Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Penyakit Anemia Aplastik


Sub Pokok Bahasan : Pengenalan tentang Penyakit Anemia Aplastik
Sasaran : Pengunjung / Keluarga klien
Target : Pengunjung / keluarga klien
Waktu : 30 menit
Hari / Tanggal : -
Tempat : -
Penyuluh : Mahasiswa Tahap Profesi Ners STIKES Wira Medika PPNI Bali

LATAR BELAKANG
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan
komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum
tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita
mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah,
sel darah putih, dan trombosit.
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 oleh
Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi,
menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak ada
sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya
penekanan pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah
anemia aplastik.
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus
persejuta penduduk pertahun.2 Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi
dinegara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan
faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan
faktor genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk
Asia yang tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan
peningkatan paparan dengan pestisida sebagai etiologi yang tersering.
Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan salah satu
faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi
sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia
sumsum tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mendapatkan penyuluhan selama 30 menit tentang Anemia Aplastik, peserta
penyuluhan dapat mengerti, menghayati dan melaksanakan hidup sehat melalui pendekatan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) sehingga Anemia Aplastik dapat dicegah dan
dikurangi.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan Peserta penyuluhan mampu :
1. Menjelaskan pengertian Anemia Aplastik
2. Menjelaskan Penyebab Anemia Aplastik
3. Menjelaskan proses terjadinya penyakit Anemia Aplastik
4. Menjelaskan gejala klinis penderita Anemia Aplastik
5. Menjelaskan therapy penderita Anemia Aplastik

METODE
Ceramah, demonstrasi dan tanya jawab

MEDIA
Leaflet

KISI-KISI MATERI
1. Pengertian Penyakit Anemia Aplastik
2. Penyebab Anemia Aplastik
3. Proses terjadinya penyakit Anemia Aplastik
4. Gejala klinis penderita Anemia Aplastik
5. therapy penderita Anemia Aplastik
PENGORGANISASIAN
No KEGIATAN RESPON WAKTU
KELUARGA
1. Pendahuluan 3 menit
- Menyampaikan salam - Membalas salam
- Menjelaskan tujuan - Memperhatikan
- Apersepsi - Memberikan respon
2. Penyampaian materi 20 menit
a. Menjelaskan dan menguraikan materi - Memperhatikan
ttg: penjelasan dan
1. Pengertian Penyakit Anemia demonstrasi dengan
Aplastik cermat
2. Penyebab Anemia Aplastik
3. Proses terjadinya penyakit Anemia
Aplastik
4. Gejala klinis penderita Anemia
Aplastik
5. therapy penderita Anemia Aplastik

b. Memberikan kesempatan pada peserta - Menanyakan hal


penyuluhan untuk bertanya yang belum jelas
c. Menjawab pertanyaan peserta - Memperhatikan
penyuluhan yang berkaitan jawaban penyuluh
dengan materi yang belum jelas
3. Penutup - Menanyakan hasil 7 menit
- Tanya jawab (Evaluasi) yang belum jelas
- Menyimpulkan hasil materi dan menjawab
- Kontrak waktu selanjutnya pertanyaan
- Mengakhiri kegiatan (Salam) - Menjawab salam
penutup
SETTING TEMPAT
Duduk berhadapan antara penyuluh dengan peserta penyuluhan

SUSUNAN ACARA PELAKSANAAN


1. Pendahuluan
2. Penyampaian Materi
3. Penutup

METODE EVALUASI
Menanyakan pada peserta penyuluhan tentang :
1. Pengertian Penyakit Anemia Aplastik
2. Penyebab Anemia Aplastik
3. Proses terjadinya penyakit Anemia Aplastik
4. Gejala klinis penderita Anemia Aplastik
5. therapy penderita Anemia Aplastik
MATERI PENYULUHAN

A. PENGERTIAN
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta hemoglobin dalam 1 mm3
darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam
100 ml darah. (Ngastiyah.1997.Hal : 358)
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel
darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang
yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan
darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)

B. PENYEBAB
Faktor congenital
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
Faktor didapat
· Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
· Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin
(antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran,
methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan
sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
· Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
· Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
· Infeks i : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
· Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.
(Mansjoer.2005.Hal:494)
C. PROSES TERJADINYA
Kegagalan sumsum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel
hematopoetik. Pada anemia aplastik, tergantinya sumsum tulang dengan lemak dapat
terlihat pada morfologi spesimen biopsy dan MRI pada spinal. Sel yang membawa
antigen CD34, marker dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian
fungsional, sel bakal dan primitive kebanyakan tidak ditemukan; pada pemeriksaan in
vitro menjelaskan bahwa “kolam” sel bakal berkurang hingga < 1% dari normal pada
keadaan yang berat.
Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik
konstitusional : sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan
kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu.
Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen yang
berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT ) dapat diidentifikasi pada
beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan tanpa
anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa.
Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau
produksi faktor pertumbuhan.

D. GEJALA KLINIS
 Lemah dan mudah lelah
 Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah terkena
infeksi bakteri
 Trombositopenia menimbulkan perdarahan mukosa dan kulit
 Pucat
 Pusing
 Anoreksia
 Peningkatan tekanan sistolik
 Takikardia
 Penurunan pengisian kapler
 Sesak
 Demam
 Purpura
 Petekie
 Hepatosplenomegali
 Limfadenopati

E. THERAPY
a. Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa
packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan
pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3.
Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit
dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor
acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan
zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan
yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa
hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b. terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte
globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).
ATG atau ALG diindikasikan pada15 :
- Anemia aplastik bukan berat
- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit
lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin
melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan
stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis. Karena merupakan
produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat
sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.
Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat
aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.
c. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia
aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan
tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil
pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan
HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum
dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan
terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula
kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host
Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang
lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memilikisurviva l
yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien
dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG)
maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan. Akan tetapi
survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah
mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum
mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan
transfusi selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat
mungkin diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang.
Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection)
karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.

Anda mungkin juga menyukai