Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama

dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

sudah sepantasnya penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan khusus,

yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dari kerentanan terhadap

berbagai tindakan diskriminasi dan terutama perlindungan dari berbagai

pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai

upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan

hak asasi manusia universal. Penyandang disabilitas merupakan kelompok

masyarakat yang beragam, diantaranya penyandang disabilitas yang

mengalami disabilitas fisik, disabilitas mental maupun gabungan dari

disabilitas fisik dan mental. Kondisi penyandang disabilitas tersebut mungkin

hanya sedikit berdampak pada kemampuan untuk berpartisipasi di tengah

masyarakat, atau bahkan berdampak besar memerlukan dukungan dan bantuan

dari orang lain. Selain itu penyandang disabilitas menghadapi kesulitan yang

lebih besar dibandingkan masyarakat non disabilitas dikarenakan hambatan

dalam mengakses layanan umum, seperti akses dalam layanan pendidikan,

kesehatan, maupun dalam hal ketenagakerjaan. Kecacatan seharusnya tidak

menjadi halangan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh hak hidup

dan hak mempertahankan kehidupannya. Landasan konstitusional bagi

1
perlindungan penyandang disabilitas di Indonesia, dapat dilihat dalam

ketentuan Pasal 28 A UUD 1945, yakni : "Setiap orang berhak untuk hidup

serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Hak untuk hidup

adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup merupakan

bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat ditawar lagi (non

derogable rights). Hak hidup mutlak harus dimiliki setiap orang, karena tanpa

adanya hak untuk hidup, maka tidak ada hak-hak asasi lainnya. Secara eksplisit

Indonesia juga memiliki Undang Undang Nomor 4 tahun 1997 tentang

Penyandang Cacat yang memberikan landasan hukum secara tegas mengenai

kedudukan dan hak penyandang disabilitas. dalam konsideran UU Penyandang

Cacat ditegaskan bahwa "Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat

Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang

sama". Selain itu hak-hak fundamental berikut kewajiban penyandang

disabilitas juga ditegaskan dalam Pasal 41 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 39

tahun 2004 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang menyebutkan bahwa

: "Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan anak

anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus". Begitu pula

dengan Pasal 42 UU HAM yang berbunyi : "Setiap warga negara yang berusia

lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan,

pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin

kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan

rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara". Seperti yang telah diuraikan pada

2
paragraf di atas, penyandang cacat memiliki kedudukan, hak dan kewajiban

yang sama dengan warga negara non disabilitas. penyandang disabilitas

memiliki hak untuk hidup, dan mempertahankan kehidupnya. Selain hak untuk

hidup, apabila membicarakan isu-isu mengenai hak asasi manusia, kita juga

dapat menemukan bahwa manusia sebagai warga negara memiliki hak sipil dan

politik, serta memiliki hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak Sipil dan politik

dipandang sebagai hak-hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada

setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar

manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan

politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara, yang meliputi :

Hak hidup, Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, Hak

bebas dari perbudakan dan kerja paksa, Hak atas kebebasan dan keamanan

pribadi, Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah, Hak atas pengakuan dan

perlakuan yang sama dihadapan hukum, Hak untuk bebas berfikir,

berkeyakinan dan beragama, Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi,

Hak untuk berkumpul dan berserikat, dan Hak untuk turut serta dalam

pemerintahan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian disabilitas ?
2. Apa saja program penanganan atau pelayanan bagi penyandang disabilitas?
3. Apa pengertian ASODK?
4. Apa ciri- ciri dan jenis penyandang disabilitas?
5. Bagaimana dampak yang dirasakan penyandang disabilitas?
6. Bagaimana pelaksanaan program ASODK?

3
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari penyandang disabilitas
2. Mengetahui program-program apa saja yang tepat bagi penyandang
disabilitas
3. Mengetahui pengertian ASODK
4. Memahami ciri-ciri dan jenis dari penyandang disabilitas
5. Mengetahui dampak apa saja yang dialami oleh penyandang disabilitas
6. Memahami alur dan pelaksanaan dari program ASODK bagi penyandang
disabilitas

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. PENGERTIAN DISABILITAS

Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan


fisik/mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya melakukan kegiatan secara selayaknya.
2 Menurut WHO tahun 1980 membagi pengertian penyandang cacat dalam 3 hal,
yaitu :
3 a. Impairment : diartikan sebagai suatu kehilangan atau ketidaknormalan baik
psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis.
4 b. Disability : suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan
tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi
impairment yang berhubungan dengan usia dan masyarakat dimana seseorang
berada.
5 c. Handicap : kesulitan/kesukaran dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat baik dibidang social ekonomi maupun psikologi yang dialami oleh
seseorang yang
6 disebabkan oleh ketidakabnormalan psikis, fisiologis maupun tubuh dan ketidak
mampuannya melaksanakan kegiatan hidup secra normal.
7 Singkatnya Impairment mencakup dimensi fisik, Disability mencakup
dimensi aktivitas personal dalam aktivitas sehari-hari (ADL) sedangkan Handicap
mencakup dimensi peranan social.
8 Menurut Syech (1933)
9 Penyandang cacat tubuh adalah keadaan yang terjadi sebagai akibat lanjut
proses penyakit yang mengakibatkan kerusakan jasmani atau rohani yang tidak
reversible dan dalam hal ini terdapat suatu kelainan fungsi dari alat-alat yang
bersangkutan.

5
10 Menurut NAWS : Disability may be defined as a reduction in personal coping and
adaptive function that causes significant limitation in overall daily
living. (Kecacatan dapat didefinisikan sebagai keadaan berkurangnya fungsi
pribadi dalam memenuhi kebutuhan dan daya penyesuaiannya sehingga
menyebabkan keterbatasan dalam keseluruhan penampilan hidup sehari-hari).
2. PENGERTIAN ASODK

Program ASODK diarahkan untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar


hidup dan perawatan sehari-hari penyandang disabilitas berat yang mencakup
pemenuhan kebutuhan dasar hidup dan perawatan sehari-hari berupa sandang,
pangan, air bersih, dan keperluan sehari-hari agar taraf kesejahteraan hidupnya
dapat terpenuhi secara wajar.Salah satu tugas pelaksana dalam program ASODK
yaitu untuk memantau ketepatan penerima, proses penyaluran dana, pemanfaatan
dana dan untuk mengetahui hambatan yang dialami dalam penerimaan bantuan
asistensi. Pantauan dilakukan dengan cara kunjungan lapangan, telpon, dan
berdasar pengaduan masyarakat. Wawancara dengan petugas pelaksana
ditemukan, bahwa mereka melakukan pemantauan dengan kunjungan lapangan
setiap tiga bulan sekali. Para petugas pelaksana selaku informan dalam penelitian
ini menjelaskan, kunjungan tersebut bertujuan untuk mengetahui secara langsung
kondisi ODK, dan mengetahui pemanfaatan bantuan yang telah diterima. Jika tidak
sesuai dengan program yang ditetapkan, diperlukan adanya pemecahan masalah
bagi yang bersangkutan. Kegiatan memantau dengan kunjungan ke rumah
(homevisit) juga dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan keberadaan ODK,
sehingga apabila terdapat ODK yang telah meninggal akan digantikan ODK yang
lainnya (resertifikasi).

B. PROGRAM PENANGANAN / PELAYANAN SOSIAL BAGI


PENYANDANG DISABILITAS

1. Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Keluarga (Family Based)

6
Suatu sistem pelayanan menitik beratkan pada peran keluarga dengan
mendayagunakan secara optimal sumber dana, daya, prakarsa dan potensi keluarga
untuk mendukung meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat.

2. Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (Community-Based)


Suatu sistem pelayanan yang bertumpu pada peran dan pemberdayaan masyarakat,
tokoh masyarakat, Organisasi Sosial, LSM, dan lainnya. Untuk membantu penyandang
cacat memenuhi kebutuhan dan haknya.

3. Sistem Pelayanan Berbasis Panti/ Institusi (Institutional-Based)


Suatu sistem pelayanan bagi penyandang cacat dalam asrama/ suatu penampungan
(panti) dengan berbagai fasilitasnya, meliputi pemberian bimbingan fisik, mental,
sosial, intelektual, serta keterampilan.
a. POTENSI DAN SISTEM SUMBER
Sistem Sumber Informal : Sistem sumber informal atau alamiah dapat berupa
keluarga, teman, tetangga, maupun orang lain yang bersedia membanru.
Bantuan yang dapat diperoleh dari sumber alamiah adalah dukungan
emosional, kasih sayang, nasehat, informasi dan pelayanan-pelayanan lainnya.
Sistem Sumber Formal : Sistem sumber formal adalah keanggotaannya
didalam suatu organisasi atau asosiasi formal yang bertujuan untuk
meningkatkan minat anggota mereka. Seperti, memberikan kesempatan untuk
belajar di sekolah-sekolah khusus penyandang cacat, membantu menunjang
kebutuhan dalam pelayanan dan rehabilitasi, menyediakan fasilitas pelatihan
vokasoinal, bimbingan kerja sesuai dengan keterampilannya.
Sistem Kemasyarakatan : Sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah
sakit, badan-badan adopsi, panti-panti rehabilitasi sosial, program-program
pelatihan tenaga kerja, pelayanan-pelayanan sosial resmi, pusat-pusat
perawatan anak, penempatan-penempatan tenaga kerja, dan program-program
tenaga kerja.

7
Serta pihak terkait dengan badan-badan pemerintah dan pelayanan-pelayanan umum
lainnya, seperti perpustakaan umum, kepolisian, tempat-tempat rekreasi dan pelayanan
perumahan.

C. CIRI-CIRI DAN JENIS PENYANDANG DISABILITAS


1. Penyandang Cacat Fisik, yaitu individu yang mengalami kelainan kerusakan fungsi
organ tubuh dan kehilangan organ sehingga mengakibatkan gangguan fungsi tubuh.
Misalnya gangguan penglihatan, pendengaran, dan gerak.
2. Penyandang Cacat Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan mental dan
atau tingkah laku akibat bawaan atau penyakit. Individu tersebut tidak bisa
mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum dilakukan orang lain (normal),
sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
3. Penyandang Cacat Fisik dan Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan
fisik dan mental sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh,
penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara serta mempunyai kelainan
mental atau tingkah laku, sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari selayaknya.

FAKTOR PENYEBAB

1. Penyandang Cacat Fisik :


a. Tuna Netra
Masa Prenatal :
- Akibat penyakit campak Jerman. Jika menyerang ibu yang sedang hamil 1-3 bulan,
besar kemungkinan bayinya lahir dalam keadaan tuna netra.
- Akibat penyakit Syphilis, bayi yang ada dalam kandungan kemungkinan terlahir
dengan keadaan tuna netra.
- Akibat kecelakaan, keracunan obat2an/zat kimia, sinar laser, minuman keras yg
mengakibatkan kerusakan janin khususnya pada bagian mata.
- Infeksi virus Rubella, toxoplasmosis.
- Malnutrisi berat pada tahap embrional minggu ke 3 sampai ke 8.

8
Masa Natal :
- Kerusakan mata atau syaraf mata pada saat proses kelahiran. Terjadi karena proses
kelahiran yang sulit, sehingga bayi harus keluar dengan bantuan alat (vakum).
- Ibu menderita penyakit Gonorrchoe, sehingga kuman gonococcus (GO) menular pada
bayi saat kelahiran.
- Retrolenta Fibroplasia yang disebabkan karena bayi lahir sebelum waktunya,
sehingga diberikan konsentrasi oksigen yang tinggi dalam inkubator.
Masa Perkembangan :
- Kekurangan vitamin A.
- DM, menyebabkan kelainan retina.
- Darah tinggi ; pandangan rangkap/kabur.
- Stroke ; kerusakan syaraf mata.
- Radang kantung air mata, radang kelenjar kelopak mata, hemangiona,
retinoblastoma, efek obat/zat kimiawi.

b. Tuna Rungu
Masa Prenatal :
- Salah satu dari orang tua penderita merupakan pembawa sifat abnormal.
- Ibu yang sedang mengandung mengalami sakit pada masa 3 bulan pertama kehamilan,
yaitu pada masa pembentukan ruang telinga.
- Keracunan obat-obatan.
Masa Natal :
- Kesulitan pada saat melahirkan, sehingga harus dibantu oleh beberapa alat.
- Kelahiran prematur.
Masa Perkembangan :
- Ketulian karena terjadinya infeksi, difteri, dan morbili.
- Karena kecelakaan yang mengakibatkan rusaknya alat pendengaran bagian dalam.

c. Tuna Daksa
Masa Prenatal :

9
- Anoxia prenatal, disebabkan pemisahan bayi dari placenta, penyakit anemia, kondisi
jantung yang gawat, shock, percobaan abosrtus.
- Gangguan metabolisme pada ibu.
- Kromosom, gen yang tidak sempurna.
- Pembelahan sel telur, sperma yang kualitasnya buruk.
Masa Natal :
- Kesulitan saat persalinan karena letak bayi sungsang, atau pinggul ibu terlalu kecil.
- Pendarahan pada otak saat kelahiran.
- Kelahiran prematur.
- Gangguan pada placenta yang dapat mengurangi oksigen sehingga mengakibatkan
terjadinya anorexia.
Masa Perkembangan :
- Faktor penyakit ; meningitis, radang otak, diptheri, partusis dll
- Faktor kecelakaan.
- Pertumbuhan tubuh/tulang yang tidak sempurna.

2. Penyandang Cacat Mental :


a. Tuna Laras
Masa Prenatal :
- Disfungsi kelenjar endokrin dapat mempengaruhi gangguan tingkah laku.
- Berupa kelainan atau kecacatan baik tubuh maupun sensoris yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang.
Masa Natal : -
Masa Perkembangan :
- Setiap memasuki perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai tantangan
atau krisis emosi.

b. Tuna Grahita
Masa Prenatal :
- Infeksi Rubella (cacar Jerman), Rubella telah menggantikan sifilis sebagai penyebab
utama tunagrahita yang disebabkan oleh infeksi maternal.

10
- Penyakit inklusi sitomegalik, anak-anak dengan tunagrahita dari penyakit
ini seringkali memiliki klasifikasi serebral, mikrosefali, atau hidrosefalus.
- Sifilis, sifilis pada wanita hamil dahulu merupakan penyebab utama berbagai
perubahan neuropatologis pada keturunannya, termasuk tuna grahita.
- Toxoplasmosis, dapat ditransmisikan dari ibu kepada janinnya.
- Herpes simpleks, dapat ditransmisikan transplasental, walaupun cara yang paling
sering adalah selama kelahiran.
- Sindroma AIDS, banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah cukup bulan karena
terjadi lahir mati dan abortus spontan.
- Gejala putus zat pada bayi adalah iritabilitas, hipertonia, tremor, muntah, tangisan
dengan nada tinggi, dan kelainan pola tidur.
Masa Natal :
- Disebabkan oleh kejadian yang terjadi saat kelahiran adalah luka-luka pada saat
kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir prematur.
Masa Perkembangan :
- Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya; meningitis (peradangan pada selaput otak)
dan problema nutrisi (kekurangan gizi, misalnya kekurangan protein yang diderita bayi
dan awal masa kanak-kanak), cedera kepala yang disebabkan karena kendaraan
bermotor yang dapat menyebabkan kecacatan mental.

3. Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda) :


a. Tuna Ganda
Masa Prenatal :
- Ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan
ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu yang
kekurangan gizi pada saat sedang mengadung, serta terlalu banyak menkonsumsi obat
dan alkohol.
Masa Natal :
- Kelahiran prematur dan kekurangan oksigen
- Terdapat luka pada otak saat kelahiran.
Masa Perkembangan :

11
- Kepala mengalami kecelakaan kendaraan ,jatuh ,dan mendapat pukulan atau siksaan.
- Anak tidak dirawat dangan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang
sama, sehingga dapat berpengaruh tehadap otak (meningitis atau encephalities).

KLASIFIKASI PENYANDANG DISABILITAS

Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, berbagai faktor


penyebab serta permasalahan kecacatan, maka jenis-jenis kecacatan dapat di
kelompokkan sebagai berikut :
1. Penyandang Cacat Fisik
a. Tuna Netra
Berarti kurang penglihatan. Keluarbiasaan ini menuntut adanya pelayanan
khusus sehingga potensi yang dimiliki oleh para tuna netra dapat berkembang
secara optimal.
b. Tuna Rungu/ Wicara
Tuna Rungu, ialah individu yang mengalami kerusakan alat atau organ
pendengaran yang menyebabkan kehilangan kemampuan menerima atau
menangkap bunyi serta suara. sedangkan Tuna Wicara, ialah individu yang
mengalami kerusakan atau kehilangan kemampuan berbahasa, mengucapkan
kata-kata, ketepatan dan kecepatan berbicara, serta produksi suara.
c. Tuna Daksa
Secara harfiah berarti cacat fisik. Kelompok tuna daksa antara lain
adalah individu yang menderita penyakit epilepsy (ayan), kelainan tulang
belakang, gangguan pada tulang dan otot,serta yang mengalami amputasi.

2. Penyandang Cacat Mental


a. Tuna Laras
Dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi. Gangguan
yang muncul pada individu yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti diri
sendiri, suka menyerang teman, dan lainnya.
b. Tuna Grahita

12
Sering dikenal dengan cacat mental yaitu kemampuan mental yang berada di
bawah normal. Tolak ukurnya adalah tingkat kecerdasan atau IQ. Tuna grahita dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik :
Eks psikotik penderita gangguan jiwa, sering mengganggu.
Kadang masih mengalami kelainan tingkah laku.
Penyandang Cacat Mental Retardasi :
Tuna Grahita Ringan (Debil)
Tampang dan fisiknya normal, mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga
termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca,
menulis dan berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan
pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.
Tuna Grahita Sedang (Embisil)
Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tuna
grahita yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50.
Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas II SD Umum.
Tuna Grahita Berat (Idiot)
Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima
pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita berat termasuk kelompok mampu
rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka
membutuhkan bantuan orang lain.

3. Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda)


a. Tuna Ganda
Kelompok penyandang jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis
keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu sekaligus,
penyandang tuna daksa disertai dengan tuna grahita atau bahkan sekaligus.

13
D. DAMPAK DISABILITAS
Secara umum permasalahan penyandang cacat dapat dibagi dalam dua katagori
sbb :
1. Permasalahan yang berasal dari dalam diri penyandang cacat itu sendiri, antara
lain :
a. Kurangnya pemahaman akan diri sendiri oleh penyandang cacat, sehingga tidak
tahu apa potensi yang dimiliki dan bagaimana cara mengembangkannya.
b. Merasa rendah diri (inferiority complex) serta merasa mengalami kesialan karena
kecacatannya, sehingga jarang bergaul dengan orang-orang di sekelilingnya.
c. Terjadinya diskriminasi sosial serta kurangnya minat untuk menuntut ilmu di
jenjang pendidikan formal karena kesulitannya untuk menyesuaikan diri dalam proses
belajar-mengajar.
d. Keadaan ekonomi lemah karena tidak ada sumber penghasilan menetap.
e. Keterasingan secara sosial, sehingga mereka cenderung menarik diri, merasa
rendah diri, dan terkadang menimbulkan perilaku agresif dan implusive.
f. Mengalami keterlambatan dan keterbatasan fungsi kecerdasan.
g. Secara emosi, individu yang mengalami kecacatan akan lebih sensitif perasaanya.
Sehingga, mudah tersinggung dan sering meratapi kekurangannya.

2. Permasalahan yang berasal dari luar diri penyandang cacat, antara lain :
a. Masyarakat, aparatur pemerintah dan dunia usaha masih banyak yang belum
memahami eksistensi penyandang cacat sebagai potensi Sumber Daya Manusia
sehingga diabaikan.
b. Stigma dalam masyarakat, memiliki anggota keluarga cacat marupakan aib,
memalukan, menurunkan harkat dan martabat keluarga.
c. Pandangan masyarakat bahwa penyandang cacat sama dengan orang sakit, perlu
perlakuan khusus sehingga memperoleh perlindungan berlebihan dan menimbulkan
ketidakmandirian.
d. Perlakuan masyarakat diskriminatif dalam berbagai hal termasuk dalam rekruitmen
tenaga kerja.

14
e. Aksesibilitas penyandang cacat baik aksesibilitas fisik maupun aksesibilitas non
fisik yang tersedia sangat terbatas.

E. PELAKSANAAN PROGRAM ASODK

1. Unsur-unsur pelaksana ASODK


a. Lembaga/Instansi di tingkat pusat 35 1) Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang
Dengan Kecacatan, Ditjen Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial sebagai
penanggung jawab pelaksanaan kegiatan pemberian ASPDB. 2) KPPN, Ditjen
Perbendaharaan Negara, Kementrian Keuangan sebagai penanggung jawab. 3)
Pihak penyalur dana sebagai penanggung jawab penyaluran. 4) DPP PPDI sebagai
pemantau pelaksanaan kegiatan.
b. Lembaga/instansi tingkat provinsi 1) Dinas/instansi sosial provinsi sebagai
penanggung jawab pelaksanaan kegiatan di provinsi. 2) DPD PPDI sebagai
pemantau pelaksanaan kegiatan di provinsi.
c. Lembaga/instansi kabupaten/kota 1) Dinas/instansi sosial kabupaten/kota sebagai
penanggung jawab pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota. 2) DPC PPDI atau
orsos kecacatan setempat sebagai pementau pelaksanaan kegiatan di
kabupaten/kota. 3) Kecamatan: seksi kesejahteraan sosial atau seksi suku dinas
sosial kecamatan atau sederajat sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan
di kecamatan. 4) Desa/kelurahan: kepala desa/lurah sebagai penanggung jawab
pelaksanaan kegiatan di desa/kelurahan. 5) Unsur masyarakat sebagai sumber
informasi, baik secara perseorangan, kelompok ataupun organisasi seperti: tokoh
agama, organisasi-organisasi penyandang disabilitas lokal, karang taruna, 36
forum komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Tenaga Kesejahteraan
Sosial Kecamatan (TKSK), Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat
(WKSBM), Rehabilitasi berbasis Masyarakat, dan tim penggerak PKK.
d. Pendamping 1) Pendamping adalah penduduk setempat yang berstatus bukan
pegawai negeri sipil antara lain: a) Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). b)
Organisasi sosial penyandnag disabilitas. c) Pengurus karang taruna. d) Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK)

15
e. e) Kader Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RMB) f) Penggerak Kesejahteraan
Keluarga (PKK) 2) Kompetensi Pendamping adalah: a) Berpendidikan minimal
SLTA/sederajat. b) Diutamakan memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam
menangani masalah kedisabilitasan. c) Memiliki motivasi tinggi dan komitmen
untuk melaksanakan tugas. d) Memiliki kemampuan berkomunikasi dan menjalin
relasi sosial yang harmonis dengan berbagai pihak di lingkungan masyarakat. e)
Tidak sedang menjadi pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan
Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). 37 3) Seleksi dan pengangkatan
pendamping dilakukan oleh dinas/instansi sosial kabupaten/kota. Pendamping
ditetapkan melalui surat keputusan kepala dinas/instansi sosial kabupaten/kota,
serta berkoordinasi dengan dinas/instansi sosial provinsi. Adapun tugas
pendamping adalah sebagai berikut: a) Mensosialisasikan kegiatan pemberian
ASPDB kepada keluarga/wali dan masyarakat lingkungannya tentang bantuan
dana dari kementrian sosial. b) Membantu menginformasikan pencairan dana
ASPDB. c) Melakukan kunjungan kepada keluarga/wali ASPDB sesuai dengan
kebutuhan sekurang-kurangnya satu bulan sekali, dengan mengisi format yang
telah ditetapkan. d) Menyusun laporan kegiatan dan hasil kunjungan ke penerima
ASPDB sesuai dengan format yang telah ditentukan. Laporan kegiatan dibuat
dalam rangkap dua, dikirim kepada pelaksana kabupaten/kota dan arsip
sebagaiamana format yang telah disediakan. e) Melakukan
pendataan/pemutakhiran data untuk penggantian penerima ASPDB bagi yang
sudah meninggal, tidak sesuai kriteria dan pindah alamat. Penggantian penerima
harus sesuai dengan kriteria dan dilengkapi persyaratan antara lain: a. mengisi
formulir pendataan melalui wawancara dengan keluarga/wali 38 b. membuat foto
berwarna calon penerima ASPDB seluruh badan dan foto tempat tinggal
wali/keluarga. c. Melampirkan semua persyaratan seperti foto copy kartu keluarga
dan kartu tanda penduduk.

2. Tahapan Pelaksanaan ASODK


Berdasarkan pedoman pelaksanaan pemberian Asistensi Sosial bagi Penyandang
Disabilitas Berat tahapan pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut:

16
a. Sosialisasi kegiatan Sosialisasi kegiatan adalah penyampaian informasi dan
penjelasan tentang pelaksanaan Kegiatan Pemberian (ASPDB) melalui pertemuan
yang sifatnya formal, informal melalui media informasi baik cetak maupun
elektronik.
b. Pemutakhiran Data Seluruh data penerima ASPDB yang telah ditetapkan akan
menjadi data dasar utama (master data base) ASPDB dan merupakan daftar resmi.
Pemutakhiran data ini dapat dilakukan melalui: 1) Pendataan. Adalah proses
pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang calon
penerima ASPDB dan keluarganya. Pendataan dilakukan dengan menggunakan
instrumen pendataan penyandnag disabilitas dari Kementrian Sosial Republik
Indonesia, yakni berupa: a) Foto seluruh badan satu lembar yang menggambarkan
kondisi kedisabilitasan b) Kondisi foto rumah atau tempat tinggal penyandang
disabilitas. c) Foto copy kartu keluarga satu lembar. d) Foto copy akta
kelahiran/keterangan lahir atau KTP bagi penyandang disabilitas bagi yang sudah
memiliki satu lembar. e) Foto copy KTP wali satu lembar. 29 2) Pengusulan dan
penetapan penerima ASPDB. a) Dinas atau instansi sosial kabupaten/kota
melakukan verifikasi usulan calon penerima ASPDB dengan cara melakukan
penelaahan data calon penerima ASPD. Data yang sudah diverifikasi selanjutnya
diinput kedalam daftar hasil verifikasi usulan calon penerima ASPDB dalam
bentuk soft copy. b) Daftar hasil verifikasi usulan calon penerima ASPDB
ditandatangani oleh Kepala Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota yang
selanjutnya diusulkan kepada dinas/instansi provinsi untuk divalidasi.
c. Dinas Sosial Provinsi melakukan validasi kelayakan penerima ASPDB
berdasarkan pada daftar hasil verifikasi usulan calon penerima ASPDB yang
diajukan dinas/instansi sosial kabupaten/kota yang disertai data dukungnya. d)
Kementrian Sosial RI menetapkan dan mengesahkan penerima ASPDB melalui
penerbitan surat keputusan. e) Data dukung identitas calon penerima ASPDB
diserahkan dan diarsipkan di dinas sosial provinsi dan dikirim melalui email ke
Kementrian Sosial RI Direktorat RSODK dalam bentuk file pdf. f) Apabila dalam
masa penyaluran ASPDB terjadi penggantian penerima maka pengusulan
dilakukan oleh dinas/instansi sosial kabupaten/kota ke Kementrian Sosial RI cq.

17
Direktorat RSODK 30 untuk dilakukan penetapan yang ditembuskan ke dinas
sosial provinsi. g) Apabila sampai pada tanggal penetapan pada tahun berjalan
dinas/instansi sosial provinsi dan kabupaten/kota tidak menyerahkan data baru
untuk penetapan penerima ASPDB maka daata penerima lama akan ditetapkan
sebagai penerima ASPDB tahun berjalan. h) Apabila pada pelaksanaannya
ditemukan kesalahan dalam penetapan penerima ASPDB, maka Kepala
Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota mengajukan usulan penggantian kepada
Kementrian Sosial RI. 3) Pemberhentian dan penggantian penerimaan ASPDB. a)
Pemberhentian penerima ASPDB dapat dilakukan jika: 1. Penerima meninggal
dunia, yang dinyatakan dengan surat keterangan kematian dari kepala desa/lurah.
2. Penerima pindah alamat ke kabupaten/kota lain yang bukan merupakan wilayah
kegiatan ASPDB, dengan surat keterangan pindah alamat dari desa/kelurahan. 3.
Penerima tidak sesuai dengan kriteria penyandang disabilitas berat berdasarkan
laporan hasil resertifiasi, supervisi, monitoring dan evalusi petugas, maupun
pengaduan masyarakat. 4. Dana ASPDB tidak diambil dalam 3 tahap pencairan
secara berturut-turut maka akan dilakukan penggantian kepada calon 31 penerima
pada daftar tunggu kabupaten/kota yang bersangkutan. 5. Pemberhentian
penerima ASPDB dilakukan dengan menerbitkan berita acara pemberhentian
ASPDB. b) Penggantian penerima dilakukan dengan cara: 1. Pendamping
melaporkan dan mengajukan penggantian kepada dinas/instansi sosial
kabupaten/kota. 2. Dinas/instansi sosial kabupaten/kota mengusulkan penggantian
penerima ASPDB dan menyampaikan ke Kementrian Sosial RI dengan tembusan
ke dinas/instansi sosial provinsi. 3. Kementrian sosial menetapkan dan mensahkan
penggantian penerima ASPDB sebelum tahap pencairan melalui surat keputusan
dan menyampaikan ke pihak penyalur pusat dengan tembusan kepada
dinas/instansi sosial kabupaten/kota dan dinas/instansi sosial provinsi. 4. Pihak
penyalur pusat menerbitkan nomor rekening untuk penerima pengganti. c.
Penggantian wali dilakukan apabila terjadi penyalahgunaan ASPDB oleh wali,
wali pindah alamat, wali sulit ditemui atau bekerja diluar daerah atau meninggal
dunia. c. Penyaluran asistensi sosial 1) Penyaluran akan dilaksanakan apabila
penerima bantuan telah ditetapkan melalui surat keputusan rehabilitasi sosial

18
orang dengan 32 kecacatan dan juga telah mendapatkan nomor rekening dari pihak
penyalur. 2) Apabila penerima meninggal dunia pada tahun berjalan sebelum
menerima bantuan, maka bantuan tersebut masih menjadi haknya hingga pada saat
bulan yang bersangkutan meninggal dunia berdasarkan surat keterangan kematian.
3) Apabila penerima meninggal dunia pada penyaluran tahap ke tiga dan tidak ada
usulan penggantian maka dana ASPDB dikembalikan ke kas negara. 4) Apabila
dana ASPDB tidak dicairkan selama tiga tahappencairan, maka diberikan waktu
pengambilan dana hingga akhir bulan maret berikutnya. Jika sampai batas waktu
tersebut dana ASPDB tidak diambil, maka akan dikembalikan ke kas negara. d.
Pengaduan melalui unit pengaduan masyarakat Warga masyarakat atau organisasi
sosial yang ingin menyampaikan pengaduan dan atau saran-saran berkaitan
dengan pelaksanaan kegiatan pemberian ASPDB dapat menyampaikan melalui
telepon atau fax ke: 1) Dinas/instansi sosial provinsi/kabupaten/kota setempat. 2)
Kementrian sosial cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan di
Jakarta melalui nomor telepon: 021-3913335 faksimile: 021-3100438 email:
odk@kemsos.go.id. e. Sanksi Diberikan kepada: 1) Pelaksana Provisi dan
kabupaten/kota apabila: 33 a) Mengajukan dana tidak sesuai dengan kebutuhan
program/data fiktif/manipulasi data atau tidak sesuai kriteria, maka akan
dilakukan evaluasi kelayakan untuk dapat menerima program ASPDB pada tahun
berikutnya. b) Tidak mengirimkan laporan pelaksanaan ASPDB pada tahun
berikutnya akan dilakukan evaluasi kelayakan untuk dapat menerima program
ASPDB pada tahun berikutnya. c) Melakukan pemotongan atau pungutan tidak
resmi terhadap bantuan dimaksud maka akan diproses secara hukum. d)
Melakukan pemotongan atau tidak membayar honor pendamping program
ASPDB maka akan diproses secara hukum. 2) Pendamping apabila: a) Tidak
melakukan tugas-tugas pendampingan. b) Melakukan pelanggaran atau tidak
melaporkan adanya pelanggaran hak-hak penyandang disabilitas
(misalnya:melakukan penelantaran, pelecehan, tindak kekerasan, eksploitasi, dsb)
c) Mengajukan data tidak sesuai dengan kebutuhan program/data fikir atau tidak
sesuai kriteria. d) Melakukan pemotongan atau pungutan tidak resmi terhadap
bantuan ASPDB. Sanksi berupa: (1)Teguran lisan (2)Teguran tertulis

19
(3)Mengembalikan uang hak penerima ASPDB (4)Diberhentikan sebagai
pendamping 34 (5)Diproses secara hukum 3) Pihak penyalur dana apabila tidak
menyalurkan dana ASPDB sesuai dengan kesepakatan dan pihak penyalur harus
mengembalikan bantuan yang tidak tersalurkan kepada kas negara melalui
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan. 4) Dinas/Instansi Sosial
kabupaten/kota apabila: dana ASPDB tidak terserap sampai akhir tahun anggaran
penyaluran maka program ASPDB pada Kabupaten/Kota yang bersangkutan akan
dialihkan kepada Kabupaten/Kota lain.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Program ASODK dikatakan kurang efisien dari segi waktu pemberian dana
dan jumlah karena tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari bagi klien.
Seharusnya dilakukan setiap bulan dan tidak terlambat dalam pemberian
bantuan, namun ketepatan sasaran, sesuai dengan target yang didistribusikan
terhadap sejumlah 445 orang penerima ASODK. Program ASODK dikatakan
efektif, karena program yang dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi
yang menerima.
2. Dengan adanya program tersebut para ODK penerima bantuan ternyata
mengalami perubahan yang lebih baik yang ditandai dengan perubahan pola
makan dan penambahan gizi serta peningkatan kesehatan. Disamping itu ada
perubahan perilaku keluarga, setelah pemberian ASODK penyandang tidak
lagi disembunyikan dan keluarga lebih terbuka.
3. Keadilan, yaitu bantuan ASODK diberikan sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan tanpa memandang latar belakang penyandang, bantuan ASODK
diberikan sesuai daftar tunggu (waiting list).
4. Daya tanggap, artinya ada kepedulian petugas pelaksana dan pendamping
untuk melakukan sosialisasi, home visit, bimbingan kepada keluarga yang
memiliki anggota keluarga disabilitas dan masyarakat lebih terbuka dan
berperan dalam menginformasikan apabila ada anggota keluarganya yang
penyandang disabilitas.
B. SARAN
Dapat terpenuhinya kebutuhan dasar hidup dan perawatan sehari-hari
penyandang disabilitas berat (sandang, pangan, air bersih, perawatan sehari hari)
agar taraf kesejahteraan hidupnya dapat terpenuhi secara wajar. Serta tumbuhnya
kepedulian keluarga dan masyarakat dalam melakukan perawatan dan bimbingan

21
sosial bagi penyandang disabilitas berat. Tumbuhnya upaya-upaya pemenuhan
hak-hak penyandnag disabilitas berat.

22
DAFTAR PUSTAKA

23

Anda mungkin juga menyukai