Anda di halaman 1dari 29

No Topik Kriteria

I Pengenalan dasar EKG


Pada EKG rutin, kecepatan kertas adalah 25 mm/detik, sehingga
pada sumbu x diperoleh hubungan sebagai berikut:
1 kotak kecil = 1 mm = 0.04 detik
“Anatomi” kertas 1 kotak besar= 5 mm = 0.2 detik
a
EKG Untuk menentukan amplitudo, yang diukur pada sumbu y,
standardisasi yang umum digunakan pada rekaman EKG adalah:
1 kotak kecil = 1 mm = 0.1 miliVolt
1 kotak besar= 5 mm = 0.5 miliVolt
Bidang frontal/vertikal

Bidang frontal dan


b
horizontal Bidang horizontal

Pemasangan
sadapan

Patofisiologi
terbentuknya
c
gambaran
gelombang EKG

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 1


Ritme reguler
Laju jantung
= 300 dibagi jumlah kotak besar antara 2 gelombang R
= 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara 2 gelombang R
Laju jantung
Ritme ireguler
Laju jantung
= 10 x jumlah kompleks QRS dalam 6 detik
Gelombang dan
d
nilai normal
P:QRS < 1
Ritme atau kompleks prematur ventrikel atau junctional (escape,
accelerated, takikardia)
P:QRS = 1
P mendahului QRS: ritme sinus, ritme atrium ektopik, takikardia
atrium multifokal, wandering pacemaker, SVT (sinus node re-entry
tachycardia), sinoatrium exit block 2, conducted APC dengan
salah satu di atas
P mengikuti QRS: SVT (AV nodal reentry tachycardia, SVT
ortodromik), ritme ventrikel/junctional dengan aktivasi atrium
retrograde 1:1
Tidak ada gelombang P: fibrilasi atrium, atrial flutter, henti sinus
dengan ritme escape junctional atau ventrikel, SVT (AV nodal
reentry tachycardia, AV reentry tachycardia), takikardia junctional,
atau VT dengan gelombang P terpendam dalam QRS, VF

Laju jantung < 100 kali/menit


Hubungan P:QRS
QRS sempit (< 0.12 detik) – R-R reguler
P sinus 60-100 kali/menit: ritme sinus
P sinus <60 kali/menit: bradikardia sinus
P nonsinus dengan PR > 0.12: ritme atrium ektopik
P nonsinus dengan PR < 0.12: ritme atrium bawah atau junctional
Gelombang flutter gergaji: atrial flutter, umunya dengan blok AV
4:1
Tidak ada P ritme < 60: ritme junctional
Tidak ada P ritme 60-100: accelerated junctional rhythm

QRS sempit – R-R ireguler


P sinus dengan jarak P-P bervariasi > 0.16 detik: aritmia sinus
P sinus dan nonsinus: wandering atrial pacemaker
Ritme reguler dengan blok AV derajat II atau III atau ritme
prematur
Osilasi dengan dasar halus atau kasar: fibrilasi atrium dengan
ritme ventrikel lambat
Gelombang flutter bentuk gergaji: atrial flutter dengan blok AV

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 2


bervariasi
Rasio P:QRS >1: blok AV derajat 2 atau 3 atau blocked APC
Rasio P:QRS <1: junctional atau ventricular prematur beats atau
escape rhythm

QRS melebar (> 0.12 detik)


P sinus atau nonsinus: ritme supraventrikular dengan pre-existing
IVCD (misal BBB) atau aberansi
Tidak ada P laju <60: ritme idioventrikular
Tidak ada P laju 60-100: accelerated idioventricular rhythm
Disosiasi AV dapat terjadi

Laju jantung > 100 kali/menit

QRS sempit (<0.12 detik) – R-R reguler


P sinus: takikardia sinus
Gelombang flutter: atrial flutter
Tidak ada gelombang P: AV nodal reentrant tachycardia
(AVNRT), takikardia junctional
R-P pendek (R-P < 50% dari interval R-R): AVNRT, SVT
ortodromik (AVRT), takikardia atrium dengan blok AV derajat 1,
takikardia junctional dengan aktivasi atrium retrograde 1:1
R-P panjang (R-P > 50% dari interval R-R): takikardia atrium,
sinus node reentrant tachycardia, atypical AVNRT, ortrodromic
SCT dengan konduks V-A diperpanjang

QRS sempit – R-R ireguler


P nonsinus dengan morfologi >3 : takikardia atrium multifokal
Osilasi dasar halus dan kasar: fibrilasi atrium
Gelombang flutter: atrial flutter
Blok AV derajat 3 dengan ritme reguler atau detak prematur

QRS melebar (> 0.12 detik)


P sinus atau nonsinus: ritme supraventrikular reguler/ireguler
dengan aberasi/preexisting IVCD
Tidak ada P, laju 100-110: accelerated idioventricular rhythm
Tidak ada P, laju 110-250: VT, SVT dengan aberansi
Polaritas ireguler, polimorfik, alternating: Torsade de Pointes
 Durasi: 0,08-0,11 detik
 Aksis: 0-75o
 Morfologi:
- defleksi positif pada sandapan I dan II
Gelombang P
- defleksi positif atau negatif pada aVF
- defleksi negatif atau bifasik pada III, aVL, V1, V2
- takik (notching) kecil dapat muncul
 Amplitudo:

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 3


- sandapan ekstremitas <2,5 mm
- V1: defleksi positif <1,5 mm dan defleksi negatif <1 mm
 Durasi: 0,12-0,20 detik
 Segmen PR:
- umumnya isoelektris
Interval PR
- dapat bergeser berlawanan arah dengan gelombang P
- elevasi umumnya <0,5 mm
- depresi umumnya <0,8 mm
 Durasi: 0,06-0,10 detik
 Aksis: -30o hingga +105o
 Zona transisi: V2-V4
 Gelombang Q: gelombang Q kecil (durasi <0,04 detik dan
Kompleks QRS amplitudo <2 mm) umum terlihat pada sebagian besar
sandapan, kecuali aVR, V1, dan V2
 Onset defleksi intrinsikoid (bermulanya QRS hingga puncak
gelombang R): sandapan prekordial kanan <0,035 detik,
sandapan prekordial kiri <0,045 detik
 Umumnya isoelektris
 Pada sandapan ekstremitas dapat bervariasi dari 0,5 m di
bawah dan 1 mm di atas garis isoelektris
 Pada V2-V3 (kadang V4), elevasi konkaf ke atas hingga 3 mm
Segmen ST
pada sandapan prekordial mungkin terlihat pada dewasa muda
(repolarisasi awal), tetapi umumnya <2 mm pada usia >40
tahun
 Pada V5-V6, elevasi konkaf ke atas >1 mm tidak umum terjadi
 Morfologi:
- defleksi positif pada I, II, V3-V6
- defleksi negatif pada aVR, V1
- defleksi positif, datar, atau bifasik pada III, aVL, aVF, V1, V2
Gelombang T
- inversi gelombang T dapat terlihat pada dewasa muda sehat
(gelombang T juvenil)
 Amplitudo: umumnya <6 mm pada sandapan ekstremitas dan
<10 mm pada sandapan prekordial
QT terkoreksi (interval QT dibagi akar kuadrat dari interval RR) =
Interval QT
0,30-0,44 detik, bervariasi terbalik dengan laju jantung
Morfologi: defleksi positif pada semua sandapan kecuali aVR
Gelombang U
Amplitudo: 5-25% tinggi gelombang T (umumnya <1,5 mm)
Pengenalan aksis
e jantung – potongan
frontal
Rotasi clockwise
dan
f
counterclockwise –
potongan horizontal
Varian EKG normal  Repolarisasi awal

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 4


 Gelombang T juvenil
 Gelombang S pada sandapan I, II, dan III (pola S1 S2 S3) pada
20% dewasa muda sehat
 RSR’ atau rSr’ pada sandapan V1 dengan durasi QRS <0,1
detik, amplitudo gelombang r <7 mm, dan amplitudo r’ lebih
kecil daripada gelombang r atau S; terdapat pada 2% individu
normal, dapat pula terlihat pada RVH, infark miokardia
posterior, deformitas skeletal (pectus excavatum, straight back
syndrome), dan peletakan elektroda V1 tinggi (pada spasium
interkostal 3)
 Gelombang T tinggi
 Gelombang P bertakik dengan durasi normal
Hiperventilasi dapat menyebabkan pemanjangan PR,
takikardia sinus, dan depresi ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T (umumnya terlihat pada sandapan inferior)
Asupan makanan berlebihan dapat menyebabkan depresi ST
dan/atau inversi gelombang T, terutama setelah konsumsi
makanan berkarbohidrat tinggi

 Sandapan lengan kanan dan kiri tertukar


- EKG resultan menyerupai dekstrokardia pada sandapan
ekstremitas dengan inversi P-QRS-T pada sandapan I dan
aVL
- transposisi sandapan II dan III
- transposisi sandapan aVR dan aVL
Untuk membedakan kondisi ini, lihat sandapan prekordial:
- pada dekstrokardia, terdapat progresi gelombang R terbalik
(dengan penurunan voltase gelombang R gradual dari V1
hingga V6)
- pada sandapan ekstremitas yang tertukar, progresi
Kesalahan
g gelombang R normal
peletakan sandapan
 Sandapan lengan kiri dan kaki kiri tertukar
- transposisi sandapan I dan II
- transposisi sandapan aVF dan aVL
- inversi sandapan III
 Sandapan lengan kanan dan kaki kiri tertukar
- inversi sandapan I, II, dan III
- transposisi sandapan aVR dan aVF
 Sandapan prekordial tertukar: penurunan voltase gelombang R
pada 2 sandapan berurutan (misal, V1, V2) dengan
gelombang R yang kembali normal pada sandapan
selanjutnya

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 5


No Topik Kriteria
II Kelainan–kelainan pada pembacaan EKG dasar
a Kelainan gelombang P
 Gelombang P tegak:
>2,5 mm pada sandapan II, III, dan aVF (P pulmonal) atau
>1,5 mm pada sandapan V1 atau V2
 Aksis gelombang P bergeser ke kanan (misal, aksis >70o)
 Pada hingga 30% kasus, P pulmonal dapat menunjukkan
adanya pembesaran atrium kiri. Pertimbangkan kemungkinan
ini apabila terdapat kelainan/pembesaran atrium kiri pada V1.
Kelainan/  Gelombang repolarisasi atrium prominen (Ta) dapat
i pembesaran atrium menyerupai gelombang Q dan depresi ST
kanan  P pulmonal dapat terlihat pada:
- PPOK dengan atau tanpa kor pulmonal
- hipertensi pulmonal
- penyakit jantung kongenital (seperti stenosis pulmo,
tetralogi Fallot, atresia trikuspid, dan fisiologi Eisenmenger)
- emboli pulmo (umumnya transien)
- varian normal pada pasien dengan habitus tubuh kurus
dan/atau jantung vertikal
 Bagian terminal gelombang P negatif pada sandapan V1
dengan amplitudo >1 mm dan durasi >0,04 detik (misal,
dalam satu kotak kecil dan lebar satu kotak kecil) atau
 Gelombang P bertakik dengan durasi >0,12 detik pada
sandapan II, III, atau aVF (P mitral)
 Pembesaran atrium kiri dapat terjadi dengan gelombang P
normal dan P mitral dapat muncul tanpa adanya pembesaran
atrium kiri
ii Ritme
 Gelombang repolarisasi atrium prominen (Ta) dapat
menyerupai gelombang Q dan depresi ST
 Mekanisme terjadinya P mitral dapat karena hipertrofi atau
dilatasi atrium kiri, keterlambatan konduksi intraatrial,
peningkatan volume atrium kiri, dan peningkatan akut
tekanan atrium kiri; seperti pada penyakit katup mitral,
penyakit jantung organik, penyakit katup aorta, gagal jantung,
infark miokardia, dan hipertensi/LVH.
b Kelainan interval P-R (termasuk gangguan konduksi) – lengkap lihat di bawah
i PR memanjang – blok AV
ii PR memendek – sindrom preeksitasi
c Kelainan voltase QRS atau aksis
 Amplitudo kompleks QRS (R+S) <10 mm pada seluruh
Voltase rendah sandapan prekordial dan <5 mm pada semua ekstremitas
i pada sadapan  Ditemukan pada:
ekstremitas Penyakit paru kronis
Efusi perikardial

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 6


Obesitas
Kardiomiopati restriktif dan infiltratif
Penyakit koroner dengan infark ekstensif pada ventrikel kiri
Miksedema
Efusi pleura
Voltase rendah
ii pada sadapan
ekstremitas
 Rerata aksis QRS antara -30 sampai -90
 Penyebab meliputi:
- Blok fasikuler (apabila aksis >-45)
- Infark miokardia dinding inferior
Left axis deviation
iii - LBBB
(LAD)
- LVH
- ASD ostium primum
- Penyakit paru kronis
- Hiperkalemia
 Rerata aksis antara 100 dan 270
 Penyebab meliputi:
- RVH
- Jantung vertikal
- Penyakit paru kronis
Right axis deviation
iv - Emboli pulmo
(RAD)
- Blok fasikuler posterior kiri
- Infark miokardia dinding lateral
- Dekstrokardia
- Sandapan terbalik
- ASD ostium sekundum
Perubahan amplitudo dan atau arah gelombang P, QRS, dan
atau T
Penyebab meliputi
- Efusi perikardial
- Gagal jantung parah
- Hipertensi
v Electrical alternans
- Penyakir jantung koroner
- Penyakit jantung rematik
- Takikardia supraventrikular dan venrikular
- Respirasi dalam

Kelainan konduksi intraventrikel (termasuk gangguan konduksi) – lengkap lihat di


d
bawah
i Left bundle branch block (LBBB)
ii Right bundle branch block (RBBB)
Hipertropi
e
Ventrikel

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 7


Kriteria voltase pada LVH (cukup untuk diagnosis abnormalitas
repolarisasi)
 Kriteria Cornell (paling akurat)
Gelombang R pada aVL + gelombang S pada V3
>28 mm pada laki-laki
>20 mm pada perempuan
 Kriteria lain berdasarkan voltase yang umum digunakan
Sandapan prekordial (satu atau lebih)
Gelombang R pada V5 atau V6 + gelombang S pada V1
>35 mm bila usia >40 tahun
>40 mm bila usia 30-40 tahun
>60 mm bila usia 16-30 tahun
Gelombang R maksimum + gelombang S pada sandapan
prekordial >45 mm
Gelombang R pada V5 >26 mm
Gelombang R pada V6 >20 mm
Sandapan ekstremitas (satu atau lebih)
Gelombang R pada sandapan I + gelombang S pada
sandapan II >26 mm
Gelombang R pada sandapan I >14 mm
Gelombang S pada aVR >15 mm
Gelombang R pada aVL >12 mm (penemuan dengan
Hipertropi ventrikel spesifisitas tinggi, kecuali berkaitan dengan blok fasikular
i kiri berdasarkan anterior kiri)
voltase
Gelombang R pada aVF >21 mm
 Amplitudo QRS (dan sensitivitas diagnosis LVH dengan
kriteria voltase) biasanya turun pada kondisi yang
meningkatkan jumlah jaringan tubuh (obesitas), udara
(PPOK< pneumothorax), cairan (efusi pleura dan perikardial),
atau jaringan fibrosa (penyakit jantung koroner, sarkoid, dan
amiloid jantung) antara miokardia dan elektroda EKG. RVH
parah dapat mengundersetimate diagnosis EKG LVH dengan
menghilangkan gaya QRS prominen dari ventrikel kiri yang
menebal. LBBB juga dapat menurunkan amplitudo QRS.
 Habitus tubuh kurus, mastektomi kiri, LBBB, WPW, dan blok
fasikular anterior kiri dapat meningkatkan QRS dengan tidak
adanya LVH, menurunkan spesifisitas kriteria voltase.
 Perubahan yang tidak berhubungan dengan voltase (sering
ada tetapi tidak dibutuhkan untuk diagnosis LVH)
- pembesaran/abnormalitas atrium kiri
- deviasi aksis kiri
- gangguan konduksi intraventrikular tidak spesifik
- keterlambatan onset defleksi intrinsikoid (dari awal QRS
hingga puncak gelombang R >0.05 detik)
- gelombang R yang kecil atau tidak ada pada V1-V3 (gaya
anterior lemah)

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 8


- tidak adanya gelombang Q pada sandapan I, V5, dan V6
- gelombang Q abnormal pada sandapan II, III, aVF (karena
deviasi aksis kiri)
- gelombang U prominen
- gelombang R pada V6 > V5, dengan adanya gelombang R
dominan pada sandapan ini
Abnormalitas repolarisasi (gelombang ST dan atau T) mengarah
ke LVH
Hipertropi ventrikel
kiri berdasarkan
ii
voltase dan kelainan
segmen ST-T
 deviasi aksis kanan dengan aksis QRS rerata >+100
 gelombang R dominan
 rasio R/S pada V1 atau V3R>1, atau rasio R/S pada V5 atau
V6 <1
 gelombang R pada V1 >7 mm
 gelombang R pada V1 + gelombang S pada V5 atau V6
>10.5 mm
 rSR’ pada V1 dengan R’> 10 mm
 kompleks qR pada V1
perubahan ST-T sekunder (depresi ST downsloping, inversi
gelombang T) pada sandapan prekordial kanan
Abnormalitas/pembesaran atrium kanan
Onset defleksi intrinsikoid pada V1 <0.05 detik.
RVH parah dapat meng-underestimate diagnosis LVH EKG
Hipertropi ventrikel dengan menghilangkan gaya QRS prominen dari ventrikel kiri
iii yang menebal
kanan
Kondisi yang memungkinkan adanya deviasi aksis kanan
dan/atau gelombang R dominan dan mungkin menyerupai RVH
termasuk:
Infark miokardia dinding posterior atau inferoposterolateral
Dengan adanya gelombang R tinggi pada sandapan V1,
penemuan EKG dapat membedakan hipertrofi ventrikel kanan
dari infark miokardia posterior: inversi gelombang T pada V1V2
dan deviasi aksis kanan mengarah pada diagnosis RVH,
sementara gelombang Q mengarah pada infark miokardia
inferior yang mengarah pada diagnosis infark miokardia posterior
RBBB
Sindrom Wolff-Parkinson-White
Dekstrokardia
Blok fasikular posterior kiri
Varian normal, terutama pada anak
Kombinasi hipertropi  EKG memenuhi satu atau lebih kriteria diagnostik untuk LVH
iv ventrikel kanan dan dan RVH
kiri  Sandapan prekordial menunjukkan LVH namun aksis QRS >90

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 9


 LVH dengan
Gelombang R > gelombang Q pada aVR dan
Gelombang S > gelombang R pada V5 dan
 Inversi gelombang T di sandapan V1
 Amplitudo besar, kompleks ekuifasik (R=S) pada V3 dan V4
(fenomena Kutz-Wachtel)
 Abnormalitas atrium kanan/pembesaran dengan pola LVH
pada sandapan prekordial
f Kelainan segmen ST, gelombang T, gelombang U, serta gelombang Q patologis
 Segmen ST elevasi pada junction J
 Elevasi ST konkaf mengarah ke atas berakhir dengan
gelombang Y=T tegak asimetris (biasanya dengan amplitudo
Varian normal,
besar)
repolarisasi awal
 Gelombang R dengan takik yang jelas atau slur downstroke
 Umumnya melibatkan V2-V5, terkadang II, III, aVF
 Depresi segmen ST tidak resiprokal
 Perubahan segmen ST iskemia: segmen ST horizontal atau
ST dan atau downsloping dengan atau tanpa inversi gelombang T
gelombang T  Perubahan gelombang T iskemia: gelombang T bifasik
menunjukkan dengan atau tanpa perubahan segmen ST, gelombang T
iskemia miokardia inversi dalam atau simetris, dan interval QT sering
diperpanjang
 Elevasi segmen ST akut > 1 mm dengan konveks ke atas
pada sandapan yang merepresentasikan area infark akut
atau miokardia
ST dan atau  Perubahan gelombang T dan ST melibatkan gelombang T
gelombang T inversi sebelum segmen ST kembali ke garis dasar
ii
menunjukkan jejas  Depresi ST asosiaso pada sandapan non infark umum
miokardia  Injuri dinding posterior akut umumnya memiliki depresi
segmen ST downsloping dengan gelombang T tegak pada
V1 dan atau V2 dengan gelombang R prominan pada
sandapan yang sama
ST dan atau
gelombang T
mencurigakan
aneurisma
ventrikular
ST dan atau
gelombang T
menunjukkan
perikarditis akut
ST dan atau  LVH: pergeseran gelombang T dan segmen ST yang
gelombang T berlawanan dengan defleksi QRS mayor:
mencurigakan  Depresi ST (konkaf mengarah ke atas) dan gelombang T
hipertropi atau inversi ketika QRS tetap positif (sandapan I, V5, V6)

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 10


gangguan konduksi  Elevasi segmen ST (<1 mm) sedikit dan gelombang T tegak
intraventrikel ketika QRS dengan terutama negatif (sandapan V1, V2)
dengan voltase yang lebih ekstrem, elevasi ST hingga 2-3
mm dapat terlihat V1-V2.

 RVH: depresi segmen ST dan inversi gelombang T pada


sandapan V1-V3 dan kadang pada sandapan II, II, aVF
ST dan atau Adanya abnormalitas menunjukkan hiperkalemia, hipokalemia,
gelombang T hiperkalsemia, atau hipokalsemia
iii
mencurigakan
gangguan elektrolit
 Depresi atau elevasi ST (< 1 mm) ringan
 Gelombang T datar atau sedikit inversi
ST dan atau  Dapat terlihat pada: penyakit jantung organik, medikasi
gelombang T (kuinidin), gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia),
nonspesifik hiperventilasi, miksedema, baru selesai makan, stres,
pankreatitis, perkarditis, gangguan CNS, LVH, RVH, BBB,
dewasa sehat (varian normal), pola juvenil persisten: inversi
gelombang T pada V1-V3 pada dewasa muda.

Iskemia: depresi segmen ST, gelombang T umumnya inversi,


tidak ada gelombang Q
Injuri: elevasi segmen ST, gelombang Q tidak ada
Infark: gelombang Q abnormal, elevasi atau depresi segmen ST,
gelombang T inversi, normal, tegak, atau memuncak simetris

Elevasi ST signifikan
 Elevasi segmen ST baru pada titik J (di mana kompleks QRS
bertemu dengan segmen ST) pada > 2 sandapan berurutan
 Umumnya berupa konfigurasi konveks ke atas
Gelombang Q  Dapat bertahan 48 jam hingga 4 minggi setelah infark
menunjukkan infark miokardia
miokardia  Elevasi segmen ST yang bertahan hinggak 4 minggu
mengarah ke adanya aneurisma ventrikel

Inversi gelombang T umumnya dimulai ketika segmen ST masih


mengalami elevasi dan dapat bertahan lama

Abnormalitas gelombang Q
 Adanya gelombang Q pada V1-V3
 Gelombang Q > 0.03 detik pada sandapan I, II, aVL, aVF, V4,
V5, atau V6
 Perubahan gelombang Q harus ada minimal pada dua
sandapan berurutan dan harus > 1 mm dalamnya

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 11


Perkiraan usia infark dari EKG
Akut atau baru: adanya gelombang T hiperakut, elevasi segmen
ST, kemudian gelombang T mulai mengalami inversi, dan
gelombang Q abnormal mulai terbentuk.
Tidak dapat ditentukan atau tua: gelombang Q abnormal,
segmen ST isoelektris, gelombang T normal atau nonspesifik.
 Interval QT terkoreksi (QTc) > 0.44 detik, dengan QTc =
interval QT dibagi akar kuadrat interval RR sebelumnya
 Kondisi yang berhubungan dengan pemanjangan interval QT
adalah
iv
Pemanjangan  Medikasi (kuinidin, prokainamid, disopiramid, amiodaron,
interval QT sotalol, dofetilid, azilimid, fenotiazin, trisiklik, litium),
hipomagnesemia, hipokalsemia, bradikardia, perdarahan
intrakranial, miokarditis, prolaps katup mitral, miksedema,
hipotermia, diet sangat tinggi protein, sindrome Romano-
Ward, serta sindrom Jervell dan Lange-Nielson
 Gelombang T negatif persisten (biasanya dalam atau tidak
Varian normal,
simetris) pada sandapan V1-V3 pada dewasa normal
gelombang T juvenil
 Gelombang T tetap defleksi positif pada I, II, V5, V6
Electrical alternans
viii
gelombang T
 Amplitudo > 1.5 mm
Gelombang U  Dapat disebabkan oleh: hipokalemia, bradiaritmia,
ix
prominen hipotermia, LVH, penyakit jantung koroner, medikasi
(digitalis, kuinidin, amiodaron, isoproterenol)

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 12


No Topik Kriteria
III Kelainan berdasarkan produksi impuls
a Ritme atrium
 Morfologi dan aksis gelombang P normal
i Ritme sinus  Laju atrium 60-100 per menit dan reguler (interval PP
bervariasi <0,16 detik atau <10%)
 Morfologi dan aksis gelombang P normal
 Laju <60 kali per menit
 Apabila laju atrium <40 kali/menit, pikirkan blok sinoatrium
2:1
 Penyebab:
- dominasi tonus vagal, merupakan varian normal, terutama
selama tidur, pada atlet terlatih, refleks Bezold-Jarisch,
infark miokardia inferior, emboli pulmo
ii Bradikardia sinus - infark miokardia (umumnya inferior)
- medikasi (penghambat beta, verapamil, diltiazem, digitalis,
anti-aritmia tipa IA, IB, IC, amiodaron, sotalol, klonidin, alfa-
metildopa, reserpin, guanetidin, litium)
- hipotiroidisme
- hipotermia
- jaundis obstruktif
- hiperkalemia
- peningkatan tekanan intrakranial
- sick sinus syndrome
 Morfologi dan aksis gelombang P normal
 Laju >100 kali/menit
 Amplitudo gelombang P umumnya meningkat dan interval PR
sering memendek dengan peningkatan laju jantung (misal,
selama berolahraga)
 Penyebab:
- respons fisiologis terhadap stres (olahraga, cemas, nyeri,
demam, hipovolemia, hipotensi, anemia)
iii Takikardia sinus - tirotoksikosis
- iskemia/infark miokardia
- gagal jantung
- miokarditis
- emboli pulmo
- feokromositoma
- fistula AV
- medikasi (kafein, alkohol, nikotin, kokain, amfetamin,
albuterol, dan agonis beta lain, katekolamin endogen,
hidralazin, tiroid eksogen, atropin, aminofilin)
 Morfologi dan aksis gelombang P normal
iv Aritmia sinus  Perubahan fasik interval PP (onset dapat terjadi mendadak),
biasanya seiring siklus pernapasan

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 13


 Interval PP terpanjang dan terpendek bervariasi >0,16 detik
atau 10%
 Aritmia sinus merupakan faktor utama dalam variabilitas
detak jantung, adanya variabilitas ini merupakan manifestasi
tonus vagal yang aktif dan sehat serta merupakan penanda
penting prognosis kardiovaskular yang baik
 Interval PP (jeda) >1,6-2,0 detik
 Jeda sinus bukan merupakan kelipatan interval PP sinus
dasar;
apabila jeda sinus merupakan kelipatan interval PP sinus
dasar, pertimbangkan blok sinoatrium
 Jeda sinus harus dibedakan dari:
- aritmia sinus: fasik, perubahan gradual interval PP
- blok sinoatrium derajat II, Mobitz I (Wenckebach):
pemendekan progresif interval PP hingga sebuah
gelombang P gagal muncul
- blok sinoatrium derajat II, Mobitz II: jeda sinus berupa
kelipatan (misal, 2x, 3x, dst) dari ritme sinus dasar (interval
Jeda atau henti PP)
v
sinus - perubahan mendadak tonus autonom (misal, reaksi vagal)
- jeda sinus “pseudo” karena kompleks prematur atrium
(atrial premature complexes/APC) yang tidak
dikonduksikan: gelombang P seperti tidak terlihat, tetapi
sebenarnya terpendam pada gelombang T (lihat adanya
deformitas gelombang T pada permulaan jeda untuk
mendeteksi APC yang tidak dikonduksikan)
 Kegagalan komplet konduksi sinoatrium (blok sinoatrium
derajat III) tidak dapat dibedakan dari henti sinus komplet
pada EKG permukaan
 Jeda atau henti sinus karena kegagalan sementara
pembentukan impuls pada nodus SA, etiologi serupa dengan
blok sinoatrium
 Gelombang P dengan konfigurasi abnormal dan prematur
relatif terhadap interval PP normal
 Kompleks QRS umunya serupa dalam hal morfologi dengan
kompleks QRS yang ada selama ritme sinus,kecuali:
 Abberantly conducted APCs: QS dapat lebar dan bizar,
Premature atrial sangat mungkin muncul dengan APC sangat prematur.
complexes Morfologi QRS sering berupa pola RBBB (karena periode
vi
refraktori yang lebih panjang pada berkas kanan dibanding
(PAC)
berkas kiri), tetapi dapat berupa pola LBBB atau bervariasi.
 APC terhambat: gelombang P yang sangat prematur tidak
diikuti oleh kompleks QRS. Gelombang P umumnya
terpendam pada gelombang Tsebelumnya, lihatlah deformasi
gelombang T segera setelah QRS pertama dari jeda RR
untuk mengidentifikasi adanya kompleks prematur atrium

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 14


yang tidak dikonduksikan.
 Interval PP dapat normal, meningkat, atau menurun
 Jeda pasca-ekstrasistolik dapat berupa nonkompensasi misal
interval dari gelombang P normal yang sebelumnya mengikuti
APC kurang dari dua interval PP normal). Interpolated APC
atau jeda kompensasi dapat terlihat ketika ada blok masuk
sinoatrium (SA) dan nodus sinoatrium tidak diset ulang.
 Hal ini dapat terlihat pada individu normal, lelah,
stres,merokok, medikasi (termasuk alkohol dan kafein),
penyakit jantung organik, dan kor pulmonal.
 Laju atrium >100 kali/menit
 Gelombang P dengan morfologi >3 bentuk (masing-masing
berasal dari fokus atrium yang berbada)
 Interval PP dan PR yang bervariasi
 Gelombang P dapat terhambat (misal tidak diikuti oleh
kompleks QRS) atau dikonduksikan dengan kompleks QRS
sempit atau lebar.
Multifocal atrial  Dapat didiagnosis banding dengan:
vii tachycardia - Takikardia sinus dengan APC multifokal yang
(MAT) menunjukkan satu pacemaker atrium dominan (misal
nodus sinus). Sebaliknya, pada MAT, tidak ada
pacemaker atrium dominan.
- Fibrilasi/fluter atrium, tidak terdapat garis isoelektris.
Sebaliknya, MAT menunjukkan adanya garis isoelektris
dan gelombang P.
 Umunya berhubungan dengan kondisi PPOK/pneumonia,
korpulmonal, terapi aminofilin, hipoksia, penyakit jantung
organik, gagal jantung, pascaoperasi, sepsis, edema pulmo.
Takikardia
viii
supraventrikel
 Tiga atau lebih detak atrium ektopik berurutan (bukan
gelombang P sinus) pada laju atrium 100-240 kali/menit
 Gelombang P dapat mendahului, terpendam (terkadang tidak
tervisualisasi), atau muncul segera mengikuti kompleks QRS)
 Kompleks QRS mengikuti tiap gelombang P hingga blok AV
derajat II-III muncul. Takikardia atrium dengan blok dapat
ix Takikardia atrium
menyerupai atrial flutter. Takikardia dengan blok yang
memiliki garis isoelektrik distinct antara gelombang P, atrial
flutter tidak (kecuali pada sandapan V1).
 Morfologi QRS umumnya sempit dan menyerupai morfologi
QRS pada ritme sinus, tetapi dapat melebar bila terdapat
aberansi atau BBB.
 Undulasi atrium regular cepat (flutter atau ‘gelombang F’)
x Atrial flutter umumnya dengan laju 240-340 kali/menit
 Flutter dapat lebih cepat (>340) pada anak dan lebih lambat

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 15


(200-240) dengan adanya medikasi antiaritmia (tipe IA, IC, III)
dan atau dilatasi masif atrium
 Artefak EKG karena tremor Parkinsonian (sekitar 4-6 siklus
detik) dapat menstimulasi galombang flutter. Lihat bukti
gelombang P superimposed yang mendahului tiap
gelombang QRS, terutama pada sandapan I, II, atau V1.
 Morfologi flutter atrium yang tipikal biasanya ditemui pada
 Sandapan II, III, dan aVF: gelombang F inversi tanpa garis
isoelektris
 Sandapan V1: deflksi positif kecil biasanya dengan dasar
isolektris yang berbeda
 Flutter atrium atipikal dapat menunjukkan gelombang F tegak
pada sandapan inferior
 Kompleks QRS dapat normal atau lebar (apabila ada
aberansi atau BBB)
 Laju dan regularitas komplek QRS tergantung urusan
konduksi AV
 Rasio konduksi AV (rasio gelombang flutter terhadap
kompleks QRS) umumnya tetap dan dengan angka genap
(2:1, 4:1) tetapi dapat bervariasi

 Tidak ada gelombang P


 Aktivitas atrium ireguler dan ditunjukkan dengan gelombang
fibrilasi dengan amplitudo, durasi, dan morfologi bervariasi
sehingga menyebabkan osilasi random aktivitas baseline
 Ritme ventrikel umumnya ireguler dengan ireguler
 Laju ventrikel umumnya 100-180menit tanpa pemberian obat
xi Fibrilasi atrium Kondisi yang menyerupai fibrilasi arium: MAT dan atrial flutter
Etiologi meliputi: penyakit katup mitral, penyakit jantung organik,
hipertensi, pasca-CABG, infark miokardia, tirotoksikosis, emboli
pumlo, kondisi pasca-operasi, hipoksia, penyakit paru kronik
(seperti emfisema), defek septum atrium, sindrom WPW, sick
sinus syndrome, alhohol (“holiday heart” syndrome), normal
(fibrilasi atrium sendiri)
 Ritme regular
 Laju >100/menit
 Gelombang P tidak mudah diidentifikasi
 Kompleks QRS sempit
Takikardia  Onset dan terminasi SVT tiba-tiba dan SVT tidak selalu
xii supraventrikel muncul sepanjang tracing
paroksismal  Aktivitas atrium retrograde dapat muncul
Apabila laju mendekati 150 kali/menit, atrial flutter dengan blok
2:1 dapat muncul. Gelombang flutter menyerupai gergaji yang
tipikal dapat muncul pada sandapan inferior (II, III, dan aVF) atau
V1, tiap gelombang flutter dapat terpendam dalam kompleks

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 16


QRS atau segmen ST.
Terdapat beberapa tipe supraventikular takikardia, mayoritas
tidak dapat didiferensiasi oleh EKG permukaan dan
membutuhkan studi EP untuk membedakan
1. AV nodal reentrant tachycardia
Terdapat pada 60-70% SVT dan biasa diinisiasi oleh APC.
Reentri terdapat pada nodus AV dengan konduksi antegrade
ke bawah melalui jalur nodus AV lambat (a) dan konduksi
retrograde naik melalui jalur nodus AV cepat (b). Masase
sinus karotis memperlambat dan kadang menterminasi
takikardia, sering terjadi pada varian normal.
2. Atipikal AV nodal rerentrant tachycardia
Terjadi pada 5-10% reentri nodus AV dan 2-5% SVT. Sirkuit
reentri pada nodus AV dengan konduksi antegrade turun
pada jalur nodus AV cepat (b) dan retrograde naik melalui
jalur lambat (b). membutuhkan studi EP untuk diagnosis.
Masase sinus karotis memperlambat dan kadang
menterminasi takikardia.
3. AV reentrant tachycardia (orthodromic SVT)
Terjadi pada sindrom Wolff-Parkinson-White dengan adanya
jalur bypass. Jantung biasanya berada dalam kondisi normal,
tetapi WPW dapat berhubungan dengan anomali Ebstein,
kardiomiopati, dan prolaps katup mitral.biasanya RP SVY
pendek dapat memiliki interval RP panjang dan terdapat
konduksi VA retrograde lambat. Umumnya diawali dengan
APC dan hilang tiba-tiba dengan masase sinus karotis.
4. Sinus node reentrant tachycardia
Bermanifes berupa gelombang sinus P yang tidak dapat
dibedakan dari takikardia sinus. Melibatkan reentri di sekitar
nodus sinus, terjadi pada <5% SVT. Masase sinus karotis
memproduksi blok AV, tetapi tidak mengakhiri takikardia.
Umunya terlihat pada varian normal, dapat pula pada penyakit
jantung organik
Wandering atrial
xiii
pacemaker
Ritme AV
b
junction
Junctional
i
rhythm
Accelerated AV
ii
junctional rhythm
 Interval RR umumnya reguler
 Detak jantung antara 40-60 kali/menit untuk ritme junctional
Junctional
iii AV dan >60 kali/menit untuk takikardia junctional
tachycardia
 Gelombang P dapat mendahului , terpendam, atau mengikuti
kompleks QRS

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 17


 QRS umumnya sempit namun dapat lebar
 Hubungan antara laju atrium dan ventrikel dapat bervariasi
 Apabila blok retrograde VA ada, atrium tetap berupa ritme
sinus dan disosiasi AV ada
Apabila aktivasi atrium retrograde (gelombang P inversi pada II,
III, aVF) terjadi, interval QRS-P konstan dapat ditemui
 Detak kompleks QRS sempit tipikal mengikuti detak konduksi
sebelumnya pada interval 40-60 kali/menit. QRS dapat
melebar apabila terdapat BBB.
Junctional
iv  Gelombang P dapat mendahului , terpendam, atau mengikuti
escape rhythm
kompleks QRS.
 Morfologi QRS serupa dengan impuls sinus atau impuls
supraventrikular.
 Kompleks QRS prematur (relatif terhadap dasar interval RR
 Gelombang P mendahului QRS < 0.11 detik (aktivasi atrium
retrograde), dapat terpendam dalam QRS (dan tidak
AV junctional tervisualisasi) aau mengikuti kompleks QRS
premature  Gelombang P terbalik pada sandapan II, III, dan aVF serta
complex gelombang P pada sandapan I dan aVL umumnya terlihat
karena persebaran aktivasi atrium dari dekat nodus AV
dengan arah ke superior dan ke kiri (menjauhi sandapan
inferior dan menuju sandapan kiri lateral)
 Merupakan kompleks QRS yang lebar, bertakik, yang relatif
prematur terhadap interval RR normal dan tidak didahului
oleh gelombang P (kecuali ketika VPC mengikuti gelombang
sinus, pada kasus ini, interval PR biasanya < 0.11 detik)
 Perubahan sekunder ST dan gelombang T pada arah
berlawanan dengan defleksi utama QRS (misal depresi ST
Premature
dan inversi gelombang T pada sandapan gelombang R
complex
dominan, elevasi ST dan gelombang T tegak pada sandapan
dengan gelombang S atau kompleks QS dominan)
 Interval pasangan (relasi VPC dengan QRS sebelumnya)
dapat konstan atau bervariasi.
 Morfologi VPC pada sandapan tertentu dapat sama (uniform)
atau berbeda (multiform)
c Ritme ventrikel
Premature
ventricular
i complexes
(uniform dan
multiform)

Bigemini
ii
ventrikel

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 18


 Tiga atau lebih kompleks prematur ventrikel berurutan dan
cepat dengan laju >100 kali/menit
 Interval RR umumnya reguler tetapi dapat ireguler
 Onset tiba-tiba dan terminasi aritmia jelas
 Disosiasi AV umum
Takikardia
iii supraventrikular  Aktivasi atrium retrograde, kompleks fusi, dan kompleks
paroksismal capture ventrikel dapat muncul
 Terlihat pada: penyakit jantung organik,
hipokalemia/hiperkalemia, hipoksia/asidosis, medikasi
(toksisitas digitalis, antiaritmia, fenotiazin, trisiklik, kafein,
alkohol, nikotin), prolaps katup mitral, umum terjadi pada
individu normal
 Ritme ventrikel cepat dan ireguler yang ekstrem dengan
 Defleksi chaotic dan ireguler dengan amplitudo dan kontur
iv Fibrilasi ventrikel bervariasi
 Tidak adanya gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang
T yang jelas
 Ritme ventrikular reguler atau sedikit ireguler (kompleks
lebar)
 Laju 60-110 kali/menit
 Morfologi QRS serupa dengan VPC
Accelerated
v idioventricular  Disosiasi AV, kompleks capture ventrikel, dan detak fusi
rhythm umum terjadi karena kompetisi antara sinus normal dengan
ritme ventrikel ektopik
 Umum terlihat pada iskemia miokardia, setelah reperfusi
koroner, toksisitas digitalis, umum terlihat pada individu
normal
 Ritme ventrikel detak tunggal atau reguler atau sedikit
Ventricular
ireguler
escape
 Laju 30-40 kali/menit (dapat 20-50 kali/menit)
rhythm/complex
 Morfologi QRS menyerupai VPC

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 19


No Topik Kriteria
IV Gangguan konduksi impuls
Blok sinoatrium
a
(SA)
Blok sinoatrium derajat I (konduksi impuls sinus atrium
i Blok SA derajat I terhambat, tetapi respon 1:1 dipertahankan) tidak terdeteksi
pada EKG permukaaan
 Beberapa impuls sinus gagal menyebar pada atrium
sehingga terjadi ketidakadaan gelombang P intermiten,
sering disebut sebagai komponen sick sinus syndrome
 Penyebab:
- medikasi (digitalis, kuinidin, flekainid, propafenon,
Blok SA derajat II prokainamid)
- hiperkalemia
- disfungsi nodus sinus
- penyakit jantung organik
- infark miokardia
- stimulasi vagal
 Morfologi dan aksis gelombang P konsisten dengan yang
berasal dari nodus sinus
Blok SA derajat II  “Group beating” dengan:
ii
– tipe I (Mobitz I) 1. pemendekan interval PP hingga jeda
2. Interval PP konstan
3. jeda PP <2x Interval PP normal
Tipe II (Mobitz II)
 Interval PP konstan diikuti dengan jeda yang berlipat (misal
Blok SA derajat II
iii 2x, 3x, dst) dari interval PP normal
– tipe 2
 Jeda dapat lebih sedikit dari dua kali interval PP normal
(umunya dalam 0.1 detik)
 Blok keluar sinoatrium derajat III (kegagalan komplet
Blok SA derajat
iv konduksi sinostrium) tidak dapat dibedakan dengan henti
III
sinus komplet)
b Blok AV
 Interval PR >0.20 detik (umumnya 0.21-0.40 detik tetapi
dapat selama 0.80 detik)
 Tiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS
i Blok AV derajat I  Dapat terjadi pada kondisi normal, atlet, tonus vagal tinggi,
medikasi (digitalis, kuinidin, prokainamid, flecainid,
propafenon, amiodaron, sotalol, propanolol, verapamil),
demam rematik akut, miokarditis, penyakit jantung kongenital
(defek septum atrium, duktus arteriosus paten)
 Pemanjangan progresif interval PR dan pemendekan
Blok AV derajat II progresif interval RR hingga sebuah gelombang P terhambat
ii
– tipe 1  Interval PP mengandung gelombang P yang tidak
terkonduksi yang kurang dari 2 interval PP

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 20


 Dapat terjadi pada kondisi normal, atlet, medikasi (digitalis,
beta-blocker, calcium blockers, klonidin, alpha-metildopa,
flecainide, sotalol, amiodarone, encainide, propafenone,
lithium), infark miokardia (terutama inferior), demam rematik
akut, miokarditis
 Ritme atrium atau sinus reguler dengan gelombang P tidak
terkonduksi secara intermiten dan tidak ada bukti
Blok AV derajat II prematuritas atrium
iii
– tipe 2  Interval PR pada detak yang terkonduksi tetap konstan
 Interval RR mengandung gelombang P yang tidak
terkonduksisetara dengan dua interval PP
 Impuls atrium secara konsisten gagal mencapai ventrikel
sehingga menyebabkan ritme ventrikel dan atrium
independen satu sama lain
 Interval PR bervariasi
 Interval PR dan RR konstan
Blok AV derajat
iv  Laju atrium umumnya lebih cepat dibandingkan laju ventrikel
III
 Ritme ventrikel dipertahankan oleh ritme escape junctional
atau idioventricular atau pacemaker ventrikel
 Dapat ditemui pada: infark miokardia, penyakit degeneratif,
penyakit infiltratif, toksisitas digitalis, endokarditis,
hiperkalemia lanjut, penyakit Lyme, dan lainnya
 Ritme atrium atau sinus reguler dengan dua gelombang P
v Blok AV 2 : 1 untuk tiap kompleks QRS (setiap gelombang P tidak
terkonduksi)
Blok AV yang
vi
bervariasi
Ritme atrium dan ventrikular independen satu sama lain, ritme
ventrikel biasanya > laju atrium
Disosiasi AV dapat melibatkan:
 Laju ventrikel yang lebih cepat daripada laju atrium normal
karena akselerasi subsidiary pacemaker (misal takikardia
junctional atau ventrikel, iskemia miokardia, toksisitas
digitalis, kondisi pasca-operasi
c Disosiasi AV
 Laju ventrikel lebih cepat daripada laju atrium normal karena
pemendekan laju atrium (bradikardia sinus, henti sinus, blok
keluar sinoatrium, tonus vagal tinggi, pasca-kardioversi, beta-
blockers) di bawah laju intrinsik pacemaker ventrikel atau AV
junctional subsidiary
 Laju ventrikel yang lebih lambat daripada laju ventrikel karena
blok AV
 Aksis dan morfologi gelombang P normal
Wolff-
 Interval PR < 0.12 detik (jarang > 0.12 detik)
d Parkinson-
White (WPW)  Adanya slurring QRS (gelombang delta) menghasilkan QRS
lebar yang abnormal (> 0.12 detik)

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 21


 Perubahan sekunder gelombang ST-T (berlawanan dengan
arah defleksi utama QRS)
Interval PR
pendek (QRS
e normal),
sindrom
preeksitasi
Kelainan
f konduksi
intraventrikel
Morfologi RBBB (rSR’ pada V1) dengan durasi QRS antara 0.09
dan 0.12)
Penyebab lain pola RSR’ < 0.12 detik) pada sandapan V1
termasuk:
i RBBB inkomplet  Varian normal
 Hipertrofi ventrikel kanan
 Infark miokardia posteriorpeletakan sandapan yang salah
 Deformitas skeletal
 Defek septum atrium
 Pemanjangan durasi QRS (> 0.12 detik)
 Gelombang R sekunder (R’) pada sandapan V1 dan V2 (rsR’
atau rSR’) dengan R’ umumnya lebih tinggi daripada
gelombang R semula
 Onset defleksi intrinsikoid yang terlambat di V1 dan V2
 Perubahan ST dan gelombang T sekunder (inversi
gelombang T, segmen ST downsloping dapat ditemui) pada
sandapan V1 dan V2
 Gelombang S melebar pada sandapan I, V5, dan V6
ii RBBB komplet
Dapat ditemui pada:
 Penyakit jantung hipertensi
 Miokarditis
 Kardiomiopati
 Penyakit jantung rematik
 Kor pulmonal (akut atau kronik)
 Penyakit degeneratif atau sistem konduksi (penyakit
Lenegre’s) atau sklerosis skeleton kordis (penyakit Lev’s)
 Anomali Ebstein’s
LBBB inkomplet Morfologi LBBB dengan durasi QRS > 0.09 detik dan <0.12 detik
 Durasi QRS memanjang (> 0.12 detik)
 Defleksi intrinsikoid onset terlambat pada sandapan I, V5, V6
 Gelombang R monofasik lebar pada sandapan I, V5, V6 yang
iii LBBB komplet umumnya bertakik
 Perubahan sekunder ST dan gelombang T berlawanan
dengan defleksi QRS mayor (misal depresi ST dan inversi
gelombang T pada sanpadan V1 dan V2)

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 22


 Kompleks rS atau QS pada sandapan prekordial kanan
 Terlihat pada: LVH, infark miokardia, penyakit jantung
organik, penyakit jantung kongenital, penyakit sistem
konduksi degeneratif, dan jarang pada individu normal
iv
 Deviasi aksis kiri dengan aksis QRS berada di antara -450
dan -900
 Kompleks qR (dan sebuah gelombang R) pada sandapanI
dan aVL
Left anterior
 Kompleks rS pada sandapan III
fascicular block
 Durasi QRS normal atau sedikit memanjang
(LAFB)
 Tidak ada faktor lain yang menyebabkan deviasi aksis kiri,
seperti:
 LVH, infark miokardia inferior, emfisema, LBBB, defek
septum atrium astium primum, hiperkalemia berat
 Deviasi aksis kanan dengan aksis QRS berada di antara
+1000 hingga +1800
Left posterior  Durasi QRS normal atau sedikit memanjang
fascicular block  Tidak ada faktor lain yang menyebabkan deviasi aksis kanan:
(LPFB)  RVH, jantung vertikal, emfisema, emboli pulmo, infark
miokardia dinding lateral, dektrokardia, tertukarnya
sandapan, WPW
Aritmia Ritme kompleks QRS lebar (> 0.12 detik) karena aritmia
supraventrikel supraventikular yang mendasari, seperti fibrilasi atrium, atrial
v dengan aberansi flutter, atau SVT lain
konduksi
intraventrikel
 QRS > 0.11 detik tetapi dengan morfologi yang tidak
memenuhi kriteria LBBB atau RBBB atau
 Takik abnormal kompleks QRS tanpa pemanjangan
Gangguan Dapat terlihat pada
konduksi  Toksisitas obat antiaritmia
vi
intraventrikel  Hiperkalemia
nonspesifik  LVH
 WPW
 Hipotermia
 Gangguan metabolik parah

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 23


No Topik Kriteria
V Iskemia dan Infark
Infark
a
miokardia
Anterolateral Gelombang Q abnormal dengan elevasi segmen ST signifikan
i
(akut) pada sandapan V4-V6
Anterolateral Gelombang Q abnormal pada sandapan V4-V6 tanpa elevasi
(tidak dapat segmen ST signifikan
ditentukan atau
lama)
Anterior atau Gelombang Q abnormal dengan elevasi segmen ST pada minimal
anteroseptal dua sandapan berurutan antara V1-V4
(akut)
Anterior atau Gelombang Q abnormal pada minimal dua sandapan berurutan
anteroseptal antara V1-V4 tanpa elevasi segmen ST signifikan
(tidak dapat
ditentukan atau
lama)
ii Septal
Gelombang Q abnormal dengan elevasi segmen ST pada
iii Lateral (akut)
sandapan I dan aVL
Lateral (tidak Gelombang Q abnormal tanpa elevasi segmen ST signifikan pada
dapat sandapan I dan aVL
ditentukan atau
lama)
Gelombang Q abnormal dengan elevasi segmen ST pada minimal
iv Inferior (akut)
dua sandapan II, III, aVF
Inferior (tidak Gelombang Q abnormal tanpa elevasi segmen ST signifikan pada
dapat minimal dua sandapan II, III, aVF
ditentukan atau
lama)
Gelombang R awal > 0.04 detik pada V1 atau V2 dengan
v Posterior (akut) amplitudo gelombang R > amplitudo gelombang S (R/S >1) dan
depresi degmen ST signifikan (biasanya >2 mm)
Posterior (tidak Gelombang R dominan (R/S > 1) pada sandapan V1 atau V2
dapat tanpa depresi segmen ST signifikan
ditentukan atau
lama)
Infark
miokardia
b
pada EKG
dasar LBBB
Infark
miokardia
c
pada EKG
dasar RBBB

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 24


No Topik Kriteria
VI EKG pada kelainan klinis khusus
Perubahan EKG tergantung pada kadar K+
K+ = 5.5-6.5 mEq/L
 Gelombang T sempit, memuncak, tinggi
 Pemendekan interval QT
 LAFB atau LPFB yang reversibel
K+ = 6.5-7.5 mEq/L
 Blok AV derajat pertama
 Gelombang P mendatar atau melebar
a Hiperkalemia  Perluasan QRS
K+ > 7.5 mEq/L
 Hilangnya gelombang P, disebabkan oleh hilang sinus atau
konduksi sinoventrikular
 LBBB, RBBB, atau gangguan konduksi intraventrikular difus
dan melebar menyerupai gelombang sinus
 Elevasi segmen ST
 Aritmia dan gangguan konduksi termasuk takikardia
ventrikular, fibrilasi ventrikel, ritme idioventrikular, asistol
 Gelombang U prominen
 Depresi segmen ST dan gelombang T datar
 Peningkatan amplitudo dan durasi gelombang P
b Hipokalemia  Pemanjangan QT
 Aritmia dan gangguan konduksi, termasuk takikardia atrium
paroksismal dengan blok, blok AV derajat I, blok AV derajat II
tipe I, disosiasi AV, VPC, takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel
 Pemendekan QTc (biasanya dengan pemendekan segmen
c Hiperkalsemia ST)
 Pemanjangan PR dapat terlihat
 Pemanjangan QTc karena pemanjangan segmen ST tanpa
Hipokalsemia merubah durasi gelombang T
 Gelombang T yang mendatar, memuncak, atau inversi
 Bradikardia sinus
 Pemanjangan PR, QRS, dan QT
 Gelombang Osborne “J”: defleksi terminal tegak akhir
kompleks QRS (tanda “camel hump”), amplitudo meningkat
d Hipotermia
dengan penurunan temperatur
 Fibrilasi atrium
 Aritmia lain termasuk ritme AV junctional, takikardia ventrikel,
fibrilasi ventrikel
Berupa gambaran
Penyakit paru
 Hipertrofi ventrikel kanan
e obstruktif kronik
 Deviasi aksis kanan
(PPOK)
 Abnormalitas/pembesaran atrium kanan

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 25


 Progresi gelombang R prekordial yang buruk
 Voltase rendah
 Pola infark pseudo-anteroseptal
 Gelombang S pada sandapan I, II, dan III
 Dapat pula terlihat takikardia, ritme junctional, takikardia
aritmia multifokal, berbagai derajat blok AV, IVCD tidak
spesifik, atau BBB
 S1Q3 atau S1Q3T3 terjadi pada 30% kasus dan berakhir
Kor pulmonale
dalam 1-2 minggu
f akut, emboli
 RBBB
paru
 Gelombang T inversi sekunder karena strain ventrikel kanan
Evolusi klasik pola ST dan gelombang T yang meliputi 4 tahapan
 Tahap 1: elevasi segmen ST ke atas pada hampir semua
sandapan kecuali aVR, tidak ada depresi ST resiprokal pada
sandapan lain kecuali aVR
 Tahap 2: junction ST (titik J) kembali ke garis normal dan
amplitudo T mulai menurun
g Perikarditis akut
 Tahap 3: inversi gelombang T
 Tahap 4: EKG kembali ke garis normal
Kunci lain perikarditis akut adalah
 Takikardia sinus
 Depresi PR awal
 Voltase rendah
Efusi Gelombang QRS voltase rendah dan atau perubahan elektris
h
perikardium
 Depresi segmen ST sagging berbentuk cekung mengarah ke
atas
 Gelombang T datar, inversi, atau bifasik
i Efek digitalis
 Interval QT memendek
 Amplitudo gelombang U meningkat
 Interval PR memanjang
Abnormalitas tipikal dapat meliputi
 Takikardia atrium paroksismal dengan blok
 Fibrilasi atrium dengan blok jantung komplet
Toksisitas
 Blok AV derajat II atau III
digitalis
 Blok jantung komplet dengan accelerated junctional rhythm
atau accelerated idioventricular rhythm
 Takikardia supraventrikular dengan alternating BBB
 Pemanjangan ringan interval QT
Efek obat  Gelombang U prominen
antiaritmia  Abnormalitas gelombang T dan ST nonspesifik
 Penurunan laju atrial flutter
Toksisitas obat  Pemangajangan interval QT bermakna
antiaritmia  Aritmia ventrikel termasuk “Torsade de Pointes”

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 26


 Kompleks QRS lebar
 Derajat blok AV bervariasi
 Bradikardia sinus, henti sinus, atau blok SA
 Kompleks RSR’ pada V1
Atrial Septal  RBBB inkomplet
j Defect (ASD)  Deviasi aksis kiri
primum  Blok AV derajat I
 Kasus sulit dengan hipertrofi ventrikular kombinasi
 Kompleks RSR’ atau rSR’ pada V1 dengan durasi QRS < 0.11
detik (RBBB inkomplet)
k ASD sekundum  Deviasi aksis kanan + hipertrofi ventrikel kanan
 Abnormalitas/pembesaran atrium kanan
 Blok AV derajat I
Dekstrokardia,  P-QRS-T pada sandapan I dan aVL inversi atau “upside down”
gambaran
cermin
Mayoritas memiliki QRS abnormal
 Amplitudo QRS besar
 Gelombang Q abnormal besar
 Gelombang T tinggi dengan inversi gelombang T pada V1
menstimulasi RVH
Deviasi aksis kiri 20%
Kardiomiopati
Perubahan ST dan gelombang T
hipertrofi
 Perubahan nonspesifik
 Perubahan ST dan gelombang T sekunder karena hipertrofi
ventrikel dan abnormalitas konduksi
 Varian apikal memiliki inversi gelombang T yang dalam pada
sandapan V4-V6
 Abnormalitas/pembesaran atrium kiri umum, kanan terkadang
Perubahan klasik perdarahan serebral dan subarachnoid biasa
terjadi pada sandapan prekordial
 Gelombang T inversi dalam dan tegak
 Interval QT memanjang
 Gelombang U prominen
Perubahan lain:
Gangguan
 Gelombang T memiliki takik dengan hilangnya amplitudo
sistem saraf
pusat  Perubahan segmen ST
Elevasi ST difus menyerupai perikarditis akut atau
Elevasi ST fokal menyerupai injuri miokardial akut
Depresi ST
 Gelombang Q abnormal menyerupai infark mikardia
 Abnormalitas ritme (takikardia atau bradikardia sinua, ritme
junctional, VPC, takikardia ventrikel
 Voltase rendah
Miksedema
 Bradikardia sinus

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 27


 Gelombang T datar atau inversi
 Interval PR memanjang
 Biasa berkaitan dengan efusi perikardial
 Electrical alternans
Satu atau lebih dari hal berikut:
 Bradikardia sinus signifikan
 Henti sinus atau blok SA
 Bradikardia bergantian dengan takikardia
 Fibrilasi atrium dengan respon ventrikel lambat didahului atau
Sick sinus
diikuti oleh bradikardia sinus, henti sinus, atau blok SA
syndrome
 Pemanjangan waktu pemulihan nodus sinus setelah kompleks
prematur atrium atau takikardia atrium
 Ritme escape AV junctional
 Penyakit sistem konduksi tambahan umum ditemui, termasuk
blok AV, IVCD tidak spesifik, dan atau BBB

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 28


No Topik Kriteria
VII Ritme dan fungsi pacu jantung
 Stimulus pacu jantung diikuti oleh kompleks QRS dengan
morfologi yang berbeda dari morfologi QRS intrinsik
 Pacu jantung ini hanya mendeteksi dan memacu bagian
ventrikel serta tidak mengikuti aktivitas atrium natif. Apabila
pacu ventrikel konstan terjadi sepanjang tracing, tidak mungkin
Ventricular
a membedakan ventricular demand terhadap pacu ventrikel
demand pacing
asinkron. Diagnosis ventricular demand pacing membutuhkan
bukti inhibisi luaran pacu jantung yang sesuai terhadap respon
QRS natif
 Aktivitas ventrikel (kompleks QRS) yang terdeteksi dengan
sesuai dapat mengubah pengaturan waktu pacu jantung
 Pacing dan sensing atrium dan ventrikel
 Untuk sensing atrium, perlu ditunjukkan adanya blok luaran
atrium dan atau pacuan stimulus ventrikel sebagai respon
terhadap depolarisasi atrium intrinsik
 Apabila laju pacu jantung melebihi laju ritme ritme intrinsik,
AV sequential
b akan terdapat atrial (A) dan ventricular paced beats dengan
pacing
interval yang jelas antara spikes A dan V (interval A-V) dan
dari spike V terhadap spike A selanjutnya (interval V-A)
 Pengaturan waktu jantung mengikuti V sensed activity (baik
QRS atau paced [V] beats) dan atrial sensed activity (baik
intrinsic (P) atau paced (A) beats)
 Stimulus pacu jantung diikuti oleh depolarisasi atrium
 Apabila laju ritme intrinsik lebih rendah dari pacu jantung, atrial
paced beats muncul dan terpisahkan oleh interval (A-A)
konstan
c Atrial pacing  Aktivitas atrium intrinsik (gelombang P) yang terdeteksi
dengan sesuai dapat mengubah pengaturan waktu pacu
jantung. Setelah suatu interval waktu (A-A) tanpa adanya
aktivitas atrium yang terdeteksi, maka atrial paced beats
muncul

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM 2014 29

Anda mungkin juga menyukai