Quality Control
Quality Control
I. ORGANISASI
1. Manager : wahyu septian
2. Bagian Persiapan : sri meidha nur rachmaningrum
3. Bagian Perbekalan : samaratul janah
4. Bagian Pelaksanaan Kerja :
5. a. Pemipetan : shintya safitri
6. b. pengukuran : susana agnesia
c. perhitungan : Sinta agustina
II. TUJUAN
a. Memantapkan dan menyempurnakan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis
b. Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga tidak terjadi mengeluarkan hasil yang salah
dan perbaikan kesalahan dapat dilakukan segera
c. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan spesimen,
pengiriman spesimen, penyimpanan serta pengolahan spesimen sampai dengan
pencatatan dan pelaporan hasil telah dilakukan dengan benar
d. Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya
III. LANDASAN
Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan dan
pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus
menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.
Pemantapan Mutu Internal (PMI) dilakukan sendiri olah laboratorium klinik yang
bersangkutan untuk mengendalikan mutu analisisnya setiap hari. PMI meliputi pemantapan
presisi dan pemantapan akurasi.
a. Presisi
Presisi atau ketelitian adalah kesesuaian atau kemiripan hasil-hasil pemeriksaan
berulang pada satu bahan pemeriksaan. Presisi dinyatakan dalam koevisien
variasi (CV) dalam bentuk persen, dimana semakin kecil nilai CV berarti semakin
baik.
b. Akurasi
Akurasi atau ketepatan adalah kesesuaian antara hasil pemeriksaan dengan “nilai
benar/sebenarnya” (True Value). Penilaian akurasi tidak harus selalu tepat sama
dengan (True Value) karena ada rentang nilai yang bisa digunakan sebagai
standar. Rentang nilai (range) tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan
berulang yang dihitung secara statistik berdasarkan standar deviasi (SD) dimana
akurasi dianggap bagus jika hasil pemeriksaan berada pada ± 2 SD.
Untuk melakukan pemeriksaan akurasi biasanya digunakan bahan kontrol yang
nilainya sudah diketahui dan didapatkan dari perusahaan reagen yang digunakan
dalam pemeriksaan.
Pada pemeriksaan kimia klinik , bahan pemeriksaan yang digunakan adalah serum
atau plasma. Perbedaan serum dengan plasma terletak pada pengolahan darah yang
telah diambil. Untuk pembuatan serum, darah tidak perlu dicampur dengan
antikoagulan, sedangkan untuk membuat plasmaterlebih dahulu darah harus
dicampur dengan antikoagulan.
Interpretasi hasil pemantapan mutu biasanya dianalisis menggunakan
aturan “Westgard Multirule System” yang merupakan cara untu mengambul
keputusan/kesimpulan dari hasil pelaksanaan PMI. “Westgard Multirule
System”dapat mendeteksi adanya kesalahan dengan ketentuan yang sangat sensitif
untuk kesalah acak maupun kesalahan sistematik.
Aturan “Westgard Multirule System” meliputi 12S, 13S, 22S, R4S, 41S, dan 10x, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. 12S
Ketentuan peringatan, dimana terdapat 1 kontrol berada lebih dari ± 2SD (masih
terdapat di daerah ± 3SD), dikategorikan sebagi warning (tidak untuk
menolaksuatu proses pemeriksaan, perlu analisis lebih seksama).
b. 13S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol (out of
control), apabila hasil pemeriksaan satu bahan kontrol melewati batas x ± 3SD.
Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan acak.
2. 22S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila hasil
pemeriksaan 2 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x +2SD atau
x –2SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan
sistematik.
3. R4S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila
perbedaan antara 2 hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 SD (satu kontrol
diatas +2SD, lainnya dibawah -2SD). Merupakan “ketentuan penolakan” yang
mencerminkan kesalahan acak.
4. 41S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 4 kontrol
berturut-turut keluar dari batas yang sama baik x +SD maupun x –SD. Merupakan
“ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan acak dan sistematik.
5. 10 X
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10
kontrol berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah. Merupakan
“ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan sistematik.
Aturan ini mendeteksi gangguan ketelitian (kesalahan acak) yaitu 13S, R4S atau
gangguan ketepatan (kesalahan sistematik) yaitu 22S, 41S, 10 x, 13S.
Dalam proses analisis dikenal 3 jenis kesalahan :
1. Inherent random error, merupakan kesalahan yang hanya disebabkan oleh limitasi
metodik pemeriksaan.
2. Systematik shift (kesalahan sistematik), yaitun kesalahan yang terus-menerus
dengan pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi atau
instrumentasi yang tidak baik. Kesalahan ini berhubungan dengan akurasi.
3. Random error (kesalahan acak), yaitu kesalahan dengan pola yang tidak tetap.
Penyebab kesalahan ini adalah ketidak-stabilan, misalnya pada penangas air,
reagen, pipet dan lain-lain.kesalahan ini berhubungan dengan presisi.
Pemberian identitas pasien atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan
karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi
pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label
pada wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini
setidaknya memuat nama pasien, nomor Id atau nomor rekam medik serta
tanggal pengambilan. Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan. Untuk
spesimen beresiko tinggi (HIV, hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus pada
label dan formulir permintaan laboratorium.
4. Kualitas sampel
Sampel yang diambil harus segar sehingga akan memberikan hasil yang
baik pula setelah pemeriksaan.
2. tahap analitik
SD= Akar Σ (X -x )2
n–1
11. Hitung KV ( Koefisien Variasi ) dari tiap pemgukuran dengan rumus
KV = SD.100
X
Dari data yang diperoleh dibuat grafik pemantapan ketelitian dengan
ditentukannya batas peringatan (x + 2SD) dan batas kontrolnya (x + 3SD).