Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

LUKA BAKAR

Disusun oleh:
Yusticia Maharani
1261050067

Dosen Pembimbing:
dr. Mudianto, sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 11 DESEMBER 2017 – 24 FEBRUARI 2018
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG
JAKARTA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu pemenuhan tugas kepaniteraan
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Referat yang berjudul “Luka
bakar” diharapkan dapat memiliki manfaat bagi penulis dan pembaca referat ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam melaksanaan pendidikan kepaniteraan Ilmu
Bedah, banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi, namun berkat bimbingan dan arahan
dari para dokter, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. ...... selaku dokter pembimbing yang telah memberikan banyak waktu, arahan dan
didikan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan referat ini.
2. Teman-teman kepaniteraan FK UKI yang saling mendukung dan membantu satu sama
lain dalam program kepaniteraan klinik Ilmu Bedah.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun agar
dapat menjadi bekal yang baik dalam penulisan berikutnya.

Cibinong, 30 Januari 2018

Yusticia Maharani

2
Daftar Isi

1. Halaman Judul …………………………………………………………..


2. Kata Pengantar ………………………………………………………...... i
3. Daftar Isi ………………………………………………………………... ii
4. Bab I Pendahuluan …………………………………………………....... 1
5 Bab II Pembahasan …………………………………………….......…... 2
A. Definisi ...................…..……………………………………….. 2
B. Epidemiologi ……………………………….............................
2
C. Etiologi ………………………………......................................
D. Patofisiologi ...............................……………....…………...…. 2
E. Diagnostik ……….............……………….....………………….
3
F. Penatalaksanaan .........................................................................
G. Prognosis ........................................... ………........................... 7
H. Komplikasi ……………………………………………………..
14
20
11
6. Bab III Kesimpulan ………………………………………………….… 21
Daftar Pustaka

BAB I

3
PENDAHULUAN

Luka bakar dan cedera yang berhubungan dengannya masih merupakan

penyebab kematian dan kecacatan utama di Amerika Serikat. Wawasan klinis dari

perawatan luka bakar mengacu pada fisiologi cairan elektrolit, infeksi bedah,

pemeliharaan nutrisi, pemantauan kardiopulmoner, dan perawatan luka, dimana

tak satupun dapat diatasi sebagai kondisi-kondisi yang terpisah tanpa pemahaman

proses penyakit secara keseluruhan. Pusat-pusat perawatan luka bakar sebaiknya

dilengkapi dengan peralatan yang dapat memberikan pelayanan pendukung jangka

panjang untuk pasien-pasien dengan luka bakar yang lebih kecil dan yang tidak

memerlukan rawat inap. Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering

dihadapi para dokter. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat

yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang

dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Di Indonesia, belum ada angka pasti

mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dan industri,

angka luka bakar juga semakin meningkat. Luka bakar menyebabkan hilangnya

integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka

bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan kedalaman luka bakar.

Beratnya luka tergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka

bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang

1,2
sangat mempengaruhi prognosis.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan

yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan

kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan

morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus

3
sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.

B. Epidemiologi

Di Amerika serikat kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar

setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 penderita luka bakar

membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar

meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar,

tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dan industri, angka luka bakar

1,2
juga semakin meningkat.

C. Etiologi

Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang

dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti

bensin, gas, kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan

menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak,

kurang lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada

5
kecelakaan rumah tangga, dan umumnya merupakan luka bakar superfisial,

2
tetapi dapat juga mengenai seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).

Penyebab luka bakar yang lain adalah pajanan suhu tinggi dari

matahari, listrik maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bias berupa asam

atau basa kuat. Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi

protein, dan rasa nyeri yang hebat. Asam hidroflorida mampu menembus

jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal,

bahkan pada luka kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak

terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian

(bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan

oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang

mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan

lebih dalam lebih kuat dari pada asam, kerusakan jaringan lebih berat

karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen.

Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat

2,3
datang untuk berobat dan kerusakan jaingan sudah meluas.

D. Patofisiologi

a. Patofisiologi luka bakar mencakup hal berikut

1. Gangguan saluran pernafasan:

Adanya cedera inhalasi, dengan dampak cedera termis pada lapisan mukosa

saluran nafas berupa:

a. Obstruksi saluran nafas bagian atas

6
b. Reaksi inflamatorik mukosa saluran mulai dari nasofaring sampai

dengan alveoli dan parenkim paru sehingga mengarah pada Acute

Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

2. Gangguan mekanisme bernafas :

Adanya gangguan proses ekspansi rongga toraks

3. Gangguan sirkulasi:

a. Dampak cedera termis pada sirkulasi

b. Dampak cedera termis pada jaringan

b. Cedera Inhalasi

Cedera inhalasi merupakan terminologi yang digunakan untuk

menjelaskan perubahan mukosa saluran nafas akibat adanya paparan

terhadap suatu iritan dan menimbulkan manifestasi klinik dengan gejala

distress pernapasan. Reaksi yang timbul akibat paparan terhadap suatu iritan

berupa suatu bentuk inflamasi akut dengan edema dan hipersekresi mukosa

saluran nafas. Iritan dimaksud dalam hal ini jarang berupa suatu kontak

langsung dengan sumber panas, karena adanya reflek fisiologik yang

merupakan mekanisme pertahanan pada orang normal dengan upaya

menahan nafas. Iritan tersebut biasanya berupa produk toksik dari sisa

pembakaran yang tidak sempurna (toxic fumes) atau zat kimia lainnya.

Pada pemeriksaan laringoskopik atau bronkoskopik tampak patologi

mukosa berupa eritem, edematous, dan atau disertai ulserasi serta

hipersekresi. Edema mukosa massif di saluran nafas bagian atas (sekitar

7
glotis) menyebabkan obstruksi lumen dapat terjadi dalam waktu 24 jam

menyebabkan sumbatan total saluran nafas bagian atas yang memiliki

korelasi dengan tingginya angka kematian fase akut.

Inflamasi akut pada epitel mukosa menyebabkan disrupsi dan

maserasi epitel yang nekrosis (sloughing mucosa). Epitel-epitel ini

bercampur dengan secret yang kental oleh karena banyak mengandung

fibrin-fibrin menyebabkan obstruksi lumen (mucous plug). Menimbulkan

distress pernapasan dan kematian dalam waktu cepat. Proses inflamasi

mukosa saluran ini dihubungkan dikaitkan dengan peran sitokin dan radikal

bebsa. Mediator-mediator inflamasi ini dipicu oleh sel-sel epitel mukosa

yang mengalami proses inflamasi akut, khususnya oleh sel epitel yang

mnegalami nekrosis. Sebukan sel-sel radang akut khususnya netrofil dan

leukosit polimorphonuclear (PMN) dimobilisir ke lokasi ini; dan sel sel

netrofil dan leukosit PMN yang beredar di sirkulasi menimbulkan perubahan

inflamatorik pada susunan pembuluh darah kapiler peri alveolar dan

parenkim paru. Akibat penumpukan fibrin, pada mukosa alveoli terbentuk

membrane hialin yang mengakibatkan gangguan difusi oksigen dan perfusi

oksigen. Kondisi ini disebut ARDS.

c. Gangguan mekanisme bernafas

Adanya eskar melingkar di permukaan rongga toraks (khususnya

dinding dada) menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks pada proses

respirasi (terutama inspirasi). Dengan terbatasnya proses ekspansi dinding

8
dada ini, volume inspirasi berkurang sehingga menyebabkan gangguan

secara tidak langsung pada proses oxygen exchange (penurunan PaO2).

d. Gangguan sirkulasi

Cedera termis menyebabkan proses inflamasi akut yang

menimbulkan perubahan permeabilitas kapiler. Terjadi perubahan bentuk

sel-sel endotel (epitel tunika intima) dimana sel-sel tersebut membulat

(edematous) dengan pembesaran jarak interseluler karena terjadi perubahan

tekanan hidrostatik dan onkotik diruang intravaskuler, terjadi ektravasasi

cairan intravskuler, plasma (protein), elektrolit dan leukosit ke ruang

intersisiel. Di jaringan intersisiel terjadi penimbunan cairan, menyebabkan

keseimbangan tekanana hidrostatik dan onkotik terganggu. Penimbunan

cairan di jaringan intersisiel menyebabkan gangguan perfusi dan metabolism

seluler. (syok jaringan). Penimbunan cairan massif di jaringan intersisiel

menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami

deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi

oksigen ke jaringan. Kondisi ini dikenal dengan Syok hipovolemik.

Gambar 1. Patofisiologi edema akibat perubahan permeabilitas kapiler

9
Reaksi yang timbul akibat adanya gangguan homeostasis tersebut

adalah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh perifer. Sirkulasi dipertahankan

melalui kompensasi jantung dan system pernafasan untuk memenuhi

kebutuhan perfusi organ-organ vital di sentral (otak,jantung,paru).

E. Diagnosis

1. Anamnesis

Pengambilan suatu anamnesis yang menyeluruh merupakan tugas yang

sangat penting. Anamnesis harus mencakup semua rincian tentang

kecelakaannya.

a. Waktu dan lama kontak

b. Lokasi – ruang terbuka atau tertutup (kemungkinan cedera paru lebih besar

di ruang tertutup).

c. Sumber panas – api (biasanya luka bakar dalam), air panas (jarang dengan

ketebalan penuh),

d. Kemungkinan cedera lainnya ledakan dengan serpih serpih tajam atau

kaca, kecelakaan kendaraan bermotor,

e. Penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya, termasuk panyakit pembuluh

koroner, DM, penyakit paru kronis, penyakit cerebrovaskuler, dan AIDS,

memperburuk prognosis sehingga perlu dicatat.

10
Berdasarkan penyebab

Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:

 Luka bakar karena api

 Luka bakar karena air panas

 Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat)

 Luka bakar karena listrik dan petir

 Luka bakar karena radiasi

 Cedera akibat suhu yang sangat rendah (frost bite)

Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan :

Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, yaitu :

Luka bakar derajat I :

 Kerusakan terbatas pada bagian superfisial epidermis

 Kulit kering, hiperemik memberikan efloresensi

 Berupa eritema

 Tidak dijumpai bula

 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

 Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari

 Contoh : luka bakar akibat sengatan matahari

Luka bakar derajat II

 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi

akut disertai proses eksudasi

 Dijumpai bula

 Dasar luka berwarna merah/pucat sering terletak lebih tinggi di atas

permukaan kulit normal

 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensoris teriritasi

 Luka bakar derajat II dibedakan menjadi dua :

11
a. Derajat II dangkal (superficial)

 Kerusakan mengenai hamper seluruh bagian superfisial dermis.

 Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebasea masih utuh.

 Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari

b. Derajat II dalam (deep)

 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis

 Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebasea masih utuh.

 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit

yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih

dari satu bulan.

Luka bakar derajat III :

 Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam

 Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea

mengalami kerusakan.

 Tidak dijumpai bula

 Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Kering, letaknya lebih

rendah dibandingkan kulit sekitarnya akibat koagulasi protein pada lapis

epidermis dan dermis (dikenal dengan sebutan eskar)

 Tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung saraf

sensoris mengalami kerusakan/kematian

 Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik

dari dasar luka, tepi luka, maupun apendises kulit.

12
Gambar 2. Dalamnya luka bakar

Gambar 3. Diagram kedalaman luka bakar

Kategori Penderita

Berdasarkan berat/ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori luka bakar

menurut American Burn Association

1. Luka bakar berat/kritis (major burn)

13
 Derajat II-III >20% pada pasien berusia dibawah 10 tahun atau diatas usia

50 tahun.

 Derajat II-III >25% pada kelompok usia selain disebutkan di atas

 Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.

 Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan

luas luka bakar

 Luka bakar listrik tegangan tinggi

 Disertai trauma lainnya

 Pasien-pasien dengan risiko tinggi

2. Luka bakar sedang (moderate burn)

 Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat tiga

kurang dari 10%.

 Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia <10 tahun atau dewasa >40

tahun, dengan luka bakar derajat tiga kurang dari 10%

 Luka bakar dengan derajat tiga <10% pada anak maupun dewasa yang tidak

mengenai muka, tangan,kaki dan perineum.

3. Luka bakar ringan

 Luka bakar dengan luas <15% pada dewasa

 Luka bakar dengan luas <10% pada anak dan usia lanjut

 Luka bakar dengan luas <2% pada anak segala usia; tidak mengenai muka,

kaki dan perineum.

2. Penentuan presentase luka bakar

Luasnya daerah permukaan tubuh total luka yang terbakar menentukan

kebutuhan cairan, dosis obat, dan prognosis. Ukuran luka bakar dapat

ditentukan dengan mudah dan dengan ketepatan yang lumayan akurat

mempergunakan “hukum Sembilan”. Diagram luka bakar dapat membantu

menentukan derajat luka bakar secara akurat. Lokasi luka bakar digambarkan

14
pada diagram tubuh. Luasnya cedera lebih penting daripada dalamnya luka

dalam penentuan perawatan pada hari hari pertama dirawat.

Rule of nine in baby and adult

15
Gambar 4 Diagram Lund-Bowder

3. Pemeriksaan fisik

Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan evaluasinya perlu

dilakukan secara aman dan tangkas menurut petunjuk Advanced Trauma Life

Support dari Amerika College of Surgeons. Penyebab ketidakstabilan yang

paling dini yang timbul pada pasien luka bakar adalah cedera inhalasi yang

berat, yang menimbulkan kerusakan jalan napas atas dan obstruksi atau

keracunaan karbon monoksida yang mendekati letal. Pada pengamatan pertama

harus dengan cepat dapat mengenali kesulitan-kesulitan ini. Pada pengematan

kedua yang menyeluruh dapat dideteksi adanya cedera-cedera lain yang

menyertainya. Perubahan status neurologic dapat menunjukkan adanya trauma

kepala tertutup. Tanda-tanda vital dan penilaian perifer memungkinkan

interpretasi perubahan-perubahan selanjutnya.

4. Pemeriksaan laboratorium

Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu

diperoleh segera setelah pasien tiba difasilitas perawatan. Konsentrasi gas

16
darah dan karboksi-hemoglobin perlu segera diukur oleh karena pemberian

oksigen dapat menutupi keparahan keracunan karbon monoksida yang dialami

penderita.

F. Penatalaksanaan

Jika ada keraguan, rawatlah pasien di rumah sakit. Kasus-kasus kritis

harus dirujuk ke pusat luka bakar, Tetapi baru dikirim setelah dipasang

beberapa slang infus dan sudah dimuali resusitasi cairan yang adekuat.

Perawatan jalan cukup untuk luka bakar superfisial yang mengenai kurang dari

4
15 % luas permukaan tubuh pada orang dewasa dan 10% pada anak-anak.

Perawatan jalan untuk luka bakar ketebalan penuh kurang dari 2% masih

masuk akal. Pasien dengan luka bakar dalam lebih dari 10% biasanya dirawat

di rumah sakit. Adapun faktor faktor lain yang lebih baik dirawat di rumah

sakit adalah umur-umur ekstrem (sangat muda atau sangat tua) atau luka bakar

pada tangan, kaki, wajah, atau perineum.

Banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka bakar baik

pengaruh positif maupun negative sehingga luka akan mengalami

penyembuhan, delayed healing, atau bahkan non-healing. Factor internal

seperti usia, kondisi premorbid dan adanya gangguan proses metabolism

khusunya protein jelas menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan.

Faktor eksternal lebih ditekankan pada perlakuan terhadap luka; dengan

penatalaksanaan yang tepat akan menyebabkan proses penyembuhan

sebagaimana mestinya. Sebaliknya dengan penatalaksanaan yang tidak tepat,

akan terjadi konversi luka bakar kearah yang lebih berat atau bahkan kematian

jaringan.

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya

dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak

17
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi

yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat

dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan

fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan

demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah

terjadinya SIRS dan MODS.

Luka bakar ringan

 Merendam segera daerah luka di dalam air dingin atau memakai kantong

dingin akan meredekan nyeri dan mengurangi pembengkakan. Es jangan

ditempelkan langsung pada kulit.

 Luka bakar harus dibersihkan dengan hati-hati dan dilakukan debrideman

jaringan mati, seperti epidermis yang sudah tidak menempel karena lepuh

yang pecah.

 Lepuh yang utuh umumnya tidak boleh didebridemen. Karena ada

kemungkinan lepuh pecah, bula yang amat tegang di atas sendi boleh

diaspirasi secara steril

 Luka bakar derajat pertama dapat diobati dengan krem antibiotik

Pembalutan tidak diperlukan.

 Luka bakar derajat kedua harus diobati dengan antibiotic topical dan

penutupan luka. Sebuah regimen yang sering dipakai adalah neomisin-

polimiksin-basitrasin (Neosporin) yang dioleskan pada luka bakar, dengan

kasa yang telah mengandung antibiotic (Xeroform) dipasang di atasnya.

Luka harus dilihat dan kasa penutupnya diganti seluruhnya dalam jangka

waktu 1 sampai 2 hari. Idelanya pasien boleh mengoleskan antibiotic

topical beberapa kali sehari, meskipun ini mungkin tidak praktis untuk

terapi rawat jalan.

Terapi cairan

18
Diberikan pada luka bakar derajat II/ lebih seluas ≥20% pada anak-

anak, atau ≥30% pada dewasa. Jumlahnya berdasarkan luas luka bakar

(%LB) dan berat badan (BB). Permeabilitas kapiler terhadap koloid telah

terbukti signifikan dalam 24 jam pertama. Oleh karena itu, penggantian

cairan permulaan sebaiknya dengan larutan kristaloid. Formula Parkland

4
(Baxter) dianjurkan

 24 jam pertama larutan RL, 4 ml/kg/persentase luka bakar.(luka

bakar yang lebih besar dari 50% dianggap 50%).

(1) Setengah volume pada 8 jam pertama

(2) Setengah volume pada 16 jam berikutnya

 Formula seperti ini hendaknya hanya digunakan sebagai

pedoman, dan pasien yang mengalami syok dengan tanda-tanda

vital yang tidak stabil harus diresusitasi dengan lebih agresif.

Pertahankan keluaran urin antara 30 dan 50 ml/jam

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada

beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

 Cara Evans

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah

jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah

cairan hari kedua.

19
 Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah

jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah

cairan hari kedua.

Luka bakar berat

Pada luka bakar derajat dua dangkal

Bula yang luas lebih 5 cm dengan akumulasi transudate, akan

menyebabkan penarikan cairan ke dalam bula sehingga menyebabkan

penarikan cairan ke dalam bula sehingga menyebabkan gangguan

keseimbangan cairan; sehingga perlu dilakukan insisi. Insisi bertujuan

mengeluarkan cairan transudate, tanpa membuang epidermis yang terlepas.

Selanjutnya epidermis yang terlepas (epidermolisis) ini dijadikan

sebagai penutup luka sebagaimana split thickness skin graft. Perawatan

selanjutnya adalah meletakkan tulle di atas graft tersebut dan membungkusnya

dengan kasa lembab (moist dressing) selama 2-3 hari, dilanjutkan dengan

perawatan luka menggunanakan krim antibiotik sampai terjadi epitelisasi.

Luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga

Setelah pencucian luka, letakkan tulle dan pembalutan luka dengan kasa

lembab. Kasa lembab ini akan menyerap eksudat yang timbul dan mencgah

penguapan. Balutan diganti sesuai kebutuhan, terutama bila kasa sudah jenuh.

Sebagai upaya mencegah infeksi, lakukan pencucian luka (dilusi), kalau perlu

menggunakan larutan mengandung antibiotic. Pada eskar lakukan hal yang

20
sama atau bila dikhawatirkan akan timbul infeksi, sebagai pencegahan dapat

dilakukan teknik klisis atau diolesi krim antibiotik topical yang sesuai dengan

karakteristiknya. Penggantian balutan dilakukan 1-2 dalam sehari, sesuai

kebutuhan selama 1-2 hari pertama sampai siap dilakukan eskarektomi.

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis (nekrotomi)

dan debris (debridement) yang dikerjakan dalam waktu kurang dari 7 hari

pertama pasca cedera termis. Kemudian pada perkembangannya diterapkan

lebih dini yaitu dalam 24 jam pertama pasca trauma. Dilakukan tindakan dini

ada beberapa hal diantaranya

1. Mengupayakan proses penyembuhan luka berjalan sesuai dengan waktu.

Jaringan nekrosis, debris, eskar dibuang, sehingga proses inflamasi tidak

berkepanjangan dan segera dilanjutkan fibroplasia.

2. Jaringan nekrosis melepaskan burn toxin yang menginduksi dilepasnya

mediator-mediator inflamasi. Salah satu upaya memutus mata rantai. Proses

ini adalah melakukan eliminasi fokus, yaitu nekrotomi dan debridement

sedini mungkin

3. Semakin lama tindakan eksisi dilakukan, hiperemi akibat vasodilatasi di

sekitar luka dimulai demikian pula proses angiogenesis; hal mana akan

menyebabkan banyak darah keluar saat tindakan operasi.

Skin Grafting

Skin grafting adalah salah satu metode penutupan luka sederhana yang

merupakan salah satu modalitas utama dalam ilmu bedah plastik. Pada kasus

luka bakar di fase awal. Metode ini diterapkan pada luka bakar berdasarkan

tujuan :

21
 Menghentikan evaporative heat loss berlebihan yang menyebabkan

gangguan metabolism. Dalam mengatasi raw surface yang terjadi,

diupayakan suatu penutup luka biologic terbaik bagi tubuh.

 Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai waktu.

Kehilangan kulit yang luas pada luka bakar menyebabkan hilangnya barier

kulit yang berperan pada pengaturan penguapan dan mencegah infeksi

mikroorganisme dari luar; menyebabkan penguapan berlebihan disertai

kehilangan energy (panas,protein dsb). Skin draft yang dilekatkan merupakan

penutup luka terbaik. Sehingga dengan penutupan ini penguapan berlebihan

dapat dihentikan. Proses epitelisasi merupakan bagian dari proses

penyembuhan luka.

Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penatalaksanaan prosedur skin

grafting ini antara lain.

1. Penutupan timing operasi

2. Persiapan operasi, baik donor maupun resipien

3. Penentuan priotitas daerah yang memerlukan penutupan, sehubungan

dengan keterbatasan donor.

4. Beberapa alternative untuk mengatasi masalah keterbatasan donor

5. Prosedur operasi

6. Perawatan pasca prosedur skin grafting

Penilaian hasil prosedur skin grafting sangat ditentukan oleh langkah

langkah yang dilakukan pada prosedur itu sendiri (penentuan timing

operasi, hemostasis, donor tipis, balut tekan, kasa adsorben, dsb)

22
G. Prognosis

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan

luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.

Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita

juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada

luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,

serta parut hipertrofik dan kontraktur.

23
BAB III

KESIMPULAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.

Luka bakar dibagi 4 derajat. Cara menentukan derajat luka bakar yaitu, Wallace rule

of nine dan Lund and Bowder chart.

Tingginya angka kejadian luka bakar didaerah Asia Tenggara disebabkan juga

karena factor resiko lainnya. Untuk itu perlu pencegahan dan penanganan luka bakar

untuk menghindari terjadinya komplikasi.

Penanganan luka bakar perlu diketahui luas luka bakar, derajat luka bakar,

fase luka bakar. Penanganan luka bakar mencakup, pertolongan pertama, resusitasi

cairan, pencegahan infeksi, perawatan luka bakar dan pencegahan terhadap

komplikasi.

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan

luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.

Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita

juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Eskaraktomi memperbaiki hasil baik

fungsi maupun kosmetik luka bakar.

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005. h. 73-5.
2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar
TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery.
th
8 ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F,
Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari:
http://www.emedicinehealth.com. 20 Januari 2018.
5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari
http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 20 Januari 2018 .

25

Anda mungkin juga menyukai