Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ISPA

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada
pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan
nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut,
dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan
bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran
pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract)
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.

1
2. Etiologi
a. Virus Utama :
 ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
 ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
b. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza,
Staphylococcus aureus
c. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia
sekolah : Mycoplasma pneumonia
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih
sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al,
2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun
banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi
penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi,
yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985).
Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih
kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan

2
akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan
bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang
cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan
sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada
bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan
sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat
antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang
bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian
antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran
pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk
keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih
tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah
culster di Denmark (Koch et al, 2003).

3
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna
prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat
sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan
kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada
hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi
didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat
dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak
dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain
didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang
tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian
kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran
udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah
dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di
wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di
wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian
tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden
penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua
wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

4
pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat
pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk
semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan.
Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang
kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang
terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak (Mishra, 2003).

3. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat
pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending
dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini

5
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.
Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan
infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada
bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.

6
4. Manifestasi Klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali
tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi
akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)

5. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.

7
2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai
dengan alveolus paru-paru.
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002) :
a. ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
gejala sebagai berikut:
1) Batuk.
2) Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi
anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.
b. Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala
ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang
dari satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu
tahun atau lebih.
2) Suhu lebih dari 39,0C.
3) Tenggorokan berwarna merah
4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
c. Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA
ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernapas

8
3) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
4) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
5) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
6) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
7) Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
8) Tenggorokan berwarna merah

6. Penatalaksanaan
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan
obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup
pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
- Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
- Immunisasi.
- Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
- Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
- Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
- Meningkatkan makanan bergizi
- Bila demam beri kompres dan banyak minum
- Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
- Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
- Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek

9
Penatalaksanaan Medis
- Medikasi : gunakan semprot hidung atau tetes hidung dua atau tiga kali
sehari atau sesuai yang diharuskan untuk mengatasi gejala hidung
tersumbat.
- Diberikan antibiotik apabila penyebabnya adalah bakteri.

7. Pencegahan
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
a. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
1) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah
makanan yang paling baik untuk bayi.
2) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
3) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral.
4) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein
misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi
atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan
mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
5) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk
mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu
diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat
pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)
b. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan
imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya
dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya
adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber Ministries, 2001).
c. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan
penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat
akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui

10
upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat
(Suyudi, 2002).
d. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak
memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan,
misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung vetsin atau rasa
gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak
yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002)

8. Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
a. Meningitis
b. OMA
c. Mastoiditis
d. Kematian

9. Pengobatan
a. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus
, di beri oksigen dan sebagainya
b. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya
Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin,
Penisilin, Ampisilin
c. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan
obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek
bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama
10 hari.

11
Perawatan Dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapai 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI
pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5. Lain-lainnya
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal
dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan
hidung, yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan.

12
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan merupakan upayamemecahkan masalah yang tujuan utamanya adalah
membantu perawat menagani klien secara komprehensip dengan dilandasi alasan ilmia,
keterampilan teknis dan keterrampilan interpersonal (Asmadi, 2008). Dalam proses keperawatan
terdiri dari 5 tahapan yaitu :
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal MPS, no RM.
b. Identitas penanggung jawab
Nama, usia, agama, pendidikan, pekerjaan, suku, alamat, hubungan dengan klien.
c. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien,
d. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarag,
Ibu klien mengatakan anaknya mengalami batuk pilek selama 3 hari, disertai dengan
demam, dan adanya suara tambahan saat tidur.
 Riwayat kesehatan terdahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat kedukun patah tulang sebelumnya
sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau
menyebabkan fraktur patologis sehingga sulit menyambung. Selain itu klien diabetes
dengan luka dikaki sangan beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
 Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit patah tulang tibia adalah faktor
presdiposisi terjadinya fraktur. Seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
kasusu dan kamker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
e. Pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalium, zat besi, protein, vit c dan lainnya. Untuk membantu penyembuhan
tulang.
 Pola eliminasi

13
Klien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi, dan
ganguan eliminasi urin akibat adanya program elimunasi dilakukan ditempat tidur /
karena pasien bedrest
 Pola istirahat
Klien dapat cenderung mengalami perubahan istirahat tidur tapi tidak bererti. Ada
beberapa kondisi yang dapat menyebebkan pola istirahat terganggu seperti timbulnya
rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitalisasi.
 Pola aktivitas
Umumnya klien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) bagaimana biasanya yang
hampir seluru aktivitas dilakukan ditempat tidur.
 Pola personal hygine
Klien masih mampu melakukan personal hygiene, namun harus ada bantuan dari
orng lain, aktivitas ini sering dilakukan klien ditempat tidur.
f. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : lemah
1. Kepala
Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam tebal, kulit kepala tidak kotor, tidak
ada nyeri tekan.
2. Mata
Bentuk mata simetris, konjungtiva non anemis , sklera putih, tidak ada nyeri
tekan. Pupil mengecil ketika di beri rangsangan cahaya.
3. Hidung
Bentuk hidung simetris, klien dapat mencium kayu putih.
4. Mulut
Mulut simetris, bibir kering, tidak ada stomatitis
5. Telinga
Lubang telinga simetris, tidak ada nyeri tekan, klien dapat mendengar detak jam
6. Leher
Bentuk leher simetris. Adanya nyeri tekan pada leher.
7. Dada / thorax
Bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan, adanya suara tambahan (stridor)
ketika sedang tidur.

14
8. Abdomen
Bentuk abdomen simetris, tidak ada nyeri tekan.
9. Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak ada nyeri tekan.
10. Ekstremitas
a) Atas
Tangan lengkap simetris, tidak ada nyeri tekan, kuku tidak kotor dan
tidak panjang, tidak ada kelainan.
b) Bawah
Kaki lengkap simetris, tidak ada nyeri tekan, kuku tidak kotor dan tidak
panjang, tidak ada kelainan.

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Ganguan pola tidur
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Ketidakefektifan Noc Nic
bersihan jalan nafas  Respiratory status ; ventilation Airway suction
 Respiratiory status : airway patency  Pastikan kebutuhan oral
Kriteria hasil
/tracheal suctioning
 Mendemostrasikan batuk efektif dan
 Auskultasi suara nafas
suara nafas yang bersih, tidak ada
sebelum dan sesudah
sianosis dameudysp (mampu
suctioning
mengeluargan sputum, mampu
 Informasikan pada klien
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips) dan keluarga tentang
 Menunjukan jalan nafas yang paten suctioning
(klien tidak merasa tercekik, irama  Minta klien nafas dalam
nafas, frekuensi pernafasan dalam sebelum suction dilakukan
rentang normal, tidak ada suara nafas  Berikan O2 dengan

15
abnormal) menggunakan nasal untuk
 Mampu mngidentifikasi dan memfasilitasi suksion
mencegah faktor yang dapat nasotrakea
menghambat jalan nafas.
 Gunakan alat yang steril
setiap melakukan tindakan
 Anjurkan pasien untuk
istirahat dan nafas dalam
setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakea
 Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suksion
 Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
pasien menunjukan
bradikardi , peningkatan
saturasi O2
Airway managemen
 buka jalan nafas, gunakan
tehnik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
 monitor respirasi dan status
O2
2 Gangguan pola Noc Nic
tidur  sleep : extent ang pattern Sleep enhancement
kriteria hasil  jelaskan pentingnya tidur
 jumlah jam tidur dalam batas normal

16
 pola tidur, kualitas dalam batas normal yang adekuat
 perasaan segar sesudah tidur  ciptakan lingkungan yang
nyaman kolaborasi
pemberian obat tidur
 monitor waktu makan dan
minum dengan waktu tidur

4. Implementasi
Implemntasi adalah tahap keepat dari proses proses keperawatan dimana rencana keperawatan
dilaksanakan, melaksanakan intervensi / aktivitas yang telah dilakukan (doenges, moorhouse &
Burley, 2000)

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap ahir dari proses keperawatan, yakni proses yang dilakuakn secara
trus menerus dan penting untuk menjamin kualitas serta ketepatan perawatan yang diberikan
dan dilakukan dengan menunjukan respon untuk menentukan keekfektifan rencana perawatan
dalam memenuhi kebutuhan pasien (doengges, moorhouse & Burley, 2000)

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Clavicle_fracture

17
L Joseph Rubino, 2006, Clavicle Fractures, http://www.emedicine.com/orthoped/topic50.htm.

Mardhink Zhadja, ml.scribd.com/doc/89379199/fraktur-klavikula

18

Anda mungkin juga menyukai