Anda di halaman 1dari 8

Case Report Session

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217103/Maret 2019


** Pembimbing : dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV **

TINEA CORPORIS ET CRURIS

Oleh:
Hidayanti Br Siregar, S.Ked*
G1A217103

Pembimbing:
dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

TINEA CORPORIS DAN TINEA CRURIS

Oleh:
Hidayanti Br Siregar, S.Ked
G1A217103

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, Maret 2019


Pembimbing:

dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas kasus atau Case Report Session (CRS) yang
berjudul “Tinea Corporis dan Tinea Cruris” ini dapat terselesaikan. Tugas ini
dibuat agar penulis dan teman – teman sesama koass periode ini dapat memahami
tentang diagnosis, komplikasi, dan pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga
sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV
selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya
pembimbing dalam tugas kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, Maret 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang dibagi


menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis. Insidens mikosis superfisialis
cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas. Mikosis
superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Indonesia merupakan
salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi,
merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat
ditemukan hampir di semua tempat. Mikosis superfisialis diklasifikasikan menjadi
dermatofitosis dan nondermatofitosis.1,2,3,4,5,6,7
Dermatofitosis atau yang dikenal dengan tinea, ringworm, kurap, herpes
sirsinata, teigne adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan
oleh golongan jamur dermatofita. Golongan jamur dermatofita mempunyai sifat
mencernakan keratin, yang dibagi dalam 3 genus yaitu; Microsporum,
Trichophyton dan Epidermphyton. 1,2,4,5
Pembagian dermatofitosis yang banyak dianut adalah berdasarkan lokasi,
yaitu tinea kapitis (dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala), tinea barbe
(dermatofitosis pada dagu dan jenggot), tinea kruris (dermatofitosis pada daerah
genitokrural, sekitar anus, bokong, kadang sampai perut bagian bawah), tenia
pedis et manum (dermatofitosis pada kaki dan tangan), tinea unguium
(dermatofitosis pada kuku jari dan kaki), dan tinea korporis (dermatofitosis pada
bagian lain yang tidak termasuk bentuk dari 5 tinea yang telah disebutkan).1,2,5
Tinea Korporis atau juga dikenal dengan tinea sirsinata, tinea glabrosa,
Scherende Flechte, kurap, herpes sircine trichophytique, merupakan penyakit
kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita, menyerang
daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan dan tungkai.1,2,6
Tempat predileksinya pada wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada,
punggung. Penyakit ini disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang
tersering adalah Epidermophyton floccpasienum atau T. rubrum. Lingkungan yang

4
kotor mempengaruhi kebersihan perorangan dalam perkembangan penyakit pada
kulit manusia. Keturunan tidak berpengaruh pada penyakit ini.1,2,5,6
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi akut dapat terbatas
pada daerah genitor-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus
dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak
pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata
daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang
primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun dapat berupa
bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat
garukan.2
Diagnosa pasien, ditegakkan berdasarkan: anamnesa didapatkan rasa gatal
yang sangat mengganggu, dan gatal bertambah apabila berkeringat, dan
pemeriksaan laboratorium (kerokan kulit dengan KOH 10% bila sensitif
memperlihatkan elemen jamur berupa hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh
sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit lama
dan atau sudah diobati. Penatalaksanaan secara umum perlu diberikan edukasi
kepada pasien untuk meningkatkan kebersihan badan dan menghindari pakaian
yang tidak menyerap keringat, dan penatalaksanaan secara khusus meliputi
sistemik dan topikal. 1,2,4,6
Berdasarkan hal tersebut, laporan ini akan membahas mengenai kedua
penyakit tersebut, yaitu tinea korporis dan tinea cruris berdasarkan temuan kasus
pada pasien. Laporan ini akan membahas:

5
6
7
AR PUSTAKA

1. Djuanda A. Pioderma. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi


kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. hal 60.
2. Abdullah, Benny. Furunkulosis. In: Dermatologi Pengetahuan
Dasar dan Kasus di Rumah Sakit. SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSU
Haji.Surabaya. 2009. hal 113-115.
3. Timothy G. Bacterial Infection. In: Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 7th Edition. United States of America: The McGraw-Hill
Companies. 2008. pp 1689-1702.
4. Nirwati, Hera, Pembuatan Preparat dan Pengecatan dalam Petunjuk
Praktikum Mikrobiologi, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
5. Strohl, William A, Rouse,H, Fisher, BD, Lippincott’s Illustrated
Reviews: Microbiology, Lippincott William & Wilkins, USA, 2001.
6. Winarni, D. Diktat Teknik Fermentasi. Program Studi D3 Teknik
Kimia FTI-ITS : Surabaya.1997.
7. Suyoso Sunarso, dkk. Furunkel. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Unair. 2005. Hal 29-32.
8. Sterry, Wolfram et al. Bacterial Desease. In: Thieme Clinical
Companions Dermatology. 5th edition. New York: Georg Thieme Veriag. 2006.
pp 73-75.
9. http://www.dermis.net/dermisroot/en/26832/image.htm diakses
pada tanggal 17 Februari 2019.
10. Murtiastutik Dwi (editor), dkk. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke-2 Cetakan kedua. Surabaya: Dep/SMF Kulit dan Kelamin FK
UNAIR/RSUD dr.Soetomo. 2010. Hal 30-32.
11. Cohen P.R et al. Bacterial Infection. In: Harry L.A et al, editor .
Andrews Disease of The Skin: Clinical Dermatology. 10th edition. Philadelphia:
W.B. Saunders Company. 2006. pp 253-254
12. Ray J. Bacterial Infection. In: ABC of Dermatology. Fourth
Edition. London: BMJ Publishing Group Ltd. 2003. pp 90.
13. Atina, rizqa. Management scabies patient with secondary infection
in 7 years old boy.Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2014

Anda mungkin juga menyukai