Anda di halaman 1dari 28

Saccccccccccccccccccccccccccccccsszzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz

zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz

pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti


ulserasi kornea dan perforasi.
-Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii,
N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk
camera anterior, dapat timbul iritis toksik.1,3

D. Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan
agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat
mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen,
harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae,
dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan
setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva
harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret
konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga
diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan.

E. Perjalanan dan Prognosis


Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari,
kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi
blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis
gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi
meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

A.1. Konjungtivitis Bakterial Akut

Definisi

Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh Streptokokus,


Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3

Gambar 11 Konjungtivitis Purulen

Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen,


hiperemi konjungtiva, edema kelopak,hipertrofi papil.

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa
hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria
meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4

Diagnosis :

 Hiperemi Konjungtiva
 Edema kelopak dengan kornea yang jernih
 Kemosis : pembengkakan konjungtiva
 Mukopurulen atau Purulen

Pemeriksaan
 Pemeriksaan tajam penglihatan
 Pemeriksaan segmen anterior bola mata
 Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk
mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya. 5

Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman
seperti seprei, kain, dll.1,5

Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui


dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika
telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6

Terapi

Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1
minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi
hari dan mempercepat penyembuhan1, 3

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika
yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi
topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan
laboratorium telah diperoleh. 4,6

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus


dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
secara khusus hygiene perorangan. 1,4

Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat


berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi
gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir
konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan


menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

Pencegahan

 Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan


sesudahmembersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
 Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.
 Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.8

A.2 Konjungtivitis Gonore


Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen.
Gonokok/Neisseria Gonorrhoea merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan
bersifat invasif, sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat ber

Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi
penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut. Sedang pada orang
dewasa didapatkan penularan dari penyakit kelamin sendiri. Masa inkubasi 12-5 hari
disertai pendarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik.

Gambar 12 Konjungtivitis Gonore

Secara klinis penyakit ini dilihat dalam bentuk:

 Oftalmia Neonatorum ( bayi berusia 1-3 hari )


 Konjungtivitis gonore infantum ( usia lebih dari 10 hari )
 Konjungtivitis gonore adultorum

Gejala :

 Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan


 Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
 Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior, sedangkan
konjungtiva bulbi merah.
 Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 3,5.
 Pendarahan terjadi karena edema konjungtiva yang hebat. Hal ini akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah konjungtiva.
 Pembesaran kelenjar preaurikuler.

Pemeriksan dan diagnosis

 Kerokan getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan Gram dan
diperiksa dibawah mikroskop. Didapatkan sel-sel polimorfonuklear dalam
jumlah yang banyak.

Pengobatan

Tanpa penyulit :

 Topikal : Salep mata Tetracycline HCL 1% atau Ciprofloxacin 0.3%


diberikan minimal 6kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2
jam sekali pada penderita dewasa dilanjutkan sampai 5 kali.Sebelumnya sekret
dibersihkan dahulu.
 Sistemik : Dewasa diberikan Penicillin G 4.8 juta IU IM dalam dosis tunggal
ditambah dengan Probenecid 1 gram per oral atau Ampicilin dosis tunggal 3.5
gram per oral.
 Pada neonatus dan anak-anak injeksi penicilin diberikan dengan dosis 50.000-
100.000 IU/kgBB

Dengan penyulit pada kornea:

 Topikal : Ciprofloxacin 0.3% dgn cara pemberian,hari 1 : 1-2 tetes setiap 15


menit selama 6jam selanjutnya 2 tetes setiap 30 menit, hari 2 : 2 tetes tiap 1
jam, hari 3 : 2 tetes tiap 4 jam. Obat-obatan topikal lain, Bacitracin,
Vancomycin, Chepaloridin, Gentamycin.
 Dapat diberikan siklopegik (Scopolamin 0.25%) 2-3x setiap hari untuk
menghilangkan nyeri karena spasme siliar dan mencegah sinekia.
 Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam ( descemetocele ) dapat
dilakukan oprasi flap konjungtiva “ partial conjunctivall bridge flap”

Komplikasi
 Tukak kornea marginal
 Perforasi kornea
 Keratitis
 Sikatrik kornea
 Penurunan visus sampai kebutaan

A.3 Konjungtivitis Angular

Konjungtivitis Angular terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra


disertai ekskoriasi kulit disekitar daerah yang radang. Disebabkan oleh Basil
Moraxella Axenfeld. 3

Gambar 13 Konjungtivitis Angular

Gejala :

 Ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang


 Sekret mukopurulen
 Pasien sering mengedip5,6

Pengobatan

Tetrasiklin dan basitrasin

Komplikasi

Blefaritis
A.4 Konjungtivitis mukopurulen

Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum


konjungtivitis kataral mukoid yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia atau
basil Koch Weeks.3

Gejala

 Hiperemi konjungtiva
 Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat terutama
saat bangun pagi.
 Terdapat gambaran halo ( dibedakan dengan halo pada glaukoma)

Komplikasi

Bila samp hari ke 3 dan tidak diobati akan berjalan kronis. Dapat timbul ulkus kataral
marginal pada kornea atau keratitis superfisial.

Pengobatan

Membersihkan konjungtiva dan antibiotik yang sesuai.

B. Konjungtivitis Virus:

1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut


a). Demam Faringokonjungtival 3

Gambar 14 Konjungtivitis Virus

Tanda dan gejala


Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,5-40⁰C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler
sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring.
Mata merah dan berair mata sering terjadi, edema kelopak dengan
pseudomembran, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.
Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1
Komplikasinya terjadi keratitis epitel superfisial dan atau subepitel.

Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus
tipe 3 dan kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam
sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit,
virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer
antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih
praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak
daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya
dalam sekitar 10 hari1.Pengobatan hanya suportif diberikan kompres,astringen,
lubrikasi. Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder.

b). Keratokonjungtivitis Epidemika3

Tanda dan gejala


Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering
pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya
pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian
diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel
bulat. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra,
kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan
perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk
pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan
symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap
berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian
luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi
virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19,
29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat
diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan
konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk
pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi
melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril,
atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama
anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot
materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam
larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan
memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-
dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta
sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu
keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau
hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-
hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen
antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks3

Gambar 15 Konjungtivitis Herpes simpleks

Tanda dan gejala


Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak
kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah
unilateral, iritasi, sekret mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea
tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu
ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di
palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas
terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun
jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis
dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan
kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak
terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa
multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan
biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan
hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat
antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus
diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida
rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu
bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula
diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang
adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai
7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin
memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses
sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut2,3
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami
epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali
diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh
coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari). 5
Tanda dan Gejala
Kedua mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak
mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi
subkonjungtival, sekret seromukus. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada
awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva,
dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise,
mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite
seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi
dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti. Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga
pengobatan hanya simtomatik. Antibiotika spektrum luas, sulfasetamid dapat
digunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan
mengatur kebersihan.

e). Konjungtivitis Inklusi3


Merupakan konjungitivis yang disebabkan oleh infkesi klamidia yang
merupakan penyakit kelamin.
Epidemiologi
Masa inkubasi 5-10 hari. Klamidia menetap beberapa tahun sehingga mudah
terjadi infeksi ulang. Penyakit ini dapat bersifat epidemik karena merupakan
swimming pool konjungtivitis. Pada bayi timbul 3-5 hari setelah lahir.
Tanda dan Gejala
Konjungtiva hiperemia, kemosis, psudomembran, hipertrofi folikel, hipertrofi
papil, pembesaran kelenjar preaurikuler.
Terapi
Pengobatan sistemik dengan eritromisin lebih efektif daripada topikal.

2. Konjungtivitis Virus Menahun

a). Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata
dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis
superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi
radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan
lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat,
adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi
sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang
membesar, mendesak inti ke satu sisi.3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi


memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya

b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler


khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika
adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun
pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang
kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat
pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah
arah adalah sekuele. 1

Laboratorium

Pada zoster maupun varicella dilakukan pewarnaan Giemsa, kerokan


dari vesikel palpebra mengandung sel raksasa dan banyak leukosit
polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster
mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan
jaringan sel – sel embrio manusia. 1

Komplikasi

Iritis, skleritis, episkleritis, glaukoma, sikatrik pada kelopak,


glaukoma, katarak, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atropi saraf optik, dan
kebutaan.

Terapi
Pengobatan dengan kompres dingin. Acyclovir oral dosis tinggi (800
mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi pada awal perjalanan
1
penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat penyakit. Pada 2
minggu pertama dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa
sakit. Pada komplikasi dapat diberikan steroid, antiglaukoma dan
tetrasiklin.

c). Keratokonjungtivitis Morbilli

Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang
dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa
hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret
mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik
pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. 1,3

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya


meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien
kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai
infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H
influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang
berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan
perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di
Negara berkembang. 1,3

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali


jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa
mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya
tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi
sekunder. 1

Konjungtivitis Klamidia Trakoma


Gambar 16 Konjungtivitis trakoma

Etiologi
Chlamydia trachomatis serotipe A,B,Ba, atau C. 2Infeksi ini menyebar
melalui kontak langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma
atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat
kecantikan dan lain-lain. Penyakit ini sangat menular dan biasanya
menyerang kedua mata.5

Gambar 17. etiologi dan patofisiologi dari trakoma


Dikutip dari http://cartercenter.org/images/BLINDch_web.gif

Gejala dan tanda


Awalnya merupakan konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-
kanak yang berprogresi menjadi konjungtival scarring. Pada kasus berat,
bulu mata yang bengkok ke arah dalam timbul pada awal masa dewasa
sebagai hasil dari konjungtival scarring. Abrasi yang ditimbulkan oleh bulu
mata tersebut dan defek pada tear film akan mengakibatkan scarring pada
kornea, biasanya setelah umur tiga puluh tahun. 2
Periode inkubasinya rata-rata tujuh hari tetapi bervariasi dari lima
sampai empat belas hari. Pada anak kecil, onsetnya tidak jelas dan penyakit
dapat sembuh dengan komplikasi minimal atau tidak ada komplikasi sama
sekali. Pada dewasa, onsetnya sering subakut atau akut, dan komplikasi dapat
timbul kemudian. Pada onset, trakoma sering mirip dengan konjungtivitis
bakterial lainnya, tanda dan gejala biasanya terdiri dari produksi air mata
berlebih, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema pada kelopak mata, chemosis
pada konjungtiva bulbar, hiperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan
limbal, keratitis superios, formasi pannus, dan tonjolan kecil dan nyeri dari
nodus preaurikular. 2
Pada trakoma yang sudah benar-benar matang, juga mungkin terdapat
keratitis epitelial superior, keratitis subepitelial, pannus, atau folikel limbal
superior, dan akhirnya terbentuk peninggalan sikatrikal yang patognomonik
dari folikel tersebut, yang dikenal dengan nama Herbert’s pits dengan bentuk
depresi kecil dari jaringan ikat pada partemuan limbokorneal ditutupi oleh
epitel. Pannus yang terkait adalah membran fibrovaskular naik dari limbus,
dengan lengkung vaskular memanjang ke kornea. Semua tanda dari trakoma
lebih parah pada konjungtiva dan kornea superior dibandingkan dengan
bagian inferior. 2
Pada sikatrik yang berat dapat terjadi “Tear Deficiency
Syndrome”5
Gambar 18. Herbert’s pits pada trachoma
Dikutip dari http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/thumbnails/Herberts-pits-enhanced-
through-being-pigmented.jpg

Untuk menegakkan keadaan endemik trakoma pada keluarga atau sebuah


komunitas, sejumlah anak harus mempunyai minimal dua dari tanda berikut:
2

1. Lima atau lebih folikel pada garis konjungtiva tarsal datar


kelopak mata atas.
2. Konjungtival scarring yang khas pada konjungtiva tarsal atas.
3. Folikel limbal atau sekuelnya(Herbert’s pits).
4. Ekstensi atau perpanjangan pembuluh darah ke arah kornea,
paling sering tampak pada limbus superior.
Ketika beberapa individu akan memenuhi kriteria ini, secara luas
distribusi tanda ini pada keluarga individu dan komunitas tersebut
diidentifikasi dengan trakoma. 2

Klasifikasi trakoma
Untuk tujuan kontrol, WHO pada tahun 1987 telah mengembangkan
metode ringkas untuk menggambarkan penyakit Trakoma. Klasifikasi FISTO
tersebut adalah: 2
- TF: Five or more follicles on the upper tarsal conjunctiva(Lima
atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal atas dengan ukuran tiap-
tiap diameter folikel >0,5mm atau lebih). 2,11
- TI: Diffuse infiltration and papillary hypertrophy of the upper
tarsal conjunctiva obscuring at least 50% of the normal deep
vessels(Infiltrasi dan hipertrofi papiler yang difus pada konjungtiva
tarsal atas memenuhi setidaknya 50% pembuluh darah normal
dalam). 2,11

- TS: Trachomatous conjunctival scarring(Scarring tarsal


konjungtiva mudah terlihat sebagai garis putih atau lembaran
putih). 2,11
- TT: Trichiasis or entropion(Trikiasis atau enteropion ditegakkan
apabila setidaknya satu bulu mata menggosok bola mata). 2,11
- CO: Corneal opacity(Opasitas kornea ditegakkan apabila terjadi
opasitas yang terlihat pada pupil, biasanya menurunkan tajam
pengelihatan sampai kurang dari 6/18). 2,11
Gambar 19. stadium trakoma
Dikutip dari http://www.pyroenergen.com/articles/images/trachoma3.jpeg
Gambar 20. pembagian stadium trakoma menurut WHO
Dikutip dari http://www.who.int/blindness/publications/trachoma_english1.jpg

Diagnosa
Inklusi klamidia dapat diketemukan pada kerokan konjungtiva yang
diwarnai dengan pengecatan giemsa, tetapi tidak selalu ditemuka. Inklusi
muncul pada preparasi Giemsa sebagai massa sitoplasma berwarna ungu
gelap atau biru yang tampak seperti topi yang menutupi nukleus dari sel
epitel. Pengecatan antibodi fluoresensi dan tres immunoassay enzim tersedia
secara komersil dan sering dipakai secara luas pada laboratorium klinis. Tes-
tes tersebut dan tes baru lainnya termasuk PCR, telah menggantikan
pengecatan giemsa pada smear konjungtiva dan isolasi agen klamidia pada
kultur sel. 2

Komplikasi
Jaringan parut pada konjungtiva merupakan komplikasi yang sering
timbul dan dapat menghancurkan glandula lakrimalis dan meng-obliterasi
duktula glandula lakrimalis. Keadaan tersebut dapat mengurangi secara
drastis komponen akueus pada tear film prekorneal, dan komponen mukus
film mungkin tereduksi oleh karena hilangnya sel goblet. Jaringan parut juga
dapat menyebabkan distorsi kelopak mata atas dengan deviasi dari bulu mata
ke arah dalam(trikiasis) atau keseluruhan pinggiran kelopak
mata(enteropion), jadi bulu mata secara kontan mengabrasi kornea. Hal ini
sering menyebabkan ulserasi kornea, infeksi bakteri korneal, dan jaringan
parut kornea. 2

Terapi
Perkembangan klinis yang mencenggangkan dapat diperoleh dengan
memberikan tetrasiklin, 1-1,5g per hari secara oral terbagi dalam empat dosis
untuk tiga sampai empat minggu; doksisiklin, 100mg secara oral dua kali
sehari selama tiga minggu; atau eritromisin, 1g per hari dalam empat dosis
terbagi untuk tiga sampai empat minggu. Sistemik tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak berumur di bawah tujuh tahun atau pada wanita hamil,
karena tetrasiklin mengikat kalsium sehingga mempengaruhi pertumbuhan
gigi dan tulang serta dapat mengakibatkan kelainan kongenital berupa
perubahan warna gigi dan skeletal(contoh, klavikula) menjadi warna kuning
permanen. Studi terakhir pada negara berkembang telah menunjukkan
azitromisin merupakan terapi yang efektif untuk trakoma, diberikan oral 1g
pada anak-anak. Karena efek samping yang minimal dan kemudahan
pemberian, antibiotik makrolid ini telahmenjadi obat pilihan untuk kampanye
terapi masal. 2
Ointment topikal atau tetes mata, termasuk preparat sulfonamid,
tetrasiklin, eritromisin, dan rifampisin, digunakan empat kali sehari selama
enam minggu ternyata mempunyai efektivitas yang sama kuat. 2
Dari pertama kali terapi diberikan, efek maksimum biasanya tidak
dapat diapai untuk sepuluh samapai 12 minggu. Persistensi folikel pada tarsal
atas untuk beberapa minggu setelah pemberian terapi tidak seharusnya
menjadi pertanda kegagalan proses terapi. 2
Koreksi pembedahan pada bulu mata yang masuk ke dalam esensial
untuk mencegah pembentukan jaringan parut dari trakoma lanjut pada negara
berkembang.2

Perjalanan penyakit
Jika dibiarkan, kelainan ini berjalan melewati empat tipe(McCallan,
1908): 2,11
Stadium Nama Gejala

Stadium I Trakoma insipien Folikel imatur,

hipertrofi papilar

minimal

Stadium II Trakoma Folikel matur pada

dataran tarsal atas

Stadium IIA Dengan Hipertrofi Keratitis, Folikel

folikular yang menonjol limbal

Stadium IIB Dengan Hipertrofi Aktivitas kuat dengan

papilar yang menonjol folikel matur tertimbun

dibawah hipertrofi

papilar yang hebat

Stadium III Trakoma memarut Parut pada konjungtiva

(sikatrik) tarsal atas, permulaan

trikiasis, entropion
Stadium IV Trakoma sembuh Tak aktif, tak ada

hipertrofi papilar atau

folikular, parut dalam

bermacam derajat

variasi

Gambar 21. stadium perjalanan penyakit pada trakoma

C. Konjungtivitis Imunologik (Alergik):


 Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
a. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam
jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair
mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan
“tenggelam dalam jaringan sekitarnya”. Terdapat sedikit penambahan
pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut
sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab “tenggelamnya” tadi).
Mungkin terdapat sedikit sekret, khususnya jika pasien telah mengucek
matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan
1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan
gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal
dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap
pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat
dihilangkan.
b. Konjungtivitis Vernalis
Gambar 22 KonjungtivitisVernalis

Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “konjungtivitis musiman” atau
“konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral yang
jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di
daerah dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim semi,
musim panas dan musim gugur daripada musim dingin.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 – 10
tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bersekret berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan
lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla
halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering
memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk
polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. Kompliasi
Shiled Ulcer 1,2,3

Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat


banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala
hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka
panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit
mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma,
katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan.
Cromolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang
sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada
manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien.
Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan
lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh
total. 1,3

c. Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat
papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada
keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior.
Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang
terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada
perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi
berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan
bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada
pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis
atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan
pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya,
keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami
eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini
cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak
yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
Terapi
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole
(10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan
sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang
lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala
pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi
tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin
diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
penglihatannya. 1,3
 Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas
lambat terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel,
Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus
aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1

Gambar 23.Konjungtivitis flikten

Tanda dan Gejala


Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah,
menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk
segitiga, dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih
kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule
pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus,
namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. 1
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air
mata, namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia
hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis
bacterial akut, dan defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari
infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical.
Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24
jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk
blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan
terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya
dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut
kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 1

Anda mungkin juga menyukai