Anda di halaman 1dari 16

I.

DEFINISI
Batu ginjal adalah satu keadaan terdapat suatu atau lebih batu didalam pelvis atau
calyces ginjal atau disaluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal disaluran kemih (kalkulus
uriner) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa
terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandng kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu ini disebuturolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk dan deposit mineral, umumnya kalsium oksalat
dan kalsium fosfat serta asam urat dan kristal-kristal lain yang ditemukan sepanjang
traktus urinarius (Mutaqin, 2013). Batu ginjal adalah adanya batu dalam sistem
perkemihan sebanyak 60% kandungan batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat, asam urat.
Magnesium, amonium, dan fosfat atau gelembung asam amino (Nursalam dkk, 2009).

II. ETIOLOGI
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum diketahui pasti,
tetapi penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis, terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
1. Faktor intrinsik meliputi :
a. Faktor genetik
Faktor genetik berperan penting dalam terjadinya batu ginjal pada seseorang.
Menurut Mange K.C (1999), seseorang yang mempunyai keluarga penderita batu
ginjal mempunyai risiko mengalami penyakit batu ginjal sebesar 25 kali
dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai garis keturunan penyakit
batu ginjal. Berdasarkan penelitian dilaporkan bahwa 50% pasien dengan
hiperkalsiura idiopatik bersifat diturunkan.
b. Riwayat sakit batu ginjal sebelumnya
Penyakit batu ginjal bersifat kumat-kumatan, Artinya pasien yang pernah
menderita batu ginjal sekalipun batunya pernah keluar secara spontan atau
dikeluarkan oleh dokter, suatu saat nanti dapat mengalami kekambuhan.
c. Umur : paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
d. Jenis kelamin : jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
e. Kelainan anatomi ginjal dan salurannya
Insiden batu ginjal lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami kelainan
anatomi ginjal. Hal ini berhubungan dengan terlambatnya aliran air kemih.
Misalnya pada ginjal tapal kuda (horseshoe kidney), penyempitan ureter,
penyempitan dikaliks, dan sebagainya.
2. Faktor ekstrinsik meliputi :
a. Jumlah minum sedikit
Kurang minum, aktivitas yang banyak mengeluarkan keringat, dan cuaca/iklim
panas menyebabkan volume cairan tubuh berkurang. Akibatnya, jumlah air kemih
yang terbentuk juga lebih sedikit. Keadaan ini juga menciptakan supersaturasi atau
kejunuhan ginjal.
b. Meningkatnya konsentrasi mineral pembentuk batu dalam air kemih
Pengeluaran mineral yang berlebihan melalui air kemih menciptakan kejenuhan air
kemih dan berpotensi menyebabkan terbentuknya batu ginjal. Misalnya
:hiperkalsiura (pengeluaran kalsium yang berlebihan bersama air kemih),
hiperoksaluria (pengeluaran oksalat yang berlebihan bersamaan air kemih), dan
hiperuricosuria (pengeluaran asam urat yang berlebuhan bersamaan air kemih).
c. Jenis pekerjaan dan hobi yang memicu dehidrasi
Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari lebih banyak menggunakan kekuatan fisik
dan yang terlebih lagi tinggal di daerah yang beriklim panas serta terpapar matahari
memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan batu ginjal. Mereka yang
mempunyai hobi berolah raga tanpa diimbangi dengan jumlah minum yang
memadai yang termasuk golongan yang berpotensi menderita batu ginjal.
d. Komsumsi obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan seperti efedrin, obat pelancar kecing, obat kejang, dan
obat anti virus (indinavir) berpotensi memudahkan terbentuknya batu ginjal.
e. Penyakit dan gangguan metabolik
Kelainan metabolik tertentu menyebabkan pembuangan mineral tubuh
meningkatkan misalnya penyakit hiperparateriodisme (terjadi hiperkalsiura,
penyakit rematik asam urat/gout artritis (terjadi hiperuricosuria), penyakit usus
(menurunnya kadar sitrat), dan penyakit asidosis tubuler ginjal (kehilangan sitrat
melalui air kemih).
f. Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
g. Diet : diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih.

III. TANDA DAN GEJALA


a. Nyeri. Sering bersifat kolik atau ritmik, terutama bila batu terletak di ureter atau di
bawah. Nyeri dapat terjadi secara hebat tergantung dari lokasi letak batu
b. Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi atau infeksi
c. Hematuria. Disebabkan oleh iritasi dan cidera struktur ginjal yang disertai batu
d. Penurunan pengeluaran urin
e. Terjadi obstruksi aliran pengenceran urin karena kemampuan ginjal memekatkan urin
terganggu oleh pembengkakan yang terjadi disekitar kapiler peritubulus
f. Distensi pelvis ginjal.
g. Rasa panas dan terbakar di pinggang.
h. Peningkatan suhu (demam).
i. Perubahan dalam Buang air kecil dan warna urin
j. Tubuh mengalami pembengkakan
k. Tubuh cepat lelah / kelelahan
l. Bau Mulut / ammonia breath
m. Gangguan gastrointestinal: rasa mual dan ingin muntah

IV. PATOFISIOLOGI
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran
kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau
keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat
menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal
permanen (gagal ginjal).
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara pasti,
akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni
jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti (nidus). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini
menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu
pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan dan
meyebabkan terjadinya pengendapan.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran
kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau
keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat
menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal
permanen (gagal ginjal).
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis
belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu
antara lain: Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan
juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin
menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan
batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa
nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu
yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi
struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul
hidronefrosis karena dilatasi ginjal. Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan
mengakibatkan kerusakan pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal
kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi
penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.

V. KOMPLIKASI
Menurut Nursalam (2011) komplikasi yang disebabkan dari batu pada ginjaladalah:
1. Sumbatan: akibat pecahan batu (Obstruksi)
2. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal
4. Hidronefrosis
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini wajib lakukan pada pasien yang dicurigai mempunyai batu.
semua batu saluran kemih (98%) merupakan batu radioopak. Pada kasus ini,
diagnosis ditegakkan melalui radiografi. Pemeriksaan rutin meliputi:
a. Foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung kemih (KUB).
b. USG atau excretory pyelography (Intravenous Pyelography, IVP)
c. Excretory pyelography tidak boleh dilakukan pada pasien dengan alergi media
kontras, kreatinin serum > 2 mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis
d. CT Scan
Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :
a. Retrograde atau antegrade pyelography
b. Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)
c. Scintigraphy
2. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi:
a. Sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit),
dan pH urin.
b. Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.
c. C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya dilakukan pada
keadaan demam.
d. Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.
e. Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor risiko
metabolik.

VII.PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar penatalaksanaan medis pada batu ginjal adalah untyuk meneghilangkan
batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan
mengurangi obstruksi yang terjadi. Berikut beberapa penatalaksanaan medis batu yang
terdapat pada ginjal yaitu :

1. Medikamentosa
Terapi medikamemntosa ini ditujukan untuk batu yang ukurannya lebih kecil
dengan diameter kurang kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan
tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya kalsium)
yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu
yang telah ada. Setiap pasien batu saluran kemih harus minum paling sedikit 8 gelas
air sehari. Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan yaitu :
a. Batu kalsium : Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang
mengandung kalsium oksalat seperti bayam, daun seledri, kacang-kacangan, kopi,
teh, dan coklat. Sedangkan batu kalsium fosfat : mengurangi makanan yang
mengandung kalsium tinggi seperti : ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan
sari buah.
b. Batu asam urat : Makanan yang dikurangi adalah daging, kerang, gandum,
kentang, tepung-tepungan, saus dan lain-lain.
c. Batu struvite : Makanan yang dikurangi adalah keju, telur, buah murbai, susu dan
daging
d. Batu cystin : Makanan yang dikurangi adalah sari buah, susu, kentang. Anjurkan
pasien banyak minum : 3-4 liter/hari serta olahraga yang teratur.
2. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Analgesik dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar
batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen
dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk
mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih
atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu
dikeluarkan, batu saluran kemih dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan
obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu
berikutnya.
3. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu. Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali
oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui
saluran kemih. ESWL dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan
terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.
4. Tindakan Operasi
Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk
penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan
pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu :
a. Nefrolitotomi adalah operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di dalam
ginjal
b. Ureterolitotomi adalah operasi terbuka untuk mengambil batu yang ada di ureter
c. Vesikolitomi adalah operasi tebuka untuk mengambil batu yang ada di vesica
urinaria atau kandung kemih
d. Uretrolitotomi adalah operasi terbuka untuk mengambil batu yang ada di uretra.

VIII. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
a. Identitas klien
Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling mengganggu ketidaknyamanan dalam aktivitas
atau yang menggangu saat ini. Pada umumnya klien mengeluh nyeri didaerah luka
operasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Dimana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai dibawa ke RS.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kx dengan batu ginjal di dapatkan riwayat adanya batu dalam ginjal.
e. Riwayat penyakit keluarga
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang
tua.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Dikaji tentang cara klien dalam melakukan personal higiene setelah operasi dan
merawat kesehatan diri dan lingkungannya.
2. Pola nutrisi dan metabolisme.
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi penurunan karena adanya luka Op
pada ginjal.
3. Pola aktifitas dan latihan.
klien mengalami gangguan beraktivitas karena kelemahan fisik gangguan
latihan karena adanya luka op pada ginjal.
4. Pola eliminasi.
Pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit karena adanya sumbatan atau
adanya batu ginjal dalam perut, BAB normal.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Klien biasanya lemah, Kesadaran komposmentis, Adanya rasa nyeri
2. Kulit
Terasa panas, Turgor kulit menurun, Penampilan pucat
3. Pernafasan
Pergerakan tidak ada yang tertinggal, Nafas cepat.
4. Cardiovaskuler
Takikardi, Irama jantung reguler
5. Gastro intestinal
Kurangn asupan makanan karena nafsu makan menurun.
6. Sistem integumen
Tampak pucat
7. Genito urinalis
Dalam BAK produksi urine tidak normal, Jumlah lebih sedikit karena ada
penyumbatan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan sekunder terhadap urolithiasis.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi ginjal/ureteral, obstruksi
mekanik dan inflamasi.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah dan diuresis pasca obstruksi.
Diagnosa Post OP :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan Invasi kuman pada luka operasi
3. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan Interupsi mekanis pada
kulit / jaringan. Perubahan sirkulasi, efek – efek yang ditimbulkan oleh medikasi;
akumulasi drain; perubahan status metabolis.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, dan
tidak mengenal sumber informasi

C. Intervensi
1. Pre OP
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan sekunder terhadap urolithiasis.
Data Subyektif : Adanya nyeri
Data Obyektif : Rasa tidak enak di perut, ekspresi wajah meringis, posisi
menahan sakit, sulit tidur dan istirahat, dan berusaha mencari posisi untuk
menghilangkan nyeri.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang dan spasme terkontrol
Kriteria hasil : Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0 - 10) dan penyebaran. Peningkatan
TD dan nadi, gelisah dan merintih.
R/ : Mengevaluasi tempat obstruksi, kemajuan gerakan kalkulus.
Nyeri tiba – tiba dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat terhadap
perubahan nyeri.
R/ : Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai
waktu. Penghentian nyeri secara tiba – tiba biasanya menunjukkan lewatnya
batu
3) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, lingkungan untuk
istirahat
R/ : Meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan koping
4) Bantu/dorong bernafas secara fokus
R/ : Mengarahkan kembali dan membantu relaksasi otot
5) Bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan
cairan sedikitnya 3 – 4 L/hari.
R/ : Hidrasi kuat, memungkinkan lewatnya batu, mencegah statis
urine, dan membantu mencegah pembentukkan batu selanjutnya
6) Pertahankan keluhan peningkatan/ menetapnya nyeri abdomen
R/ : Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine kedalam area perirenal.
7) Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Menurunkan kolik uretral, meningkatkan relaksasi otot dan
menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu
8) Berikan kompres hangat pada punggung
R/ : menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks
spasme.
9) Pertahankan patensi kateter bila digunakan
R/ : Mencegah stasis urine, menurunkan resiko tekanan ginjal
meningkat dan infeksi.
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi ginjal/ureteral, obstruksi
mekanik dan inflamasi.
Data Subyektif : Adanya kesulitan untuk berkemih
Data Obyektif : sakit saat brkemih, urine tidak lancar, hematuria
Tujuan : Pola eliminasi urine normal
Kriteria Hasil : Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya, tidak
mengalami tanda obstruksi
Intervensi :
1) Kaji pola berkemih, frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna urine
pasien
R/ : Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi
miksi
2) Anjurkan pasien untuk minum sebanyak 2000 cc per hari
R/ : Membantu mempertahnkan fungsi ginjal, pemmberian air secara orberian
air secara oral adalah pilihan terbaik untuk mendukung aliran darah renal dan
untuk membilas bakterii dari traktus urinarius
3) Anjurkan menghindari konsumsi minuman kopi, teh, soda, dan alcohol;
awasi adanya distensi kandung kemih
R/ : Menurunkan iritasi dengan menghindari minuman yang bersifat
mengiritasi saluran kemih.
4) Awasi adanya distensi kandung kemih
R/ : Retensi urin dapat menyebabkan distensi jaringan kandung
kemih/ginjal, potensial resiko infeksi, gagal ginjal
5) Awasi pemeriksaan laboratorium seperti kultur urine, elektrolit, BUN,
kreatinin.
R/ : Peningkatan BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan
disfungsi ginjal.
6) Berikan obat sesuai indikasi
R/ : terapi yang digunakan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urine, dan membebaskan obstruksi.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah dan diuresis pasca obstruksi.
Data Subyektif : Mual, muntah, haus.
Data Obyektif : Demam, BB turun, membran mukosa kering, turgor kulit
kering.
Tujuan : Mempertahankan kesimbangan cairan adekuat
Kriteria Hasil : Tanda vital stabil dan BB dalam rentang normal, nadi
perifer normal, membran mukosa lembab, dan turgor kulit baik.
Intervensi:
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran
R/ : Membandingkan keluaran aktual dan mengevaluasi derajat
kerusakan ginjal
2) Catat frekuensi dan karakteristik muntah/diare, juga pencetus dan kejadian
yang menyertai atau mencetuskan
R/ : Mual/muntah dan diare berhubungan dengan kolik ginjal karena
saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung
3) Awasi tanda vital, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran
mukosa.
R/ : Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
4) Timbang BB tiap hari
R/ : Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi
5) Tingkatkan pemasukan cairan 3 – 4 L/hari dalam toleransi jantung
R/ : Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis juga
tindakan “mencuci“ yang dapat membilas batu keluar, dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan
cairan berlebihan (muntah dan diare)
6) Pemeriksaan lab seperti Hb/Ht, dan elektrolit
R/ : Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi
7) Berikan cairan intravena
R/ : Mempertahankan volume sirkulasi, meningkatkan fungsi ginjal
8) Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.
R/ : Makanan mudah dicerna, menurunkan aktivitas GI atau iritasi dan
membantu untuk keseimbangan nutrisi
2. Post OP
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan
Data Subyektif : Laporan adanya nyeri pada luka operasi
Data Obyektif : adanya luka operasi serta ekspresi wajah meringis dan
menahan sakit
Tujuan : nyeri berkurang/hilang atau teratasi
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diatasi dengan skala nyeri 0-4, Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1) Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0 - 10) dan penyebaran. Peningkatan TD
dan nadi, gelisah dan merintih.
R/ : Mengevaluasi tempat obstruksi, kemajuan gerakan kalkulus.
Nyeri tiba – tiba dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat terhadap
perubahan nyeri.
R/ : Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai
waktu. Penghentian nyeri secara tiba – tiba biasanya menunjukkan lewatnya batu
3) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif
R/ : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri
4) Atur posisi fisiologi dan imobilisasi ekstrimitas yang mengalami insisi
R/ : Posisi fiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang
mengalami peradangan subkutan
5) Istirahatkan pasien
R/ : Istirahat diperlukan selama fase akut. Disini akan meningkatkan
suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
6) Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung
R/ : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal
dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan
yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan.
7) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi pernafasan dalam
R/ : Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurukan nyeri
sekunder dari peradangan. Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimka ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
8) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
R/ : Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri kan berkurang
b. Resiko infeksi berhubungan dengan Invasi kuman pada luka operasi
Data Subyektif : status pembedahan
Data Obyektif : imobilitas, terpasang drain/kateter, dan terdapat luka operasi
Tujuan : Tidak adanya tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi
Kriteria Hasil : Meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari
drainase purulen atau eritema, dan tidak demam.
Intervensi :
1) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi, dan pernapasan
cepat, gelisah, peka, disorientasi.
R/: Pasien beresiko untuk syok bedah/septik sehubungan dengan
manipulasi/instrumentasi
2) Observasi drainase dari luka
R/ : Adanya drain meningkatkan resiko infeksi, yang diindikasikan
dengan adanya eritema, drainase purulen
3) Ganti balutan dengan sering dengan teknik aseptik
R/ : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media
untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
4) Berikan antibiotik sesuai indikasi
R/ : Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi
c. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan Interupsi mekanis pada
kulit / jaringan. Perubahan sirkulasi, efek – efek yang ditimbulkan oleh medikasi;
akumulasi drain; perubahan status metabolis
Data Subyektif : Status pembedahan
Data Obyektif : adanya luka operasi
Tujuan : Gangguan pada permukaan / lapisan kulit dan jaringan tidak
ditemukan
Kriteria Hasil : Mencapai penyembuhan luka.
Intervensi :
1) Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi. Gunakan
teknik aseptik yang ketat.
R/: Lindungi luka dan perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah
akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi.
2) Secara hati – hati lepaskan perekat (sesuai arah pertumbuhan rambut) dan
pembalut pada waktu mengganti.
R/: Mengurangi risiko trauma kulit dan gangguan pada luka.
3) Gunakan sealant / barrier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan
perekat yang halus / silk (hipoalergik atau perekat Montgoumery / elastic
untuk membalut luka yang membutuhkan pergantian balutan yang sering.
R/: Menurunkan risiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan
memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus.
4) Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar
dari balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstremitas.
R/: Dapat mengganggu atau membendung sirkulasi pada luka
sekaligus bagian distal dari ekstermitas.
5) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
R/: Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka
berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang
lebih serius.
6) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
R/: Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses
penyembuhan, apabila pengeluaran cairan terus – menerus atau adanya eksudat
yang bau menunjukkan terjadinya komplikasi (misalnya pembentukan fistula,
perdarahan, infeksi)
8) Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hidrogen peroksida atau
dengan air yang mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi ditutup.
R/: Menurunkan kontaminasi kulit; membantu dalam membersihkan
eksudat.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhuan belajar) tentang kondisi / situasi, prognosis,
kebutuhan pengobatan
Data Subyektif : laporan akan ketidaktahuan mengenai cara perawatan pasca
operasi
Data Obyektif : Bertanya tentang cara perawatan pasca operasi
Tujuan : Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur danpengobatan.
Kriteria Hasil : menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam program perawatan.
Intervensi:
1) Tinjau ulang pembedahan / prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa
datang.
R/: Sediakan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat
pilihan.
2) Tinjau ulang dan minta pasien / orang terdekat untuk menunjukkan perawatan
luka / balutan jika diindikasikan. Identifikasi sumber – sumber untuk
persediaan.
R/: Meningkatkan kompetensi perawatan diri dan menigkatkan
kemandirian.
3) Tinjau ulang penghindaran faktor – faktor risiko, misalnya pemajanan paa
lingkungan / orang yang terinfeksi.
R/: Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh
4) Diskusikan terapi obat – obatan, meliputi penggunaan resep dan analgesik
yang dijual bebas.
R/: Meningkatkan kerja sama dengan regimen; mengurangi risiko
reaksi merugikan / efek – efek yang tidak menguntungkan.
5) Identifikasi keterbatasan aktifitas khusus.
R/: Mencegah regangan yang tidak diinginkan di lokasi operasi.
6) Rekomendasikan rencana / latihan progresif.
R/: Meningkatkan pengembalian ke fungsi normal dan meningkatkan
perasaan sehat.
7) Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.
R/: Sediakan elemen yang dibutuhkan untuk regenerasi
penyembuhan jaringan dan mendukung perfusi jaringan dan fungsi organ.

DAFTAR RUJUKAN
Muttaqin arif &kumala sari. 2013. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.
Salemba medika. Jakarta.
Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Rudi, Hira. 2014. Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Batu Ginjal, (Online),
(https://www.academia.edu/5478476/Batu_ginjal), diakses pada 12 Februari 2019.
Sasmita, Ika Purwanti. 2015. Laporan Pendahuluan Batu Ginjal, (Online),
(https://www.scribd.com/document/289629502/Lp-Batu-Ginjal), diakses pada 12
Februari 2019.

Anda mungkin juga menyukai