Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi

masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. DM adalah suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Lebih dari

90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes melitus tipe 2 yang

ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel

beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin

(Soegondo, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO) (2010), saat ini terdapat

366 juta jiwa dengan DM di dunia, di Indonesia pada tahun 2000

sebanyak 8,4 juta jiwa dan akan meningkat menjadi 21,8 juta pada

tahun 2030. Menurut studi International Diabetes Federation (IDF) pada

tahun 2013 penduduk indonesia yang menderita DM menjadi sekitar 382 juta

orang. Indonesia merupakan negara yang menduduki urutan ketujuh dengan

penderita DM terbanyak dengan jumlah penderita DM sebanyak 7,6 juta jiwa

dan diperkirakan akan terus meningkat enam persen setiap tahunnya

(Rachmaningtyas, 2013).

Hasil Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) di Indonesia

tentang penyakit tidak menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dari

tahun 2013 dan untuk penyakit diabetes mellitus diabetes melitus naik dari
2

6,9% menjadi 8,5%. Prevalensi diabetes melitus di Indonesia yang sudah

terdiagnosis oleh dokter adalah sebanyak 1.017.290 jiwa dan sepertinya akan

terus meningkat. Untuk Kalimantan Tengah sendiri prevalensi diabetes

melitus yang sudah berhasil masuk catatan rekam medis dokter berjumlah

10.189 penderita. Di kota Palangaka Raya penyandang diabetes yang datang

dan berobat kepuskesmas meningkat cukup tajam dalam 6 tahun terkahir, jika

pada tahun 2006 di laporkan sebanyak 379 penderita. Maka pada akhir 2016

sebanyak 1.372 penderita pada tahun 2017 meningkat tajam sebanyak 3,228

penderita (Profil Kesehatan Kota Palangka Raya Tahun 2017).

Dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat serta menyukseskan

program jaminan sosial bidang kesehatan, sesuai dengan peraturan presiden

nomor 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan pasal 21 ayat 1, salah satu

manfaat yang didapatkan peserta BPJS kesehatan adalah pelayanan kesehatan

promotif dan preventif untuk menjaga agar masyarakat tetap sehat, salah

satunya adalah program pengelolaan penyakit kronis (prolanis). Prolanis

merupakan sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang

dilaksanakan secara itegritas yang melibatkan peserta fasilitas kesehatan

tingkat pertama (FKTP) dan BPJS kesehatan. FKTP bertanggung jawab untuk

melaksanakan program encegahan melalui senam prolanis, pemantauan kadar

gula darah, dan memberi edukasi tentang diabetes melitus (Idris, 2014).

Diabetes melitus tipe 2 merupakan gangguan metabolik dimana insulin

ada namun jumlah nya tidak dapat mencukupi atau reseptor insulin tidak

dapat berespon terhadap insulin (Lewis, 2004). Pada klien dengan DM

terdapat tiga gejala klasik yakni, polyuria (banyak kencing), polydipsia


3

(banyak minum) dan polyphagia (banyak makan). Selain itu terdapat

beberapa gejala lain seperti sering mengantuk, gatal-gatal terutama di daerah

kemaluan, pandangan mata kabur, mati rasa atau rasa sakit pada bagian tubuh

bagian bawah, infeksi kulit, cepat naik darah, sangat lemah atau cepat lelah,

dan mual muntah (Novitasari, 2012).

Sifat alamiah dari penyakit dapat mencegah individu untuk

mendapatkan istirahat yang cukup (Potter & Perry, 2005). Pasien dengan

kondisi penyakit kronik seperti DM akan lebih sering mengalami insomnia,

dikarenakan kadar gula darah yang tinggi sangat mengganggu konsentrasi

untuk tidur nyenyak. Hasil penelitian Jessy Kurnia, Mulyadi, dan Julia V.

Rottie (2017) tentang hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah

puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2, didapatkan hasil yang

menunjukkan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien diabetes

melitus tipe 2 yang memiliki kulitas tidur yang buruk.

Tidur adalah salah satu kebutuhan fisiologis yang memiliki pengaruh

terhadap kualitas dan keseimbangan hidup. Seseorang yang mengalami

gangguan dalam siklus tidur, maka fungsi fisiologis tubuh yang lain juga

dapat terganggu atau berubah. Kegagalan untuk mempertahankan siklus tidur-

bangun individual yang normal dapat mempengaruhi kesehatan seseorang

(Potter & Perry, 2005). Gangguan tidur adalah kelainan yang bisa

menyebabkan masalah pada pola tidur, baik karena tidak bisa tertidur, sering

terbangun pada malam hari, atau ketidakmampuan untuk kembali tidur

setelah terbangun (Wahyuningsih dkk, 2016).

Gangguan tidur menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan


4

sistem kardiovaskular dan endokrin, serta memperberat persepsi nyeri. Empat

gejala utama menandai sebagian besar gangguan tidur yaitu; insomnia,

hipersomnia, parasomnia, dan gangguan jadwal tidur-bangun. Gangguan tidur

membuat kualitas tidur terganggu. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang

terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan

lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di

sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,

perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk

(Budiatri et al, 2013).

Gangguan-gangguan tidur yang terjadi pada penderita DM akan

menyebabkan penurunan pada kualitas hidupnya. Pasien yang menderita

penyakit DM yang menjalani terapi pengobatan dapat mempengaruhi

kapasitas fungsional, psikologis dan kesehatan sosial serta mempengaruhi

kesejahteraannya yang didefinisikan sebagai kualitas hidup atau quality of life

(QoL) (Wimpie, 2007). Quality of Life adalah kondisi dimana pasien yang

menderita penyakit yang sedang dideritanya dapat tetap merasa nyaman

secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal

memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain. Rata-

rata pasien penyandang DM umumnya mengalami gangguan pola tidur,

dikarenakan sering terbangun diamalam hari untuk buang air kecil atau

merasa haus sehingga kualitas tidurnya terganggu. Gangguan pola tidur

tersebut jika terus berkelanjutan akan berdampak pada penurunan kualitas

hidup pasien penyandang DM (Fitri, 2015).

Menurut Yudianto (2008) kualitas hidup merupakan perasaan puas dan


5

bahagia sehingga pasien diabetes melitus dapat menjalankan kehidupan

sehari-hari dengan semestinya. Kualitas hidup merupakan salah satu hal yang

penting untuk diperhatikan karena menurut konstitusi WHO, kesehatan

meliputi kesehatan fisik, mental, serta sosial secara keseluruhan. WHO

mengartikan kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai posisinya

dalam kehidupan, dalam konteks kultur dan sistem nilai di mana mereka

hidup, dan dalam hubungan dengan tujuan, harapan, standar yang ada,

dan perhatian mereka (Al-Maskari M., 2011).

Dwi Rahayu Yuliyanti (2015) melakukan sebuah penelitian untuk

mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia.

Berdasarkan peneitian tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia.

Dimana dari hasil penelitian terebut menunjukkan dukungan keluarga yang

tinggi pada lansia sebagian besar kualitas hidupnya baik, sedangkan

dukungan keluarga yang rendah pada lansia sebagian besar kualitas hidupnya

buruk.

Kualitas hidup dinyatakan sebagai ukuran konseptual atau operasional

mencakup kesejahteraan, kualitas kelangsungan hidup serta kemampuan

untuk secara mandiri melakukan aktivitas sehari – hari yang sering digunakan

dalam situasi penyakit kronik sebagai cara untuk menilai dampak terapi pada

pasien (Brooker, 2008).

Pengukuran kualitas hidup bersifat multidimensi yang meliputi fungsi

fisik, psikologis, sosial, lingkungan dan kualitas hidup secara umum.

Pengukuran kualitas hidup bisa dilakukan dengan menggunakan kuesioner


6

yang dikembangkan oleh WHO. Para penderita DM dikatakan memiliki

hidup yang berkualitas apabila mereka memiliki kondisi fungsional yang

optimal, sehingga mereka dapat menikmati kehidupannya dengan penuh

makna, membahagiakan dan berguna. Gangguan pola tidur pada lansia yang

menderita DM dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia tersebut seperti

kualitas hidup yang buruk, fisik, emosi, dan sosial.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada

tanggal 22 Februari 2019 di Prolanis Sanang Barigas Palangka Raya terdapat

30 lansia yang mederita DM, 4 dari 5 lansia mengalami gangguan tidur.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, peneliti tertarik untuk

melukakan penelitian tentang Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kualitas

Hidup Pada Lansia dengan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 Di Klub

Prolanis Sanang Barigas Palangka Raya tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Hubungan

Kualitas Tidur Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia dengan Penyakit Diabetes

Melitus Tipe 2 Di Klub Prolanis Sanang Barigas Palangka Raya.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia dengan

Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 Di Klub Prolanis Sanang Barigas

Palangka Raya.
7

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi Pola Tidur pada lansia yang mengikuti kegiatan

di klub prolanis Sanang Barigas Palangka Raya.

b. Mengidentifikasi Kualitas Hidup pada lansia yang mengikuti

kegiatan di klub prolanis Sanang Barigas Palangka Raya.

c. Menganalisis tentang Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kualitas

Hidup Pada Lansia dengan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di

Klub Prolanis Sanang Barigas Palangka Raya.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Sebagai sarana untuk penerapan ilmu konsep dasar keparawatan

dan menambah wawasan berpiki rmahasiswa tentang Hubungan Kualitas

Tidur Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia dengan Penyakit Diabetes

Melitus Tipe 2 Di Klub Prolanis Sanang Barigas Palangka Raya.

a. Bagi IPTEK

Bagi perkembangan informasi dan teknologi diharapkan

penulisan ini dapat berguna sebagai penambah wawasan mahasisiwa

dan memberikan masukan bagi mahasiswa dalam pengembangan

pengetahuan khususnya dalam perkuliahan.

b. Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan wawasan dan

bahan masukan yang dapat dibuat untuk pengajar sebagai acuan

dalam hal belajar mengajar oleh institusi pendidikan dalam

memberikan informasi kepada anak didiknya terutama tentang


8

Hubungan Kualitas Tidur dengan Kualitas Hidup pada Lansia

dengan penyakit DM, serta sebagai bahan bacaan diperpustakaan

yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa, untuk mengoptimalkan

mutu pendidikan agar lebih baik.

c. Bagi Klub Prolanis Sanang Barigas Palangka Raya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi atau dasar

dalam memberikan pelayanan keperawatan, khususnya dalam

pemberian asuhan keperawatan pada lansia yang terkena Diabetes

Melitus dimana banyak sekali komplikasi dan akibat yang

ditimbulkan sehingga mengganggu semua aspek kehidupan termasuk

tidur yang seperti kita tahu adalah salah satu kebutuhan dasar

manusia yang jika tidak terpenuhi akan berakibat buruk terhadap

kehidupannya.

d. Bagi Mahasiswa

Sebagai masukan dan memberikan pembelajaran dan

menambah wawasan mahasiswa terkait dengan Hubungan Kualitas

Tidur dengan Kualitas Hidup pada Lansia dengan penyakit DM.

e. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi peneliti lain dapat dimanfaatkan dan dijadikan sebagai

bahan referensi untuk pustaka dan hasil penelitian ini dapat dijadikan

dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang hal-hal

yang berkaitan dengan Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kualitas

Hidup Pada Lansia dengan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Klub Prolanis Sanang Barigas Palangka Raya.

Anda mungkin juga menyukai