Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiografi Regional


Daerah Sumatra Barat dapat digolongkan ke dalam tiga wilayah fisiografi
utama, yaitu : Wilayah Pegunungan Vulkanik, Wilayah Perbukitan Tersier, dan
Wilayah Dataran Rendah. Wilayah Pegunungan Vulkanik membujur pada bagian
tengah provinsi ini dari Utara sampai Selatan, dengan patahan semangko di
tengahnya, sedangkan perbukitan lipatan tersier membentang dibagian Timur
pegunungan vulkanik tersebut. Perbukitan tersier ini di beberapa tempat
mengandung deposit batubara dengan medan berat, sementara pada posisi Barat
provinsi ini terdapat dataran rendah. Secara fisiografis daerah
penelitianmerupakan daerah berupa perbukitan dengan ketinggian berkisar antara
400 - 950 meter diatas permukaan laut yang digolongkan ke dalam zona fisiografi
Perbukitan Tersier, dapat dilihat pada (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Peta menunjukkan fisiografi Sumatra Barat ( Modifikasi dari Mufidah, 2011
dan Sandy, 1985)

7
2.2 Geologi Regional
Secara geologi Daerah Timbulun dan Sekitanya, Kecamatan Sijujung,
Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat terletak pada Cekungan Ombilin,
yang terbentuk pada zaman Pra-Tersier – Kuarter. Para ahli geologi berpendapat
bahwa Kepulauan Nusantara yang kita kenal sekarang ini terbentuk sekitar 4 juta
tahun yang lalu. Para peneliti menduga ketika Formasi Sawahlunto terbentuk,
pulau Sumatra belum ada seperti yang kita kenal saat ini.
Batuan dari Zaman Pra-Tersier yang terangkat ke permukaan dengan cara
Struktur Graben lalu diendapkan dengan batuan-batuan sedimen yang berumur
Tersier pada cekungan dan menghasilkan batuan intrusi Tersier. Hasil erosi dari
batuan intrusi terbawa dan mengendap di sekitar aliran sungai lalu menghasilkan
endapan alluvial. Unit batuan tersebut terdiri dari :
1. Batugamping – Argit
2. Granit
3. Konglomerat
4. Batulempung – Batupasir
5. Batulempung – Batulanau
6. Batupasir
7. Tuf
Berdasarkan bentuk topografi yang berkembang daerah geologi regional
dipengaruhi oleh aktifitas tektonik baik lipatan maupun sesar.Hal ini dapat dilihat
dari bentuk sungai yang menyiku, menandakan bahwa sungai tersebut terbentuk
akibat terjadinya celah atau rekahan yang relatif merupakan zona lemah kemudian
air mengerosi sepanjang rekahan.Perbukitan yang terbentuk menggambarkan
daerah ini telah mengalami pengangkatan dan kemudian terbentuk lipatan
(Koesomadinata dan Matasak, 1981).

8
Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian

9
2.1.2 Stratigrafi Regional
Secara stratigrafi, berdasarkan para peneliti terdahulu (Koesoemadinata
dan Matasak,1981) Cekungan Ombilin memiliki batuan dengan umur Pra-Tersier
(Perm dan Trias) hingga Kuarter (Tabel 2.1).

Gambar 2.1 KolomStratigrafi Cekungan Ombilin Berdasarkan Koesoemadinata, (1981)


dan PH. Silitonga & Kastowo (1995)

Berikut urutan stratigrafi Cekungan Ombilin dari tua ke muda dengan


umur Pra- Tersier (Perm dan Trias) hingga batuan berumur Kuarter
(Koesomadinata dan Matasak, 1981):

2.1.2.1 Batuan Pra- Tersier


Batuan Pra-Tersier merupakan batuan yang mendasari Cekungan Ombilin
Batuan ini tersingkap di bagian barat dan timur cekungan.
1. Batuan Pra- Tersier yang tersingkap di bagian barat cekungan :

10
a. Formasi Silungkang
Terdiri dari litologi batuan vulkanik, batugamping koral. Batuan
vulkanik ini terdiri dari lava andesitik, basaltik dan tufa. Formasi ini
berumur Perm-Karbon berdasarkan kandungan fosil Fusulinida pada
batugamping.
b. Formasi Tuhur
Terdiri dari litologi batusabak, anggota serpih dan batugamping.
Formasi ini berumur Trias.
2. Batuan Pra- Tersier yang tersingkap di bagian timur cekungan :
a. Formasi Kuantan
Terdiri dari litologi batugamping oolit yang mengalami rekristalisasi,
marmer, batusabak, filit serta kuarsit.

2.1.2.2 Batuan Tersier


Batuan Tersier Cekungan Ombilin terbagi menjadi enam formasi
menurut Koesomadinata dan Matasak (1981), yaitu:
1. Formasi Brani
Formasi ini terdapat pada bagian tepi cekungan yang terdiri dari konglomerat
bewarna coklat sampai violet, berukuran kerakal hingga berakal, terpilah sangat
buruk, bentuk butirnya menyudut tanggung sampai membundar tanggung dan
umumnya perlapisan batuannya tidak berkembang dengan baik. Formasi ini
mempunyai dua anggota, yaitu Anggota Selo dan anggota kualampi.
2. Formasi Sangkarewang
Formasi ini dikenal karena ditemukannya fosil ikan air tawar yang berumur
tersier awal.Formasi ini memiliki sisipan berupa lapisan-lapisan batupasir dengan
tebal yang umumnya kurang dari 1 m, terdapat fragmen kuarsa dan feldspar,
gampingan berwarna abu-abu sampai hitam matriks lempung terpilah buruk
mengandung mika dan material karbon, dan terdapatnya struktur nendatan
(slump). Sisipan batupasir ini menunjukan pola menghalus ke atas.

11
3. Formasi Sawahlunto
Formasi ini terdiri dari sekuen serpih berwarna abu kecoklatan, serpih lanauan
dan batulanau dengan sisipan batupasir kuarsa, coklat padat dan dicirikan dengan
hadirnya batubara. Serpih biasanya karbonan atau batubaraan. Batupasir berciri
sekuen menghalus ke atas, berlapis silang siur dan khususnya berlaminasi dengan
dasar erosi yang tegas menunjukkan suatu sekuen point bar. Tebal Formasi
Sawahlunto kurang dari 500 meter. Formasi ini tidak mengandung fosil kecuali
sisa tumbuhan dan spora.
4. Formasi Sawah Tambang
Formasi ini dicirikan oleh sekuen masif yang tebal dari batupasir berstruktur
silang siur. Serpih dan batulanau berkembang setempat-setempat. Batupasir
berwarna abu-abu terang sampai coklat, berbutir halus sampai sangat kasar,
sebagian besar konglomeratan berupa fragmen kuarsa berukuran kerikil, terpilah
sangat buruk, menyudut tanggung, keras, masif. Setempat-setempat pada bagian
bawah, terdapat sisipan lapisan-lapisan batulempung atau serpih lanauan yang
membentuk unit tersendiri yaitu sebagai anggota Rasau. Pada bagian atas juga
dengan sisipan lapisan-lapisan batulempung dengan kandungan “coal stringer”
yang terjadi setempat-setempat, membentuk Anggota Poro.
5. Formasi Ombilin
Formasi Ombilin terdiri dari serpih atau napal berwarna kelabu gelap,
karbonan dan karbonatan, bila lapuk menjadi berwarna kelabu terang dan
umumnya berlapis baik. Termasuk ke dalam sekuen ini adalah lapisan-lapisan
batupasir mengandung glaukonit, berbutir halus, berwarna kelabu kehijauan,
biasanya terdapat sisa-sisa tumbuhan dan fosil moluska. Dari analisis
mikropaleontologi, dijumpai fosil Globigerinoides primordius dan G. trilobus,
sehingga formasi ini diinterpretasikan berumur Miosen Awal (Zona Blow, N4-
N5).
6. Formasi Ranau
Pada beberapa lokasi di Cekungan Ombilin, didapatkan formasi berupa tufa
yang disebut sebagai Tuff Ranau (Van Bemmelen, 1949). Berkedudukan

12
mendatar, menutupi formasi-formasi di bawahnya dengan kontak ketidakselarasan
menyudut. Tuff ini dianggap menjadi deposit volkanik berumur Pleistosen.

2.2 Stratigrafi Regional Daerah Penelitian


Berdasarkan Peta Geologi Lembar Solok Sumatera oleh P.H Silitonga dan
Kastowo (edisi 2) pada daerah penelitian berada pada empat formasi Formasi
tersebut yaitu,Formasi Kuantan,Intrusi granit Anggota Bawah Formasi Ombilin ,
Anggota Atas Formasi.
2.2.1 Formasi Kuantan
Merupakan batuan pra-Tersier yang merupakan anggota filit dan serpih
yang terdiri dari litologi batu sabak filit kuarsit rijang dan aliran lava dan
merupakan batuan basement pada formasi ini.
2.2.2 Intrusi granit
Merupakan batuan beku yang terintrusi pada formasi kuantan dan
menerobos nya,yang susunan nya berkisar dari leuco-granit sampai monzonit
kuarsa.
2.2.3 Anggota Atas Formasi Ombilin
Anggota Atas Formasi Ombilin merupakan Formasi yang berlitologi sisipan
batupasir tuffan, diselingi oleh batulanau bersifat karbonan, mengandung
glaukonit dan fosil moluska. Berdasarkan fosil bentonik serta terdapatnya
glaukonit maka formasi ini diperkirakan diendapkan pada lingkungan neritik luar
- batial atas,. menurut (Koesomadinata dan Matasak, 1981).
2.2.4 Anggota Bawah Formasi Ombilin
Anggota Bawah Formasi Ombilin merupakan formasi pembawa
batubara,terdiri dari perulangan batu pasir kuarsa yang mengandung mika,
konglomerat, serpih dan batubara. Tersingkap dibagian barat laut dan tenggara
daerah inventarisasi, yaitu daerah Koto Gadang, Salak dan Sawahlunto. Menurut
P.H.Silitonga dan Kastowo (1995), anggota Bawah Formasi Ombilin berumur
Oligo-Miosen.

13
2.3 Tektonik dan Struktur Geologi Regional
Menurut Situmorang, dkk (1991) perkembangan struktur pada Cekungan
Ombilin dikontrol oleh pergerakan Sistem Sesar Sumatera yang membuat sesar
tua yang telah terbentuk ditimpa oleh sesar yang lebih muda dengan sistem sesar
yang sama. Keseluruhan geometri Cekungan Ombilin memanjang dengan arah
umum Baratlaut-Tenggara, dibatasi oleh 2 sesar yang berarah Baratlaut-Tenggara.
Sesar Sitangkai di Utara dan Sesar Silungkang di Selatan yang keduanya kurang
lebih paralel terhadap Sistem Sesar Sumatra .

Gambar 2.2 Pola struktur regional cekungan Ombilin, Sumatra Barat (modifikasi dari
Situmorang, dkk., 1991)

Cekungan Ombilin dibentuk oleh dua terban berumur Paleogen dan Neogen,
dibatasi oleh Sesar Tanjung Ampalu berarah Utara-Selatan.Secara lokal ada tiga
bagian struktur yang bisa dikenal pada cekungan Ombilin.
a) Sesar dengan jurus berarah Baratlaut-Tenggara yang membentuk bagian
dari sistem Sesar Sumatera. Bagian Utara dari cekungan dibatasi oleh
Sesar Sitangkai dan Sesar Tigojangko. Sesar Tigojangko memanjang ke

14
arah tenggara menjadi Sesar Takung. Bagian selatan dari cekungan
dibatasi oleh Sesar Silungkang.
b) Sistem sesar dengan arah umum Utara-Selatan dengan jelas terlihat pada
Timurlaut dari cekungan. Sistem sesar ini membentuk sesar berpola tangga
(step-like fault), dari utara ke Selatan: Sesar Kolok, Sesar Tigotumpuk, dan
Sesar Tanjung Ampalu. Perkembangan dari sesar ini berhubungan dengan
fase tensional selama tahap awal dari pembentukan cekungan dan terlihat
memiliki peranan utama dalam evolusi cekungan.
c) Jurus sesar dengan arah timur-barat membentuk sesar antitetik mengiri
dengan komponen dominan dip-slip.
Pola struktur keseluruhan dari Cekungan Ombilin menunjukkan sistem
transtensional atau pull-apart yang terbentuk di antara offset lepasan dari Sesar
Sitangkai dan Sesar Silungkang yang berarah Baratlaut-Tenggara yang mana
sistem sesar yang berarah Utara-Selatan dapat berbaur dengan sistem sesar yang
berarah Baratlaut-Tenggara. Adanya fase ekstensional dan kompresional yang
ditemukan pada jarak yang sangat dekat merupakan fenomena umum untuk
Cekungan Ombilin yang merupakan cekungan strike-slip. Cekungan ini
mengalami pergantian fase ekstensional pada satu sisi yang diikuti oleh
pemendekan pada sisi yang lain.

Gambar 2.3 Skema evolusi tektonik cekungan tarik pisah Ombilin,


Sumatera Barat menurut Hastuti, dkk. (2001). (A) Kapur-
Tersier, (B)Paleosen, (C) Miosen Awal, (D) Plio-Pleistosen.

15

Anda mungkin juga menyukai