Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENGAMATAN URINE

BLOK 1.6 UROPOETIKA


PENGAMATAN KANDUNGAN DARAH DALAM URINE

Disusun oleh: :

Nama : Anya Roffey Vikri N. M. N.


NIM :
Tutor Pembimbing :
BAB 1
PENGAMBILAN SAMPEL

A. Tujuan Penelitian
Mengamati adanya kandungan darah pada urin orang puasa.
B. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
- Reagent strip - Urin ( Anya R, 19 tahun)
- Aqua 240 ml
- Colour chart

C. Langkah Kerja
1. Masukkan sampel urin kedalam gelas aqua.
2. Masukkan urin stick sampai semua reagent stripnya tercelup urine selama 2
menit lalu angkat sambil menyapukannya untuk membuang urin yang tersisa
di urin stick.
3. Amati dan bandingkan perubahan warna pada urine stick dengan colour chart.
Sampel urin sendiri diambil 2x dengan waktu yang berbeda namaun
pada hari yang sama yaitu hari kamis, 14 juni 2018. Untuk waktunya
pengambilan sampel urin diambil pada jam 05.13 WIB dan jam 17.53 WIB.

D. HASIL PENGAMATAN URINE

NO. Hal yang diamati Hasil Pengamatan


Setelah Sahur Menjelang Berbuka
1. Warna Kuning pekat Kuning
2. Volume 240 mL 100 mL
3. Leukosit - -
4. Nitrit - -
5. Urobilinogen 0.2(3.5) 100.2(3.5)20
6. Protein (-) 100(1.0)++
7. pH 6.0 6.0
8. Blood - -
9. Berat jenis 1.030 1.030
10. Keton - -
11. Bilirubin - 1(17)+
12. Glukosa - -

E. BUKTI PENGAMATAN URINE

Gambar 1. Tampak fisik sampel urine Gambar 2. Reagent strip urine


(Setelah sahur) (setelah sahur)

Gambar 3. Tampak fisik sampel urine Gambar 4. Reagent strip urine


(Menjelang berbuka) (Menjelang berbuka)
BAB II
PEMBAHASAN
Urine adalah suatu produk zat sisa yang diproduksi oleh ginjal melalui 3 proses yaitu
filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Kemudian akan ditampung dalam vesika urinaria melalui
ureter dan dikeluarkan melalui uretra yang dikenal sebagai proses miksi. Komposisi normal
urin adalah air yang presentasinya sebesar 90% sisanya disusun oleh urea, asam urat,
ammonia, garam, zat beracun dari sisa obat obatan, dan zat warna empedu yang memberi
warna pada urin. Namun susunan urin ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor fisiologis
antara lain diet, suhu, stress, dan faktor patologis seperti gangguan sistim berkemih
(American Urological Association, 2005).
Pada percobaan urinanalisis yang saya lakukan bawa tidak ditemukannya kandungan
darah didalam urin orang yang sedang berpuasa dengan ditandai oleh reagen strip berwarna
kuning muda yang menandakan hasil negatif setelah dicocokan dengan color chart
urinanalisis. Hal itu merupakan hal yang normal karena jika terdapat kandungan darah
didalam urin maka seseorang tersebut mengalami gangguan patologis didalam sistem
berkemihnya.
Dari paragraf sebelumnya dapat dipastikan bahwa urin secara normal tidak
mengandung darah khususnya eritrosit atau sel darah merah kecuali terjadi gangguan
patologis pada sistim urinaria dan sesorang wanita yang sedang dalam siklus menstruasi. Hal
tersebut terjadi karena ginjal memiliki proses filtrasi yaitu proses penyaringan darah yang
terjadi di korpuskel renalis yaitu glomerulus dan kapsula bowman. Membran kapiler
glomerulus sendiri memiliki 3 lapisan utama yaitu edotel kapiler, membran basalis, dan
lapisan sel epitel atau podosit yang memgelilingi bagian luar kapiler glomerulus. Ketiga
lapisan ini membentuk sawar filtrasi yang dapat menyaring zat terlarut dan air lebih banyak
dari pada membran kapiler biasa (Hendawy, 2014).
Untuk lapisan terdalam yaitu endotel kapiler mempunyai lapisan yang terdiri atas
ribuan lubang tipe fenestra meskipun tipe fenestra yang notabene memiliki banyak lubang di
dinding kapilernya, sel endotel memiliki muatan negatif yang berfungsi menghambat
terfiltrasinya protein plasma. Begitu juga dengan lapisan yang lebih luar yaitu membran
basalis yang terdiri atas dua komponen yaitu serat kolagen yang memiliki celah besar yang
berfungsi untuk menyaring air dan zat terlarut kecil. Komponen yang lain adalah
proteoglikan. Proteoglikan disini berfungsi sebagai sumber muatan negatif untuk mencegah
filtrasi protein plasma. Selanjutnya lapisan yang terluar adalah sel epitel. Sel sel disini
memiliki permukaan yang tidak rata dan memiliki tonjolan berbentuk kaki yang biasanya
disebut podosit. Diantara podosit podosit ini terdapat celah pori-pori atau slit pores yang akan
dilalui oleh filtrat glomerulus. Lapisan ini juga memiliki muatan negatif yang mencegah
filtrasi protein plasma. Jadi ketiga lapisan kapiler glomerulus merupakan sawar untuk filtrasi
protein plasma namun demikian protein plasma tetap bisa lolos dari filtrasi karena ukuran
molekulnya hanya 6 nanometer sedangkan pori pori glomerulus memiliki diameter 8
nanometer namun lolosnya hanya terbatas karena ada muatan negatif dan normalnya
keseluruhanya akan hilang saat proses reabsorbsi di ginjal. Begitu juga dengan eritosit dan
leukosit yang memiliki ukuran molekul 7,5 mikrometer dan 9-15 mikrometer sehingga terlalu
besar untuk bisa difiltrasi oleh kapiler glomerulus (Veerreddy, 2013).
Apabila didalam urin terdapat darah dan terjadi perubahan warna menjadi merah,
makan ada beberapa alasan akan hal tersebut. Penyebab warna urin berubah menjadi merah
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa yaitu hematuria dan pseudohematuria termasuk
hemoglobinuria dan mioglobinuria. Untuk mengetahui kadar darah didalam urine dapat
dilakukan pemeriksaan urinalisis. Salah satunya dengan reagen dipstick blood, dipstick
tersebut dapat mendeteksi adanya eritrosit, hemoglobin, mioglobin. Hal ini juga berhubungan
dengan hasil dipstik positif atau negatif blood pada urinanalisis. Ada dua alasan yang
menyebabkan hasil dipstik positif yaitu pertama, keberadaan sel darah merah pada urin hal
ini dikenal sebagai hematuria. Kedua, keberadaan sel darah merah pada urin yang hampir
tidak ada atau sedikit yang mengindikasikan pseudohematuria. Pseudohematuria adalah
kondisi urin yang berwarna merah sampai kecoklatan yang bukan disebabkan oleh sel darah
merah melainkan dari zat atau pigmen yang mewarnai urin seperti contoh pada keadaan
hemoglobinuria dan mioglobinuria. Hemoglobin dan mioglobin adalah suatu pigmen yang
ada dalam urin yang akan dideteksi keberadaanya oleh reagen pada strip test. Untuk
membedakan jenis pigmen ini digunakan uji amonium sulfat yang disentrifugasi. Amonium
sulfat mengendapkan Hb dan tidak untuk Mb. Hasil sentrifugasi yaitu supernatan ada dua
kemungkinan yaitu jelas/bersih menandakan pigmennya Hb sedangkan merah menandakan
Mb. Untuk dipstik negatif sendiri dikarenakan tidak adanya sel darah merah pada urin yang
dikenal sebagai pseudohematuria (Raharjo, Rizal and Novamizanti, 2012).
Tes diapstik sendiri dapat memberikan hasil negatif palsu ketika kadar asam askorbat
atau biasa disebut vitamin C tinggi dalam urin. Tes dipstik juga dapat memberikan hasil
positif palsu yaitu ketika urin terkontaminasi dengan bahan kimia seperti hipoklorit yang
digunankan dalam larutan pembersih dan bakteri peroksidase (Hendawy, 2014).
INIIII gabisa ngubungin sama paragraf diatas bil Hemogloninuria adalah keadaan
dimana hb atau hemoglobin diekskresi ke dalam urin. Hal ini terjadi karena proses hemolisis
intevaskular atau pemecahan eritrosit didalam pembulu darah yang menyebabkan
pembebasan hb ke dalam plasma sehingga menyebabkan hasil dipstik positif. Sedangkan
mioglobulinuria adalah pelepasan mioglobin ke dalam pembulu darah yang dikarenakan
dikarenakan kerusakan otot dan juga dikarenakan karena olahraga terlalu berat dan konvulsi.
Mioglobin sendiri memiliki berat molekul yang kecil sehingga dengan mudahnya terfiltrasi
oleh ginjal dan masuk kedalam komposisi urin yang menyebabkan hasil dipstik positif
(Veerreddy, 2013).
Hematuria dapat didefinisikan sebagain terdapatnya eritrosit didalam urine.
Hematuria terbagi menjadi dua jenis yaitu makroskopis (terlihat) dan mikroskopis (tidak
terlihat). Untuk hematuria makroskopis (terlihat) atau biasanya dikenal dengan gross
hematuria ditandai dengan tampak urin berubah warna menjadi pink atau kemerahan dan
perubahan ini akan disadari. Sedangkan hematuria mikroskopis “tak trelihat” terbagi lagi
menjadi beberapa tipe yaitu hematuria mikroskopis yang diikuti dengan gejala dan hematuria
mikroskopis yang tidak diikuti dengan gejala. Hematuria makroskopis memiliki resiko
urologi yang lebih tinggi dibanding dengan hematuria mikroskopis (American Urological
Association, 2005).
Hematuria juga dapat didefinisikan sebagain suatu kondisi urologi yang umum dan
dapat ditemukan di semua kelompok usia manusia. Penyebab adanya darah dalam urin adalah
sangat bervariasi berdasarkan janis kelamin, durasi, dan berdasarkan usia. Penyebab
hematuria sendiri antara lain ISK atau infeksi saluran kemih, menstruasi dan olahraga
(Veerreddy, 2013).
Insfeksi saluran kemih biasanya ditandai dengan berkembangnya mikroorganisme
dalam saluran kemih yang normalnya tidak terdapat bakteri, virus maupun mikroorganisme.
Infeksi saluran kemih dapat terjadi di semua jenis kelamin baik pria maupun wanita namun
wanita lebih sering menderita penyakit ini. Infeksi saluran kemih pada wanita mengalami
peningkatan sesuai dengan peningkatan aktifitas seksual dan bertambahnya umur (Hendawy,
2014).
Selain ISK, olahraga yang sangat berat seperti berenang dan lari dengan jarak jauh
dapat menyebabkan hematuria namun biasanya hematuria ini bersifat transien atau sementara
yang biasanya akan hilang dalam waktu 24-48 jam. Untuk jenis kelamin sendiri perempuan
sendiri lebih beresiko mengalami hematuria dari pada laki-laki. Mengapa hal ini bisa terjadi
karena perempuan lebih mudah terkena infeksi saluran kemih seperti cystitis adalah
peradangan atau infeksi pada vesika urinaria yang merupakan penyebab paling umum dari
terdapatnya darah pada urin. Hal tersebut bisa terjadi karena dalam segi anatomi uretra
perempuan lebih pendek dan tegak dari pada laki-laki dan juga vagina lebih dekat dengan
anus yang merupakan tempat yang banyak akan bakteri yang menyebabkan peningkatan
resiko perempuan mengalami infeksi saluran kemih. Dalam segi pemeriksaan, urinalisis
diharapkan dapat dilakukan ketika perempuan tidak sedang fase menstruasi untuk
mengurangi potensi kesalahan diagnosis dan untuk menghindari bias pada hasil pengamatan
karena tercampurnya urin dengan darah menstruasi (Raharjo, Rizal and Novamizanti, 2012).
Berdasarkan usia, orang yang sudah menginjak umur 60 tahun keatas lebih sering
mengalami hematuria hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu nyeri atau kolik renal yang
disebabkan oleh batu ginjal dan hematuria yang tidak nyeri yang dapat mengindikasikan
sebagai tumor. Pada pasien yang hasil urinanalisis mencurigakan atau positif hematuria dan
dikonfirmasi mengalami tumor, pasien harus ditindak lanjuti. Untuk tumor superfisial ( tidak
di otot) pasien akan melakukan pemeriksaan blue light cystoscopy menggunakan
photodinamik detection (PDD) untuk meningkatkan diagnosis dan identifikasi. Selanjutnya
untuk menghilangkan tumor superfisial akan dilakukan pembedahan yang dikenal sebagai
TURBT atau trans urethal resection of bladder tumor yg berfungsi menghilankan atau
mengangkat sel `yang bertumbuh tidak biasa dari dinding vesika urinaria. Selain itu juga
didukung dengan mitomycin C atau kemoterapi untuk mencegah perkembangan sel tumor
(American Urological Association, 2005).
Sedangkan untuk tumor yang lebih agresif dari kandung kemih pasien akan diberikan
kemoterapi yang berfungsi mengecilkan kanker dan selanjutnya diikuti dengan pembedahan
atau radioterapi. Radioterapi berguna untuk mengirimkan radiasi yang bersumber dari energi
radioaktif ke jaringan tumor yang berfungsi menghancurkan atau mengurangi jaringan tumor.
Namun tidak hanya sel tumor yang terkena dampak dari radiasi sel normal disekitarnya juga
akan terkena tetapi sel normal jika terkena akan pulih sendir dari efek radiasi. jika tumor
sudah semakin parah maka akan dilakukan kistektomi yang merupakan pengangkatan
sebagian atau seluruh bagian vesika urinaria dengan dibuatnya ileosotomy yaitu suatu lubang
pada abdomen yang digunakan sebagai tempat keluarnya limbah dari tubuh selama oprasi (S.
Asegaonkar, 2014).
Dari penyebab yang sudah disebutkan diparagraf-paragraf sebelumnya hasil positif
reagen dipstick blood tidak dipengaruhi oleh waktu, sehingga pemeriksaan tersebut dapat di
lakukan saat menjalankan puasa. Puasa merupakan ibadah wajib seorang muslim untuk
menahan nafsu khususnya menahan makan dan minum selama 11-18 jam. Oleh karena itu
dapat diasumsikan bahwa terdapat perubahan fisiologis selama aktifitas puasa di bulan
ramadhan baik terhadap komposisi urin ataupun volume urin. Efek puasa terhadap ada
tidaknya darah dalam urin sendiri tidak berhubungan atau tidak ada karena normalnya urin
tidak menggandung darah atau eritrosit didalamnya. (Hendawy, 2014).
Kesimpulan

Normalnya urin seseorang baik pria maupun wanita tidak mengandung darah atau eritrosit
didalamnya. Namun jika mendapati adanya darah atau eritrosit di dalam urian maka seseorang
tersebut mengalami gangguan patologis pada sistem berkemihnya kecuali seorang wanita yang
dalam masa menstruasi. Salah satu kondisi yang mengambarkan keberadaan darah didalam urain
adalah hematuria.
TERUS APA LAGI BILAAAAAA
Daftar Pustaka

American Urological Association (2005) ‘Hematuria: Blood in the urine’, Hematuria, p. 20.

Hendawy, A. (2014) ‘Effect of Ramadan Fasting on Renal Physiology’, 1(3), pp. 4–7. doi:
10.15406/unoaj.2014.01.00017.

Raharjo, N. M., Rizal, A. and Novamizanti, L. (2012) ‘Deteksi gejala hematuria berdasarkan
jumlah sel darah merah pada urine berbasis pengolahan citra’.

S. Asegaonkar, et al. (2014) ‘Effect Of Ramadan Fasting On Renal Function Markers In


Healthy Adults’, Walawalkar International Journal, (1), pp. 13–17.

Veerreddy, P. (2013) ‘Hemoglobinuria misidentified as hematuria: Review of discolored


urine and paroxysmal nocturnal hemoglobinuria’, Clinical Medicine Insights: Blood
Disorders, 6, pp. 7–17. doi: 10.4137/CMBD.S11517.

Anda mungkin juga menyukai