Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL-01

METROLOGI DAN KONTROL KUALITAS

PENGUKURAN KUALITAS PRODUK

Disusun oleh :

Nama NIM
Egi Satria Perdana 215421901
Isti Ane Melinda 215421903
Johannes Caesar Josua Hasibuan 215421904
Mohammad Qomarudin 215421905

Konsentrasi Teknologi Rekayasa Manufaktur


Jurusan Teknologi Rekayasa Perancangan Manufaktur
Politeknik Manufaktur Bandung
Tahun 2019
1.1 Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum Modul-01, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mempelajari gambar kerja dari suatu komponen peralatan/mesin yang diproduksi
secara massal untuk menentukan dimensi yang penting pada produk yang memiliki
sifat mampu tukar (interchangeable),
2. Menentukan alat-alat ukur diperlukan untuk mengukur dimensi produk yang memiliki
sifat mampu tukar,
3. Mengukur dimensi produk sesuai gambar kerja yang tersedia.
4. Membuat laporan dan hasil analisis terhadap pengukuran kualitas produk.

1.2 Landasan Teori

1.4.1 Metrologi Geometrik


Menurut Taufiq Rochim, metrologi geometrik adalah ilmu dan teknologi
untuk melakukan pengukuran karakteristik geometrik suatu produk (komponen
mesin/ peralatan) dengan alat dan cara yang cocok sedemikian rupa sehingga data
pengukuran dan pengolahan/ analisa datanya menghasilkan harga yang dianggap
sebagai yang paling dekat dengan geometri sesungguhnya dari komponen mesin
yang bersangkutan.
Konsep metrologi berdasarkan 3 aspek yaitu ketidakyakinan (uncertainty),
dapat ditelusuri (traceability), dan kalibrasi (calibration). Konsep yang dijunjung
pada aspek ketidakyakinan ialah mengenai prosedur pengukuran yang dilakukan,
pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali lalu diambil rata-ratanya. Konsep pada
aspek dapat ditelusuri berupa perbandingan ukuran yang disebut akurat. Sementara,
konsep pada aspek kalibrasi ialah membandingkan dengan alat ukur yang lebih
akurat.
Pengukuran pada produk dilakukan untuk dapat memenuhi karakteristik
produk tertentu. Karakteristik produk akan membentuk suatu spesifikasi produk
yaitu tuntutan produk dalam memenuhi beberapa karakteristik di dalamnya.
Berikut korelasi karakteristik produk dan metrologi geometrik.
Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran yang diukur dengan
besaran yang dijadikan acuan. Sedangkan besaran adalah sesuatu yang dapat
diukur dan dinyatakan dengan nilai. Pada praktikum ini, dilakukan proses
mengukur terhadap geometri produk, sehingga termasuk ke dalam kategori
Metrologi Geometrik. Maka besaran yang diukur adalah besaran Panjang yang
diperbandingkan dengan ukuran standar Panjang “meter” (dalam praktikum kali ini
millimeter bahkan micrometer; mm dan µm).
Kualitas produk secara umum adalah suatu tingkatan yang dinilai dari
persesuaian suatu hal terhada acuannya. Maka kualitas produk dapat didefinisikan
sebagai tingkat persesuaian antara spesifikasi geometri produk terhadap spesifikasi
acuannya (gambar teknik).
Kontrol kualitas produk adalah serangkaian kegiatan memeriksa
(inspeksi) untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan terhadap kualitas yang
telah ditentukan. Atau secara lebih rinci guna kebutuhan praktikum ini, kontrol
kualitas produk adalah serangkaian pemeriksaan terhadap s[esifikasi geometri
suatu produk untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan terhadap kualitas yang
telah ditentukan yaitu spesifikasi produk rencana (dari gambar teknik).

1.4.2 Sifat Mampu Tukar


Sifat mampu tukar adalah sifat yang dimiliki suatu komponen berpasangan
yang dapat saling bertukar pasangan tetapi pada komponen/produk yang serupa.
Sifat mampu tukar didapatkan dengan membiarkan penyimpangan kecil terhadap
ukuran dasarnya yang telah ditentukan berdasarkan kriteria keadaan suaian pada
komponen yang berpasangan.
Berikut merupakan cara produksi komponen dengan sifat mampu tukar
menurut buku Taufiq Rochim. Cara produksi yang sedemikian ini mempunyai
keuntungan-keuntungan yang besar sekali, antara lain :

1. Waktu perakitan dapat diturunkan karena tidak dilakukan lagi percobaan


pemasangan antara komponen-komponen yang dirakit tidak diperlukan.
Perakitan dapat dijalankan dengan cepat dan lancer sehingga waktu produksi
totoal per mesin yang dihasilkan relatif kecil.

2. Untuk membuat suatu mesin yang lengkap tidak lagi suatu pabrik harus
membuat seluruh komponennya sendiri. Sebagian komponen dapat dibuat oleh
pabrik lain. Jadi, kerjasama dengan pabrik lain dimungkinkan. Kemungkinan
terbuka untuk mendirikan suatu pabrik yang menspesialisasikan diri pada
pembuatan suatu komponen khusus yang dibutuhkan oleh pabrik-pabrik
lainnya.
3. Suku cadang mesin dapat dibuat dalam jumlah yang banyak dan relatif murah.
Suku cadang ini dapat didistribusikan dan disimpan di setiap tempat
yangdisediakan untuk reparasi. Ongkos dan waktu untuk mereparasi suatu
mesin, dengan demikian, menurun.

4. Secara langsung ataupun tak langsung pengelolaan produksi dipermudah.


Produktivitas serta fleksibilitas sistem produksi terjamin. Kualitas produk
dijaga, mudah untuk ditinggikan.

1.4.3 Ketegaklurusan (Perpendicularity tolerance)


Ketegaklurusan merupakan salah satu bagian toleransi bentuk dan posisi.
Ketegaklurusan suatu komponen dapat diukur dengan menggunakan Standar ISO
seperti berikut ini.

Contoh pemakaian toleransi bentuk dan posisi ketegaklurusan bisa dilihat pada
gambar dibawah ini,
1.4.4 Kesalahan / Penyimpangan Dalam Proses Pengukuran

Pengukuran merupakan proses uang mencakup tiga hal/ bagian yaitu benda
ukur, alat ukur, dan pengukur/pengamat. Karena ketidaksempurnaan masing-
masing bagian ini ditambah dengan pengaruh lingkungan maka bisa dikatakn
bahwa tidak ada satupun pengukuran yang memberikan ketelitian yang absolut.
Ketelitian bersifat relatif yaitu kesamaan atau perbedaan antara harga hasil
pengukuran dengan harga yang dianggap benar, karena yang absolut benar tak
diketahui. Setiap pengukuran, dengan kecermatan yang memadai, mempunyai
ketidak telitian yaitu adanya kesalahan yang bisa berbeda – beda, tergantung pada
kondisi alat ukur, benda ukur, metoda pengukuran dan kecakapan si pengukur.
Untuk proses pengukuran geometrik berbagai sumber yang bisa menjadi faktor
penyebab proses pengukuran menjadi tidak teliti dan tidak tepat adalah :
a. Alat ukur,
b. Benda ukur,
c. Posisi pengukuran,
d. Lingkungan, dan
e. Operator (pengukur; pengamatan).

a. Penyimpangan Berasal Dari Alat Ukur


Alat ukur yang digunakan harus mendapat tera teliti. Dengan demikian,
proses pengukuran akan bebas dari penyimpangan yang merugikan yang
biasanya berasal (bersumber) dari alat ukur. Kemungkinan timbulnya sifat-sifat
merugikan terjadi apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang.
Berbagai jenis komparator, yang merupakan alat ukur dengan kepekaan dan
kecermatan tinggi, memerlukan kesaksamaan dalam pemeriksaan nol-nya. Pada
alat ukur jenis ini sifat histeris, kepasifan, pergeseran nol bisa menjadi sumber
penyebab kesalahan sistematik dan mungkin pula kesalahan rambang. Sirat-sifat
yang merugikan ini harus diperhatikan, dicegah dan diperbaiki bilamana muncul
seperti halnya yang telah diulas sebelumnya.

b. Penyimpangan Berasal Dari Benda Ukur


Setiap Benda elastik akan mengalami deformasi (perubahan bentuk)
apabila ada beban yang beraksi padanya. Beban ini dapat disebabkan oleh
tekanan sensor-kontak alat ukur, berat benda ukur sendiri (yang diletakkan
diantara tumpuan), dan tekanan penjepit penahan benda ukur. Meskipun harga
deformasi ini dianggap kecil dan sering diabaikan dalam hal perhitungan
kekuatan, dalam hal pengukuran geometrik yang cermat membuat deformasi ini
menjadi bermakna untuk diperhitungkan dan dapat menjadi sumber kesalahan
sistematik.
Supaya perubahan dimensi dapat dirasakan, sensor kontak perlu
memberikan tekanan pada permukaan objek ukur. Tekanan kontak ini dirancang
dan diusahakan sesering mungkin dan tak berubah-ubah. Pengguna alat ukur
perlu memperhatikan hal ini dan kesalahan dalam pemakaian harus dihindari
untuk menjaga tekanan kontak tersebut. Deformasi karena tekanan pengukuran
dapat dihilangkan jika digunakan sensor non-kontak misalnya jenis optik atau
pneumatik. Jadi, perhatian dapat dicurahkan pada dua faktor yang masih bisa
menjadi sumber kesalahan yaitu berat benda ukur dan tekanan penjepit benda
ukur.
Batang-ukur, sebagai alat ukur standar dengan penampang yang sama
sepanjang sumbunya, bila diletakan pada dua tumpuan akan melentur akibat
beratnya sendiri. Besarnya lenturan dipengaruhi oleh jarak ke dua tumpuan di
mana batang tersebut diletakkan secara simetrik. Tiga contoh cara menumpu
batang ini diulas sebagai berikut:
c. Penyimpangan Berasal Dari Posisi Pengukuran
Prinsip ABBE “Garis ukur harus berimpit dengan garis dimensi”
Bagi pengukuran objek ukur geometrik prinsip ABBE sedapat mungkin
diikuti. Apabila garis ukur, yaitu garis pada mana skala ukur dibuat atau
gerakan sensor, tidak berimpit dengan garis dimensi objek ukur melainkan
membuat sudut sebesar θ, hasil pengukuran akan lebih besar daripada dimensi
sebenarnya. Semakin besar sudut θ kesalahan ini akan membesar sesuai dengan
membesarnya sisi miring pada segitiga siku-siku mengikuti rumus kosinus. Oleh
karena itu, kesalahan ini sering dinamakan sebagai kesalahan kosinus (cosine
error), lihat gambar 3.55.

d. Penyimpangan Berasal Dari Lingkungan


“Lingkungan harus memberikan kenyamanan bagi pengukur”.
Jika persyaratan ini dipenuhi, pada umumnya akan memenuhi persyaratan
yang diminta alat ukur dan benda ukur.
 Kebersihan ; kita menyenanginya dan demikian pula yang diminta oleh alat
ukur dan benda ukur. Debu, geram, sepihan yang sering terlihat di daerah
mesin produksi perlu disingkirkan dari daerah pengukuran.
 Tingkat kebisingan yang rendah; getaran lemah yang tak membisingkan
pun tidak disenangi oleh alat ukur cermat dan peka sebab akan
menimbulkan pengambangan (ketidak pastian, floating).
 Pencahayaan yang mencukupi ; supaya operator mampu melaksanakan
pengukuran dan membaca hasil pengukuran. Memang alat ukur dan benda
ukur dalam hal ini tak mempedulikan pencahayaan. Untuk sistem
pengukuran yang berlangsung secara otomatik yang tergabung dalam
sistem produksi otomatik seperti FMS (Flexible Manufacturing System)
dapat bekerja siang malam tanpa pencahayaan yang mencakupi karena tidak
memerlukan operator (unmanned factory). Pencahayaan diperlukan saat
operator mengambil produk, menyiapkan dan menyetel benda kerja,
perkakas-potong, alat ukur dan tindakan pembetulan (pengkorek-sian
proses).
 Temperatur 25-27° C, kelembaban 70-75 % ; semua menyenangi. Bagi alat
ukur dan benda ukur temperatur berapapun sebenarnya tak dipentingkan
asalkan harganya tidak berubah-ubah (berfluktuasi). Jadi, kesamaan dan
ketetapan temperatur bagi seluruh komponen dalam sistem pengukuran
perlu diperhatikan.
Kelembaban sebenarnya juga tak berperan dalam pengukuran geometri.
Akan tetapi, kelembaban yang terlalu tinggi dalam jangka waktu lama
merupakan media yang baik bagi perkembangan proses korosi. Kebanyakan
komponen alat ukur mampu benda kerja yang terbuat dari baja (kecuali
stainless-steel) yang permukaannya ternodai oleh asam (termasuk yang
berasal dari keringat manusia) lewat tangan-tangan kotor akan mengalami
proses korosi.
Pengaruh temperatur merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian
karena semua benda padat, terutama logam, akan berubah geometrinya
(ukuran, bentuk, posisi) jika temperaturnya berubah. Untuk menjaga
kesamaan hasil pengukuran, telah disetujui secara internasional bahwa
temperatur ruang untuk pengukuran geometrik dibakukan sebesar 20°C
dengan kelembaban 55-60 %.

e. Penyimpangan Berasal Dari Operator


Dua orang yang melakukan pengukuran secara bergantian dengan
mengunakkan alat ukur dan benda ukur serta kondisi lingkungan yang dianggap
tak berubah mungkin menghasilkan data yang berbeda. Sumber perbedaan ini
dapat berasal dari cara mereka mengukur yang dipengaruhi oleh pengalaman,
keahlian, kemampuan dan keterampilan serta perangai masing-masing
pengukur. Pengukuran adalah suatu pekerjaan yang memerlukan kesaksamaan.
Dengan demikian, orang yang pekerjaannya melakukan pengukuran harus :
 Mempunyai pengalaman praktek yang didasari teori yang mendukung
penguasaan pengetahuan akan proses pengukuran. Hal ini bisa dicapai
lewat pelatihan metrologi industri dan dipelihara, dimantapkan, seta
dikembangkan lewat pekerjaan yang berkesesuaian,
 Mempunyai dasar-dasar pengetahuan akan alat ukur, cara kerja alat ukur,
cara pengukuran, cara mengkalibrasi dan memelihara alat ukur,
 Waspada akan kemungkinan letak sumber penyimpangan dan tahu
bagaimana cara mengeliminir (mengurangi sampai sekecil mungkin
sehingga praktis dapat diabaikan) pengaruhnya terhadap hasil pengukuran,
 Mampu menganalisis suatu persoalan pengukuran yakni dalam membaca
acuan kualitas (gambar teknik lengkap dengan spesifikasi geometriknya),
menentukan cara pengukuran sesuai dengan tingkat kecermatan yang
dikehendaki, memilih alat ukur kemudian melaksanakan pengukuran
dengan kesaksamaan dan kedisiplinan tinggi, dan
 Sadar bahwa hasil pengukuran adalah sepenuknya merupakan tanggung
jawabnya dalam perwujudan cara kerja kelompok dengan penekanan tugas
dan tanggungjawab.

1.3 Bahan dan peralatan Praktikum

1. Gambar kerja produk Liter Ragum 125, sub-assembly Poros Gerak 125 dan
Rumah Poros 125
2. Sampel produk Lifter Ragum 125 (4 buah)

3. Dial indicator dengan tingkat kecermatan 0,01 mm

4. Jangka Sorong dengan tingkat kecermatan 0,01 mm

5. “Vernier Caliper Heigh” (jangka sorong ketinggian/Heigh Gauge) dengan tingkat


kecermatan 0,01 mm
6. Penggores atau spidol/pensil

7. Pemegang dial indicator

8. Meja kerataan

9. Alat ukur kekasaran permukaan


10. CMM- Arm SimCore

11. Peralatan klem dan kunci pas

12. Clay (plastisin)


1.4 Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum secara keseluruhan yaitu sebagai berikut :
1. Pelajari gambar kerja produk “Lifter Ragum 125”, kemudian tentukan dimensi
yang memegang peranan sehingga komponen in bersifat mampu tukar.

Dimensi yang memegang peranan penting adalah sebagai berikut :


 Diameter silinder : Ø65mm.
 Ketegaklurusan sumbu : silinder Ø65mm terhadap bidang acuan A.
 Kekasaran permukaan : silinder Ø65mm.
 Ketinggian silinder : dimensi 282 mm.

2. Perhatikan sampel produk “Lifter Ragum 125”, kemudian tentukan alat ukur yang
diperlukan sesuai kebutuhan pengukuran pada dimensi yang memiliki sifat
mampu tukar tadi.
 Diameter silinder Ø65mm  Jangka sorong digital 0,01mm
 Ketegaklurusan sumbu  Dial Indicator 0,01mm
 Kekasaran permukaan silinder  Alat Ukur Kekasaran Permukaan
 Ketinggian silinder  Jangka Sorong Ketinggian Digital 0,01mm

3. Perhatikan cara pengukuran sesuai standar Metrolofi dari ISO – standar


Handbook jilid 33 ISO/TR5460

4. Lakukan pengukuran sesuai dimensi pada gambar kerja

5. Lakukan pengamatan terhadap proses pembuatan produk “Lifter Ragum 125”


6. Lakukan penyajian data hasil pengukuran dan analisis terhadap sifat mampu
tukar.

1.4.1 Prosedur Pengukuran Menggunakan Jangka Sorong Digital

a. Menyiapkan Jangka Sorong Digital dan benda kerja.

b. Sebelumnya posisi pengukuran sudah ditentukan dibagian


atas, tengah dan bawah silinder dengan ditandai oleh solatif
kertas.

c. Pengukuran dilakukan oleh setiap orang dalam kelompok


pada ke empat produk.

d. Mencatat data hasil pengukuran.

1.7.2 Prosedur Pengukuran Menggunakan Jangka Sorong Ketinggian Digital

a. Menempatkan benda kerja dan Jangka Sorong Ketinggian Digital pada


meja kerataan.
b. Setting 0 alat ukur pada permukaan dasar silinder.
c. Secara perlahan memutar eretan alat ukur sampai dengan ujung silinder
paling atas.

Posisi silinder
paling atas

Dasar silinder
sebagai posisi 0

d. Melakukan pengukuran pada 3 posisi dengan tidak menyulitkan


penggunaan alat ukur.

Posisi 2

Posisi 1

Posisi 3

Gambar 1 Posisi-posisi

e. Mencatat data hasil pengukuran


1.7.3 Prosedur Pengukuran Menggunakan Dial Indicator

a. Memasangkan dial indicator pada jangka sorong ketinggian digital.


b. Menempatkan benda kerja dan alat ukur pada meja kerataan.
c. Menempelkan clay atau plastisin pada sisi jangka sorong ketinggian agar
tidak bergeser.
d. Setting posisi 0 pada posisi bawah yang telah ditandai.
e. Memutarkan eretan jangka sorong ketinggian sampai
dengan posisi tengah (sepanjang L2) yang telah ditandai.
f. Melihat pergeseran yang terjadi pada dial.
Gambar 2 Pengukuran
menggunakan Dial
Indicator
g. Memutarkan benda 90°, memutarkan eretan, melihat pergeseran, dan
melakukan pengukuran. Perlunya benda diukur setelah diputar 90° karena
merupakan standar pengukuran ISO.

Posisi 0° Posisi 90°

Gambar 3 Lifter Ragum 125 dengan penunjukan posisi 0 dan 90


i. Mencatat data hasil pengukuran.

1.7.4 Prosedur Pengukuran Menggunakan Alat Ukur Kekasaran Permukaan

 Menempatkan benda kerja dan alat ukur pada meja yang rata.
 Posisikan benda kerja agar stabil.

Gambar 4 Posisi Lifter Ragum 125 pada saat pengukura


 Meletakkan stylus pada permukaan yang diukur (bagian permukaan
silinder). Hati-hati dengan bagian stylus. Lalu klik tombol “Start”.

Gambar 5 Stylus yang berada di atas benda kerja


 Mencatat hasil pengukuran lalu dibandingkan dengan tabel kekasaran.
1.7.5 Prosedur Pengukuran Menggunakan CMM

 Meletakkan benda kerja pada meja kerja dan mencekam benda kerja
menggunakan klem bebek.

Gambar 6 Benda kerja dicekam


 Menentukan bidang acuan yang telah dimasining sebagai plane
dengan mengambil tiga titik referensi menggunakan CMM. Stylus
ditempelkan pada bagian permukaan benda kerja sambil menekan
tombol berwarna kuning. Setelah tiga titik didefinisikan, lalu menekan
tombol yang berada di tengah.

Gambar 7 Stylus (kiri); Cara memegang lengan robot dengan benar (kanan)
 Membuat plane baru pada software dengan offset plane sejauh posisi
bawah dan atas yang telah di-marking sebelumnya.

Gambar 8 Tampilan membuat plane pada software

 Mengambil tiga titik referensi pada masing-masing plane yang telah di-
marking untuk mengukur diameter.
 Membuat sumbu antara circle pada masing-masing plane.
 Mengukur kemiringan dengan memasukkan toleransi geometri pada
software. Dengan memasukkan nilai toleransi geometri, maka dapat
diketahui status benda kerja : FAIL atau NOT FAIL.
 Mengkonversi data hasil pengukuran ke formal *.xlsx

1.5 Data Hasil Praktikum


1.5.1 Posisi Pengukuran

L1

L2
D1 (tengah)

D1 (bawah)
D1 (atas)

M2 M1

Posisi pengukuran dari dimensi-dimensi yang akan dikur ditunjukan oleh gambar
diatas, dengan keterangan sebagai berikut :
D1 : Diameter silinder bagian atas
D2 : Diameter silinder bagian tengah
D3 : Diameter silinder bagian bawah
L1 : Panjang total penampang silinder
L2 : Panjang penampoang yang diukur permukaannya
M1 : Nilai pergeseran alat ukur pada bagian atas
M1 : Nilai pergeseran alat ukur pada bagian bawah

1.5.2 Data Hasil Pengukuran Dengan Jangka Sorong Digital


Data hasil pengukuran dengan jangka sorong mengasilkan diameter silinder
untuk bagian atas(D1), tengah(D2), dan bawah(D3) sebagai berikut :
Kode Hasil Rata-
Operator Dimensi Nomimal
Produk D1 D2 D3 rata
1-1 65,24 65,15 65,35 65,25
1-2 65,18 65,21 65,27 65,22
Egi Satria P.
1-3 64,99 64,95 65,13 65,02
1-4 65,22 65,00 65,05 65,09

1-1 65,14 65,14 65,33 65,20


Isti Ane M. 1-2 65,20 65,12 65,22 65,18
1-3 64,98 64,94 65,16 65,03
Min 64,80 1-4 65,01 64,88 65,02 64,97
Max 64,95 1-1 65,10 65,08 65,21 65,13
1-2 65,12 65,07 65,22 65,14
Johanes C.J.H.
1-3 64,85 64,86 64,97 64,89
1-4 65,13 64,84 64,95 64,97
1-1 65,14 65,12 65,19 65,15
1-2 65,12 65,10 65,19 65,14
M. Qomarudin
1-3 64,91 64,96 64,98 64,95
1-4 64,96 64,82 64,92 64,90

1.5.1 Data Hasil Pengukuran Dengan Jangka Sorong Digital (Height Vernier
Caliper)
Untuk pengukuran L1 dilakukan sebanyak tiga kali pada titik berbeda, dengan hasil
sebagai berikut:
Kode Pengukuran ke- Rata- Pengukuran ke- Rata-
L1
Produk rata rata
1 2 3 1 2 3
1-1 335,54 335,50 335,52 335,52 45,75 45,69 45,67 45,70 289,82
1-2 335,01 335,02 335,06 335,03 46,66 46,58 46,58 46,61 288,42
1-3 335,07 335,06 335,10 335,08 45,70 45,70 45,70 45,70 289,38
1-4 335,61 335,60 335,63 335,61 45,72 45,87 45,64 45,74 289,87
1.5.2 Data Hasil Pengukuran Menggunakan Dial Indicator
Pengukuran mennggunakan dial indicator menghasilkan nilai pergeseran alat
ukur pada silinder bagian atas(M1) dan bagian bawah(M2), dengan hasil sebagia
berikut:
Kode Arah 0° (G) Arah 90° (H)
Produk M1 M2 M1 M2
1-1 -0,11 0 0,15 0
1-2 -0,16 0 -0,06 0
1-3 0,13 0 0,04 0
1-4 0,07 0 0,05 0

1.5.3 Data Hasil Pengukuran Kekasaran Silinder


Pengukuran kekerasan hanya dilakukan satu kali pada setiap produk, hasilnya
yaitu:
Kekasaran Kode Produk Rata-
Permukaan
1-1 1-2 1-3 1-4 rata
Silinder
Hasil
Pengukuran 5,78 4,71 4,88 5,00 5,09
dalam Ra
Hasil
Pengukuran 53,58 36,30 29,12 37,60 39,15
dalam Rz

1.5.4 Data Hasil Pengukuran Menggunakan CMM


Pengukuran menggunakan CMM ini sebagai pembanding dari hasil
pengukuran manual. Agar lebih akurat maka posisi pengukurannya disamakan
dengan pengukkuran manual.

Plane 3

Plane 5

Plane 2 Plane 4

Plane 1
1.6 Pengolahan Data Hasil Praktikum
1.6.1 Diameter Silinder Ø65mm
Dari hasil pengukuran diameter pada ketiga titik setiap produknya yang
diukur oleh 4 operator, didapatkan rata-rata diameter silinder untuk setiap
produknya yaitu sebagai berikut:
Kode Produk
Operator
1-1 1-2 1-3 1-4
Egi S.P. 65,25 65,22 65,02 65,09
Isti A.M. 65,20 65,18 65,03 64,97
Johanes C.J.H. 65,13 65,14 64,89 64,97
M. Qomarudin 65,15 65,14 64,95 64,9
Rata-rata 65,18 65,17 64,97 64,98
Untuk membandingkan hasil pengukuran dari setiap operator pada ke 4
produk, maka data hasil praktikum disajikan dalam bentuk grafik.

Produk 1-1
65.40
65.35
65.30
65.25 Egi
Diameter

65.20 Isti
65.15 Joanes
65.10 Qomar
65.05
65.00
1 2 3

Produk 1-2
65.40
65.35
65.30
65.25 Egi
Diameter

65.20 Isti
65.15 Johanes
65.10 Qomar
65.05
65.00
1 2 3
Produk 1-3
65.20
65.15
65.10
65.05 Egi
Diameter

65.00
Isti
64.95
Johanes
64.90
64.85 Qomar
64.80
64.75
1 2 3

Produk 1-4
65.30
65.20
65.10
Egi
Diameter

65.00
Isti
64.90
Johanes
64.80
Qomar
64.70
64.60
1 2 3

1.6.2 Ketegaklurusan
Data-data yang telah didapatkan dari hasil pengukuran manual perlu
diolah untuk mendapatkan hasil deviasi atau penyimpangan yang terjadi. Data
tersebut dapat diolah menggunakan rumus sebagai berikut :
Berikut adalah hasil perhitungan yang didapat menggunakan rumus di atas:

Kode
D1 D3 L1 L2 M10 M20 M190 M290 PdG PdH Pd
Produk
1-1 65,16 65,27 289,82 200,00 -0,11 0 0,150 0 -0,239 0,070 0,249
1-2 65,16 65,23 288,42 200,00 -0,16 0 -0,06 0 -0,281 -0,110 0,302
1-3 64,93 65,06 289,38 200,00 0,130 0 0,040 0 0,094 -0,054 0,108
1-4 65,08 64,99 289,87 200,00 0,070 0 0,050 0 0,167 0,115 0,203

1.6.3 Kekasaran Permukaan


Data hasil pengukuran kekasaran permukaan dikomparasi kedalam nilai
kekasaran tidak lagi dalam Ra ataupun Rz. Komparasi tersebut berdasarkan tabel
yang tabel komparasi kekasaran permukaan :
Nilai Ra
Kekasaran
µm µin
50 2000 N12
25 1000 N11
12,5 500 N10
6,3 250 N9
3,2 125 N8
1,6 63 N7
0,8 32 N6
0,4 16 N5
0,2 8 N4
0,1 4 N3
0,05 2 N2
0,03 1 N1

Berdasarkan tabel diatas maka didapat nilai kekasaran sebagai berikut:

Kekasaran Kode Produk


Permukaan
Silinder 1-1 1-2 1-3 1-4
Hasil
Pengukuran 5,78 4,71 4,88 5,00
dalam Ra
Hasil
Pengukuran 53,58 36,30 29,12 37,60
dalam Rz
Kekasaran N9 N8 N8 N9
1.6.4 Pengukuran CMM
Kelompok kami melakukan dua kali pengukuran, yang pertama
pengukuran produk kelompok kami sendiri yaitu produk 1-1, yang kedua kita
mengukur produk kelompok lain yang sudah dimasining karena pada produk
kami asa salah satu bentukan yangbelum di masining. Untuk itu kita akan
menampilkan keduanya.
Tabel hasil pengukuran CMM produk 1-1
TZ
Name Control Nominal Measured Tol+ Tol- Deviation Test
Size
-
circle 1 3D Distance 335,498 1,000
1,000
-
circle 2 3D Distance 289,857 1,000
1,000
-
distance 1 Diameter 65,193 1,000
1,000
-
distance 2 Diameter 65,087 1,000
1,000
vector 1 Perpendicularity A 0,146 0,050 Fail

Tabel hasil pengukuran CMM produk 4-D(Kelompok lain)


TZ
Name Control Nominal Measured Tol+ Tol- Deviation Test
Size
-
circle 1 Diameter 65,006 1,000
1,000
-
circle 2 Diameter 65,159 1,000
1,000
-
distance 1 3D Distance 292,975 1,000
1,000
-
distance 2 3D Distance 333,920 1,000
1,000
vector 1 Perpendicularity A 0,240 0,050 Fail

1.7 Analisis Data Hasil Praktikum


1.7.1 Diameter Silinder : Ø65mm dengan toleransi [-0,05; -0,2]
a. Berdasarkan operator

Produk 1-1
65.40
65.35
65.30
Egi
Diameter

65.25
65.20 Isti
65.15 Joanes
65.10
Qomar
65.05
65.00
1 2 3

Pada produk 1-1, secara keseluruhan tidak ada yang masuk kedalam
toleransi semua hasil pengukuran cenderung kearah maksimum. Untuk
kecenderungan operator, Egi dan Isti cenderung lebih besar dibandingkan dengan
Johanes dan Qomar.
Produk 1-2
65.40
65.35
65.30
65.25 Egi
Diameter

65.20 Isti
65.15 Johanes
65.10 Qomar
65.05
65.00
1 2 3

Pada produk 1-2, secara keseluruhan tidak ada yang masuk kedalam
toleransi semua hasil pengukuran cenderung kearah maksimum. Untuk
kecenderungan operator, Egi dan Isti cenderung lebih besar dibandingkan dengan
Johanes dan Qomar.

Produk 1-3
65.20
65.15
65.10
65.05 Egi
Diameter

65.00
Isti
64.95
Johanes
64.90
64.85 Qomar
64.80
64.75
1 2 3

Pada produk 1-3, hasil pengukuran cukup bervariasi. Pengukuran yang


dilakukan Johanes dan Qomar masuk kedalam toleransi karena ada dalam range
64,80-64,95. Sedangkan hasil pengukuran Egi dan Isti membentuk prilaku garis
yang sama namun hasilnya keluar dari toleransi dan cenderung ke arah positif.
Namun jika dirata-ratakan semua data maka diameter silinder produk 1-3 tidak
masuk toleransi.
Produk 1-4
65.30
65.20
65.10
Egi
Diameter
65.00
Isti
64.90
Johanes
64.80
Qomar
64.70
64.60
1 2 3

Pada produk 1-4, hasil pengukuran yang masuk kedalam toleransi yaitu
hanya Qomar. Sedangkan hasil pengukuran Egi, Johanes dan Isti keluar dari
toleransi cenderung ke arah positif. Namun jika dirata-ratakan semua data maka
diameter silinder produk 1-4 tidak masuk toleransi.

b. Berdasarkan Alat Ukur


Untuk mengetahui kecenderungan hasil pengukuran dari segi alat ukur
maka semua hasil pengukuran dirata-ratakan.
Pengukuran
Kode Dimensi Pengukuran
Manual Keterangan Keterangan
Produk Nominal CMM (mm)
(mm)
1-1 65,18 NO-GO
1-2 Min 64,80 65,17 NO-GO
65,193 NO-GO
1-3 Max 64,95 64,97 Re-work
1-4 64,97 Re-work

Hasil Pengukuran Diameter 65mm


dengan Pengukuran Manual
65.25
65.20
65.15
65.10
65.05
Diameter

65.00
Series1
64.95
Maximum
64.90
64.85
64.80 Minimum
64.75
1 2 3 4
Pengukuran manual pada tabel diatas merupakan hasil rata-rata dari seluruh
operator pada setiap produknya. Kemudian untuk pengu.kuran CMM, tidak
semua produk diukur
Berdasarkan pada tabel dan grafik diatas, setelah dirata-ratakan tidak ada
ukuran yang masuk dalam daerah toleransi (NO-GO). Kemudian kecenderungan
alat ukur yaitu diatas toleransi maksimum.
Dalam hal ketertukaran komponen, ada 6 kemungkinan pertukaran
komponen yaitu, produk 1-1&1-2, 1-1&1-3, 1-1&1-4, 1-2&1-3, 1-2&1-4, 1-3&
1-4. Namun karena semua hasil pengukuran diluar batas toleransi (NO-GO) maka
tidak bisa dikatakan mampu tukar.
1.7.2 Panjang Silinder : 282mm dengan toleransi [±0,5mm]
Pengukuran
Kode Dimensi Pengukuran
Manual Keterangan Keterangan
Produk Nominal CMM (mm)
(mm)
1-1 289,82 NO-GO
1-2 Min 282,5 288,42 NO-GO
289,857 NO-GO
1-3 Max 281,5 289,38 NO-GO
1-4 289,87 NO-GO

Hasil pengukuran panjang silinder dengan cara manual ataupun CMM tidak
ada yang masuk kedalam daerah toleransi atau NO-GO. Semua hasil pengukuran
berada diatas toleransi. Kalau dilihat dari perbandingan hasilnya antara
pengukuran manual dengan CMM tidak berbeda jauh hal ini menunjukan
kesalahan penyimpangan bukan karena operator atau alat ukurnya melainkan
disebabkan karena produknya yang memang masih belum mencapai ukuran yang
diinginkan ketika sudah dimasining.
1.7.3 Ketegaklurusan (Toleransi Ø0,05mm)
Pengukuran
Kode Toleransi Pengukuran
Manual Keterangan Keterangan
Produk Geometri CMM [mm]
(Pd) [mm]
1-1 0,249 NO-GO
1-2 0,302 NO-GO
Ø0,05 0,146 NO-GO
1-3 0,108 NO-GO
1-4 0,203 NO-GO

Berdasarkan tabel hasil pengukuran ketegaklurusan, tidak ada yang GO baik


untuk pengukuran manual maupun CMM. Hal ini mungkin disebabkan karena
benda kerjanya yaitu sumbu silinder tidak tegak lurus dengan datum. Walaupun
pengukuran CMM hanya pada satu produk, bisa dibandingkan hasilnya cukup jauh
dengan pengukuran manual hal ini bisa kemungkinan disebabkan karena kesalahan
operator yang kurang teliti dalam mengukur.

1.7.4 Kekasaran Permukaan

Kekasaran Kode Produk


Permukaan Silinder
1-1 1-2 1-3 1-4

Hasil Pengukuran 5,78 4,71 4,88 5,00


dalam Ra

Hasil Pengukuran 53,58 36,30 29,12 37,60


dalam Rz
Kekasaran N9 N8 N8 N9
Ketangan NO-GO GO GO NO-GO

Berdasarkan tabel hasil pengukuran kekasaran, untuk produk 1-1 dan produk
1-4 NO-GO sedangkan untuk produk 1-2 & produk 1-3 menyatakan GO.
1.8 Kesimpulan dan Saran
1.8.1 Kesimpulan
a. Gambar kerja produk “Lifter Ragum 125” memiliki dimensi yang
memegang peranan sifat mampu tukar yaitu pada dimensi silinder
Ø65mm, panjang silinder 282mm, ketegaklurusan sumbu silinder terhadap
datum A, dan kekasaran permukaan.
b. Berdasarkan hasil pengukuran pada dimensi penting, didapatkan bahwa:
 Untuk hasil pengukuran diameter Ø65mm, produk1-1 dan 1-2 hasilnya
NO-GO, sedangkan produk 1-3 & 1-4 dapat dilakukan re-
work(pengerjaan ulang) karena hasilnya tidak begitu jauh dengan yang
diinginkan.
 Untuk hasil pengukuran panjang silinder 282mm, semua produk
hasilnya NO-GO.
 Untuk hasil pengukuran ketegaklurusan, semua produk hasilnya NO-
GO.
 Untuk hasil pengukuran kekasaran permukaan silinder, pada produk
1-1 & 1-4 hasilnya NO-GO sedangkan untuk produk 1-2 & 1-3
hasilnya GO.
c. Kesalahan dalam proses pengukuran disebabkan karena berbagai faktor
yaitu alat ukur, benda ukur, posisi pengukuran,lingkungan, dan operator
(pengukur; pengamatan).
d. Berdasarkan analisis praktikum produk “Lifter Ragum 125” tidak
memiliki sifat mampu tukar karena hasil pengukuran tidak masuk kedalam
toleransi yang ditentukan.

1.8.2 Saran
a. Sebelum melakukan pengukuran, lebih baik membaca atau mencari
literatur terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan.
b. Alat ukurnya diperbanyak agar tidak mengantri.

1.7 Daftar Pustaka


Rochim, Taufiq, 2001, Spesifikasi, Metrologi dan Kontrol Kualitas Geometrik, Penerbit
ITB.

ISO Handbook-33 Applied Metrology-Limits, fits and Surface Properties.- : ISO
Organization

Anda mungkin juga menyukai