Anda di halaman 1dari 8

Vol. 07, No.

01, Maret 2018 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit TB Paru
ARTIKEL PENELITIAN

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Penyakit TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Walantaka

Rina Puspita Sari1, Ratu Desi Arisandi2


Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan YATSI
Email: lintangalifah@gmail.com

Abstrak
Penyakit Tuberkulosis merupakan masalah global di dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Walantaka Tahun 2017. Penelitian bersifat
korelasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode total populasi
yaitu sebanyak 60 responden. Pengumpulan data melalui kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang
berhubungan kejadian penyakit TB paru adalah status gizi (p value = 0,006), ventilasi (p value = 0,000), pencahayaan
(p value = 0,026), dan kelembaban (p value = 0,011). Masyarakat disarankan untuk aktif dalam upaya pencegahan
penyakit TB paru yaitu dengan memperbaiki status gizi masyarakat dan memperbaiki kondisi tempat tinggal yang
sesuai dengan syarat kesehatan.
Kata kunci : Status Gizi, Ventilasi, Pencahayaan, Kelembaban, TB Paru

Abstract
Tuberculosis is a global problem in the world and an estimated one-third of the world's population has been infected with
the bacterium Mycobacterium tuberculosis. The aim of this research was to analyze factors related to Lung TB incidence at
Puskesmas Walantaka 2017. Research was correlational with cross sectional approach. The sampling technique was using
the total population method as many as 60 respondents. Data were collected through observation of the questionnaire. The
results showed that variables related to pulmonary tuberculosis incidence nutritional status (p value = 0,000), lighting (p
value = 0.026 ), and humidity (p value = 0.011). The community is advised to be active in efforts to prevent pulmonary TB
disease by improving the nutritional status of the community and improving living conditions in accordance with health
requirements.
Keywords : Nutrition Status, Ventilation, Lighting, Humidity, Pulmonary TB

25
Sari & Arisandi Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Pendahuluan Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar


Tuberkulosis paru merupakan salah (Riskesdas) tahun 2013 ditemukan bahwa
satu penyakit infeksi yang telah lama prevalensi TB Nasional dengan
dikenal dan sampai saat ini masih menjadi pemeriksaan BTA mikroskopis pagi-
penyebab utama kematian di dunia. sewaktu dengan dua slide BTA positif
Penyakit yang sudah cukup lama ini adalah 289/100.000 penduduk, sedangkan
merupakan masalah global di dunia dan prevalensi TB Nasional dengan satu slide
diperkirakan sepertiga penduduk dunia BTA positif adalah 415/100.000 penduduk.
telah terinfeksi oleh bakteri ini. Pada tahun Lima provinsi dengan TB tertinggi adalah
2013, ditemukan sekitar 9 juta orang Jawa Barat, Papua, DKI Jakarta,
penderita TB dan sekitar 1,5 juta orang Gorontalo, Banten, dan Papua Barat.4
meninggal akibat penyakit tersebut, Di Provinsi Banten TB paru
360.000 diantaranya positif HIV. Infeksi menempati urutan keempat, setelah
baru dalam jumlah banyak terdapat di Asia penyakit influenza, diare, dan hipertensi.
Tenggara (3 juta) dan Afrika (2 juta). Jumlah penemuan penderita TB paru BTA
Sepertiga pasien dengan tuberkulosis di + pada tahun 2011 mencapai 8.208
Afrika juga menjadi pembunuh utama pada sedangkan pada tahun 2010 mencapai
orang-orang yang terinfeksi HIV.1 8,466 kasus, dan diobati sebanyak 9,779
WHO dalam Annual Report on kasus, serta penderita TB yang sembuh
Global TB Control 2011 menyatakan sebanyak 70,59%, dengan demikian yang
terdapat 22 negara dikategorikan sebagai belum sembuh atau dalam tahap
high burden countries terhadap TB, pengobatan sebanyak 29,1%.5
termasuk Indonesia, karena jumlah Wilayah Kerja Puskesmas Walantaka
penduduknya yang cukup besar. Pada merupakan daerah dengan kasus TB paru
tahun 2010 diperkirakan terdapat 8,8 juta cukup tinggi, pada tahun 2014 terdapat 32
kasus TB, dimana 3,9 juta adalah kasus kasus, pada tahun 2015 35 kasus dan pada
BTA (Basil Tahan Asam) positif serta 1,4 tahun 2016 terdapat peningkatan signifikan
juta orang meninggal di seluruh dunia yaitu pada periode Januari – Oktober 2016
akibat TB termasuk 0,35 juta manusia sebanyak 45 kasus. Berdasarkan hasil
dengan penyakit HIV.2 survei lapangan yang peneliti lakukan
Menurut WHO tahun 2009 Indonesia terhadap 14 rumah penderita TB paru di
merupakan negara dengan pasien TB wilayah kerja Puskesmas Walantaka
terbanyak ke-5 di dunia setelah India, diketahui bahwa 10 rumah kondisinya
Cina, Afrika Selatan dan Nigeria dengan kurang memenuhi syarat kesehatan, hal
jumlah kasus baru 429.730 jiwa dan tersebut terlihat dari keadaan rumah yang
kematian 62.246 jiwa per tahun. Insidensi lembab dan ventilasi banyak yang tertutup,
kasus TB BTA positif sekitar 102 per sehingga sinar matahari yang masuk ke
100.000 penduduk. Namun pada tahun dalam rumah menjadi minim. Dari hasil
2010 Indonesia naik menjadi peringkat ke- survey juga diketahui bahwa sebagian
4 negara dengan insidensi TB tertinggi di besar penderita TB paru memiliki status
dunia sebanyak 0,37 - 0,54 juta setelah gizi kurang baik.
India (2,0 - 2,5 juta), Cina (0,9 - 1,2 juta), Sumber penularan penyakit TB paru
Afrika Selatan (0,40 - 0,59 juta). Pada yaitu lewat percikan ludah/dahak dan
tahun 2013 diperkirakan angka prevalensi batuk penderita TB paru yang tersembur
TB di Indonesia adalah 297 per 100.000 dan terhisap saat bernapas ke dalam paru
penduduk dengan kasus baru setiap tahun orang yang sehat melalui udara (droplet
mencapai 460.000 kasus. Dengan nuclei). Diperkirakan satu orang menderita
demikian, total kasus hingga 2013 TB paru BTA positif yang tidak diobati
mencapai sekitar 800.000-900.000 kasus.3 akan menulari 10-15 orang setiap
tahunnya.6 Selain itu, banyak faktor risiko

26
Vol. 07, No. 01, Maret 2018 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit TB Paru

lain yang dapat mempengaruhi penularan adalah status gizi, staus imunisasi BCG
penyakit TB paru. Menurut Achmadi,7 dan riwayat kontak dengan Penderita TB
faktor host terhadap risiko kejadian TB paru.9
paru meliputi karakteristik kependudukan Berdasarkan hal-hal tersebut diatas,
seperti faktor jenis kelamin, umur, status penting untuk dilakukan penelitian tentang
gizi dan kondisi sosial-ekonomi. “Faktor-faktor yang berhubungan dengan
Faktor lingkungan meliputi kejadian TB paru di Wilayah Kerja
kepadatan penghuni, lantai rumah, Puskesmas Walantaka tahun 2017”.
ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan
suhu. Faktor lingkungan yang sangat Metodelogi Penelitian
berpengaruh terhadap risiko kejadian TB Desain penelitian menggunakan
paru adalah lingkungan rumah, disebabkan deskriptif analitik dengan pendekatan cross
rumah merupakan tempat berhubungan sectional yang melibatkan 60 responden.
dengan lamanya kontak dan kualitas Populasi penelitian ini adalah pasien TB
pemaparan dengan penderita TB. Setiap paru di puskesmas Walantaka. Instrumen
satu BTA positif menularkan kepada 10-15 yang digunakan dalam penelitian ini
orang lainnya, sehingga kemungkinan adalah lembar ceklis untuk mencatat hasil
kontak untuk tertular TB adalah 17%. observasi. Sedangkan cara pengumpulan
Hasil studi lain juga mengatakan bahwa data dalam penelitian ini dengan cara
kontak terdekat (keluarga serumah) akan meminta responden untuk mengisi
dua kali lipat lebih beresiko dengan kontak kuesioner yang telah dipersiapkan.
biasa (tidak serumah). Analisis data dilakukan secara
Penularan TB paru melalui udara univariat dan bivariat. Analisis bivariat
lebih tinggi pada udara dalam ruangan menggunakan distribusi frekuensi dari
tertutup seperti udara dalam rumah yang masing-masing varibel. Sedangkan analisis
pengap dan lembab. Sanitasi lingkungan bivariat menggunakan uji statistik chi-
rumah sangat mempengaruhi keberadaan square untuk mengetahui hubungan antar
bakteri Mycobacterium tuberculosis, variabel independen (umur, status gizi,
dimana bakteri ini dapat hidup selama 1-2 ventilasi, pencahayaan, kelembaban)
jam bahkan sampai beberapa hari hingga dengan dependen (kejadian TB paru).
berminggu-minggu tergantung ada Dikatakan berhubungan secara signifikan
tidaknya sinar matahari, ventilasi, jika nilai Pvalue≤ 0,05.
kelembaban, suhu, lantai dan kepadatan
penghuni rumah.7 Kuman tuberkulosis
Hasil Penelitian
dapat bertahan hidup beberapa jam
Berdasarkan hasil analisis univariat
ditempat yang gelap dan lembab.
terhadap varibel yang dependen (kejadian
Bakteri tuberkulosis tahan selama 1-
TB paru) dan independen (umur, status
2 jam di udara terutama di tempat yang
gizi, ventilasi, pencahayaan, dan
lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan),
kelembaban) yang diteliti terlihat bahwa
namun tidak tahan terhadap cahaya/sinar
dari 60 responden, sebanyak 38 responden
dan aliran udara/ventilasi udara. Penelitian
mengalami kejadian TB paru (BTA +)
di Sumatera menemukan adanya hubungan
(65,3%), dan sebanyak 22 responden tidak
antara ventilasi rumah dan kepadatan
mengalami kejadian TB paru (BTA -)
hunian dengan kejadian TB paru.8
(34,7%). Sebanyak 11 responden adalah
Hasil penelitian lain menemukan
remaja (18,3%), 38 responden dewasa
bahwa faktor yang berhubungan dengan
(63,3%) dan 11 responden lansia (18,3%).
kejadian TB paru antara lain adalah
Sebanyak 20 responden memiliki memiliki
kelembaban kamar tidur, ventilasi, status
status gizi kurang (33,3%), dan sebanyak
gizi dan tingkat pengetahuan. Faktor yang
40 responden memiliki status gizi baik
berhubungan dengan kejadian TB paru
(66,7%).

27
Sari & Arisandi Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Tabel 1. Analisis Univariat Paru diperoleh p value = 0,006, pada α =


0,05 (p ≤ α) maka dapat disimpulkan
Variabel Kategori n %
TB Paru BTA (+) 38 65,3 bahwa terdapat hubungan yang signifikan
BTA (-) 22 34,7 antara status gizi dengan kejadian TB Paru.
Umur Remaja (12-25 th) 11 18,3 Hasil analisis juga diperoleh nilai OR (Odd
Dewasa (26-45) 38 63,3 Ratio) = 9,000, artinya responden dengan
Lansia (≥46 th) 11 18,3 status gizi kurang, memiliki resiko 9 kali
Status Gizi Gizi kurang 20 33,3
Gizi baik 40 66,7 lebih besar untuk mengalami kejadian TB
Ventilasi Memenuhi syarat 29 48,3 Paru dibandingkan responden dengan
Tidak memenuhi 31 51,7 status gizi baik.
syarat
Pencahayaan Memenuhi syarat 17 28,3 Hasil uji statistik hubungan keadaan
Tidak memenuhi 43 71,7
syarat ventilasi dengan kejadian TB Paru
Kelembaban Memenuhi syarat 22 36,7 diperoleh nilai p value = 0,000, pada α =
Tidak memenuhi 38 63,3 0,05 (p ≤ α) maka dapat disimpulkan ada
syarat hubungan ventilasi dengan TB Paru. Hasil
analisis juga diperoleh nilai OR (Odd
Dari 60 responden, sebanyak 29 Ratio) = 24,545, artinya responden yang
responden memiliki ventilasi tidak memiliki tempat tinggal dengan ventilasi
memenuhi syarat (48,3%), dan sebanyak tidak memenuhi syarat beresiko 24,545
31 responden memiliki ventilasi memenuhi kali lebih besar untuk mengalami kejadian
syarat (51,7%). Sebanyak 17 responden TB paru dibandingkan responden yang
memiliki tempat tinggal dengan memiliki tempat tinggal dengan ventilasi
pencahayaan tidak memenuhi syarat yang memenuhi syarat.
(28,3%), dan sebanyak 43 responden Hasil uji statistik hubungan keadaan
memiliki tempat tinggal dengan pencahayaan dengan kejadian TB Paru
pencahayaan memenuhi syarat (71,7%). diperoleh p value = 0,026, pada α = 0,05 (p
Sebanyak 22 responden memiliki tempat ≤ α) maka dapat disimpulkan ada
tinggal dengan kelembaban tidak hubungan pencahayaan dengan kejadian
memenuhi syarat (36,7%), dan sebanyak TB Paru. Hasil analisis juga diperoleh nilai
38 responden memiliki tempat tinggal OR (Odd Ratio) = 6,333, artinya responden
dengan kelembaban memenuhi syarat yang memiliki tempat tinggal dengan
(63,3%). kelembaban tidak memenuhi syarat
Analisis bivariat menunjukkan beresiko 6,333 kali lebih besar untuk
bahwa variabel umur, status gizi, ventilasi, mengalami kejadian TB paru dibandingkan
pencahayaan, dan kelembaban responden yang memiliki tempat tinggal
berhubungan secara signifikan dengan dengan kelembaban yang memenuhi
kejadia TB paru (Pv≤0,05). Uji statistik syarat.
hubungan status gizi dengan kejadian TB

Tabel 2. Analisis Bivariat


TB Paru
Variabel Kategori BTA (+) BTA (-) Pvalue OR
n % n %
Status Gizi Gizi kurang 18 90,0 2 10,0 0,006 9,000
Gizi baik 20 50,0 20 50,0
Ventilasi Memenuhi syarat 27 93,1 2 6,9 0,000 24,545
Tidak memenuhi syarat 11 35,5 20 64,5
Pencahayaan Memenuhi syarat 15 88,2 2 11,8 0,026 6,522
Tidak memenuhi syarat 23 53,5 20 46,5
Kelembaban Memenuhi syarat 19 50 19 50 0,011 6,333
Tidak memenuhi syarat 19 86,4 3 13,6

28
Vol. 07, No. 01, Maret 2018 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit TB Paru

Hasil uji statistik hubungan kepatuhan pengobatan agar tidak menjadi


kelembaban udara dengan kejadian TB sumber penularan bagi orang lain.
Paru diperoleh nilai p value = 0,011, pada Hasil uji statistik hubungan status
α = 0,05 (p ≤ α) maka dapat disimpulkan gizi dengan kejadia TB paru diperoleh nilai
bahwa terdapat hubungan yang signifikan p value = 0,006, pada α = 0,05 (p ≤ α)
antara kelembaban dengan kejadian TB maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
paru. Hasil analisis juga diperoleh nilai OR hubungan yang signifikan antara status gizi
(Odd Ratio) = 6,522, artinya responden dengan kejadian TB paru di Wilayah Kerja
yang memiliki tempat tinggal dengan Puskesmas Walantaka Tahun 2017. Hasil
pencahayaan tidak memenuhi syarat analisis juga diperoleh nilai OR (Odd
beresiko 6,522 kali lebih besar untuk Ratio) = 9,000, hal tersebut dapat diartikan
mengalami kejadian TB paru dibandingkan bahwa responden dengan status gizi
responden yang memiliki tempat tinggal kurang memiliki resiko mengalami
dengan pencahayaan yang memenuhi kejadian TB paru sebesar 9 kali lebih besar
syarat. dibandingkan dengan responden yang
memiliki status gizi baik.
Hasil penelitian menggambarkan
Pembahasan
bahwa responden dengan status gizi
Hasil uji statistik didapatkan umur
kurang lebih banyak yang mengalami
terhadap kejadia TB paru diperoleh nilai
kejadian TB paru, hal tersebut sesuai
Pvalue: 0.000, secara statistik hasil
dengan teori Achmadi yang menjelaskan
tersebut menggambarkan adanya hubungan
bahwa asupan gizi yang kurang dapat
yang bermakna antara umur dengan
mengakibatkan daya tahan tubuh rendah,
kejadian TB paru di wilayah kerja
sehingga rentan terhadap serangan kuman
Puskesmas Walantaka tahun 2017. Hal
TB paru.7 Hal tersebut juga sejalan dengan
tersebut sesuai dengan yang dijelaskan
penelitian di kota Palembang bahwa
Depkes yang menyatakan bahwa semakin
variabel yang paling berpengaruh terhadap
bertambah umur semakin rentan terhadap
kejadian penyakit tuberkulosis paru adalah
penyakit infeksi termasuk penyakit TB
variabel status gizi. Seseorang dengan
paru. Hal tersebut terjadi karena semakin
status gizi yang buruk berisiko untuk
umur bertambah maka sistem imun dalam
menderita penyakit tuberkulosis paru 29
tubuh juga berkurang.3
kali lebih besar dibanding orang yang tidak
Hasil penelitian ini sejalan dengan
mempunyai faktor risiko tersebut.9 Hasil
penelitian Suarni,8 yang menyatakan
ini juga didukung dengan hasil penelitian
bahwa ada hubungan yang bermakna
Silviana di Kabupaten Muaro Jambi,
antara umur dengan kejadian TB paru di
bahwa responden dengan gizi kurang
Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok.
memiliki risiko 30,08 kali lebih besar
Achmadi,7 juga menjelaskan bahwa risiko
menderita TB Paru dibandingkan orang
terbesar kejadian TB paru adalah pada usia
dengan status gizi baik.11
dewasa, dimana pada usia tersebut adalah
Hiswani menjelaskan bahwa keadaan
usia yang produktif. Kemungkinan hal ini
malnutrisi atau kekurangan kalori, protein,
disebabkan karena pada usia produktif
vitamin, zat besi dan lain-lain, akan
mempunyai mobilitas yang tinggi (rata-rata
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
masih bekerja) sehingga mempengaruhi
sehingga rentan terhadap penyakit
daya tahan tubuh dan dapat menyebabkan
termasuk TB paru. Keadaan ini merupakan
terpaparnya kuman TB lebih besar. Oleh
faktor penting yang berpengaruh dinegara
sebab itu disarankan pada responden untuk
miskin, baik pada orang dewasa maupun
lebih meningkatkan daya tahan tubuh
anak-anak. Oleh karena itu keadaan status
dengan memperhatikan pola makan yang
gizi seseorang sangat menentukan daya
sehat dan istirahat yang cukup, serta
tahan tubuh seseorang terhadap penyakit

29
Sari & Arisandi Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

yang timbul salah satunya penyakit TB disarankan kepada responden untuk


paru.12 membuka jendela bagi rumah yang
Berdasarkan hasil uji statistik memiliki jendela dan mengganti kayu atau
hubungan ventilasi dengan kejadian TB plastik yang menutupi lubang angin
paru diperoleh nilai p-value = 0,000, pada dengan kawat nyamuk sehingga dapat
α = 0,05 (p ≤ α) maka dapat disimpulkan tetap berfungsi sebagai ventilasi.14
bahwa terdapat hubungan yang signifikan Berdasarkan hasil uji statistik
antara ventilasi dengan kejadian TB paru hubungan pencahayaan dengan kejadia TB
di Wilayah Kerja Puskesmas Walantaka paru diperoleh nilai p value = 0,026, pada
Tahun 2017. Hasil analisis juga diperoleh α = 0,05 (p ≤ α) maka dapat disimpulkan
nilai OR (Odd Ratio)= 24,545, hal tersebut bahwa terdapat hubungan yang signifikan
dapat diartikan bahwa responden yang antara pencahayaan dengan kejadian TB
memiliki tempat tinggal dengan ventilasi paru di Wilayah Kerja Puskesmas
tidak memenuhi syarat memiliki resiko Walantaka Tahun 2017. Hasil analisis juga
mengalami kejadian TB paru sebesar 24,5 diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 6,522,
kali lebih besar dibandingkan dengan hal tersebut dapat diartikan bahwa
responden yang memiliki tempat tinggal responden yang memiliki tempat tinggal
dengan ventilasi yang memenuhi syarat. dengan pencahayaan tidak memenuhi
Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi syarat memiliki resiko mengalami kejadian
pergantian udara dalam rumah serta TB paru sebesar 6,5 kali lebih besar
mengurangi kelembaban. Ventilasi juga dibandingkan dengan responden yang
dapat merupakan tempat untuk memiliki tempat tinggal dengan
memasukkan cahaya ultraviolet, dimana pencahayaan yang memenuhi syarat.
sinar ultraviolet mampu mematikan kuman Selama observasi di lapangan saat
TBC dan kuman lainnya. Penularan TB penelitian, pada umumnya pencahayaan
paru umumnya terjadi dalam ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dimana pada waktu batuk atau bersin, disebabkan oleh luas ventilasi yang kurang
bakteri TB menyebar ke udara dalam atau bahkan tertutup. Sehingga sinar
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). matahari masuk ke dalam rumah
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar responden juga kurang memadai sehingga
3000 percikan dahak dan terhirup oleh cahaya yang masuk tidak memenuhi syarat
orang disekitarnya. Dengan adanya kesehatan. Selain faktor ventilasi kondisi
ventilasi maka dapat mengurangi jumlah pencahayaan yang kurang juga bisa
percikan, sementara sinar matahari disebabkan karena jarak rumah yang dekat
langsung dapat membunuh bakteri TB paru bahkan berdempetan sehingga membuat
tersebut.7 cahaya yang masuk terhalang oleh dinding
Hasil penelitian ini juga sejalan dan genteng rumah.
dengan hasil penelitian Suarni di Hasil penelitian ini sejalan dengan
Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok, penelitian Suarni di Kecamatan Pancoran
yang menyimpulkan bahwa ventilasi yang Mas Kota Depok, yang menyimpulkan
tidak memenuhi syarat berisiko terkena TB bahwa pencahayaan yang tidak memenuhi
paru sebesar 14,182 kali dibanding dengan syarat berisiko terkena TB paru sebesar 9,1
rumah yang mempunyai ventilasi yang kali dibanding dengan rumah yang
memenuhi syarat.13 Hal ini juga sejalan mempunyai pencahayaan yang memenuhi
dengan hasil penelitian Darwel yang syarat.13 Begitu juga dengan hasil
mendapatkan bahwa ventilasi rumah yang penelitian Darwel yang menunjukkan
tidak memenuhi syarat akan meningkatkan bahwa responden yang memiliki rumah
risiko terkena TB paru sebesar 1,314 kali dengan pencahayaan yang tidak memenuhi
dibanding responden dengan ventilasi syarat berisiko terkena TB paru sebesar
rumah yang memenuhi syarat. Untuk itu 1,564 kali dibanding responden yang

30
Vol. 07, No. 01, Maret 2018 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit TB Paru

memiliki rumah dengan pencahayaan yang ruangan dan mengakibatkan faktor risiko
memenuhi syarat.14 Oleh sebab itu terjadinya penyakit TB dengan cepat.
disarankan kepada responden untuk Dari hasil observasi saat penelitian,
membuka pintu dan jendela setiap pagi hal tersebut disebabkan karena sebagian
apabila siang bekerja, supaya sinar besar responden tidak membuka jendela
matahari masuk ke dalam rumah. pada siang hari sehingga cahaya matahari
Disarankan bagi responden yang tidak dapat masuk secara langsung yang
ventilasinya kurang sebaiknya mengakibatkan ruangan dalam rumah
menggunakan beberapa atap rumah dengan menjadi gelap dan menjadi lembab
kaca sehingga ruangan tidak gelap. sehingga dapat mengakibatkan kuman TB
Hasil uji statistik hubungan bertahan hidup lebih lama. Kurangnya
kelembaban dengan kejadian TB paru ventilasi rumah, kepadatan perumahan dan
diperoleh nilai p value = 0,011, pada α = pengaruh cuaca yang panas kemungkinan
0,05 (p ≤ α) maka dapat disimpulkan menjadi faktor penyebab kelembaban
bahwa terdapat hubungan yang signifikan udara dalam ruangan tidak memenuhi
antara kelembaban dengan kejadian TB syarat kesehatan.
paru di Wilayah Kerja Puskesmas Hasil penelitian ini sesuai dengan
Walantaka Tahun 2017. Hasil analisis juga teori Achmadi yang menjelaskan bahwa
diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 6,333, kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi
hal tersebut dapat diartikan bahwa karena sirkulasi udara yang tidak lancar
responden yang memiliki tempat tinggal akan mempengaruhi suhu udara dalam
dengan kelembaban tidak memenuhi syarat rumah menjadi rendah sehingga
memiliki resiko mengalami kejadian TB kelembaban udaranya tinggi. Kelembaban
paru sebesar 6,3 kali lebih besar rumah yang tinggi dapat mempengaruhi
dibandingkan dengan responden yang penurunan daya tahan tubuh seseorang dan
memiliki tempat tinggal dengan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap
kelembaban yang memenuhi syarat. penyakit terutama penyakit infeksi sepert
Hasil penelitian ini sejalan dengan penyakit TB paru.7
penelitian Suarni di Kecamatan Pancoran
Mas Kota Depok, yang menyimpulkan Kesimpulan
bahwa kelembaban yang tidak memenuhi Dari hasil penelitian didapatkan
syarat berisiko terkena TB paru sebesar kesimpulan yaitu bahwa TB paru masih
2,09 kali dibanding dengan rumah yang menjadi penyakit yang banyak diderita
mempunyai kelembaban yang memenuhi oleh masyarakat. Faktor-faktor yang
syarat.13 Begitu juga dengan hasil berhubungan dengan kejadian TB Paru di
penelitian Mulyadi di Kota Bogor, Wilayah Kerja Puskesmas Walantaka
menemukan bahwa penghuni rumah yang adalah status gizi, ventilasi, pencahayaan,
mempunyai kelembaban ruang keluarga dan kelembaban.
lebih besar dari 60% berisiko terkena TBC
10,7 kali dibanding penduduk yang tinggal Saran
pada perumahan yang memiliki Disarankan bagi pihak Puskesmas
kelembaban lebih kecil dari 60%.15 meningkatkan perencanaan program rumah
Berdasarkan hasil pengukuran di sehat seperti kegiatan perbaikan
lapangan rata-rata kelembaban udara yang lingkungan fisik rumah terutama pada
tidak memenuhi syarat di wilayah rumah-rumah yang mempunyai risiko
penelitian adalah 70,40% sedangkan terhadap kejadian penyakit TB paru
kelembaban udara dalam ruangan dianggap dengan cara bekerja sama dengan Instansi
baik berkisar antara 40%-70%. Keadaan pemerintah lain yang membidangi
ini tentu akan berpengaruh terhadap pembangunan perumahan rakyat seperti
perkembangbiakan bakteri TB dalam program bedah rumah.

31
Sari & Arisandi Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Daftar Pustaka Pasca Sarjana Universitas Diponegoro


1. Friskarini K dan Sahat H. Pengetahuan dan Semarang; 2008.
Sikap Tentang Penyakit TB Paru Pada Remaja 10. Versitaria HU dan Kusnoputranto H.
di Kabupaten Tangerang Tahun 2009. Bul. Tuberkulosis Paru di Palembang, Sumatera
Penelitian Kesehatan. 2014: Vol. 42 No. 1, hal Selatan. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat
37-45. Nasional Vol. 5, No. 5, April 2011.
2. WHO. Annual Report on Global TB Control 11. Silviana I. Hubungan Lingkungan Fisik Dalam
2011. Rumah dengan Kejadian TB Paru. BTA (+) di
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2005. (Tesis).
Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Depok : FKM UI; 2006.
Kesehatan RI; 2011. 12. Hiswani. Tuberkulosis Merupakan Penyakit
4. Kementerian Kesehatan Indonesia. Pusat Data Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah
dan Riset Indonesia. Riset Kesehatan Dasar Kesehatan Masyarakat. Karya Ilmiah. Fakultas
(Riskesdas) tahun 2013. Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
5. Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Profil Utara; 2008.
Kesehatan Provinsi Banten; 2011. 13. Suarni E. Faktor Risiko Yang Berhubungan
6. Aditama YT. Tuberkulosis Paru, Diagnosis, Dengan Kejadian Penderita TB Paru Di
Terapi dan Masalahnya. Edisi 4. Jakarta: IDI; Kecamatan Pancoran Mas Depok 2009.
2006. [Skripsi Ilmiah]. Depok :Universitas Indonesia;
7. Achmadi UF. Manajemen Penyakit Berbasis 2009.
Wilayah. Jakarta: Penerbit UI Press; 2008. 14. Darwel. Faktor-faktor yang berkolerasi
8. Suarni H. Faktor Risiko yang Berhubungan terhadap hubungan lingkungan fisik rumah
dengan Kejadian Penderita Penyakit TB Paru dengan kejadian tuberculosis paru di sumatera
BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota (analisis data riskesdas 2010); 2012.
Depok. Skripsi. Depok: FKM UI; 2009. 15. Mulyadi. Faktor-faktor risiko yang
9. Fatimah S. Faktor Kesehatan Lingkungan berhubungan dengan kejadian TBC Paru pada
Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian balita berstatus gizi buruk di Kota Bogor.
TB Paru di Kabupaten Cilacap. Tesis Program Tesis. Tidak dipublikasikan. Depok: UI; 2003.

32

Anda mungkin juga menyukai