Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tanah


2.1.1 Pengertian Tanah
Tanah didefinisikan sebagai akumulasi mineral yang tidak
mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena
pelapukan dari batuan. Di antara partikel-partikel tanah terdapat ruang
kosong yang disebut pori-pori (void space) yang berisi air dan atau udara.
Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah disebabkan oleh pengaruh
karbonat atau oksida yang senyawanya di antara partikel-partikel tersebut,
atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organic (R.F. Craig,1984).
Sifat-sifat dan karakter tanah tergantung dari kondisi topografi dan
geologi yang membentuk tanah tersebut. Sifat-sifat fisik tanah banyak
tergantung dari factor ukuran, bentuk, dan komposisi kimia butiran.
Tabel 2.1 Batasan-Batasan Ukuran Golongan Tanah

Sumber : Braja M. Das,1993


Tanah juga dibagi dua yaitu:
1. Tanah berbutir kasar yang dapat dibedakan menjadi pasir dan kerikil,
dapat diselidiki dengan analisa saringan.
2. Tanah berbutir halus, dapat dibedakan menjadi lanau/lembek dan
lempung yang dapat diselidiki dengan pengendapan.
Tabel 2.2 Sistem klasifikasi tanah (ASTM D 2487-66T)

Tanah dapat klasifikasikan berdasarkan sifat kelekatan yaitu:


a. Tanah kohesif, merupakan tanah yang mempunyai sifat lekatan
antar butir-butir-nya.
b. Tanah non kohesif, merupakan tanah yang tidak mempunyai atau
sedikit sekali lekatan antar butir-butirnya.
c. Tanah organic merupakan tanah yang sifatnya sangat dipengaruhi
oleh bahan-bahan organik.
2.2 Penyelidikan Tanah Lapangan
Penyelidikan tanah merupakan tinjauan teknis dalam menentukan
daya dukung (bearing capacity) dan parameter geser ( strength parameter).
Data yang dihasilkan selanjutnya digunakan untuk menganalisa dan
menghitung daya dukung fondasi yang akan digunkan.
2.2.1 Sondir
Pengujian sondir pada dasarnya dilakukan dengan menekan konus
besi ke dalam tanah dengan kecepatan konstan sebesar 2 cm/detik untuk
mengukur tahanan konus (qc) dan gesekan selimut (fs) setiap interval 20
cm.
Pembacaan dilakukan dengan menggunakan manometer dengan
kapasitas 0-60 kg/cm2 dan 60-250 kg/cm2, kemudian dari data yang
diperoleh digambarkan korelasi antara:
a. Kedalaman (m) vs, nilai tekanan ujung konus (qc - kg/cm2)
b. Kedalaman (m) vs, nilai tahanan geser (fs - kg/cm2)
c. Kedalaman (m) vs, tahanan geser total (Tf - kg/cm)
d. Kedalaman (m) vs, ratio antara qc dan fs (fr-%)
Dengan uji ini, daya dukung tanah dapat diketahui. Pengujian sondir
akan dihentikan jika konus telah mencapai tanah keras, yaitu tahanan
konus (qc) mencapai 250 kg/cm2. Hal ini sesuai dengan keterbatasan
kemampuan maksimum alat sondir tersebut.
Gambar 2.1 Pengujian Sondir
2.2.2 Standard Penetration test (SPT)
Standard Penetration Test (SPT) telah dikenal sejak tahun 1927 dan telah
diterima sebagai uji tanah yang rutin dilapangan. SPT dapat dilakukan
dengan cara relative mudah sehingga tidak membutuhkan keterampilan
khusus dari pemakainnya.
Alat uji berupa tabung yang dapat dibelaj (split tube, split spoon) yang
mempunyai diving shoe agar tidak mudah rusak pada saat penetrasi.
Sebuah sisipan pengambilan contoh (sample insert) dapat dipasang pada
bagian bawah bila tanah harus diambil contohnya (Moch. Sholeh 2008).
Prosedur uji mengikuti urutan sebagai berikut:
1. Mempersiapkan lubang bor hingga kedalaman uji.
2. Memasukkan alat split barrel sample secara tegak.
3. Menumbuk dengan hammer dan mencatat jumlah tumbukan
setiap 15 cm. hammer dijatuh bebaskan pada ketinggian 760
mm.
4. Nilai tumbukan dicatat 3 kali (N0,N1,N2) dimana harga N= N1
+ N2. Split spoon sampel diangkat keatas dan kemudian
dibuka.
5. Sampel yang diperoleh di Uji laboratorium.
Jenis-jenis hammer yang digunakan bermacam-macam
(Gambar 2.3 Namun demikian semua mempunyai berat sama
yaitu 63,5 kg (140 lb).
Gambar 2.3 diagram skematis jenis-jenis Hammer
(Bowles,1988)
Gambar 2.4 cara konvensional uji SPT dan sampel SPT
menurut ASTM – D 1586 (Kovacs,1981)

2.3 Penyelidikan Tanah Laboratorium


2.4 SAP 2000
SAP2000 adalah program analisis struktur yang berdasarkan elemen
hingga yang dapat menyelesaikan problem yang dapat dimodelkan dengan
elemen hingga. Problem yang dapat diselesaikan dalam bidang
ketekniksipilan berupa analisis strukrur truss 2D & 3D, grid, frame 2D &
3D. untuk bidang geoteknik dengan kemampuan pemodelan material
(linear elastic constitutive equation) sederhana, dapat menyelesaikan
distribusi tegangan dalam timbunan, distribusi tegangan didekat galian
tanah, pemodelan tiang pancang, turap dan lain-lain. Output yang
dihasilkan dapat ditampilkan sesuai dengan kebutuhan baik berupa model
struktur, grafik, maupun spreadsheet. Semuanya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan untuk penyusunan laporan analisis dan desain.

Langkah-langkah pemodelan dan analisis struktur dengan memakai


SAP2000 sebagai berikut (Arifta 2012).
1. Pendefinisian geometri struktur dan jenis tumpuan Gambar struktur
yang dikendaki dengan sistem template atau grid system dalam proses ini
turut ditentukan kondisi batas (boundary condition) dari struktur yakni
kondisi tumpuan, melalui menu restrain.
2. Penentuang material Jika struktur telah tergambar, lakukan definisi
material dengan membuat nama-nama material yang dikehendaki.
Penamaan material hendaknya ikut mencantumkan keterangan tentang
karakteristik material, misalnya kuat tekan beton, mutu baja, dan
karakteristik lain yang dapat membedakan dengan material lain yang
didefinisikan.
3. Penentuan tampang Setelah tahap kedua selesai, maka dilanjutkan
dengan penentuan tampang. Apakah tampang dari frame kita IWF,
persegi, pipa, dan lain-lain. Dalam penentuan tampang akan dilakukan
pemberian material apa yang digunakan dalam tampang tersebut. Dalam
tahap ini tampang-tampang yang telah terdefinisi harus ditetapkan untuk
tiap batang yang sudah digambar.
4. Pemberian nama beban dan kombinasi beban Beban-beban yang
diterima struktur dapat dibagi menjadi berbagai macam yang bekerja,
misalnya beban mati, beban hidup, beban angin, dan beban gempa. Beban
yang bekerja dalam struktur dapat bekerja bersamaan dengan proporsi
tertentu menurut faktor beban yang ada. Sehingga kombinasi beban yang
terjadi juga harus diperhitungkan. Kombinasi yang terjadi nantinya dipilih
sesuai dengan kriteria.
5. Kombinasi geometri struktur dan tumpuan Menggambar frame yang
menghunungkan antar modal yang membentuk portal struktur yang
direncanakan.
6. Pemberian beban kepada struktur Pemberian beban dilakukan setelah
pemberian nama pada beban.
7. Analisa struktur Proses run dilakukan setelah model struktur telah siap
untuk diketahui gaya-gaya dalamnya.
2.5 Macam-macam Pondasi
Pondasi adalah suatu kontruksi pada bagian bawah struktur
(substructure) yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas
struktur (superstructure) kelapisan tanah di bawahnya dengan tidak
mengakibatkan keruntuhan geser tanah dan penurunan tanah saat
penurunan yang berlebihan.Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar
bangunan yang kuat yang terdapat dibawah konstruksi.Secara umum
pondasi dikelompokkan menjadi dua yaitu pondasi dangkal dan pondasi
dalam.

2.5.1 Pondasi dangkal


Pondasi dangkal (shallow footing) adalah pondasi yang digunakan pada
kedalaman 0,8 - 1 meter, bila nilai kedalaman (Df) di bagi dengan lebar
(B) lebih kecil atau sama dengan 1, Df/B ≤ 1. Pondasi dangkal biasa
disebut dengan pondasi langsung, pondasi ini dipakai pada kondisi
tanah baik yaitu dengan kekerasan tanah atau daya dukung tanah = 2
kg/cm2 (PPI,dengan kedalaman tanah keras ± 1,5 meter. Pondasi
dangkal dapat dibagi menjadi :
1. Pondasi telapak
Pondasi telapak (square footing) adalah pondasi yang berdiri sendiri
dalam mendukung kolom atau pondasi yang mendukung bangunan
secara langsung pada tanah yang cukup tebal dengan kualitas baik yang
mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah atau sedikit
dibawah permukaan tanah.

Gambar 2.41 Pondasi telapak


2. Pondasi menerus
Pondasi menerus (continues footing) digunakan untuk mendukung
sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi
telapak sisinya akan terimpit satu sama lainnya.

Gambar 2.42 Pondasi menerus


3. Pondasi rakit
Pondasi rakit merupakan pondasi gabungan yang sekurang-kurangnya
memikul tiga kolom yang tidak terletak dalam satu garis lurus, jadi
seluruh bangunan menggunakan satu telapak sama.Pemakaian pondasi
rakit dimaksudkan untuk mengatasi tanah yang tidak homogen, misal
ada lensa-lensa tanah lunak, supaya tidak terjadi perbedaan penurunan
cukup besar. Secara struktur pondasi pondasi rakit merupakan plat
beton bertulang yang mampu menahan momen, gaya lintang geser
pondasi pada plat beton. Apabila beban tidak terlalu besar dan jarak
kolom sama maka plat dibuat sama tebal (gambar 2.15.a). Untuk
mengatasi gaya geser pondasi yang cukup besar, dapat dilakukan
pertebalan plat dibawah masing-masing kolom atau diatas pelat
(gambar 2.15b dan gambar 2.15d). Pemberian balok pada kedua arah
dibawah pelat bertujuan untuk menahan momen yang besar (gambar
2.15c) atau dapat dipakai juga plat dengan struktur seluler (gambar
2.15e). Sedangkan untuk mengurangi penurunan pada tanah
kompresible dibuat pondasi yang agak dalam struktur ini disebut
pondasi terapung (floating foundation)
Gambar 2.43 Pondasi rakit

Gambar 2.44 Tipe-tipe pondasi rakit (raft)

2.8.2 Pondasi dalam


Pondasi dalam (defth footing) adalah pondasi yang meneruskan beban
bangunan ketanah keras yang terletak jauh dari permukaan tanah, bila
nilai kedalaman (Df) dibagi dengan lebar (B) lebih besar atau sama
dengan 4, Df/B ≥ 4.Pondasi dalam dapat dibagi menjadi :
1. Pondasi tiang
Pondasi tiang (pile foundation) digunakan bila tanah pondasi pada
kedalaman normal tidak mampu mendukung beban dan tanah keras jauh
di permukaan tanah (sangat dalam).Pondasi tiang umumnya
berdiamater lebih kecil dan lebih panjang dibandingkan pondasi
sumuran (Bowles, 1991).

Gambar 2.45 Pondasi tiang

2. Pondasi sumuran
Pondasi sumuran adalah pondasi yang dibangun dengan menggali
cerobong tanah berpenampang lingkaran dan dicor dengan beton atau
campuran batu dan mortar, pondasi sumuran digunakan apabila tanah
dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatifdalam. Pondasi
sumuran merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan
pondasi tiang.

Gambar 2.46 Pondasi sumuran

2.6 Permodelan Pondasi Rakit


2.6.1 Kapasitas dukung ijin
1. Pondasi rakit pada tanah pasir
Pondasi rakit terletak pada tanah berpasir mempunyai faktor aman
terhadap keruntuhan dukung besar, oleh karena itu pondasi rakit pada
tanah pasir kemungkinan terjadinya keruntuhan terhadap kapasitas
dukung kecil.

Pada gambar 2.29, dapat dilihat bahwa kurva kapasitas dukung izin
pada penurunan I umumnya tidak tergantung pada lebar pondasi asalkan
lebar pondasi lebih besar dari 6,50 meter. Dengan dasar ini, Peck et al.
(1953) menyarankan persamaan kapasitas dukung izin (Qa) untuk
pondasi rakit yang lebar sebagai berikut :

Qa =
Dengan N adalah jumlah pukulan per 30 cm dalam uji SPT. Peck et al.
(1953) menyarankan nilai N digunakan harus dikoreksi terhadap
pengaruh pasir halus yang terletak di bawah muka air tanah dan
pengaruh tekanan overburden efektif.
Jika nilai N < 5, maka pasir sangat tidak padat. Oleh karena itu pasir
tidak baik untuk mendukung pondasi rakit. Jika pada tanah tersebut
akan diletakkan pondasi rakit harus dipadatkan hingga N mencapai
minimum 10.

Gambar 2.47 Kapasitas dukung ijin dari uji SPT untuk


penurunan I (Terzaghi dan Peck, 1948 )
2. Pondasi rakit pada tanah lempung
Kapasitas dukung ultimit pondasi rakit pada tanah lempung homogen
dapat dilakukan mengunakan persamaan :

dimana :
= kapasitas dukung ultimit (kN/m2)
= kedalaman pondasi (m)

= kohesi tanah (dalam kondisi tak terdrainasi (undrained)


rasio poisson = 0,5 (Hari Christady, 2011)
B = lebar pondasi (m)
L= panjang pondasi
= berat volume tanah (kN/m3)
= faktor daya dukung, dengan

menggunakan rumus = faktor bentuk

= faktor kedalaman

= faktor kemiringan beban

=
Tabel 2.6 Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan pada pondasi

Daya dukung ijin pondasi dangkal dan pondasi rakit didapat dengan
dibagi dengan faktor keamanan (SF) yakni :
qa = qult / SF
dimana :
= kapasitas dukung ijin netto
SF = faktor keamanan (nilai 3)

2.6.2 Penurunan pondasi rakit

Coduto (2001) menyebutkan penurunan total dari pondasi rakit dihitung


menggunakan metode pada penurunan pondasi dangkal.

1. Penurunan segera pada pasir


Perhitungan penurunan pada tanah non kohesif hampir selalu
didasarkan pada uji lapangan, metode analisis empiris yang
menggunakan data hasil uji Standard Penetration Test (SPT)
sebagai berikut :
a. Metode Bowles (1977) (Haryatmo, 2010)

dimana :

= penurunan
N = jumlah pukulan dalam uji SPT
q = tegangan tanah
B = lebar pondasi

b. Metode Meyerhof (1974)

2. Penurunan segera pada lempung


Janbu et al. (1956) dalam Braja (2007) mengusulkan persamaan
untuk mengevaluasi penurunan rerata untuk pondasi fleksible
pada tanah lempung adalah :

dimana :

= penurunan
= fungsi dari Df/B (gambar 2.18)
= fungsi dari H/B dan L/B (gambar 2.18)
H = ketebalan lapisan tanah lempung

q = tegangan tanah
B = lebar pondasi
E = modulus elastisitas tanah (tabel 2.5)

Gambar 2.48 Grafik hubungan , , kedalaman pondasi (Df) dan


lebar pondasi (B) (Janbu, Bjerrum dan Kjaersli, 1987)
Tabel 2.7 Tabel modulus elastisitas tanah (E) (Schmertmann, 1970)
Jenis tanah Modulus of Elasticity, E Poisson’s

Lb/in2 MN/m2 Ratio,

Loose sand 1.500 - 3.500 10,35 - 24,15 0,20 - 0,40

Medium dense sand 2.500 - 4.000 17,25 - 17,60 0,25 - 0,40

Dense sand 5.000 - 8.000 34,50 - 55,20 0,30 - 0,45

Silty sand 1.500 - 2.500 10,35 - 17,25 0,20 - 0,40

Sand &gravel 10.000 - 25.000 69,00 - 172,50 0,15 - 0,35

Soft clay 600 - 3.000 4,1 - 20,4

Medium clay 3.000 - 6.000 20,7 - 41,4 0,20 - 0,50

Stiff clay 6.000 - 14.000 41,4 - 96,6

2.6.3 Penurunan konsolidasi (consolidation settlement)


Penurunan konsolidasi dihitung dari hasil test oedometer. Kurva
tekanan angka pori (pressure voids ratio curve) hasil test tersebut
digunakan untuk menentukan koofisien pemampatan. Koofisien
kemampatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

mv=
dimana :
mv = koofisien kemampatan
e = perubahan angka pori
e0 = angka pori pada tekanan awal
Δp = tambahan tekanan akibat beban
∆p = 4 q l
dimana :
q = tambahan tegangan dari luar
I = faktor pengaruh tegangan vertikal (gambar 2.49)
Gambar 2.49 Pengaruh tegangan vertikal

Untuk lempung terkonsolidasi normal yaitu po’ = pc’, perubahan


angka pori (∆e) akibat konsolidasi dinyatakan oleh :

dimana :
Cc = Indek pemampatan
P0 = tekanan overboden
Untuk lempung konsolidasi berlebihan yaitu p1’ > po’,
perubahan angka pori (∆e) dapat dipertimbang dalam dua
kondisi
1. Jika p1’ < pc’
Dengan p1’ = po’ + ∆p
Jika po’ < pc’ < p1’

Setelah mengetahui nilai mv yang mewakili setiap lapisan tanah yang dibebani,
maka settlement oedometer (Soed) dapat dihitung dengan persamaan
Soed = mv x Δp x H

dimana :
soed = settlement oedometer
H = ketebalan lapisan tanah pendukung
Settlement oedometer perlu dikoreksi dengan faktor geologi μg untuk
memperoleh harga consolidaton lapangan.
Sc = μg Soed
dimana :
Sc = penurunan konsolidasi
μg = faktor geologi (tabel 2.50)

Total penurunan yang terjadi :


S = Si + Sc
Gambar 2.50 Faktor kedalaman untuk perhitungan Soed

Tabel 2.8 Faktor geologi μg (MJ, Thomlinson, 1977)


Tipe tanah Harga μg

Sangat sensitive (endapan lunak) 1,0 – 1,2

Konsolidasi normal 0,7 - 1,0

Konsolidasi berlebihan 0,5 – 0,7

Heavily over consolidated 0,2 – 0,5

Skemton dan Mac Donald (1956) menyarankan batas penurunan


maksimum dapat dilihat pada tabel 2.9.
Tabel 2.9 Total penurunan maksimum dan penurunan diferensial
yang diijinkan
Maksimum settlement ST(max)
In sand 32 mm

In clay 45 mm

Maksimum differential settlement ∆ ST(max)

Isolated foundation in sand 51 mm

Isolated foundation in clay 76 mm

Raft in sand 51 – 76 mm

Raft in clay 76 – 127 mm

Maksimum angular distortion, βmak 1/300

2.6.4 Tahanan terhadap gaya angkat (uplift) pada pondasi rakit


Pondasi tower sering menerima gaya angkat ke atas (uplift) akibat gaya
momen yang bekerja disetiap kaki-kaki dari gedung, jika pada bagian
kaki tower menerima gaya positif maka di bagian kaki tower yang lain
akan menerima gaya negatif atau gaya angkat. Gaya angkat yang
bekerja pada pondasi rakit ditahan oleh gesekan di sepanjang tepi tanah
yang terangkat ditambah berat pondasi sendiri dan tanah di atas
pondasi. Pada waktu pondasi akan terangkat, suatu prisma tanah
terbawa oleh pelat pondasi (gambar 2.51). (Hary Cristiady, 2008)
Tahanan pondasi terhadap gaya tarikan vertikal keatas (uplift)
dinyatakan dalam persamaan :
Df = Kedalaman pondasi
Ɣ = Berat volume tanah
Ko = Koofisien tekanan tanah lateral saat diam
Ø = Sudut gesek dalam tanah (derajat)
c= Kohesi tanah

A b
Gambar 2.51 Pondasi yang menahan gaya
uplift (Teng, 1962 ;
Bowles 1996)
a. Prisma tanah yang terangkat (sudut terangkat umumnya 600)
b. Tahanan gesek sepanjang tanah yang tergesek (Fr)

Gaya angkat ijin pondasi dangkal dan pondasi rakit didapat


dengan dibagi dengan faktor keamanan (SF) yakni :
qa = qu (tarik) / SF
dimana :
= kapasitas dukung ijin tarik netto
SF = faktor keamanan (nilai 3)

Tegangan pondasi rakit


Dimensi dari pondasi rakit ditentukan sedemikian rupa sehingga
tegangan dari pondasi rakit tidak melebihi tegangan dukung ijin.
Terdapat tiga tipe dari tegangan pondasi rakit (Ulrich, 1995)
sebagai berikut .
Tegangan bruto akibat beban gravitasi total

1. Tegangan netto akibat beban gravitasi

2. Tegangan bruto akibat beban gravitasi dan beban lateral

dimana :
q = Tegangan dukung
= Beban total bangunan
= Berat sendiri pondasi rakit
= Lebar pondasi rakit
= Panjang pondasi rakit

, = Eksentrisitas pondasi rakit pada arah x dan arah y

, = Modulus penampang pondasi rakit arah x dan arah y =

B2L/6 , = BL2/6

2.9.6 Kontrol terhadap guling

Dimana :
= Momen penahan guling
= Wg x d
= Berat sendiri pondasi, berat tanah dan berat air permukaan
(jika ada)
= Jarak dari titik berat beban ke titik guling
= Momen penyebab guling (output MS. Tower dengan momen
maksimal)

2.9.7 Kontrol terhadap geser


Dimana :
= Gaya penahan geser

= Gaya Penyebab geser (output M.S Tower dengan gaya


geser maksimal)

Gaya penahan geser


= c A + ∑ V’ tan Ø
2.2. = Kohesi pada permukaan geser
A= Luas permukaan geser
Ø= sudut gesek tanah
= Berat total struktur

Permodelan pondasi Tiang Pancang


Daya dukung ijin tekan tiang tunggal
Analisis daya dukung ijin tekan pondasi tiang terhadap kekuatan tanah
menggunakan formula sebagai berikut:
1. Berdasarkan data sondir (Guy Sangrelat)
𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝 𝑇𝑓 𝑥 𝐴𝑠𝑡
q= +
𝐹𝐾1 𝐹𝐾1

dimana :
q = daya dukung tekan tiang
qc = tahanan ujung konus sondir
Ap = luas penampang tiang
Tf = total frediksi/ jumlah hambatan pelekat
Ast = keliling penampang tiang
FK1,FK2 = Faktor keamanan, 3 dan 5
2. Berdasarkan data N SPT (Mayerhof)

Pa = +
Dimana :
Pa = daya dukung tekan tiang
Qc = 20 N, untuk silt/clay
= 40 N, untuk sand
Ap = luas penampang tiang
Tf = total frediksi / jumlah hambatan pelekat
Ast = keliling penampang tiang
Li = panjang segmen tiang yang ditinjau
Fi = gaya geser pada selimut segmen tiang
= N maksimum 12 ton/m2, untuk silt/clay
= N/5 maksimum 10 ton/m2, untuk sand
FK1,FK2 = factor keamanan, 3 dan 5
3. Berdasarkan kekuatan material

q= x Ap
dimana:
q = daya dukung ijin tekan tiang

= tegangan tekan ijin bahan tiang


Ap = luas penampang tiang

Daya dukung ijin tiang tunggal


Analisa daya dkung ijin tarik pondasi tiang terhadap kekuatan tanah
mempergunakan formula sebagai berikut :
1. Data Sondir (Guy Sangrelat, Mayerhof)

Dimana :
Q ta = daya dukung ijin tarik tiang
Wp = berat pondasi
2. Data N SPT (Mayerhof)

2.10.3 Jumlah tiang yang diperlukan


Perhitungan jumlah tiang yang diperlukan pada suatu titik kolom
menggunakan beban aksial dengan beban kombinasi (beban tak
terfaktor). Jumlah tiang dihitung dengan membagi gaya aksial
yang terjadi dengan daya dukung tiang.

Np =

Dimana :
Np = jumlah tiang
P = gaya aksial yang terjadi
Pall = daya dukung ijin tiang

2.2 Baja Tulangan Baja


Tulangan merupakan baja berbentuk batang berpenampang bundar yang
digunakan untuk penulangan beton, yang diproduksi dari bahan baku
billet dengan cara canai panas (hot rolling). Berdasarkan bentuknya, baja
tulangan beton dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu baja tulangan beton
polos dan baja tulangan beton sirip. Baja tulangan beton polos adalah
baja tulangan beton berpenampang bundar dengan permukaan rata tidak
bersirip, disingkat BjTP. Sedangkan baja tulangan beton sirip (deform)
adalah baja tulangan beton dengan bentuk khusus yang permukaannya
memiliki sirip melintang dan rusuk memanjang yang dimaksudkan untuk
rneningkatkan daya lekat dan guna menahan gerakan membujur dari
batang secara relatif terhadap beton (Browiyana, 2015), disingkat BjTD.
Pada penggunaannya, baja tulangan polos (BjTP) hanya digunakan untuk
tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya diberi kait pada
ujungnya. Untuk tulangan utama beton sendiri digunakan baja tulangan
sirip (BjTD) agar terjadi lekatan erat antara baja tulanga dengan beton.

Anda mungkin juga menyukai