yang muncul.
8. Pola reproduksi dan seksual
Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya nyeri pada saluran kemih.
9. Pola persepsi dan konsep diri
a) Perubahan gaya hidup karena penyakit
b) Cemas terhadap penyakit yang diderita.
10. Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stres
a) Adakah pasien tampak cemas
b) Bagaimana mengatasi masalah yang timbul.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta batu saluran
kemih dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi
pola ibadah klien.

e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher: Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada keterbatasan gerak leher.
2) Mata: Mata normal
3) Hidung: Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan pernapasan cuping
hidung.
4) Telinga: Fungsi pendengaran kien baik.
5) Mulut dan gigi: mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada peradangan pada mulut,
mulut dan lidah bersih.
6) Dada
Inspeksi: Dada klien simetris.
Palpasi: Dada klien simetris tidak ditemukan adanya benjolan.
Perkusi: Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret, cairan atau darah di daerah
paru.
Auskultasi: Suara napas normal, dan terdengar suara jantung.
7) Abdomen
Inspeksi: Warna kulit, turgor kulit baik.
Auskultasi: Peristaltik usus 12x/menit
Palpasi: Adanya nyeri tekan pada abdomen kiri bawah
Perkusi: -
8) Genetalia: Hasil pengkajian keadaan umum dan fungsi genetalia tidak ditemukan
adanya keluhan atau kelainan bentuk anatomi.
9) Pola aktifitas: Perkejaan yang dilakukan monoton seperti sopir bus.
10) Pola sirkulasi: Adanya peningkatan TD/nadi (nyeri, anseitas, gagal ginjal). Kulit
hangat dan kemerahan, pucat.
11) Pola eliminasi: Riwayat adanya ISK Kronis atau obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Terjadi penurunan haluaran urin yang ditandai dengan adanya rasa seperti terbakar,
oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih.
12) Pola intake makanan dan cairan: Klien mual dan muntah, nyeri tekan pada abdomen.
Diet rendah purin, kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan,
tidak minum air dengan cukup yang ditandai dengan distensi abdomen, penurunan
suara bising usus.
13) Nyeri: Terjadi secara akut atau bisa juga terjadi nyeri kronik. Lokasi nyeri tergantung
pada lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebral (CVA) dan dapat
menyebar ke seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha serta genitalia.
Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain
yang ditandai dengan prilaku distraksi, terjadi demam dan menggigil.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera bilogis (obstrusksi tractus urinarius oleh
batu )
b. Retensi Urine berhubungan dengan sumbatan saluran kemih
c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor risiko : kehilangan
cairan melalui rute normal
d. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko : refluks produksi urine ke renal
akibat obstruksi saluran kencing oleh batu
e. PK : Perdarahan
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, kurangnya sumber
pengetahuan

3. Perencananan Keperawatan (NOC,NIC)


NO DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
KEPERAWATAN NOC NIC
1 Nyeri akut Pain Level Pain Managemet :
berhubungan dengan Dengan kriteria hasil 1) Kaji perkembangan nyeri
agen cedera bilogis a. Melaporkan nyeri pasien termasuk lokasi,
(obstrusksi tractus berkurang sampai frekuensi, karakteristik
urinarius oleh batu ) dengan hilang nyeri, frekuensi, kualitas,
ditandai dengan b. Menujukkan prilaku keparahan dan faktor
a. Ekspresi wajah nyeri pengurangan tingkat pencetus nyeri
b. Fokus menyempit nyeri : 2) Lakukan pendekaten
c. Fokus pada diri 1) Expresi wajah therapiutik untuk
sendiri tidak meringis mengetahui respon pasien
d. Keluhan tentang 2) Pasien rilexs terhadap nyeri
intensitas 3) Pasien dapat 3) Kaji pengetahuan dan
menggunakan standar beristirahat keyakinan pasien terhadap
skala nyeri (VAS, 4) Tidak terdapat nyeri yang dirasakan
NPS) agitasi 4) Pilih dan lakukan
e. Keluhan tentang 5) Tidak terdapat penanganan nyeri
karakteristik nyeri mual-muntah (farmakologi, non
menggunakan standar c. Tanda-tanda vital farmakologi dan
instrument nyeri dalam rentang interpersonal)
(PQRST) normal 5) Ajarkan tehnik non
f. Laporan tentang Pain Control : farmakologi
perilaku nyeri Dengan kriteria hasil 6) Berikan analgetik untuk
g. Perubahan pada para a. Dapat mengurangi nyeri
meter fisiologis menggambarkan 7) Evaluasi keefektifan
h. Perubahan posisi faktor pemyebab kontrol nyeri
untuk menghindari nyeri 8) Kolaborasi dengan
nyeri dan melindungi b. Menggunakan doketer jika ada keluhan
area nyeri pengurangan nyeri atau tindakan
tanpa analgetik penguarangan nyeri tidak
c. Memggunakan berhasil
analgetik yang
direkomendasikan
d. Melaporkan nyeri
yang terkontrol
2 Retensi Urine Urinary elimination Urinary retention care :
Berhubungan dengan : Dengan kriteria hasil 1) Lakukan pengkajian
Sumbatan saluran a. Pola eleminasi komprehensif terhadap
kemih pasien tidak sistem perkemihan
Ditandai dengan : terganggu 2) Berikan privacy saat
a. Berkemih sedikit b. Pecitraan urine berkemih
b. Kandung kemih normal: warna, bau, 3) Stimulasi reflek kandung
distensi kejernihan kemih
c. Residu urine c. Pasien dapat 4) Berikan waktu yang cukup
d. Sensasi kandung mengosongkan untuk mengosongkan
kemih penuh kandung kemih kandung kemih
Tidak ada haluaran sepenuhnya 5) Pasang kateter urine
urine d. Tidak terdapat nyeri sesuai kebutuhan
saat berkemih 6) Monitor intake dan output
e. Tidak terdapat 7) Monitor derajat distensi
darah dalam urine kandung kemih
f. Tidak terjadi 8) Rujuk pada spesialis
retensio urine perkemihan sesuai
g. Frekuensi berkemih kebutuhan
pasien tidak
mengalami
gangguan

3 Risiko kekurangan Hydration Fluid Management :


volume cairan Dengan kriteria hasil: 1) Jaga intake yang akurat
berhubungan dengan a. Intake cairan catat aout put
faktor risiko : adekuat 2) Monitor status hidrasi
kehilangan cairan b. Tidak terdapat diare pasien
melalui rute normal 3) Berikan cairan dengan
tepat
4) Berikan cairan sesuai suhu
kamar
4 Risiko infeksi Infection severity Infection Protection
berhubungan dengan Dengan kriteria hasil : 1) Monitor adanya tanda
faktor risiko : refluks a. Tidak terdapatnya danm gejala infeksi
produksi urine ke renal tanda-tanda infeksi sistemik maupun lokal
akibat obstruksi saluran : demam, malaise, 2) Tingkatkan asupan nutrisi
kencing oleh batu mengigil yang cukup
b. Tidak terdapat 3) Tingkatkan asupan cairan
piuria dengan tepat
c. Tidak terdapatnya 4) Instruksikan pasien
kolonisasi kuman minum antibiotika yang
pada kultur urine diresepakan
5) Ajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya
kepada pemberi pelayanan
kesehatan
5 PK : Perdarahan Blood loss severity : Bleeding Reduction :
a. Tidak adanya 1) Identifikasi penyebab
kehilangan darah perdarahan
yang terlihat ; tidak 2) Perhatikan kadar Hb, HCT
ada hematuria sebelum dan sesudah
b. Tidak adanya perdarahan
penurunan 3) Monitor tinjauan
koagulasi koagulasi
c. Tidak adanya 4) Evaluasi respon pasien
penurunan terhadap perdarahan dan
hemoglobin persepsinya terhadap
d. Tekanan darah perdarahan
dalam batas normal 5) Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai tingkat
keparahan hehilangan
darah dan tindakan yang
tepat dilakukan
6 Defisit pengetahuan Knowledge : Disease Teaching : Disease Process
Berhubungan dengan ; process 1) Identifikasi perubahan
1. Kurangnya Dengan kriteria hasil : konsisi fisik pasien
informasi 1. Memiliki 2) Indentifikasi
2. Kurangnya sumber pengetahuan tentang kemungkinan penyebab,
pengetahuan : sesuai kebutuhan
Ditandai dengan : a. Karakter spesifik 3) Kaji tingkat pengetahuan
1. Kurang pengetahuan penyakit pasien terkait dengan
2. Ketidak akuratan b. Efek fisiologi proses penyakit spesifik
melakukan tes penyakit 4) Ekspolrasi bersama pasien
3. Ketidakadekuatan c. Strategi untuk apakah dia sudah
mengikuti perintah meminimalkan melakukan manajemen
perkembangan gejala
penyakit 5) Jelaskan proses penyakit
d. Potensial sesuai kondisi
komplikasi 6) Berikan informasi
penyakit mengenai pemeriksaan
e. Tanda, gejala diagnostic yang tersedia
komplikasi sesuai kebutuhan
penyakit 7) Jelaskan komplikasi akut
f. Manfaat dan kronik yang
manajemen mungkin ada
penyakit 8) Jelaskan alasan dibalik
manajemen/terapi/penang
anan yang
direkomendasikan
9) Diskusikan pilihan
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Batu saluran kemih merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras seperti
batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Masalah keperawatan yang sering dialami
pada batu saluran kemih ialah nyeri akut, gangguan pola eliminasi urin, resiko tinggi
kekurangan volume cairan dan defisiensi pengetahuan.

B. Saran
Tenaga Keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien Urolithiasis
akan memerlukan suatu tekhnik analisis tersendiri, sehingga klien mau berkolaborasi
tentang hal yang berhubungan dengan masalah yang saat itu dihadapi. Oleh Karena itu,
perawat harus dapat memahami dan mengerti dengan baik tentang factor-faktor dasar
terkait pendekatan dan faktor yang berhubungan dengan keluhan pasien dengan
Urolithiasis.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.


EGC: Jakarta
Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. EGC: Jakarta
Charlene. 2001. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba medika
Nanda .2013-2015. Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai