Anda di halaman 1dari 19

KENAKALAN REMAJA

BAB I

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan
fundamental. Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing
anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orangtuanya.
Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila
kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan
sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritik yang berarti bahwa bila
periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang
menunjukkan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri kepribadian yang
terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk sosial untuk
mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang
di lingkungannya.
Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menepati kedudukan
yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital
dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap
kritisnya. Keluarga yang gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan meupuk kebencian, rasa tidak
aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat
menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau
tersesat jalannya.
Dalam makalah ini penulis menyajikan mengenai pengaruh keluarga terhadap kenakalan remaja dan
beberapa penanggulangannya.

BAB II
PEMBAHASAN

I. PERANAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK.


Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan
ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai
orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai fungsi tertentu.
Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan individu menolong mencapai tujuan
bersama dan bila tercapai maka semua anggota mengenyam " Apakah peranan masing-masing "
- Peranan ayah:
1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi.
2. Penghubung dengan dunia luar.
3. Pelindung terhadap ancaman dari luar.
4. Pendidik segi rasional.
- Peranan Ibu :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang.
2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidik segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.
- Peranan anak laki-laki dan wanita.
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah
pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan
tanggung jawab orang tuanya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :

 Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai
proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki
arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan
tujuan hidupnya.
 Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian
dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya. Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan
merasa terancam dan penuh rasa takut.
 Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah dia
mengalami pertama-tama mengalami hubungan dengan manusia dan memperoleh
representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin
diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan
seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan
keluarga bukan menjadi suatu realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian
kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.
 Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan lainnya.
Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak dapat dengan tibatiba digantikan
dengan orang lain.
 Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari dan
menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai
luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan
diri.
 Pengenalan didalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal dunia
sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar keluarga dimungkinkan efektifitasnya karena
pengalamannya dalam keluarga.
 Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan
bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan kewajiban dan tanggung jawabnya
sehingga keluarga menjadi tempat pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip
kehidupan tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan.
 Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban masalah,
mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional, mendapatkan
dukungan spritual dan sebagainya.

 Dalarn keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih, pengertian,
rasa hormat menghormati clan rasa merniliki.
 Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi, menyalurkan kreatifitas dan
sebagainya. Pengalaman dalam interaksi sosial pada keluarga akan turut menentukan pola
tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi sosial
didalarn kelompok karena beberapa sebab tidak lancar kemungkinan besar interaksi
sosialnya dengan masyarakat pada umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar.

Keluarga mempunyai peranan dalam proses sosialisasi dernikian pentingnya


peranan keluarga maka disebutkan bahwa kondisi yang menyebabkan peran
keluarga dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut :

1. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi to face secara tetap,
dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan sesama oleh orang
tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan cinta
kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat melahirkan hubungan emosional antara
orangtua dan anak.
3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka orangtua memainkan
peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.

II. PENGERTIAN KENAKALAN ANAK/ REMAJA


Kenakalan remaja merupakan perbuatan pelanggaran norma-norma baik norma hukum
maupun norma sosial. Menurut Paul Moedikdo,SH kenakalan remaja adalah :
1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak
merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri,
menganiaya dan sebagainya.
2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan
keonaran dalam masyarakat.
3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.

Adapun gejala-gejala yang dapat memperlihatkan hal-hal yang mengarah


kepada kenakalan remaja :

a. Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga anak tersebut menyendiri.
Anak yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi.
b. Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau di sekolah.
Menghindarkan diri dari tanggung jawab biasanya karena anak tidak menyukai pekerjaan
yang ditugaskan pada mereka sehingga mereka menjauhkan diri dari padanya dan mencari
kesibukan-kesibukan lain yang tidak terbimbing.
c. Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengalami masalah yang oleh
dia sendiri tidak sanggup mencari permasalahannya. Anak seperti ini sering terbawa kepada
kegoncangan emosi.
d. Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam melewati batas yang berbeda dengan
ketakutan anal-anak normal.
e. Anak-anak yang suka berbohong.
f. Anak-anak yang suka menyakiti atau mengganggu teman-temannya di sekolah atau di
rumah.
g. Anak-anak yang menyangka bahwa semua guru mereka bersikap tidak baik terhadap mereka
dan sengaja menghambat mereka.
h. Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian.

III. PENGARUH KELUARGA TERHADAP KENAKALAN ANAK


Pengaruh keluarga dalam kenakalan remaja adalah :
a) Keluarga yang Broken Home
Masa remaja adalah masa yang diamana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia mau
menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula
remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa
membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan
dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa
fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa
kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang
kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai
oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan
yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebaginya. Masalah keluarga yang
broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar
kehidupan seorang anak.
Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian
yang vital dari kehidupannya.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:

b) Orang tua yang bercerai


Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai
oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak
mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan
suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu
membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu
menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam
dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing
anpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.

c) Kebudayaan bisu dalam keluarga


Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga.
Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling
mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan
bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan yang
sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa
frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog
dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal
yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya
dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu
mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat
penting.
Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa
berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar
yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya.
Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum mampu
menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal
dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.
d) Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam
perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari
masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan
pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan
kehendaknya sendiri.
Suasana perang dingin dapat menimbulkan :

1. Rasa takut dan cemas pada anak-anak.


2. Anak-anak menjadi tidak betah dirumah sebab merasa tertekan dan bingung serta tegang.
3. Anak-anak menjadi tertutup dan tidak dapat mendiskusikan problem yang dialami.
4. Semangat belajar dan konsentrasi mereka menjadi lemah.
5. Anak-anak berusaha mencari kompensasi semu.
6. Pendidikan yang salah

a. Sikap memanjakan anak


Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang
anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai
fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat
pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu diberikan
akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah untuk meletakkan dasar dan
arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan mengembangkan kedewasaan pribadi anak
tersebut. Anak itu menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan
kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya. Sebaliknya
pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi anak.
Salah satu pendidikan yang salah adalah memanjakan anak.
Beberapa faktor yang menyebabkan orang tua memanjakan anaknya yaitu :
a) Orang tua anak tersebut dimanjakan oleh orang tuanya pula sehingga pengalaman itu diwariskan
kepada anaknya.
b) Orang tua mempunyai konsep kebahagiaan yang kurang tepat. Misalnya kebahagiaan diidentik
dengan menyenangkan hati anak-anaknya dengan menuruti semua permintaan mereka dengan
memberi barang-barang lux, uang.
c) Sikap memanjakan dapat disebabkan juga karena orang tua dahulumempunyai pengalaman hidup
yang pahit dan miskin sehingga mereka ingin menghindari anak-anak mereka dari situasi yang serba
sulit.
d) Orang tua yang banyak kegiatan dan bisnis sehingga tidak mempunyai waktu senggang yang cukup
bagi anak-anaknya. Kegiatan overaktif ini dapat menimbulkan rasa bersalah bagi orang tua tersebut
sehingga mereka menuruti semua permintaan atau memberikan barang-barang berharga sebagai
substitusi kasih sayang mereka.
e) Kecendrungan orang tua yang kadang-kadang membedakan anak-anak mereka. Sikap membedakan
biasanya dilatarbelakangi oleh factor pandangan/ kebudayaan tertentu misalnya rasa bangga
terhadap anak lakilaki.
Keadilan orang tua yang tidak merata terhadap anak dapat berupa perbedaan dalam pemberian
fasilitas terhadap anak maupun perbedaan kasih sayang. Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak
adil dapat menyebabkan kekecewaan anak pada orang taunya dan akan merasa iri hati dengan
saudara kandungnya. Dalam hubungan ini biasanya anak melakukan protes terhadap orang tuanya
yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kenakalan.
Berbagai cara orang tua dalam mendidik anak yang menggunakan otoriter dan adapula yang
menggunakan demokrasi. Dalam satu keluarga bisa terjadi perbedaan dalam cara mendidik anak
misalnya anak yang satu dididik secara otoriter dan yang lainnya secara demokratis. Sikap otoriter
yaitu yang menetukan segala-galanya mengenai apa yang harus dilakukan oleh seorang anak setiap
kali anak hanya boleh melakukan satu jenis perbuatan saja, bersifat personal dalam memberikan
pujian dan celaan dan dalam memberikan bimbingan itu orang tua bersifat pasif, tidak turut secara
aktif. Anak–anak yang orang tuanya otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri pasif (sikap menunggu) dan
menyerahkan segala kepada orang lain. Disamping rasa kecemasan dan mudah putus asa dalam
jiwa anak. Sikap yang demokratis adalah memberikan kebebasan terlalu besar kepada anak dalam
batas-batas tertentu; secara aktif orang tua ikut serta dalam memberikan pekerjaan, lebih bersifat
objektif dalam memberikan pujian dan celaan.

b. Anak tidak diberikan pendidikan agama


Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak meberikan pendidikan agama atau mencarikan guru
agama di rumah atau orang tua mau memberikan pendidikan agama dan mencarikan guru agama
tetapi anak tidak mau mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat/mengikuti pendidikan agama
akancenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang yang tidak patuh pada ajaran
agama mudah terjerumus pada perbuatan keji dan mungkar jika ada faktor yang mempengaruhi
seperti perbuatan kenakalan remaja.

3. Anak yang ditolak


Penolakan anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang dewasa secara psikis.
Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak laki-laki tetapi memperoleh anak perempuan. Sering
pula disebabkan oleh rasa tidak senang dengan anak pungut atau anak dari saudara yang
menumpang di rumah mereka. Faktor lain karena anaknya lahir dengan keadaan cacat sehingga
dihinggapi rasa malu. Anak-anak yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga
mereka mudah sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian, dan agresif.

IV. PENGENDALIAN TERHADAP KENAKALAN ANAK


Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga merupakan
lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak
orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
1. Sikap/cara yang bersifat preventif
Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan si anak
daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap yang bersifat
preventif, pihak orang tua dapat memberikan/mengadakan tindakan sebagai berikut :
a) menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b) memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c) pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d) menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu
ikatan keluarga.

Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:


a) Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna.
b) Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif.
c) Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d) Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.
2. Sikap/cara yang bersifat represif
Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan
untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota badan kesejahteraan
keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan anak-
anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan
hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :
a) Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga
menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
b) Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
c) Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi perkembangan
kehidupan anak, apabila dipandang perlu
d) Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jelaslah bahwa kenakalan remaja sangat dipengaruhi oleh keluarga walaupun faktor
lingkungan juga sangat berpengaruh. Faktor keluarga sangatlah penting karena merupakan
lingkungan pertama, lingkungan primer. Apabila lingkungan keluarga tidak harmonis yaitu menglami
hal-hal yang telah disebutkan diatas seperti keluarga broken home yang disebabkan perceraian,
kebudayaan bisu, dan perang dingin serta kesalahan pendidikan akan berpengaruh kepada anak
yang dapat menimbulkan kenakalan remaja. Bagaimanapun kenakalan remaja harus dilakukan
pengendalian karena apabila berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan pada kehidupannya pada
masa yang akan datang. Selain dari pihak keluarga pengendalian kenakalan remaja juga harus
dilakukan dari lingkungan remaja tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Admasasmita, Ramli, 1984, Problema Kenakalan Anak/ Remaja (Juridis,Sosio,Kriminologis),


Armico, Bandung.
2. Ahmadi, H Abu, 1979, Psikologi Sosial, Bina Ilmu, Surabaya.
3. Hamiru la, Ode, 1986, Faktor-Faktor Lingkungan Sosial Dalam Kaitannya Dengan Remaja Nakal
Yang Menyalahgunakan Narkotika Yang Direhabilitasi Pada Panti Rehabilitasi Korban Narkotika,
Surabaya.
4. Mulyono Y, Bambang, 1986, Kenakalan Remaja Dalam Persepektif Pendekatan Sosiologi,
Psikologi, Teologis Dan Usaha Penanggulangan, Andi Offset , Jakarta.
5. ---------, Masalah Penanggulangan Dan Pembinaan Kenakalan RemajaI Premanisme, Ariesta
Printing, Jakarta.
6. Simanjuntak, B, 1984, Latar Belakang Kenakalan Remaja, Alumni, Jakarta.
7. Soekanto Soejono, 1981, Memperkenalkan Sosiologi, CV Rajawali, Jakarta.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak
yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari
keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, atau di lingkungan
pertemanannya.
Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak
dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal
lainnya. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman
sekarang. Meningkatnya tingkat kriminal di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa,
tetapi banyak juga dari kalangan para remaja. Tindakan kenakalan remaja sangat beranekaragam
dan bervariasi dan lebih terbatas jika dibandingkan tindakan kriminal orang dewasa. Juga motivasi
para remaja sering lebih sederhana dan mudah dipahami misalnya : pencurian yang dilakukan oleh
seorang remaja, hanya untuk memberikan hadiah kepada mereka yang disukainya dengan maksud
untuk membuat kesan impresif yang baik atau mengagumkan.
Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat
diatur, bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan
munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa
lain di sepanjang rentang kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian remaja?

b. Bagaimana perkembangan psikologi remaja?

c. Apa macam-macam kenakalan remaja ?


d. Apa penyebab kenakalan remaja?

e. Bagaimana solusi untuk mengatasi kenakalan remaja?

1.3 Tujuan Pembahasan

a. Mengetahui pengertian remaja dan ciri cirinya

b. Mengetahui perkembangan psikologi remaja pada saat ini

c. Mengetahui macam-macam kenakalan remaja

d. Mengetahui penyebab kenakalan remaja

e. Mengetahui solusi untuk mengatasi kenakalan remaja.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Remaja

Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat
disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa
peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa
anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal
dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun
hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan
tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual
seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada
perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis,
abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan
anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh
Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau
peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.

Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah
antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :

a. 12-15 tahun

b. Masa remaja awal 15-18 tahun

c. Masa remaja pertengahan 18-21 tahun

d. Masa remaja akhir.

2.2 Ciri- Ciri Remaja

Mengenai ciri-ciri remaja tidak mesti dilihat dari satu sisi, tetapi dapat dilihat dari berbagai segi.
Misalnya dari segi usia, perkembangan fisik, phisikis, dan perilaku. Menurut Gayo (1990: 638-639)
ciri-ciri remaja usianya berkisar 12-20 tahun yang dibagi dalam tiga fase yaitu; Adolensi diri, adolensi
menengah, dan adolensi akhir. Penjelasan ketiga fase ini sebagai berikut.

a. Adolensi dini

Fase ini berarti preokupasi seksual yang meninggi yang tidak jarang menurunkan daya kreatif/
ketekunan, mulai renggang dengan orang tuanya dan membentuk kelompok kawan atau sahabat
karib, tinggah laku kurang dapat dipertanggungjawabkan. Seperti perilaku di luar kebiasaan,
delikuen,dan maniakal atau defresif.

b. Adolensi menengah

Fase ini memiliki umum: Hubungan dengan kawan dari lawan jenis mulai meningkat pentingnya,
fantasi dan fanatisme terhadap berbagai aliran, misalnya, mistik, musik, dan lain-lain. Menduduki
tempat yang kuat dalam perioritasnya, politik dan kebudayaan mulai menyita perhatiannya sehingga
kritik…..tidak jarang dilontarkan kepada keluarga dan masyarakat yang dianggap salah dan tidak
benar, seksualitas mulai tampak dalam ruang atau skala identifikasi, dan desploritas lebih terarah
untuk meminta bantuan.
c. Adolesensi akhir

Masa ini remaja mulai lebih luas, mantap, dari dewasa dalam ruang lingkup penghayatannya .Ia lebih
bersifat ‘menerima’dan ‘mengerti’ malahan sudah mulai menghargai sikap orang/pihak lain yang
mungkin sebelumnya ditolak. Memiliki karier tertentu dan sikap kedudukan, kultural, politik,
maupun etikanya lebih mendekati orang tuanya. Bila kondisinya kurang menguntungkan, maka masa
turut diperpanjang dengan konsekuensi .imitasi, bosan, dan merosot tahap kesulitan jiwanya.
Memerlukan bimbingan dengan baik dan bijaksana, dari orang-orang di sekitarnya.

Argumen lain tentang ciri-ciri remaja dan berbagai sudut pandang dikemukakan oleh
Mustaqim dan Abdul Wahid (1991:49-50). Menurutnya pada masa remaja umumnya telah duduk
dalam bangku sekolah lanjutan. Pada permulaan periode anak mengalami perubahan-perubahan
jasmani yang berwujud tanda-tanda kelamin sekunder seperti kumis, jenggot, atau suara berubah
pada laki-laki. Lengan dan kaki mengalami pertumbuhan yang cepat sekali sehingga anak-anak
menjadi canggung dan kaku. Kelenjar-kelenjar mulai tumbuh yang dapat menimbulkan gangguan
phisikis anak.

Perubahan rohani juga timbul remaja telah mulai berfikir abstrak, ingatan logis makin lama
makin lemah. Pertumbuhan fungsi-fungsi psikis yang satu dengan yang lain tidak dalam keadaan
seimbang akibatnya anak sering mengalami pertentangan batin dan gangguan, yang biasa disebut
gangguan integrasi. Kehidupan sosial anak remaja juga berkembang sangat luas. Akibatnya anak
berusaha melepaskan diri darikekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan, meskipun di sisi
lain masih tergantung pada orang tua. Dengan demikian terjadi pertentangan antara hasrat
kebebasan dan perasaan tergantung. (Mustaqim dan Abdul Wahid, 1991:50).
Lebih lanjut dikatakan Mustaqim dan Abdul Wahid, pada masa remaja akhir umumnya telah
mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama, kesusilaan, kebenaran dan
kebaikan. Masa ini biasa disebut masa pembentukan dan menentuan nilai dan cita-cita.Lain dari
pada itu anak mulai berfikir tentang tanggung jawab sosial, agama moral, anak mulai berpandangan
realistik, mulai mengarahkan perhatian pada teman hidupnya kelak, kematangan jasmani dan
rohani, memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap serta berusaha mengabdikan diri dimasyarakat
juga ciri remaja yang menonjol, tetapi hanya remaja yang sudah hampir masuk dewasa.

Sedangkan menurut Hurlock (1999) ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan
penting dan adanya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-
anak ke menuju dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan, karena ada 5 perubahan yang bersifat universal yaitu
perubahan emosi, tubuh, minat dan pola perilaku, dan perubahan nilai.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya
sebagian besar diselesikan oleh guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang
berpengalaman dalam mengatasi masalah.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, karena remaja berusaha untuk menjelaskan siapa
dirinya, apa peranannya.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena adanya anggapan stereotip
budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung
merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang
lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku
yang dihubungkan dengan orang dewasa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa ciri ciri masa remaja

adalah merupakan periode yang penting, periode perubahan, peralihan, usia yang bermasalah,
pencarian identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa
kedewasaan.
2.3 Psikologi Remaja

Ciri perkembangan psikologis remaja adalah adanya emosi yang meledak-ledak, sulit
dikendalikan, cepat depresi (sedih, putus asa) dan kemudian melawan dan memberontak. Emosi
tidak terkendali ini disebabkan oleh konflik peran yang senang dialami remaja. Oleh karena itu,
perkembangan psikologis ini ditekankan pada keadaan emosi remaja.

Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat
remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih
menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan
orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi
dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang
mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial
remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian
terhadap harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.

Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja
menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah
dianjurkan atau dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan
perkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir,
kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam
mengemukakan pendapat.

2.4 Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma,
aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak
dan dewasa.

Sedangkan Pengertian kenakalan remaja Menurut Paul Moedikdo,SH adalah :

a.Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan
kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan
sebagainya.

b.Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran
dalam masyarakat.

c.Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.


Faktor pemicunya, menurut sosiolog Kartono, antara lain adalah gagalnya remaja melewati
masa transisinya, dari anak kecil menjadi dewasa, dan juga karena lemahnya pertahanan diri
terhadap pengaruh dunia luar yang kurang baik.
Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur,
bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan
munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa
lain di sepanjang rentang kehidupan.
Perilaku yang ditampilkan dapat bermacam-macam, mulai dari kenakalan ringan seperti
membolos sekolah, melanggar peraturan-peraturan sekolah, melanggar jam malam yang orangtua
berikan, hingga kenakalan berat seperti vandalisme, perkelahian antar geng, penggunaan obat-obat
terlarang, dan sebagainya.

Dalam batasan hukum, menurut Philip Rice dan Gale Dolgin, penulis buku The Adolescence,
terdapat dua kategori pelanggaran yang dilakukan remaja, yaitu:
a. Pelanggaran indeks, yaitu munculnya tindak kriminal yang dilakukan oleh anak remaja. Perilaku
yang termasuk di antaranya adalah pencurian, penyerangan, perkosaan, dan pembunuhan.
b. Pelanggaran status, di antaranya adalah kabur dari rumah, membolos sekolah, minum minuman
beralkohol di bawah umur, perilaku seksual, dan perilaku yang tidak mengikuti peraturan sekolah
atau orang tua.

2.5 Penyebab Kenakalan Remaja

Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun
faktor dari luar (eksternal).

Faktor internal:

a.Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua,
tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi
kedua.

b.Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang
dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi
mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa
mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

Faktor eksternal:

a. Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau
perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang
salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau
penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.

b. Teman sebaya yang kurang baik

c. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

Sedangkan menurut Kumpfer dan Alvarado, Faktor faktor Penyebab kenakalan remaja
antara lain :

a. Kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan sosial.

b. Contoh perilaku yang ditampilkan orangtua (modeling) di rumah terhadap perilaku dan nilai-nilai
anti-sosial.
c.Kurangnya pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar
sekolah, dan lainnya).

d. Kurangnya disiplin yang diterapkan orangtua pada anak.

e. Rendahnya kualitas hubungan orangtua-anak.

f. Tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga.

g. Kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan keluarga.

h. Anak tinggal jauh dari orangtua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas lain.

i. Perbedaan budaya tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau lingkungan baru.

j. Adanya saudara kandung atau tiri yang menggunakan obat-obat terlarang atau melakukan
kenakalan remaja.

2.6 Peranan Keluarga terhadap Kenakalan Remaja

Sarwono (1998) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap
individu. Sebelum anak mengenal lingkungan yang luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan
keluarganya. karena itu sebelum anak anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai masyarakat,
pertama kali anak akan menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di keluarganya untuk
dijadikan bagian dari kepribadiannya.

Orang tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun
negative. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting
bagi remaja.

Menurut Mu’tadin (2002) remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara
mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti kehendaknya sendiri. Situasi ini dikenal dengan
ambivalensi dan hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini akan mempengaruhi
remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian
diri terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi
frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya dan orang lain
disekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali di ungkapkan dengan perilaku perilaku yang
tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain yang dapat membahayakan dirinya sendiri
maupun orang lain disekitarnya.

Penilitian yang dilakukan BKKBN pada umunya masalah antara orang tua dan anaknya bukan
hal hal yang mendalam seperti maslah ekonomi, agama, social, politik, tetapi hal yang sepele seperti
tugas-tugas di rumah tangga, pakaian dan penampilan.

Menurut Nalland (1998) ada beberapa sikap yang harus dimiliki orangtua terhadap anaknya
pada saat memesuki usia remaja, yakni :

a. Orang tua perlu lebih fleksibel dalam bertindak dan berbicara


b. Kemandirian anak diajarkan secara bertahap dengan mempertimbangkan dan melindungi mereka
dari resiko yang mungkin terjadi karena cara berfikir yang belum matang. Kebebasan yang dilakukan
remaja terlalu dini akan memudahkan remaja terperangkap dalam pergaulan buruk, obat-obatan
terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab dll

c. Remaja perlu diberi kesempatan melakukan eksplorasi positif yang memungkinkan mereka
mendapat pengalaman dan teman baru, mempelajari berbagai keterampilan yang sulit dan
memperoleh pengalaman yang memberikan tantangan agar mereka dapat berkembang dalam
berbagai aspek kepribadiannya.

d. Sikap orang tua yang tepat adalah sikap yang authoritative, yaitu dapat bersikap hangat,
menerima, memberikan aturan dan norma serta nilai-nilai secara jelas dan bijaksana. Menyediakan
waktu untuk mendengar, menjelaskan, berunding dan bisa memberikan dukungan pada pendapat
anak yang benar.

2.7 Pergaulan Remaja

Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu, dapat juga oleh
individu dengan kelompok.

Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon),
yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain.
Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu.
Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif
maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu
atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih
mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih
mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh
terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu
apakah itu baik atau tidak. Pergaulan remaja berupa tekanan teman bahkan sahabat, yang bias
disebut dengan rasa solidaritas, ingin diterima, dan sebagai pelarian, benar-benar ampuh untuk
mencuatkan kenakalan remaja yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja.

2.8 Remaja dan Lingkungan Sosial

Lingkungan social meliputi teman sebaya, masyarakat dan sekolah. Sekolah mempunyai pengaruh
yang sangat besar bagi remaja, karena selain dirumah sekolah adalah lingkungan kedua dimana
remaja banyak melakukan berbagai aktifitas dan interaksi social dengan teman-temannya.

Masalah yang dialami remaja yang bersekolah lebih besar dibandingkan yang tidak bersekolah.
Hubungan dengan guru dan teman-teman di sekolah, mata pelajaran yang berat menimbulkan
konflik yang cukup besar bagi remaja. Pengaruh guru juga sanagt besar bagi perkembangan remaja,
karena guru adalah orang tua bagi remaja ketika mereka berada disekolah.
Pada masa remaja, hubungan social memiliki peran yang sangat penting bagi remaja. Remaja mulai
memperluas pergaulan sosialnya dengan teman teman sebayanya. Remaja lebih sering berada diluar
rumah bersama teman teman sebayanya, karena itu dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-
teman sebayanya pada sikap, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh orang
tua.

Brown (1997) menggambarkan empat cara khusus, bagaimana terjadinya perubahan kelompok
teman sebaya dari masa kanak-kanak ke masa remaja :

a. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan pada anak-anak.
Pada usia 12 tahun, remaja awal mulai menjauhkan diri dari orang dewasa dan mendekatkan diri
dengan teman sebaya.

b. Remaja berusaha menghindari pengawasan yang ketat dari orang tua dan guru dan ingin
mendapatkan kebebasan. Mereka mencari tempat untuk bertemu dimana mereka tidak terlalu
diawasi. Meskipun dirumah mereka ingin mendapatkan privasi dan tempat dimana mereka dapat
mengobrol dengan teman temannya tanpa didengar oleh keluarganya.

c. Remaja mulai banyak berinteraksi dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang berbeda.
Walaupun anak perempuan dan laki laki berpartisipasi dalam kegiatan dan berkelompok
persahabatan yang berbeda selama masa pertengahan kanak-kanak, tetapi pada masa remaja
interaksi dengan remaja yang berbeda jenis semakin meningkat, sejalan dengan semakin
menjauhnya remaja dengan orang tua mereka.

d. Selama masa remaja, kelompok teman sebaya menjadi lebih memahami nilai-nilai dan perilaku
dari sub-budaya remaja yang lebih besar. Mereka juga mengidentifikasikan diri dalam kelompok
pergaulan tertentu.

Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Makalah dengan judul Makalah Kenakalan
Remaja. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL

Anda mungkin juga menyukai