Anda di halaman 1dari 5

A.

Hukum Keluarga Bencana


Di dalam Al-Qur’an dan Hadis, tidak ada nas yang sharih yang
melarang ataupun yyang memerintahkan ber-KB secara eksplisit. Karena
itu hukum ber-KB kembali kepada kaidah ukum Islam (qaidah fiqhiyah)
yang mengatakan: “Pada dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh,,
kecuali/sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
Apabila seorang Musim melaksanakan KB dengan motivasi yang
bersifat pribadi, misalnya ber-KB untuk menjarangkan kehamilan atau
kelahiran, atau untuk menjaga kesehatan/kesegaran/kelangsingan badan si
ibu, hukumnya boleh saja. Tetapi jika seorang ber-KB disamping punya
motivasi yang bersifat pribadi seperi untuk kesejahteraan keluarga juga ia
punya motivasi yang bersifat kolektif dan nasional, seperti untuk
kesejahteraan masyarakat/negara maka hukumnya bisa sunah atau wajib,
tergantung pada keadaan masyarakat dan negara misalnya mengenai
kependudukannya, apakah sudah benar-benar overpopulated (terlalu padat
penduduknya) dan sebagainya sudah benar-benar overloaded (terlalu sarat/
penuh dan berat),, sehingga wilayah yang bersangkutan itu tidak mampu
mendukung kebutuhan hidup penduduk secara normal.1
Hukum ber-KB bisa menjadi makruh bagi pasangan suami istri
yang tidak menghendaki kehamilan si istri, padahal suami istri tersebut
tidak ada hambatan/kelaianan untuk mempunyai keturunan. Sehingga hal
tersebut bertentan dengan tujuan perkawinan menurut agama, yakni untuk
menciptakan rumah tangga yang bahagia dan untuk mendapatkan
keturunan yang sah yang diharapkan menjadi generasi penerus. Hukum
ber-KB juga menjadi haram apabila orang melaksanakan KB dengan cara
yang bertentangan dengan norma agama, misalnya dengan cara vasektomi
(sterilisasi suami) dan abortus (pengguguran).2

1
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam (Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung 1997), 55-57.
2
Ibid., 58.
Adapun ayat-ayar Al-Quran yang dapat dijadikan dalil dibenarkan
ber-KB antara lain:
1. Q.S. An-Nisa ayat 9

ِ ً‫ش الَّذِينَ لَ ْو ت َ َر ُكوا ِم ْن خ َْل ِف ِه ْم ذُ ِ ِّريَّة‬


‫ض َعافًا خَافُوا َعلَ ْي ِه ْم‬ َ ‫َو ْل َي ْخ‬
‫سدِيدًا‬ َ ‫َّللاَ َو ْل َيقُولُوا قَ ْوال‬
َّ ‫فَ ْل َيتَّقُوا‬
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar”.

2. Q.S. Al-Baqarah ayat 233

‫املَي ِْن ِل َم ْن أ َ َرادَ أ َ ْن يُتِ َّم‬


ِ ‫ض ْعنَ أ َ ْوالدَ ُه َّن َح ْولَي ِْن َك‬ ِ ‫َو ْال َوا ِلدَاتُ يُ ْر‬
‫وف ال‬ ِ ‫ضا َعةَ َو َعلَى ْال َم ْولُو ِد لَهُ ِر ْزقُ ُه َّن َو ِك ْس َوت ُ ُه َّن بِ ْال َم ْع ُر‬
َ ‫الر‬ َّ
‫ار َوا ِلدَة ٌ ِب َولَ ِدهَا َوال َم ْولُودٌ لَهُ ِب َولَ ِد ِه‬ َ ُ ‫س ِإال ُو ْس َع َها ال ت‬
َّ ‫ض‬ ُ َّ‫ت ُ َكل‬
ٌ ‫ف نَ ْف‬
‫اض ِم ْن ُه َما‬
ٍ ‫ع ْن ت َ َر‬
َ ‫صاال‬ ِ ‫َو َعلَى ْال َو ِار‬
َ ِ‫ث ِمثْ ُل ذَ ِل َك فَإ ِ ْن أ َ َرادَا ف‬
‫ضعُوا أ َ ْوالدَ ُك ْم‬ِ ‫َاو ٍر فَال ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما َو ِإ ْن أ َ َر ْدت ُ ْم أ َ ْن ت َ ْست َ ْر‬ ُ ‫َوتَش‬
ِ ‫سلَّ ْمت ُ ْم َما آت َ ْيت ُ ْم بِ ْال َم ْع ُر‬
َّ ‫وف َواتَّقُوا‬
َ‫َّللا‬ َ ‫فَال ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم إِذَا‬
‫ير‬
ٌ ‫ص‬ َّ ‫َوا ْعلَ ُموا أ َ َّن‬
ِ ‫َّللاَ ِب َما ت َ ْع َملُونَ َب‬
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris
pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan”.
3. Q.S. Al-Luqman ayat 14

َ ِ‫سانَ ِب َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬


‫صالُهُ فِي‬ َ ‫ص ْينَا اإل ْن‬
َّ ‫َو َو‬
‫ير‬
ُ ‫ص‬ ِ ‫ي ْال َم‬ َّ َ‫َعا َمي ِْن أ َ ِن ا ْش ُك ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَي َْك ِإل‬
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu”.

4. Q.S. Al-Ahqaf ayat 15

َ ‫سانًا َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ ُك ْر ًها َو َو‬


ُ‫ضعَتْه‬ َ ‫ص ْينَا اإل ْن‬
َ ‫سانَ بِ َوا ِلدَ ْي ِه إِ ْح‬ َّ ‫َو َو‬
ُ َ ‫ش ْه ًرا َحتَّى ِإذَا َبلَ َغ أ‬
‫شدَّهُ َو َبلَ َغ‬ َ َ‫صالُهُ ثَالثُون‬ َ ‫ُك ْر ًها َو َح ْملُهُ َو ِف‬
َ ‫ب أ َ ْو ِز ْعنِي أ َ ْن أ َ ْش ُك َر نِ ْع َمت َ َك الَّتِي أ َ ْن َع ْم‬
‫ت‬ ِ ِّ ‫سنَةً قَا َل َر‬َ َ‫أ َ ْربَ ِعين‬
ْ َ ‫ضاهُ َوأ‬
‫ص ِل ْح ِلي فِي‬ َ ‫ي َوأ َ ْن أ َ ْع َم َل‬
َ ‫صا ِل ًحا ت َ ْر‬ َّ َ‫ي َو َعلَى َوا ِلد‬ َّ َ‫َعل‬
َ‫ذُ ِ ِّريَّتِي إِنِِّي ت ُ ْبتُ إِلَي َْك َوإِنِِّي ِمنَ ْال ُم ْس ِل ِمين‬
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh
tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada
anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".

KB dalam pengertian untuk mencegah kehamilan akibat hubungan


seksual telah dikenal sejak zaman Nabi dengan istilah ‘azal yang sekarang
dikenal dengan istilah coitus-interuptus, yakni jimak terputus yaitu
melakukan ejakulasi (inzal al-mani) diluar vagina sehingga sperma tidak
bertenu dengan indung telur istri. ‘Azal pernah dilakukan oleh Sahabat
Nabi yang menjimak budak-budaknya, tetapi mereka tidak
menginginkannya hamil, demikian juga terhadap istri-istri mereka setelah
mendapat izin sebelumnya.
Mengenai ‘Azal ini diungkapkan dalam suatu hadits, yang artinya:
“Dari Jabir bahwasannya ada seseorang yang menghadap Rasulullah
SAW, lalu ia berkata: “Sesungguhnya aku mempunyai seorang jariyah
yang menjadi pembantu kami, pelayan minum kami, sedang aku sendiri
menggaulinya, akan tetapi aku khawatir ia hamil.” Maka Rasulullah SAW
memerintahkan: “Lakukan ‘azal jika engkau menghendaki, dengan begitu
akan masuk sekedarnya.” Atas dasar itulah orang tersebut melakukan
‘azal, kemudian Rasulullah mendatanginya, dan orang itu berkata bahwa
jariyah itu hamil. Maka Rasulullaah SAW menjawab: “ Aku telah beritahu
kamu bahwasanya seperma akan masuk sekesarnya (ke rahim) dan akan
membuahi.”3
Hadis di atas merupakan hadits yang menunjukkan bahwa perb uatan
‘azal yang dibolehkan dalam rangka upaya menghindari kehamilan dapat
dibenarkan. Karena itu secara esensial hadits di atas dapat dijadikan dasar
hukum dibolehkannya KB, sekaligus sebagai dalil untuk mengqiyaskan
penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom, dan sejenisnya.
Menurut Mahmud Syaltut, bahwa dasar dibolehkannya KB karena
alasan untuk menghindari darurat jika salah satu pihak dari suami istri
menderita penyakit yang berbahaya yang bisa menurun kepada anaknya.
Itulah yang dimaksud dengan kondisi khusus bagi kepentingan keluarga
yang bersangkutan, disamping kepentingan masyarakat dan negara. 4
Alat kontrasepsi seperti kondom diafragma, tablet vaginal dan tisuue
yang dimasukkan ke dalam vagina, semuanya dapat dikategorikan ‘azal
yang tidak dipersoalkan. Yang masih diperselisihkan hukumnya adalah
penggunaan berbagai alat kontrasepsi teknologi seperti IUD, suntikan, pil,
susuk KB, Vasektomi/ tubektomi, dan sejenisnya. Para Ulama
mengemukakan beberapa batasan atau kriteria alat kontrasepsi yang
dibolehkan dan yang tidak.
1. Imam Romli yang mengemukakan pendapatnya sebagai komentar atas
pendapat Syaikh Ibnu Hajar sebagai berikut: ”Adapun suatu alat yang

3
Ajat Sudrajat, Fikih Aktual Kajian atas Persoalan-Persoalan Hukum Islam
Kontemporer (Ponorogo: STAIN Press Ponorogo), 33.
4
Ibid., 34.
dapat menahan kehamilan untuk suatu masa tertentu, tanpa memutus
kehamilan dari sumbernya, tidaklah diharamkan.”
2. MUI dalam musyawarah tahun 1983 tentang kependudukan, kesehatan
dan keluarga berencana memutuskan bahwa ber KB tidak dilarang, dan
penggunaan berbagai alat kontrasepsi dapat dibolehkan dengan sedikit
pengecualian, yaitu pemakaian AKDB/IUD harus dipasang oleh tenaga
medis wanita, atau tenaga medis pria dengan syarat harus didampingi
suami wanita akseptor tersebut, atau wanita lain untuk menghilangkan
fitnah. Adapun penggunaan wasektomi dan tubektomi tidak dapat
dibenarkan oleh Hukum Islam kecuali karena alesan tertentu yang
sangat darurat.5

5
Ibid., 37-38.

Anda mungkin juga menyukai