Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK 6

Nama Anggota : 1. Dewi Apriliani (108116041)


2. Hapsyah Nurhayati (108116042)
3. Novan Gumregah (108116064)
Prodi : S1 Keperawatan 3B
Mata Kuliah : Keperawatan Gerontik
Dosen : Sutarno, S.SiT.,M.Kes

ASPEK KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA LANSIA

1. Pengertian spiritualitas

Spiritual merupakan aspek yang di dalamnya mencakup aspek-aspek yang


lain, yaitu fisik, psikologi dan sosial. Spiritualitas merupakan hubungan yang
memiliki dua dimensi, yaitu antara dirinya, orang lain dan lingkungannya, serta
dirinya dengan Tuhannya (Hamid, 2009).

Spiritualitas merupakan hubungan yang memiliki dimensi-dimensi yang


berupaya menjaga keharmonisan dan keselarasan dengan dunia luar, menghadapi
stres emosional, penyakit fisik dan kematian (Hamid, 2009). Spiritualitas lansia
yang sehat dapat membantu lansia dalam menjalani kehidupan dan
mempersiapkan dirinya dalam menghadapi kematian.
2. Karakteristik Spiritual
Adapun karakteristik spiritualitas menurut Hamid (2009) meliputi :
A. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self-reliance) meliputi:
pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya) dan sikap
(percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan
pikiran, harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri.
B. Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang tanaman,
pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam (bertanam,
berjalan kaki), mengabadikan dan melindungi alam.
C. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi: berbagi
waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, orang
tua dan orang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi,
melayat dll), dikatakan tidak harmonis apabila: konflik dengan orang lain,
resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
D. Hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais) meliputi:
sembahyang atau berdoa atau meditasi, perlengkapan keagamaan dan bersatu
dengan alam (Hamid, 2009)
3. Faktor yang memepengaruhi spiritualitas
Menurut Taylor dan Craven & Hirnle dalam Hamid, faktor penting yang dapat
mempengaruhi Spiritual seseorang adalah:
A. Tahap perkembangan
Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang
harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti
spiritual dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini
bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.
B. Peranan keluarga penting dalam perkembangan Spiritual individu. Tidak
begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi
individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri darI tingkah laku
keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan
dunia pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap
dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya.
C. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk
nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk
kegiatan keagamaan.
D. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi
Spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang
mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan
seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada
manusia menguji imannya.
E. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis
sering dialami ketika seseorang menghadadapi penyakit, penderitaan, proses
penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan
penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam
kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual
yang bersifat fiskal dan emosional.
F. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan system dukungan
sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat
menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat
berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan
dukungan setiap saat diinginkan.
G. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak
intervensi pengobatan.
4. Manifestasi Perubahan Fungsi Spiritual

Menurut Hamid (2009), berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan


klien seharusnya diwaspadai oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang
mengalami masalah spiritual. Kategori ekspresi kebutuhan spiritual yang adaptif
dan maladaptif yang dapat membantu perawat dalam mengkaji potensial distres
spiritual yang dimanifestasikan oleh klien atau yang mungkin juga dialami oleh
keluarga klien.

5. Kehilangan Versus Harapan

Konsep kehilangan masuk kedalam proses penuaan, sejalan dengan penurunan


kumulatif dalam hal mental, fisik, dan sosial. Kehilangan adalahsatu kata yang
paling menyimpulkan masalah-masalah usia tua, yang meliputi kehilangan
pekerjaan, waktu, harga diri, martabat pribadi, kesehatan fisik,kontak sosial,
peran, pendapatan, barang, ketajaman mental, energi, dan kehilangan kehidupan
itu sendiri yang tidak dapat dihindari.

Kehilangan dinyatakan sebagai deprivasi yang berkaitan dengan status masa


lalu, sekalipun intensitas kehilangan tersebut bergantung pada system nilai
seseorang. Jika frekuensi dan intensitas kehilangan semakin cepat, maka orang
tersebut akan kurang mampu beradaptasi dan berintergrasi, yang oleh karena itu,
membahayakan kesehatan mental dan fisiknya. Garret mengidentifikasi pengruh
pada kemampuan seseorang yang sedang berduka untuk melakukan koping
sejalan dengan bertambahnya usia, pengalaman negative terdahulu terhadap
kehilangan, kurangnya metode koping preventif, keterbatasan penggunaan sistem
pendukung, ketidakmampuan mempertahankan kendali, penurunan status
kesehatan mental dan fisik, dan kurangnya keyakinan pada kekuatan yang lebih
besar daripada dirinya sendiri. Sikap seseorang terhadap semua kehilangan
tersebut memengaruhi kualitas seorang lansia.

Efek kumulatif dari kehilangan seumur hidup, setelah usia 75 tahun, dialami
sebagai ketidakberhargaan dan pengabaian. Kerapuhan akan meningkat jika
lansia kekurangan keterampilan interpersonal, motivasi, kekuatan spiritual,
kontak sosial yang bermakna, keuangan yang adekuat, atau persepsi postif
tentang kesehatan. Burnside menganjurkan pengguanaan strategi dan dukungan

“loss-facing” untuk meningkatkan kesejehteraan. Konsep negative kehilangan


digambarkan pada sebagai berikut:

Penyeimbang konsep kehilangan adalah konsep yang lain: harapan. Harapan


menghilangkan potensi efek katastrofik dari kehilangan kumulatif pada lansia.
Harapan, sebagai suatu pemenuhan ekspektasi, mengatasi kehilangan yang tidak
dapat dihindari yang terakumulasi dari masa kanak- kanak. Harapan adalah
antisipasi peningkatan status atau terlepas dari perasaan terjebak. Hal tersebut
berdasar pada keyakinan akan sesuatu yang mungkin terjadi, dukungan dari
orang yang berarti, rasa sejahtera, kemampuan koping secara menyeluruh, dan
tujuan hidup. Harapan merupakan kekuatan motivasi,memberi energy yang dapat
memindahkan lansia keluar dari kehilangan yang kacau balau ketingkatan fungsi
yang lebih tinggi. Hickey menggunakan istilah memungkinkan harapan untuk
menggambarkan peran perawat dalam merawat pasien kanker. Beriman kepada
Tuhan memberi alasan bagi lansia untuk hidup dan berharap, selama mereka mau
berusaha untuk mencapainya.

Harapan adalah karakteristik esensial dari tahapan intregitas Erickson yang


terakhir. Harapan, sebagai pola integral yang terpenting seumur hidup, bertindak
sebagai pengstabil fungsional pada usia tua. Pada lansia, konsepkehilangan akan
sangat merusak jika menyebabkan kehilangan arti hidup. Kehilangan arti dan
tujuan, dan oleh karena itu kehilangan harapan, merupakan kehilanagn yang
terakhir dalam kehidupan-kehidupan kematian. Dulu, Gibbon menuliskan,
“kegagalan harapan akan mempersuram masa tua.” Kehilangan tanpa harapan
memandamkan cahaya kehidupan.

6. Perilaku Adaptif dan Maladaptif

Kebutuhan Tanda perilaku Adaptif Tanda perilaku Maladaptif

Rasa percaya a. Rasa percaya terhadap a. Merasa tidak nyaman


diri sendiri dan dengan kesadaran diri.
kesabaran. b. Mudah tertipu.
b. Menerima bahwa yang c. Ketidakmampuan untuk
lain akan mampu terbuka dengan orang lain.
memenuhi kebutuhan. d. Merasa bahwa hanya orang
c. Rasa percaya terhadap tertentu dan tempat tertentu
kehidupan walaupun yang aman.
terasa berat. e. Mengharapkan orang tidak
d. Keterbukaan terhadap berbuat baik dan tidak
Tuhan. tergantung.
f. Ingin kebutuhan dipenuhi
segera, tidak dapat
menunggu.
g. Tidak terbuka kepada
Tuhan.
h. Takut terhadap maksud
Tuhan.
Kemampuan a. Mengekspresikan a. Takut akan tergantung
memberi maaf perasaan dicintai oleh dengan orang lain.
orang lain atau Tuhan. b. Menolak bekerja sama
b. Mampu menerima dengan tenaga kesehatan.
bantuan. c. Cemas berpisah dengan
c. Menerima diri sendiri. keluarga.
d. Mencari kebaikan dari d. Menolak diri sendiri serta
orang lain. angkuh dan mementingkan
diri sendiri.
e. Tidak mampu untuk
mempercayai diri sendiri
dicintai oleh Tuhan, tidak
punya hubungan rasa cinta
dengan Tuhan.
f. Merasa tergantung dan
hubungan bersifat magic
dengan Tuhan.
g. Merasa jauh dengan Tuhan.

Keyakinan a. Ketergantungan dengan a. Mengekspresikan perasaan


anugerah Tuhan. ambivalens terhadap Tuhan.
b. Termotifasi untuk b. Tidak percaya terhadap
tumbuh. kekuasaan Tuhan.
c. Mengekspresikan c. Takut kematian.
kepuasan dengan d. Merasa terisolasi dari
menjelaskan kehidupan kepercayaan masyarakat
setelah kematian. sekitar.
d. Mengekspresikan e. Merasa pahit, frustasi dan
kebutuhan untuk marah terhadap Tuhan.
memasuki kehidupan f. Nilai, keyakinan dan tujuan
dan atau memahami hidup yang tidak jelas.
kehidupan manusia g. Konflik nilai.
dengan wawasan yang h. Tidak mempunyai
lebih luas. komitmen.
e. Mengekspresikan
kebutuhan ritual.
f. Mengekspresikan
kehidupan untuk merasa
berbagi keyakinan.

Kreatifitas dan a. Meminta informasi a. Mengekspresikan perasaan


harapan tentang kondisi. takut kehilangan kendali
b. Membicarakan diri.
kondisinya secara b. Mengekspresikan
realistik. kebosanan diri.
c. Menggunakan waktu c. Tidak mempunyai visi
selama dirawat inap alternatif yang
secara konstruktif. memungkinkan.
d. Mencari cara untuk d. Takut terhadap terapi.
mengekspresikan diri. e. Putus asa.
e. Mencari kenyamanan f. Tidak dapat menolong atau
batin daripada fisik. menerima diri sendiri.
f. Mengekspresikan g. Tidak dapat menikmati
harapan tentang masa apapun.
depan. h. Telah menunda
g. Terbuka terhadap pengambilan keputusan.
kemungkinan
mendapatkan kedamaian
Arti dan tujuan a. Mengekspresikan a. Mengekspresikan tidak ada
kepuasan hidup. alasan bertahan hidup.
b. Menjalani kehidupan b. Tidak dapat menerima arti
sesuai dengan sistem penderitaan yang dialami.
nilai. c. Mempertanyakan arti
c. Menggunakan kehidupan.
penderitaan sebagai cara d. Mempertanyakan tujuan
memahami diri. penyakit.
d. Mengekspresikan arti e. Tidak dapat merumuskan
kehidupan/ kematian. tujuan dan tidak mencapai
e. Mengekspresikan tujuan.
komitmen dan orientasi f. Telah menunda pegambilan
hidup. keputusan yang penting.
f. Menjelaskan tentang apa
yang penting

DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/394523961/Aspek-Spiritual-Pada-Lanjut-Usia

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.undip.ac.id/49395/2/CAHYO_YUWON
O.pdf&ved=2ahUKEwjFwoTavPvgAhUV7nMBHfUyCRkQFjAAegQIBBAB&usg=
AOvVaw0FWNiD2hWEQPSGyzaEherG

https://id.scribd.com/doc/283060433/Spiritualitas-Pada-Lansia

Anda mungkin juga menyukai