Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Paleontologi mencakup studi fosil untuk menentukan evolusi suatu organisme dan
mengalami beberapa proses hingga membatu disebut fosil. Fosil dapat membantu
para geolog untuk dapat menginterpretasi kehidupan pada masa lampau. Fosil
lampau, iklim pada masa lampau, dapat mengetahui lingkugan pengendapan dan
lain-lain.
Adapun maksud dan dari praktikum lapangan paleontologi ini adalah agar
1
3. Agar praktikan dapat menegetahui umur daerah dan lingkungan pengendapan
Fieldtrip paleontologi ini dilaksanakan pada hari jum’at tanggal 13-14 april
2018. Lokasi daerah penelitian terdapat di daerah Padang Lampe Kec. Tenate
Riaja, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan sekitar 152 km arah barat daya
jam dengan menggunakan kendaraan roda dua dan juga roda empat, keadaan jalan
cukup baik.
2
Secara geografis lokasi penelitian terletak pada koordinat 119°41’30’’ Bujur
dilakukan untuk pengambilan data yaitu metode measuring section dan juga
litologi batuan, sketsa bentang dan pengambilan data foto stasiun. Kemudian
penyusunan laporan.
1. Tahap Persiapan
3
2. Tahap Penelitian Lapangan
Pada tahap ini dilakukan proses pengambilan data baik untuk table measuring
section (MS) ataupun pada buku lapngan, foto singkapan, dan sampel pada tiap
lapisan.
Tahapan ini meliputi pengolahan data struktur berupa kedudukan batuan, jenis
1. Pensil warna
2. Roll Meter
4. Kertas HVS
5. Penggaris
4
6. Busur
7. Pensil
8. Penghapus
9. Kantong sampel
10. Spidol
11. Clipboard
14. HCL
15. Kompas
17. Palu
1:250.000
5
4. Rab Sukamto, (1975) mengadakan penelitian tentang perkembangan tektonik
lempeng.
5. Van Leuwen (1975), meneliti geologi Sulawesi Selatan dengan studi khusus
daerah Barru.
8. Rab Sukamto (1982), membuat peta geologi regional lembar Pangkajene dan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pegunungan bagian barat menempati hampir setengah luas daerah, yang melebar
di bagian selatan (50 kilometer) dan menyempit di bagian utara (22 kilometer)
dengan puncak tertingginya 1694 m dan ketinggian rata–ratanya 1500 meter dari
Pegunungan ini dibatasi oleh dataran Pangkajene – Maros yang luas, dan sebagian
Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan lebih rendah, dengan
puncaknya rata–rata setinggi 700 meter dari permukaan air laut, sedangkan yang
tertinggi adalah 787 meter dimana sebagian besar pegunungan ini tersusun dari
tetapi ke utara menyempit dan merendah dan akhirnya menunjam ke bawah batas
antara lembah Walanae dan dataran Bone. Pada bagian utara pegunungan ini
pada bagian timurlaut adalah dataran Bone yang luas dan menempati hampir
7
2.1.2 Statigrafi Regional
Pulau Sulawesi dibagi menjadi tiga Mandala geologi, yang didasarkan pada
adalah Mandala Sulawesi bagian barat, Mandala Sulawesi bagian timur, dan
Mandala Banggai Sula. Dari ketiga mandala tersebut secara orogen yang paling
tua adalah Mandala Sulawesi timur dan yang termuda adalah Mandala Sulawesi
Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan
dan mendaun dan sentuhannya dengan formasi disekitarnya berupa sesar atau
Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch formasi Balangbaru
dan formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 meter dan berumur Kapur
Atas. Kegiatan magma mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava
dalam flysch.
Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,5 – 63,0 juta tahun yang lalu) dan
diendapkan dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang
berumur Kapur Atas. Batuan sedimen formasi Mallawa yang sebagian besar
dicirikan oleh endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras batuan
gunungapi Paleosen dan batuan flysch Kapur Atas. Di atas formasi Malawa ini
secara menerus dari Eosen Bawah sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal
8
formasi Tonasa lebih kurang 3000 meter, dan melampar cukup luas mengalasi
Kalamiseng. Dilereng timur bagian utara pegunungan yang barat , terdapat batuan
Gunungapi Soppeng yang juga diduga berumur Miosen Bawah. Batuan sedimen
gunungapi yang berumur antara 8,93 sampai 9,29 juta tahun yang lalu. Secara
bersamaan batuan ini menyusun formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 meter.
Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk dari formasi Camba ini yang
Selama Miosen Atas sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi lembah
dengan bagian atas formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Atas
sampai Pliosen Bawah merupakan sumber bahan bagi formasi Walanae. Kegiatan
menghasilkan batuan gunungapi Parepare (4,25 – 4,95 juta tahun) dan Baturape-
9
Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah ini semuanya berkaitan erat
dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sil dan retas
bersusun beraneka ragam dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit yang
daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara
Pangkajene dan di beberapa tempat ditepi sungai Walanae, rupanya terjadi selama
Pliosen. Endapan Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar danau
1. Formasi Balangbaru
susunan basal, andesit, diorit, serpih, tufa, terkersikkan, sekis, kuarsa, dan
Formasi ini tebalnya sekitar 2000 meter, tertindih tak selaras batuan formasi
10
2. Formasi Mallawa
batulempung, dan napal, dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan
batulempung, batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa, ada pula yang arkosa,
grewake, dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda, bersifat
Mollusca. Dan batubara berupa lensa setebal beberapa sentimeter dan lapisan
sampai 1,5 meter. Tebal formasi ini tidak kurang dari 400 meter, tertindih selaras
oleh Batugamping Temt, dan menindih tak selaras batuan sedimen, dan batuan
gunungapi Tpv.
3. Formasi Tonasa
berwarna putih, coklat muda dan kelabu muda, sebagian berlapis baik, berselingan
11
4. Formasi Camba.
diendapkan dekat daerah pantai. Satuan ini tebalnya sekitar 5000 meter, menindih
tak selaras Batugamping dari formasi Tonasa dan batuan dari formasi Mallawa,
diterobos oleh retas, sil dan stok bersusunan Basal piroksin, Andesit dan Diorit.
Lengan selatan pulau Sulawesi secara struktural dibagi atas dua bagian
yaitu lengan selatan bagian utara dan lengan selatan bagian selatan yang sangat
mulai pada zaman Kapur, yaitu terjadinya perlipatan geosinklin disertai dengan
kegiatan vulkanik bawah laut dan intrusi Gabro. Bukti adanya intrusi ini terlihat
12
Batuan yang masih dapat diketahui kedudukan struktur stratigrafinya dan
bagian bawah tidak selaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua
endapan lereng di dalam sistem busur palung zaman Kapur Atas dan gejala ini
Pada daerah bagian timur terjadi vulkanisme yang dimulai sejak Miosen
Atas dimana hal ini ditunjukkan pada daerah Kalamiseng dan Soppeng. Akhir
terjadi proses sedimentasi sampai kala Pliosen, proses penurunan terban Walanae
dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae yang seluruhnya
nampak hingga sekarang di timur dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak
Sejak Miosen Tengah terjadi sesar utama yang berarah utara – baratlaut
dan tumbuh setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan
pula adanya sesar lokal yang mengsesarkan batuan Pra Kapur Akhir di lembah
13
Walanae dan di bagian barat pegunungan barat, yang berarah baratlaut- tenggara
Fosil (bahasa Latin: fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam
tanah") adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau
mineral. Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera
tertutup sedimen. Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Hewan atau
tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup.
Fosil yang paling umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi dan
tulang. Fosil jaringan lunak sangat jarang ditemukan.Ilmu yang mempelajari fosil
adalah paleontologi.
2. Mengalami pengawetan
14
Proses dari pemfosilan dapat terjadi dengan cara yang bermacam macam, serta
tumbuhan jika mati jasadnya mungkin dapat terawetkan dalam keadaan yang tidak
berubah. Dalam hal ini bahan yang menyusun cangkangnya setelah menjadi fosil
sama dengan bahan yang dimiliki oleh hewan atau tumbuhan semula sewaktu
hidupnya. Ada pula hewan atau tumbuhan yang cangkangnya terawetkan dalam
atau karena penggantian seluruhnya oleh berbagai bahan lain. Jenis jenis
1. Fosil Terawetkan
meliputi tubuh lunak maupun tubuh keras dan bersifat insitu. Contoh: Fosil
15
2. Fosil yang berubah
telah terubah baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian. Proses tersebut
dapat berupa :
rangka oleh mineral lain tanpa merubah bentuk asli dari shell/rangka.
16
4) Destilasi (Oksidasi), hilangnya unsur nitrogen, oksigen dan hydrogen di dalam
batubara
3. Fosil cetakan
Merupakan sisa tubuh organisme yang tercetak pada lapisan batuan. Cetakan
3) Internal Cast, cetakan dari mold yang memperlihatkan bagian dalam dari
cangkang/tubuh organisme.
17
4) Eksternal cast, cetakan dari mold yang memperlihatkan bagian luar dari
cangkang/tubuh organisme.
4. Fosil Jejak
18
b) Trail, jejak ekor binatang
19
Proses pemfosilan bermula ketika suatu organisme mati dan berada pada
leaching (pencucian fosil) dan pada akhirnya terendapkan pada daerah cekungan
akan mengisi ruang kosong sehingga material semakin padat dan terkompaksi.
Lalu fosil akan tersementasi sesuai dengan lingkungan pengendapannya yaitu dari
material CaCO3. Pada saat fosil ini tersementasi, fosil ini juga mengalami proses
tanah. Lapisan sedimen yang cenderung mudah larut ini akan mengalami
Invertebrata adalah hewan yang tidak memiliki tulang punggung atau kolom
vertebral. Istilah invertebrata adalah bentuk awal ‘vertebra’ yang berasal dari
Bahasa Latin. ‘vertebra’ pada umumnya berarti sendi, arti khusunya adalah sendi
tulang belakang dari vertebrata. Kata ini diawali dengan awalan ‘in’ berarti tidak
atau tanpa. Mereka adalah hewan berdarah dingin; suhu tubuh tergantung pada
20
suhu atmosfer. Salah satu filum Invertebrata adalah Mollusca dan juga
Coelenterata.
Moluska berasal dari bahasa latin: molluscus yang artinya lunak. Moluska
adalah hewan triploblastik slomata yang bertubuh lunak. Mollusca hidup di laut,
air tawar, payau, dan darat. Beberapa Mollusca memiliki cangkang. Filum
invertebrata yang bertubuh lunak dan multiseluler. Istilah Mollusca berasal dari
bahasa Yunani dari kata molluscus yang berarti lunak. Mollusca termasuk dalam
hewan yang lunak baik yang dengan cangkang ataupun tanpa cangkang. Seperti
binatang (Animalia) setelah filum Arthropoda. Pada saat ini, diperkirakan terdapat
75 ribu jenis, dengan ditambah 35 ribu jenis yang dalam bentuk posil. Molluska
hidup di air laut, air tawar, payau, dan darat. Habitat Mollusca dapat berada di
palung benua laut sampai pegunungan yang tinggi, dan bahkan dapat ditemukan
dengan mudah di sekitar rumah kita. Molluska dipelajari pada cabang zoologi
garis memotong yang membagi tubuhnya dari depan ke belakang akan didapatkan
dua sisi yang sama), tubuhnya relatif bulat dan pendek. Tubuh lunak dari mollusca
21
ini dilindungi oleh cangkang, namun beberapa adapula yang tidak bercangkang.
1. Kaki, merupakan penjuluran bagian tubuh yang terdiri atas otot – otot. Kaki
ini berfungsi untuk bergerak, merayap, atau menggali. Pada beberapa jenis
mangsa.
organ-organ tubuh. Massa ini diselubungi jaringan tebal yang disebut mantel.
Pada mantel terdapat rongga cairan yang merupakan tempat lubang insang,
anus dan cairan hasil eksresi. Mantel ini juga dapat mensekresikan komponen
terbuka, kecuali pada kelas cephalopoda. Artinya darah mengalir dari rongga
terbuka pada tubuh dan tidak ada arteri atau vena utama yang dapat
organ tergenang oleh darah. Sistem Peredaran darahnya terdiri atas jantung
dan pembuluh darah, jantung terdiri atas satu atau dua atrium dan satu
ventrikel.
2. Sistem Pencernaan Mollusca terdiri dari Mulut, esofagus, lambung, usus dan
anus. Pada Jenis Mollusca tertentu, dibagian mulutnya terdapat organ seperti
22
rahang dan lidah yang bergerigi yang dapat bergerak ke depan dan ke
belakang.
3. Sistem Saraf dari Mollusca terdiri dari cincin saraf yang mengelilingi
esofagus dan serabut saraf lainnya yang menyebar dari cicin tersebut untuk
4. Sistem Eksresi Mollusca terdiri dari Nefridia yang berperan seperti ginjal,
5. Sistem Respirasi Mollusca, apabila hewan hidup di air maka yang berperan
adalah insang, sedangkan yang hidup di darat melalui paru-paru namun juga
dapat terjadi melalui pertukaran udara pada pembuluh darah yang terdapat di
C. Kelas Mollusca
1. Kelas Amphineura
atap rumah pada tubuhnya. Cangkang tersebut terbuat dari zat kapur. Hewan ini
memiliki tubuh simetri bilateral, tubuhnya bulat seperti telur dan pipih. Hewan ini
hanya terdapat di laut dan biasnya menempel pada bebatuan, karena hidup di laut
maka ia bernapas dengan insang. Sistem pencernaan berawal dari mulut dan
berakhir dengan anus. Ia memiliki kaki berbentuk pipih, dan memiliki struktur
lidah parut (Ranula) yang melengkapi struktur mulut di bagian kepala. Ia tidak
memiliki tentakel dan tidak mempunyai mata. Anggotannya sekitar 700 spesies
23
2. Kelas Cephalopoda
Tubuhnya terbagi menjadi bagian kepala, leher , dan badan. Bagian kepalanya
relatif besar dan memiliki 2 buah mata. Hewan ini tidak memiliki cangkang. Pada
berukuran panjang yang disebut tentakel. Hewan ini memiliki rongga mantel
yang ditutupi oleh mantel khas yang ada padanya. Habitatnya di laut. Hewan ini
peredaran darah tertutup, dan fertilisasinya terjadi di air laut. Cephalopoda dapat
berubah kenampakan dengan cepat karena memiliki otot khusus dan zat
seperti tinta. Anggotanya yang sangat dikenal adalah gurita dan cumi – cumi.
3. Kelas Gastropoda
untuk bergerak. Kata Gastropoda berasal dari 2 kata, yaitu Gaster yang artinya
perut dan Podos yang artinya kaki. Perut hewan ini dapat menghasilkan lendir
Gastropoda memiliki cangkang dan tubuhnya simetri bilateral. Pada bagian kepala
terdapat 2 buah tentakel yang berfungsi sebagai indra penglihatan dan penciuman.
Hewan ini merupakan hermafrodit (memiliki dua buah alat kelamin dalam 1
tubuh), alat kelaminnya disebut Ovotestis yang dapat menghasilkan sperma dan
ovum. Sistem pernapasannya dengan menggunakan paru – paru atau insang yang
24
terdapat di dalam rongga mantel. Gastropoda memiliki mulut dengan alat
bergerigi seperti penuh gigi yang disebut radula. Ia biasa memakan tumbuhan,
dan eksresinya melalui nefridia yang bekerja seperti ginjal. Contoh Hewan ini
adalah siput.
4. Kelas Scaphopoda
seperti taring atau terompet. Habitatnya pada daerah yang berlumpur atau
berpasir, dan hidup dengan menanamkan diri pada daerah tersebut. Pada ujung
habitatnya. Scaphopoda memiliki kaki kecil yang berfungsi untuk bergerak, pada
adalah Dentalium.
5. Kelas pelecypoda
Kelas ini adalah kelompok mollusca yang memiliki kaki pipih dan
1. Periostrakum, yaitu lapisan paling luar yang terdiri dari zat kitin, berfungsi
3. Nakreas, yaitu lapisan paling akhir yang terdiri atas CaCo3 halus, berfungsi
25
4. Kaki dari hewan ini berbentuk seperti kapak yang pipih, dan ia bernapas
yang memiliki rongga tubuh, yang mana rongga tubuh tersebut berfungsi sebagai
dan beragam. Coelenterata mempunyai rongga dengan mulut yang dikelilingi oleh
tentakel.
Adapun ciri- ciri umum yang dapat dijumpai pada Bryozoa yaitu sebagai
berikut:
f. Mempunyai dua bentuk, yaitu polip (menyerupai tabung) dan medusa (seperti
payung)
26
Coelenterata diklasifikasikan berdasarkan bagian tubuh yang lunak, siklus
hidup, struktur dan kenampakan skeleton, struktur internal skeleton, serta genesa
dari filum coelenterata. Coelenterata terbagia atas tiga kelas utama yaitu:
a. Hydrozoa
Beberapa jenis hydrozoa mengalmi dua siklus hidup yaitu tahap polip yang
aseksual dan tahap medusa yang seksual. Contohnya adalah Obelia sp. Ada
pula yang selama hidupnya hanya berbentuk polip saja, seperti Hydra.
b. Scyphozoa
c. Anthozoa
Memiliki ciri- ciri khusus yaitu menyerupai bunga. Anthozoa hidup sebagai
polip. Anthozoa juga biasa disebut dengan Koral. Anthozoa mempunyai tiga
ordo yang ppenting untuk dipelajari, yaitu Sclerectina, Rugosa dan Tabulata.
motil
27
7. Salah satu ciri khas adalah tidak memiliki tulang belakang
28
BAB III
IDENTIFIKASI KANDUNGAN FOSIL DAERAH PADANG LAMPE
3.1.1 Stasiun 1A
Pada stasiun 1A dijumpai jenis litologi, dengan keadaan segar warna segar
1
kekuningan, warna lapuk kecoklatan, ukuran butir pasir kasar – 1mm. Tekstur
2
Heterophrentis sp. Ketika ditetesi HCl, fosil tersebut bereaksi sehingga dapat
laut dangkal. Umur fosil kurang lebih Eosen-Miosen sesuai umur pada formasi
Tonasa
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
29
Favosites Saginatus LECOMPTE
Porpites porpita L
3.1.2 Stasiun 1B
Pada stasiun 1B dijumpai jenis litologi, dengan keadaan segar warna segar
1
kekuningan, warna lapuk kecoklatan, ukuran butir pasir kasar – 1mm. Tekstur
2
Annularis FLEM , Plicatula gurgutis PICTET dan ROUX. Ketika ditetesi HCl,
karbonatan serta lingkungan pengendapan laut dangkal. Umur fosil kurang lebih
30
Filum Spesies
Mollusca
Dreissena spathulata (PARTSCH)
Coelenterata
31
2.1.3 Stasiun 1C
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
GOLDF, Porpites Porpita L, Heterophrentis sp. Ketika ditetesi HCl, fosil tersebut
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
32
Porpites porpita L
2.1.4 Stasiun 1D
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
serta lingkungan pengendapan laut dangkal. Umur fosil kurang lebih Eosen-
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
33
Thecosmilia Annularis FLEM
Porpites porpita L
1.1.5 Stasiun 2A
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
(EDW. Dan H.), Thecosmilia Annularis FLEM, Heterophrentis sp. Ketika ditetesi
HCl, fosil tersebut bereaksi sehingga dapat disimpulkan bahwa komposisi kimia
karbonatan serta lingkungan pengendapan laut dangkal. Umur fosil kurang lebih
34
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
35
2.1.5 Stasiun 2B
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Ketika ditetesi HCl, fosil tersebut bereaksi sehingga dapat disimpulkan bahwa
Filum Spesies
Mollusca
Dreissena spathulata (PARTSCH)
Coelenterata
36
Heterophrentis sp
2.1.6 Stasiun 2C
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
HCl, fosil tersebut bereaksi sehingga dapat disimpulkan bahwa komposisi kimia
karbonatan serta lingkungan pengendapan laut dangkal. Umur fosil kurang lebih
Filum Spesies
Annilaria Glandformis LAM
Mollusca
37
Cyathophyllum dinanthus GOLDF
Coelenterata
Porpites porpita L
2.1.7 Stasiun 2D
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
38
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
Porpites porpita L
39
2.1.8 Stasiun 3A
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
Filum Spesies
Annilaria Glandformis LAM
Mollusca
Heterophrentis sp
Coelenterata
40
Porpites porpita L
2.1.9 Stasiun 3B
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
41
Cyathophyllum dinanthus GOLDF
Porpites porpita L
2.1.10 Stasiun 3C
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
42
lingkungan pengendapan laut dangkal. Umur fosil kurang lebih Eosen-Miosen
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
Porpites porpita L
43
2.1.11 Stasiun 3D
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
44
Porpites porpita L
2.1.12 Stasiun 4A
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
HCl, fosil tersebut bereaksi sehingga dapat disimpulkan bahwa komposisi kimia
karbonatan serta lingkungan pengendapan laut dangkal. Umur fosil kurang lebih
Filum Spesies
Mollusca ‘Turbo’ reckecostatus HAUER
45
Cyathophyllum dinanthus GOLDF
Coelenterata
Porpites porpita L
2.1.13 Stasiun 4B
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Ketika ditetesi HCl, fosil tersebut bereaksi sehingga dapat disimpulkan bahwa
46
Filum Spesies
Favosites saginatus LECOMTE
Porpites porpita L
Coelenterata
47
2.1.14 Stasiun 4C
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
Filum Spesies
Mollusca Plicatula gurgutis PICTET dan ROUX
Coelenterata
48
Porpites porpita L
2.1.15 Stasiun 4D
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Plicatula
gurgutis PICTET dan ROUX, Porpites porpita L. Ketika ditetesi HCl, fosil
serta lingkungan pengendapan laut dangkal. Umur fosil kurang lebih Eosen-
Filum Spesies
Mollusca Plicatula gurgutis PICTET dan ROUX
49
Heterophrentis sp.
Coelenterata
Porpites porpita L
2.1.16 Stasiun 5A
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
50
Filum Spesies
Coelenterata
Porpites porpita L
51
2.1.17 Stasiun 5B
kecoklatan. Mempunyai tekstur non klastik, struktur berlapis, sortasi baik, kemas
tertutup, dapat disimpulkan nama batuan Batubara. Dijumpai pula spesies fosil
ketika ditetesi HCl, fosil tersebut bereaksi sehingga dapat disimpulkan bahwa
Filum Spesies
Dreissena spathulata (PARTSCH)
Mollusca
Coelenterata
52
Porpites porpita L
2.1.18 Stasiun 5C
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
Filum Spesies
Mollusca Plicatula gurgutis PICTET dan ROUX
53
Striatopora alba DAVIS
Coelenterata
Porpites porpita L
2.1.19 Stasiun 5D
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
54
Filum Spesies
Favosites saginatus LECOMTE
Porpites porpita L
Coelenterata
55
2.1.20 Stasiun 6A
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
Filum Spesies
Coelenterata Favosites saginatus LECOMTE
Porpites porpita L
56
‘‘Turbo’ reckecostatus HAUER
Mollusca
2.1.21 Stasiun 6B
tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dapat disimpulkan nama batuan
Batugamping. Dijumpai pula spesies fosil antara lain Heterophrentis sp, Porpites
Filum Spesies
Coelenterata Thecosmilia Annularis FLEM
57
Porpites porpita L
2.1.22 Stasiun 6C
tekstur klastik, dapat disimpulkan nama batuan Serpih. Dijumpai pula spesies
GOLDF. Ketika ditetesi HCl, fosil tersebut bereaksi sehingga dapat disimpulkan
Umur fosil kurang lebih Eosen-Miosen sesuai umur pada formasi Tonasa.
58
Filum Spesies
Heterophrentis sp.
Coelenterata
Porpites porpita L
Mollusca
59
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Adapun spesies fosil yang dijumpai pada daerah penelitian antara lain:
Dan H.), Striatopora alba DAVIS, Plicatula gurgutis PICTET dan ROUX,
dinanthus GOLDF
2. Jenis litologi yang terdapat pada daerah penelitian adalah Pada stasiun 1C-5B
3. Pada daerah penelitian termasuk pada formasi Tonasa yang berumur Eosen –
memperhatikan daerah penelitian tersebut supaya lebih baik lagi, seperti ada akses
60
DAFTAR PUSTAKA
Sukamto, Rab. 1982. Geologi Lembar Pangkejene dan Watampone bagian Barat.
Bandung: Pusat penelitian dan Pengembangan Geologi Direktorat Jenderal
Pertanbangan umum Departemen Pertambangan dan Energi.
61
62
63