Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang

mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat

bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada

tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung

memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.(1)

Serangan asma ditandai dengan penurunan PEF atau FEV. Serangan akut

biasanya timbul akibat paparan terhadap faktor pencetus (paling sering infeksi virus

atau alergen), sedangkan serangan berupa perburukan yang bertahap mencerminkan

kegagalan pengelolaan jangka panjang.(2)

Prevalensi asma pada anak sangat bervariasi diantara negara-negara di dunia,

berkisar antara 1-18%. Meskipun tidak menempati peringkat teratas sebagai

penyebab kesakitan atau kematian pada anak, asma merupakan masalah kesehatan

yang penting. Jika tidak ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas

hidup anak, membatasi aktivitas sehari-hari mengganggu tidur, meningkatkan angka

absensi sekolah, dan menyebabkan prestasi akademik disekolah menurun.

Asma adalah penyakit multifaktorial dengan perjalanan klinis yang bervariasi

pada setiap anak dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Asma tidak dapat

sembuh, tetapi dapat dikendalikan agar gejala tidak sering muncul. Komunikasi

,informasi, dan edukasi kepada orang tua merupakan kunci penting untuk mencapai

asma terkendali.

1
Pedoman tatalaksana asma anak juga bervariasi antara negara satu dengan

lainnya. Meskipun demikian, beberapa pedoman tersebut mempunyai prinsip dan

komponen tatalaksana serta pesan kunci yang konsisten. Tujuan tatalaksana asma

pada anak adalah mencapai asma yang terkendali dengan frekuensi serangan

seminimal mungkin. Untuk itu, tatalaksana harus dilakukan secara menyeluruh dan

terpadumeliputi semua elemen penting berikut: edukasi pasien dan orang tua atau

pengasuh, identifikasi dan pencegahan faktor pemicu, pemakaian obat yang baik dan

benar dengan pencatatan yang baik, serta pemantauan yang teratur.(1)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma

Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang

mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat

bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada

tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung

memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.(1)

Eksaserbasi (serangan asma) adalah periode perburukan gejala-gejala asma

secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak nafas, batuk, mengi, dada rasa

tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut. Pada umumnya, eksaserbasi

disertai distress pernafasan. Derajat serangan asma bervariasi mulai dari yang ringan,

sedang, berat dan serangan yang mengancam jiwa, perburukan dapat terjadi dalam

beberapa menit , jam atau hari. Serangan akut biasanya timbul akibat pajanan

terhadap faktor pencetus (paling sering infeksi virus atau alergen), sedangkan

serangan berupa perburukan yang bertahap mencerminkan kegagalan pengelolaan

jangka panjang penyakit. (2)

2.2 Patofisiologi Asma (1)

2.2.1 Obstruksi saluran respiratori

Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma diyakini

merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran respiratori

menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali baik secara spontan

3
maupun setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang terjadi dihubungkan

dengan gejala khas pada asma, yaitu batuk, sesak, wheezing, dan hipersensitivitas

saluran respiratori berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh

stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratori oleh mediator inflamasi.

Terutama pada anak, batuk berulang dapat menjadi satu-satunya gejala yang

ditemukan.

Pada anak, perubahan patologis pada bronkus (airway remodeling) terjadi

pada saluran respiratori. Inflamasi dicetuskan oleh berbagai faktor, termasuk

alergen, virus, olahraga, dll. Faktor tersebut juga menimbulkan respons

hiperreaktivitas menyebabkan obstruksi saluran respiratori. Meskipun perubahan

patofisiologis yang berkaitan dengan asma pada umumnya reversibel,

penyembuhan sebagian atau parsial dapat terjadi.

2.2.2 Hiperreaktivitas Saluran Respiratori

Penyempitan saluran respiratori secara berlebihan merupakan patofisiologi

yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang

bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini

belum diketahui. Akan tetapi, kemungkinan berhubungan dengan perubahan otot

polos saluran respiratori (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder,

yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu inflamasi dinding saluran

respiratori terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran

respiratori selama kontraksi otot polos. Hiperreaktivitas bronkus secara klinis

sering diperiksa dengan memberikan stimulus aerosol histamine atau metakolin

yang dosisnya dinaikkan secara progresif, kemudian dilakukan pengukuran

4
perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1). Dikatakan hiperreaktif bila dengan cara

pemberian histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada konsentrasi histamin

kurang dari 8 mg.

2.3 Patogenesis Asma (3)

2.3.1 Reaksi inflamasi

Patogenesis asma dapat diterangkan secara sederhana sebagai bronko

konstriksi akibat proses inflamasi yang terjadi terus-menerus pada saluran napas.

Karena itu pemberian anti-inflamasi memegang peranan penting pada

pengobatan dan kontrol asma. Terlihat bahwa setelah pemberian inhalasi

kortikosteroid akan terjadi penurunan bermakna sel inflamasi dan pertanda

permukaan sel pada sediaan bilas dan biopsi bronco alveolar. Pemberian

bronkodilator saja tidak dapat mengatasi reaksi inflamasi dengan baik.

Pada tingkat sel tampak bahwa setelah terjadi paparan alergen serta

rangsang infeksi maka sel mast, limfosit, dan makrofag akan melepas faktor

kemotaktik yang menimbulkan migrasi eosinofil dan sel radang lain. Pada tingkat

molekul terjadi pelepasan berbagai mediator serta ekspresi serangkaian reseptor

permukaanoleh sel yang saling bekerjasama tersebut yang akan membentuk

jalinan reaksi inflamasi.

2.3.2 Sensitisasi

Berbagai penelitian asma pada anak memperlihatkan adanya suatu pola

hubungan antara proses sensitisasi alergi dengan perkembangan dan perjalanan

penyakit alergi yang dikenal sebagai allergic march (perjalanan alamiah penyakit

alergi). Secara klinis allergic march terlihat berawal sebagai alergi saluran cerna

5
(diare alergi susu sapi) yang akan berkembang menjadi alergi kulit (dermatitis

atopi) dan kemudian alergi saluran napas (asma, rinitis alergi).

2.4 Klasifikasi Asma (1)

Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang angat luas.

Atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma, yaitu :

A. Berdasarkan Umur

 Asma bayi-baduta (bawah dua tahun)

 Asma balita (bawah lima tahun)

 Asma usia sekolah (5-11 tahun)

 Asma remaja (12-17 tahun)

B. Berdasarkan fenotip

Fenotip asma adalah pengelompokan asma berdasarkan penampakan yang

serupa dalam aspek klinis, patofisiologis, atau demografis.

 Asma tercetus infeksi virus

 Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)

 Asma tercetus alergen

 Asma terkait obesitas

 Asma dengan pencetus (multiple triggered asthma)

C. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala

 Asma intermiten

 Asma persisten ringan

 Asma persisten sedang

6
 Asma persisten berat

D. Berdasarkan derajat beratnya serangan

Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode gejala akut

yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan asma.

 Asma serangan ringan-sedang

 Asma serangan berat

 Serangan asma dengan ancaman henti napas

E. Berdasarkan derajat kendali

Asma terkendali adalah asma yang tidak bergejala, dengan atau tanpa obat

pengendali dan kualitas hidup pasien baik.

 Asma terkendali penuh (well controlled)

 Tanpa obat pengendali : asma intermiten

 Dengan obat pengendali :pada asma persisten (ringan/sedang/berat)

 Asma terkendali sebagian (partly controlled)

 Asma tidak terkendali (uncontrolled)

F. Berdasarkan keadaan saat ini

 Tanpa gejala

 Ada gejala

 Serangan ringan-sedang

 Serangan berat

 Ancaman gagal nafas (1)

7
Konsensus Nasional juga membagi asma anak menjadi 3 derajat penyakit

seperti halnya Konsensus Internasional, tapi dengan kriteria yang lebih lengkap

seperti dapat dilihat dalam tabel berikut ini : (4)

Tabel 1. Pembagian derajat penyakit asma pada anak

2.5 Diagnosis Asma (1)

Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu

melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis

memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian

besar ditegakkan secara klinis.

2.5.1 Anamnesis

Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis

yang diterima sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma

berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan,

8
dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang,

BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma.

Gejala dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan

diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah :

 Gejala timbul secara episodik atau berulang

 Timbul bila ada faktor pencetus

o Iritan : asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk,

suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin,

penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan

o Alergen : debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk

sari

o Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold,

rinofaringitis

o Aktivitas fisis : berlarian, berteriak, menangis atau tertawa

berlebihan

 Adanya riwayat alegi pada pasien atau keluarganya

 Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,

bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari

(nokturnal)

 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau

dengan pemberian obat pereda asma.

9
2.5.2 Pemeriksaan Fisis

Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya

tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau

sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible

wheeze)atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala

alergi lain pada psien seperti dermatitis atropi atau rhinitis alergi, dan dapat

pula dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographictongue

2.5.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas

akibat obstruksi, hiperreaktivitas dan inflamasi saluran respiratori atau

adanya atopi pada pasien.

 Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan

untuk menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan

pemeriksaan dengan peak flow meter.

 Uji cuklit kulit (skin prick test),eusinofil total darah, pemeriksaan

igE spesifik

 Uji inflamasi saluran respiratori : FeNo (fractional exhaled nitric

oxide), eosinophil sputum.

 Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin atau larutan salin

hipertonik.

Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk mencari

kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberkulin, foto sinus

10
paranasalis, foto toraks, uji refluks gastro-esofagus, uji keringat, uji gerakan

silia, uji defisiensi imun, CT-scan toraks, endoskopi respiratori (rinoskopi,

laringoskopi, bronkoskopi).

2.6 Tata Laksana Asma (2)

2.6.1 Serangan Asma Ringan

 Jika dengan sekali nebulisasi pasien meunjukkan respons yang baik

(complete response) berarti derajat serangan asmanya ringan

 Pasien diobservasi selama 1-2 jam jika resposn tersebut bertahan,

pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (hirupan atau

oral) yang harus diberikan taip 4-6 jam

 Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan

steroid oral jangka pendek (3-5 hari)

 Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu

24-48 jam untuk evaluasi ulang tata laksana

 Jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat

tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik

rawat jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul

kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan asma sedang.

2.6.2 Serangan Asma Sedang

 Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali pasien hanya

menunjukkan respon parsial (incomplete response), kemungkinana

11
drajat serangannya sedang. Untuk itu, drajat serangan harys dinilai

ulang sesuai pedoman.

 Jika serangannya memang termasuk serangan sedang, pasien perlu

diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan

asma sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon

dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari.

 Walaupun belum tentu diperlukan, untuk persiapan keadaan darurat,

pasien yang akan diobservasi di RRS langsung dipasang jalur

parenteral sejak di unit gawat darurat (UGD)

12
Asma ringan/ asma Pengobatan harian : asma persisten
intermitten Konsultasi dan spesialis asma jika sampai tahap 4 atau lebih tinggi didalam kewajiban tahap 3 pertimbangan konsultasi
umur 5 – 11 tahun

STEP NAIK JIKA

TAHAP 6 1. Pertama, cek


kepatuhan dan
TAHAP 5 - Persiapan : kondisi penyerta
TAHAP 4 Dosis tinggi ICS 2. Kontrol penilaian
TAHAP 3 - Persiapan :
+ LABA +
TAHAP 2 Dosis tinggi
- Persiapan : Kortikosteroid
- Persiapan : dosis ICS + LABA
- Persiapan : dosis Dosis sedang oral Tahapan diturunkan
sedang – ICS
rendah – ICS ICS + LABA jika memungkinkan
atau dosis Alternatif
Alternatif
rendah ICS + (dan asma dikontrol
Alternatif : Alternatif
antara LABA, Dosis tinggi ICS + dengan baik selama 3
Dosis tinggi ICS
LTRA atau Dosis rendah ICS + antara LTRA atau bulan
+ antara LTRA
 LTRA teofilin. teofilin
TAHAP 1 antara LTRA atau atau teofilin +
 Cromolin
teofilin kortikosteroid
Menggunakan  Nedokromi
SABA PRN atau
 teofilin

Pasien diedukasi dan perhatika lingkungan di setiap tahapan.


Tahap 2 – 4 : mempertimbangkan SQ pemberian imuneterapi alergen untuk pasien alergi

- Bantuan cepat pengobatan untuk semua pasien :


 SABA digunakan untuk gejala yang terjadi, intensitas dari pengobatan tergantung kerasnya gejala, sampai tahapan pengobatan ke 3 pemberian dibutuhkan selang waktu 20
menit. Kortikosteroid oral kerja cepat mungkin saja diperlukan.
 Perhatian : Peningkatan penggunaan dari β-agonist atau penggunaan > 2 waktu dalam seminggu untuk kontrol gejala (tidak pencegahan dari EIB) mengindikasikan kontrol
tidak kuat dan membutuhkan untuk pengobatan tahap selanjutnya.

Keterangan : ICS (Inhalasi kortikosteroid : LABA, Long- acting β-agonist, LTRA (Leukotrien
reseptor antagonist, PRN yang d butuhkan adalah : SABA, Short – acting β-agonist

13
2.6.3 Serangan Asma Berat

 Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan

respon (poor response), yatu gejala dan tanda serangan masih ada

(penilaian ulang sesuai pedoman), pasien harus dirawat diruang rawat

inap.

 Oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi

 Kemudian dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks

 Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, psien

ahrus langsung dirawar di ruang rawat intensif. Pada pasien dengan

serangan berat dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung

dibuat untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan atau

pneumomediastinum.

 Jika ada dehidrasi dan asidosis, diatasi dengan pemberian cairan

intravena dan koreksi terhadap asidosis.

 Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam

 Dosis steroid intravena 0,5-1 mg/kgBB/hari

 Nebulisasi β-agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap

1-2 jam; jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis,

jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam

 Aminofilin diberikan secara intravena dengan ketentuan sebagai

berikut :

14
o Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan

aminofilin dosis awal (inisial)sebesar 6-8 mg/kgBB dilarutakn

dalam dekstrosa 5% atau garam fisiologis sebanyak 20 ml,

diberikan dalam 20-30 menit.

o Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari

4 jam) dosis yang diberikan adalah setengah dosis inisial.

o Sebaiknya aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1

mg/kgBB/jam

o Jika terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam

sampai dengan 24 jam

o Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian per oral

o Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan

dengan dibekali obat β-agonis (hirupan atau oral) yang

diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu steroid oral

dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam

24-48 jam untuk evaluasi ulang tata laksana

o Ancaman henti nafas;hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah

diberi oksigen (kadar PaO2<60 mmHg dan atau

PaCO2>45mmHg). Pada ancaman henti napas diperlukan

ventilasi mekanik.

15
2.7 Pengobatan Asma

Golongan beta agonis (kerja pendek)

1. Terbutalin

a. Indikasi : sebagai bronkodilator pada asma bronkial, bronkospasme pada

bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru lainnya dengan komplikasi

bronkokontriksi

b. Kontra indikasi : hipersensitif

c. Peringatan/perhatian : hati-hati pada hipertiroid, penyakit kardiovaskular,

aritmia, hipertensi, diabetes mellitus, hamil (trisemester pertama) dan

persalinan prematur, laktasi, anak kecil 12 tahun

d. Efek samping : tremor, ketegangan, sakit kepala, kram otot, palpitasi,

takikardia, aritmia, gangguan tidur dan tingkah laku

e. Interaksi obat : efek antagonis bersama penghambat beta non selektif

seperti propanolol, nadolol, pindolol, timolol, sotalol. Hipokalemia dapat

dipicu oleh derivat xantin, steroid, diuretik.

f. Dosis : anak = 75mcg/kgBB diberikan 2-3 kali sehari, 7-15 tahun = 2,5mg

diberikan 2-3 kali sehari

2. Salbutamol

a. Indikasi: meredakan bronkospasme pada asma dan obstruksi saluran nafas

reversibel lainnya.

b. Kontra indikasi: hipersensitif terhadap salbutamol.

c. Peringatan : hati- hati pada penyakit hipertiroid, penyakit kardiovaskular,

hipertensi dan diabetes mellitus.

16
d. Efek samping: tremor, sakit kepala, kram otot, palpitasi, takikardia,

gangguan tidur dan tingkah laku.

e. Interaksi obat: efek antagonis bersama penghambat beta non selektif seperti

propanolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, timolol, alprenolol, penbutolol,

sotalol.

f. Dosis: 0,05- 1 mg/KgBB/kali setiap 6-8 jam

Golongan metyl xanthine

1. Teofilin

a. Indikasi : obstruksi saluran nafas reversibel, asma akut dan berat

b. Kontra indikasi : hipersensitif, porfiria.

c. Peringatan/perhatian : hati-hati pada penyakit jantung, hipertensi,

hipertiroidisme, tukak lambung, gangguan fungsi hati, epilepsi, kehamilan,

menyusui, lansia, demam.

d. Efek samping : takikardia, palpitasi, mual dan gangguan saluran cerna yang

lain, sakit kepala, stimulasi sistem saraf pusat, insomnia, aritmia dan

konvulsi

e. Interaksi obat : efek meningkat bila diberikan bersama diltiazem,

eritromycin, flufoxamine, verapamil, ciprofloxacin, norfloxacin, simetidin.

Efek menurun bila diberikan bersama rifampisin. Bila diberikan bersama

litium akan menurunkan efek litium.

f. Dosis : anak 6-12 tahun = 3x 65-150mg/hari

17
2. Aminophyllin

a. Indikasi : obstruksi saluran nafas reversibel, asma akut dan berat

b. Kontra indikasi : hipersensitif, porfiria.

c. Peringatan/perhatian : hati-hati pada penyakit jantung, hipertensi,

hipertiroidisme, tukak lambung, gangguan fungsi hati, epilepsi, kehamilan,

menyusui, lansia, demam.

d. Efek samping : takikardia, palpitasi, mual dan gangguan saluran cerna yang

lain, sakit kepala, stimulasi sistem saraf pusat, insomnia, aritmia dan

konvulsi

e. Interaksi obat : efek meningkat bila diberikan bersama diltiazem,

eritromycin, flufoxamine, verapamil, ciprofloxacin, norfloxacin, simetidin.

Efek menurun bila diberikan bersama rifampisin. Bila diberikan bersama

litium akan menurunkan efek litium.

f. Dosis : 100-200mg

Golongan kortikosteroid

1. Prednison

a. Indikasi :terapi insufisiensi adrenokortikal, digunakan untuk memperoleh

efek antiinflamasi atau imunosupresan

b. Kontra indikasi relatif : diabetes mellitus, tukak peptik/duodenum, infeksi

berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya

18
c. Efek samping : penghentian obat secara tiba-tiba setelah penggunaan yang

lama dapat menyebabkan insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam,

mialgia, atralgia dan malaise

d. Dosis anak : sebagai antiinflamasi atau imunosupresif = 0,05-

2mg/kgBB/hari dibagi 1-4 kali perhari

2. Metil prednisolon

a. Indikasi : sebagai antiinflamasi atau imunosupresi pada beberapa penyakit

hematologi, alergi, inflamasi, neoplasma maupun autoimun

b. Kontra indikasi relatif : diabetes mellitus, tukak peptik/duodenum, infeksi

berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya

c. Efek samping : penghentian obat secara tiba-tiba setelah penggunaan yang

lama dapat menyebabkan insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam,

mialgia, atralgia dan malaise

d. Dosis umum : antiinflamasi : 0,5-1,7 mg/kgBB/hari diberikan dalam dosis

terbagi

Golongan antihistamin

1. Ketotifen

a. Indikasi : profilaksis asma bronkial

b. Peringatan/perhatian : terapi asma yang diberikan sebelumnya harus

dilanjutkan selama minimal 2 minggu dari awal penggunaan ketotifen,

kehamilan dan menyusui

c. Efek samping : mengantuk, mulut kering, pusing, stimulasi SSP

19
d. Dosis : anak >2tahun = 2x1mg/hari

Golongan antileukotrien

Ada 2 preparat LTRA :

a. Montelukast

Obat ini dapat diberikan sejak 2 tahun. dosis peroral hanya 1 kali sehari

sehingga memudahkan penggunaan dan meningkatkan kepatuhan

menggunakan obat.

b. Zafirlukast

Digunakan untuk anak >7 tahun. Kemampuannya untuk menekan

produksi cystenillekotriene setara dengan montelukast. Sayangnya, obat

ini dapat mengganggu fungsi hati, sehingga pada bulan–bulan pertama

penggunaannya, diperlukan pemantauan tehadap fungsi hati. Dosis dibagi

menjadi 2 kali dalam sehari, diberikan saat perut kosong.

20
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : An. N.N.P

Umur : 5 Tahun 11 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Belakang balok, Bukittinggi.

Tanggal Masuk : 2 Desember 2018

Tanggak Keluar : 4 Desember 2018

No. Rekam Medik : 0006xxxx

3.2 Anamnesa

Seorang pasien anak laki-laki berumur 5 tahun 11 bulan dengan berat badan

18 kg masuk Rumah Sakit Stroke melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal

2 Desember 2018 jam 10:00 WIB. Pasien masuk dengan keluhan sesak napas 3 jam

sebelum masuk rumah sakit.

3.2.1 Riwayat penyakit sekarang

- Sesak nafas sejak tadi pagi, semakin sesak.

- Batuk berdahak (+) sejak kemarin sebelum pasien masuk ke IGD.

- Mual (+) muntah 2x di pagi hari sebelum masuk rumah sakit.

- Riwayat asma (+) sejak 1 tahun yang lalu.

- Demam (-)

- BAB dan BAK normal

21
3.2.2 Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Asma sejak 2 tahun yang lalu. Jika asma kambuh, pasien langsung dibawa ke

IGD, pasien tidak ada meminum obat rutin.

3.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga :

Asma (kakak kandung, kakak ibunya dan kakeknya)

3.2.4 Riwayat Kelahiran

Kelahiran normal, dibantu bidan.

3.2.5 Riwayat Imunisasi

 BCG : ada

 Polio : ada 3 kali

 Hepatitis B : ada 3 kali

 Campak : ada 1 kali

 DPT : ada 3 kali

3.3 Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 4 Mei 2017

a. Tanda vital

 Kondisi Umum : Sedang

 Kesadaran : Compos Mentis (CM)

 Frekuensi Nadi : 90x /menit

 Frekuensi Nafas : 36x /menit (susah bernapas)

 Suhu : 36,5 oC

22
 GCS : E4 M6 V5

 Berat Badan :18 kg

b. Pemeriksaan umum

 Kepala : Normal, warna rambut hitam

 Mata : Konjungtiva pucat (-),Sidera Ikterik (-)

 THT : Telinga (N), lidah (N), JVP (N), Hidung (N)

 Abdomen : supel, bising usus (+), nyeri tekan (-)

 Ektermitas : Akral (hangat), perfusi baik

 Pulmo : wheezing (+), Rh (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Lengkap

Hematology Hasil Nilai Normal

Leukosit 15,77 x 103/µL 4,8-10,8 103/µL

Eritrosit 4,23 x 106/µL 4,7-6,1 106/µL

Hemoglobin 12,3 g/dL 14-18 g/dL

Platelet 254 x 103/µL 150 103/µL

Hematokrit 34,4 % 35-50 %

Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan Hasil

Protein -

23
Bilirubin -

Reduksi -

Sedimen -

Leukosit -

Eritrosit -

Epitel -

pH urin -

Bj urin -

Feces -

Konsistensi -

Warna -

Amuba -

Leukosit -

Telur cacing -

Trichiuris trichiura -

Oxyuris vermicularis -

Ankylostoma duodenale -

24
Follow Up Data Laboratorium

 Tidak dilakukan Follow Up Laboratorium

3.5 Diagnosa Kerja di IGD

Asma

3.6 Terapi/Tindakan

 Terapi yang diberikan di IGD

 Nebulisasi Ventoilin I  wh +/+

 Nebulisasi Ventoilin II  wh +/+ 

 Combivent  wh +/+ 

 O2 2L/menit

 R/ salbutamol 1,6mg

Ambroxol 8mg

Prednison 5mg

Chlorpheniramina maleat 1,9 mg

3 x pulv 1

 Parasetamol 4x200mg (k/p)

 IVFD KaEN 1B + KCl 10 mEq (18 tetes/ menit)

 Terapi yang diberikan di Bangsal Anak

 R/ ambroxol 10mg

Salbutamol 2 mg

Prednison 5mg

3xpulv 1

25
 Parasetamol 3x250mg (k/p)

 IVFD KaEN 1B + KCl 10 mEq (18 tetes/ menit)

Pemberian Obat Bersama

2/12 3/11 4/8


Nama Obat
8 12 18 24 8 12 18 24 8 12 18 24

Ambroxol 10mg,

Salbutamol 2 mg, √ √ √ √ √ √

Prednison 5mg (puyer)

Parasetamol 3x250mg √ √ √ √ √ √ S t o P

IVFD KaEN 1B + KCl

10 mEq (18 tetes/


√ √ √ √ √ √ √ √ S t o P
menit)

26
BAB IV

FOLLOW UP

4.1. Follow Up

1. 2 Desember 2018 (hari pertama)

Pasien anak laki-laki berumur 5 tahun 11 bulan dengan berat badan 18

kg masuk Rumah Sakit Stroke melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada

tanggal 2 November 2018 jam 10:00 WIB. Pasien masuk dengan keluhan

sesak nafas sejak tadi pagi, batuk berdahak, pilek, mual dan muntah 2x.

S : sesak nafas 3 jam sebelum masuk rumah sakit , muntah 2x, batuk

berdahak.

O : suhu 37,9oC, pernafasan 26 kali/ menit, pasien tampak sesak, wheezing

(+), mukosa bibir kering, batuk berdahak

A : Pola nafas tidak efektif, peningkatan suhu tubuh

P : pola nafas kembali efektif , suhu tubuh dalam batas normal

2. 3 Desember 2018 (hari kedua)

S : Pasien sesak nafas , batuk pilek (+)

O : Kondisi umum : sedang, BB : 18kg, suhu 36,40C , wheezing (+), Hidung =

mch (-)

A : asma bronkial

P : nebulisasi dengan ventolin + Nacl 0,9% 1cc; R/ ambroxol 10mg

Salbutamol 2 mg, Prednison 5mg 3x pulv 1 ; IVFD KaEN 1B + KCl 10

mEq (18 tetes/ menit)

27
3. 4 Desember 2018 (hari ketiga)

S : sesak nafas (-), batuk pilek ↓

O : KU = sedang, hidung = mch (-), wheezing (+)

A : Asma bronkial

P :• terapi dilanjutkan

• Nebulisasi dengan ventolin + Nacl 0,9% 1cc

• Rencana pulang

• cefixim 2x90mg

28
BAB V

PEMBAHASAN

Pasien anak laki-laki berumur 5 tahun 11 bulan dengan berat badan 18 kg

masuk Rumah Sakit Stroke melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 2

November 2018 jam 10:00 WIB. Pasien masuk dengan keluhan sesak nafas sejak tadi

pagi, batuk berdahak, pilek, mual dan muntah 2 kali.

Saat masuk IGD pasien diberikan O2 2L/menit, kemudian mendapatkan terapi

IVFD Ka-En 1 B + KCl 10 mEq 18 tetes per menit bertujuan memenuhi kebutuhan

elektrolit pada anak, selanjutnya diberikan nebu ventolin yang bertujuan untuk

mengurangi sesak pada penderita asma dapat membantu dalam menormalkan kembali

saluran perafasan yang terganggu akibat adanya lendir atau dikarenakan sesak napas.

Ambroxol 10 mg sebagai terapi obat mukolitik yaitu obat yang dapat mengencerkan

sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan

mukopolisaskarida dari sputum. Salbutamol meredakan bronkospasme pada asma.

Prednison digunakan untuk memperoleh efek antiinflamasinya. Chlorpheniramina

maleat sebagai anti histamin dan paracetamol digunakan kapan pasien mengalami

kenaikan suhu tubuh.

Di ruang rawat inap anak diberikan IVFD Ka-En 1 B + KCl 10 mEq 18 tetes

per menit, ambroxol 10mg, salbutamol 2mg, prednison 5mg dibuat menjadi puyer

dengan pemakaian 3xsehari secara peroral. parasetamol 3x250mg digunakan secara

peroral. Hari kedua anak mendapatkan terapi yang sama dengan hari pertama, hari

29
ketiga pemberian terapi masih sama, kecuali parasetamol 3x250 mg secara peroral

dihentikan karena suhu tubuh sudah normal.

Asma adalah penyakit multifactorial dengan perjalanan klinis yang bervariasi

pada setiap anak dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Asma tidak dapat

sembuh, tetapi dapat dikendalikan agar gejala tidak sering muncul. Komunikasi,

informasi, dan edukasi kepada orang tua merupakan kunci penting untuk mencapai

asma terkendali. Tujuan tatalaksana asma pada anak adalah mencapai asma yang

terkendali dengan frekuensi serangan seminimal mungkin. Untuk itu, tatalaksana

harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu meliputi semua elemen penting

berikut : edukasi pasien dan orang tua/pengasuh, identifikasi dan pencegahan faktor

pemicu, pemakaian obat yang baik dan benar dengan pencatatan yang baik serta

pemantauan yang teratur. Berdasarkan IDAI tahun 2009 jilid 1, jika dengan

pemberian nebulisasi 2 atau 3 kali pasien hanya menunjukkan respon parsial,

kemungkinan derajat serangannya sedang. Pada pasien ini, pasien ini tergolong

serangan asma derajat sedang. Jika serangannya memang termasuk serangan sedang,

pasien perlu diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan

asma sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral) , metil prednisolon dengan

dosis 0,5 – 1mg/kgBB/hari selama 3-5 hari. Pada pasien ini, serangan asma sedang

diberikan kortikosteroid sistemik (oral), prednison dengan dosis 5mg. Efek dari

kortokosteroid pada asma tergantung pada durasi dosis. Dosis harus

menyeimbangkan toksisitas terapi kortikosteroid sistemik kronis dengan kontrol

gejala asma. Karena jangka pendek penggunaan (1-2 minggu) dosis tinggi

kortikosteroid ( 1-2 mg/kg/hari prednison ) tidak menghasilkan toksisitas yang serius.

30
Pemberian yang singkat ( 3- 5 hari ) telah efektif mengurangi rawat inap dari

eksaserbasi akut. Penggunaan kortikosteroid yang bertindak lebih pendek, seperti

prednison menghasilkan supresi adrenal yang lebih sedikit dibandingkan

dexamethasone yang lebih lama.

31
BAB VI

RENCANA EDUKASI PASIEN DAN KELUARGA

1. Membina suasana keluarga

2. Menerapkan pola hidup sehat, misalnya tidak merokok

3. Menjaga kesehatan anak dan kesehatan pernafasan anak

4. Mengenali dan mengendalikan faktor pencetus serangan

5. Mengenal tanda-tanda awal serangan asma, antara lain : batuk, mengi

(wheezing), rasa dada tertekan dan nafas yang pendek

6. Menyediakan dan memberi obat dengan waktu, cara dan lamanya dengan tepat

32
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. KESIMPULAN

1) Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dari data anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan labor, pasien didiagnosa menderita asma.

2) Dosis obat yang diberikan pada pasien atau terapi yang diberikan pada pasien

sudah sesuai dengan dosis untuk anak-anak sehingga dalam pengobatan ini

tidak terjadi permasalahan terkait obat (Drug Related Problem).

3) Berdasarkan pengamatan terapi yang diberikan, kondisi pasien mengalami

perbaikan dimana pasien tidak mengalami sesak, demam (-), mual (-),

sehingga pasien di perbolehkan pulang.

7.2. SARAN

Disarankan kepada keluarga pasien untuk terus memantau faktor pencetus dari

asma

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Raharjoe, Noenoeng, dkk, 2016, Pedoman Nasional Asma Anak, UKK

respiratori, penerbit IDAI: Jakarta.

2. Pudjiandi, H, Antonius, dkk, 2009, Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDAI): Jakarta.

3. Akib, A.P, Arwin, 2002, Asma Pada Anak, subbagian Alergi-imunologi

bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Sari Pediatri.vol.4, no.2 : Jakarta

4. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi, 2000, Konsensus Nasional Asma Anak,

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Sari Pediatri, vol.2, no.1 : Jakarta

34
Lampiran 1. Perhitungan dosis

1. Parasetamol

- Dosis parasetamol tablet 10-15 mg/kgBB 4-6 jam

- Dosis yang diberikan parasetamol 250mg

- Berat badan pasien 18 kg, dosis yang seharusnya diberikan adalah :

(10-15 mg/kgBB) x 18 kg = (180 mg – 270 mg)/dosis

Jadi, dosis parasetamol yang diberikan sesuai.

2. Prednison

- Dosis prednison 0,05-2 mg/kgBB/hari

- Dosis yang diberikan: prednison 5mg

- Berat badan pasien 18 kg, dosis yang seharusnya diberikan adalah:

(0,05-2mg/kgBB/hari x 18 kg = (0,9 mg – 36 mg)/hari

Jadi, dosis prednison yang diberikan sesuai.

2. Salbutamol

- Dosis salbutamol 0,05-0,1 mg/kgBB/kali

- Dosis yang diberikan: salbutamol 2mg

- Berat badan pasien 18 kg, dosis yang seharusnya diberikan adalah:

(0,05-0,1mg/kgBB/kali x 18 kg = (0,9 mg – 1,8 mg)/dosis

Jadi, dosis salbutamol yang diberikan sesuai.

35
4. Ambroxol

- Dosis ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/hari

- Dosis yang diberikan ambroxol 10 mg

- Berat badan pasien 18 kg, dosis yang seharusnya diberikan adalah :

(1,2-1,6 mg/kgBB/ hari) x 18 kg = (21,6 mg – 28,8 mg)/hari : 3 = (7,2-

9,6mg)/dosis

Jadi, dosis ambroxol yang diberikan sesuai.

36
Lampiran 2. Drug Related Problem (DRP)

No Drug Therapy Check


Penjelasan Rekomendasi
Problem List

1. Terapi obat yang Pasien mendapat terapi sesuai

tidak diperlukan indikasi. Dalam kasus ini

Terdapat terapi tanpa pasien mendapatkan terapi


-
indikasi medis nebulisasi ventolin sebagai

Pasien mendapatkan penanganan asma pertama dan

terapi tambahan yang - ambroxol sebagai

tidak diperlukan mukolitik,prednison sebagai

Pasien masih antiinflamasi ,salbutamol

memungkinkan sebagai merdekaan


-
menjalani terapi non bronkospasme pada asma.

farmakologi

Terdapat duplikasi
-
terapi

Pasien mendapat

penanganan terhadap

efek samping yang -

seharusnya dapat

dicegah

37
2. Kesalahan obat Tidak ditemukan kontra

indikasi pada terapi, dan pasien


Bentuk sediaan tidak
- mengalami perbaikan dengan
tepat
pemberian terapi. Pasien
Terdapat kontra
- mendapatkan terapi sesuai
indikasi
dengan tatalaksana penyakit
Kondisi pasien tidak
asma bronkial, sehingga semua
dapat disembuhkan -
terapi yang diberikan
oleh obat
merupakan obat yang efektif.
Obat tidak

diindikasikan untuk -

kondisi pasien

Terdapat obat lain


-
yang lebih efektif

3. Dosis tidak tepat Dosis pemberian obat sudah

tepat dan sesuai dengan umur


Dosis terlalu rendah -
dan berat badan pasien. Untuk
Dosis terlalu tinggi - frekuensi, penyimpanan, dan

Frekuensi administrasi pemberian obat

penggunaan tidak - sudah tepat, sesuai dengan

tepat umur pasien, yaitu obat dibuat

Penyimpanan tidak dalam bentuk serbuk. Dan tidak


-

38
tepat terdapat interaksi antar obat.

Administrasi obat
-
tidak tepat

Terdapat interaksi
-
obat

4. Reaksi yang tidak Tidak terdapat masalah. Pasien

diinginkan tidak mempunyai riwayat alergi

Obat tidak aman obat sehingga obat aman


-
untuk pasien digunakan. Menurut

Terjadi reaksi alergi pengamatan, tidak ada muncul


-
efek yang tidak diinginkan
Terjadi interaksi obat -
selama pemberian terapi.
Dosis obat dinaikkan

atau diturunkan -

terlalu cepat

Muncul efek yang


-
tidak diinginkan

Administrasi obat
-
yang tidak tepat

5. Ketidak sesuaian Tidak ada masalah untuk

kepatuhan pasien penyediaan obat pasien. Semua

Obat tidak tersedia - obat yang dibutuhkan pasien

39
Pasien tidak mampu telah tersedia diapotik. Pada
-
menyediakan obat penggunaan obat pasien dapat

Pasien tidak bisa menelan obat dengan baik,

menelan atau - karna obat telah diberikan

menggunakan obat dalam bentuk puyer , sehingga

Pasien tidak mengerti pasien lebih mudah untuk

intruksi penggunaan - mengkonsumsinya. Pemberian

obat obat pada pasien diberikan

Pasien tidak patuh langsung oleh keluarga pasien,

atau memilih untuk sehingga walaupun pasien


-
tidak menggunakan masih anak-anak tetapi ada

obat orang tua yang mendampingi.

6. Pasien Pasien sudah mendapatkan

membutuhkan terapi sesuai indikasi dan

terapi tambahan pasien telah menerima

Terdapat kondisi pengobatan sesuai dengan


-
yang tidak diterapi kondisinya yaitu untuk

Pasien membutuhkan pengobatan asma bronkial.

obat lain yang -

sinergis

Pasein membutuhkan
-
terapi profilaksis

40
Lampiran 3. Tinjauan Obat

1. Paracetamol

a. Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang (termasuk sakit kepala. Mialgia,

keluhan sesudah imunisasi dan keluhan sesudah tonsilektomi) serta

menurunkan demam yang menyertai infeksi bakteri dan virus

b. Kontra indikasi : Pasien dengan penyakit hati atau ukterus

c. Efek samping : Sangat jarang dan biasanya ringan

d. Perhatian : Untuk penggunaan tanpa resep dokter: jangan melebihi dosis

maksimum yang dianjurkan, dan jangan dipakai terus menerus lebih dari 10

hari tanpa pengawasan dokter.

e. Interaksi obat : Warfarin : meningkatkan hipoprotrombinemia (sedikit)

f. Dosis : Anak –anak 10-15 mg/kgBB/pakai

g. Sediaan : Tablet 500 mg. sirup 120 mg/5 ml, 100 mg/ ml drop, suppossitoria

125 mg/2,5 ml

2. Ambroxol

a. Indikasi : Mengencerkan dahak agar lebih mudah dikeluarkan melalui batuk

sehingga melegakan saluran pernapasan. Obat ini digunakan dalam beberapa

kondisi yang menghasilkan banyak dahak seperti: Bronkiektasis, Emfisema,

Bronkitis kronis dan akut, Bronkitis asmatik ,Pneumokoniosis bronkitis.

b. Kontra indikasi : Hipersensitivitas (alergi terhadap obat ini)

c. Efek samping : Efek ringan gastrointestinal, pilek dan reaksi alergi sehingga

menimbulkan ruam kemerahan, sesak napas, mual, muntah, sembelit,

kehilangan nafsu makan, gemetar, atau kelelahan mungkin terjadi

41
d. Peringatan : Perhatian dibutuhkan untuk wanita hamil dan menyusui

e. Interaksi obat : penggunaan ambroxol bersamaan dengan antibiotik, seperti

cefuroxime, amoxicillin, doxycyclin dan erythromycin dapat meningkatkan

konsentrasi antibiotik didalam jaringan paru-paru. Penggunaan ambroxol

bersamaan dengan obat penekan refleks batuk tidak disarankan.

f. Dosis : 1,2-1,6 mg/kgBB/hari

3. Prednison

a. Indikasi: terapi infusiensi adrenokortikal, digunakan untuk memperoleh efek

anti inflamasi atau imunosupresan

b. Kontra Indikasi: diabetes mellitus, tukak peptik/duodenum, hipertensi atau

gangguan sistem kardiovaskular lainnya

c. Efek Samping: dapat menyebabkan infusiensi adrenal akut dengan gejala

demam, mialgia, atralgia dan malaise jika penghentian obat secara tiba-tiba

d. Peringatan: hentikan penggunaan dalam jangka panjang

e. Dosis: 0,05-2 mg/ kgBB/ hari

4. Salbutamol

a. Indikasi: meredakan bronkospasme pada asma dan obstruksi saluran nafas

reversibel lainnya.

b. Kontra indikasi: hipersensitif terhadap salbutamol.

c. Peringatan : hati- hati pada penyakit hipertiroid, penyakit kardiovaskular,

hipertensi dan diabetes mellitus.

d. Efek samping: tremor, sakit kepala, kram otot, palpitasi, takikardia, gangguan

tidur dan tingkah laku.

42
e. Interaksi obat: efek antagonis bersama penghambat beta non selektif seperti

propanolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, timolol, alprenolol, penbutolol,

sotalol.

f. Dosis: 0,05- 1 mg/KgBB/kali setiap 6-8 jam

43
Lampiran 4. Algoritma Terapi

Penilaian awal
Riwayat dengan pemeriksaan fisis (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan
bila mungkin faal paru CAPE atau VEP, saturasi O2) pemeriksaan lain atas indikasi

Serangan asma ringan Serangan asma sedang/berat Serangan asma mengancam jiwa

Pengobatan awal
- Oksigenasi dengan kanul nasal
- Inhalasi agonis beta 2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 2 menit dalam
satu jam atau agonis beta-2 injeksi
- Kortikosteroid sistemik :
 Serangan asma berat
 Tidak ada respon segera dengan pengobatan bronkodilator

Penilaian ulang setelah 1jam

Respon baik Respon tidak sempurna Respon baik dalam 1 jam


 Respon baik dan stabil dalam
60 menit  Resiko tinggi distres  Resiko tinggi distres
 Pemeriksaan fisik normal  Pemfis : gejala ringan-  Pemfis : berat, gelisah
 APE > 70% prediksi/nilai sedang dan kesadaran menurun
terbaik  APE >50% terapi <70%  APE <30%
 Saturasi O2 90% (95% pada  Saturasi O2 tidak perbaikan
anak)

 Pulang  pengobatan Dirawat di Rumah Sakit Dirawat di ICU


dilanjutkan dan inhalasi agonis - Inhalasi agonis beta 2 antikolinergik
beta 2 - Inhalasi agonis beta 2 antikolinergik - Kortikosteroid intra vena
- Kortikosteroid sistemik
 Membutuhkan kortikosteroid - Pertimbangkan agonis beta 2 injeksi
- Aminofilin drip - Terapi oksigen
oral
- Terapi oksigen pertimbangkan kanul
 Edukasi penderita - Aminofilin drip
nasal/masker venturi - Mungkin perlu inhalasi dan ventilasi
- Pantau APE , saturasi O2 , nadi, kadar mekanik
teofilin

Perbaikan Tidak Perbaikan

Pulang bila APE >60% Dirawat di ICU bila tidak


Prediksi/terbaik. Tetap berikan perbaikan 6-12 jam44
pengobatan oral/inhalasi

Anda mungkin juga menyukai