Anda di halaman 1dari 9

ANATOMI HIDUNG

Hidung luar

Menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir atas; strukturhidung luar dapat
dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah tulang,yang tak dapat digerakkan; di
bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikitdapat digerakkan; dan yairg paling bawah
adalah lobulus hidung yang mudahdigerakkan. Belahan bawah aperfura piriforrnis hanya
kerangka tulangnya saja, memisahkan hidungluar dengan hidung dalam. Di sebelah superior,
struktur tulang hidung luar berupa prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua tulang
hidung, semuanya disokong oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian lamina
perpendikularis tulang etmoidalis. Spina nasalis anterior merupakan ba-gian dari prosesus
maksilaris medial embrio yang rneliputi premaksila anterior, dapat pula dianggap sebagai
bagian dari hidung luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah kartilago yang sedikit dapat digerak-
kan, dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi di garis tengah serta berfusi
pula dengan tepi atas kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau
lobulus hidung, dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus menutup
vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial oleh kolurnela, di lateral oleh ala nasi, dan
anterosuperior oleh ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah,
gerakan rnengendus, dan bersin. Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan di atas tulang
hidung, pipi anterior, dan bibir atas menjaminmobilitas lobulus. Jaringan ikat subkutan dan
kulit juga ikut menyokong hidung luar. Jaringan lunak diantara hidung luar dan dalam dibatasi
di sebelah inferior oleh krista piriformis dengan kulit penutupnya, di medial oleh septum nasi,
dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan lateral. Struktur tersempit
dari seluruh saluran pernapasan atas adalah apa yang disebut sebagai limennasi atau os
internum oleh ahli anatormi, atau sebagai katup hidung Mink oleh ahli faal. Istilah "katup"
dianggap tepat karena struktur ini bergerak bersama, dan ikut mengatur pernapasan (Adams
dan Hilger, 2013).

Hidung dalam

Struktur ini membentang dari os internun di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan struktur tulang di garis
tengah,secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung. Selanjutnya, pada dinding lateral
hidung terdapatpula konka dengan rongga udara yang tak teratur di antaranya-meatus superior,
media dan inferior. Sementara kerangka tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti
dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi
tebalnya, juga mengubah resistensi, dan akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi
dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa,
perubahan badan vaskular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas, dan dari
krusta dan deposit atau sekret mukosa. Duktus nasolakrimalis berrnuara pada meatus inferior
di bagian anterior.Hiatus semilunaris dari meatus lnedia merupakan muara sinus frontalis,
etmoi-dalis anterior dan sinus maksilaris. Sel- sel sinus etrnoidalis posterior bermua-ra pada
meafus superior, sedangkan sinus sfenoidalis bermuara pada resesuss fenoetmoidalis. Ujung-
ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan lateral dindinghidung
dalam dan ke atas hingga kubah hidung. Deformitas struktur demikian pula penebalan atau
edema mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai daerah olfaktorius,
dan, dengan demikian dapat sangat mengganggu penghiduan. Bagian tulang dari septum terdiri
dari kartilago septum (kuadrangularis) di sebelah anterior, laminaperpendikularis tulang
etrnoidalis di sebelah atas, vorner dan rostrum sfenoid di posterior dan suatukrista di sebelah
bawah, terdiri dari krista maksial dan krista palatina. Krista dan tonjolan yang terkadang perlu
diangkat, tidak jarang ditemukan. Pembengkokan septum yang dapat terjadi karena faktor-
faktor pertumbuhan ataupun trauma dapat sedemikian hebatnya sehingga mengganggu aliran
udara dan perlu dikoreksi secara bedah. Konka di dekatnya umumnya dapat mengkompensasi
kelainan septum (bila tidak terlalu berat), dengan memperbesar ukurannya pada sisi yang
konkaf dan mengecil pada sisi lainnya, sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar
rongga udara yang optimum. Jadi, meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada
dan masih normal. Daerah jaringan erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur
ketebalan dalam berbagai kondisi atmosfer yang berbeda (Adams dan Hilger, 2013).

Sinus paranasalis

Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara
hidung;jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga di
dalam beberapatulang wajah dan diberi nama yang sesuai: sinus maksilaris, sfenoidalis,
frontalis dan etmoidalis . Yang terakhir biasanya berupa kelompok-kelompok sel etmodialis
anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara ke dalam
hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan
mampu menghasilkan mukus,dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada
orang sehat, sinus terutama berisi udara.
Sinus maksilaris rudimenter, atau antrun umumnya telah ditemukan padasaat lahir. Sinus
paranasalis Iainnya timbul pada masa kanak-kanak dalam tu-lang wajah. Tulang-tulang ini
bertumbuh melebihi kranium yang menyangga-nya. Dengan teresorpsinya bagian tengah yang
keras, maka membran mukosahidung menjadi tersedot ke dalam rongga-rongga yang baru
terbentuk ini (Adams dan Hilger, 2013).

Suplai darah

Cabang sfenopalatina dari arteri maksilaris interna menyuplai konka,meatus, dan septum.
cabang etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftal-mika menyuplai sinus fronlalis dan
etmoidalis serta atap hidung. Sedangkan sinus maksilaris diperdarahi oleh suatu cabang
arterilabialis superior dan cabang infraorbitalis serta alveolaris dari arteri maksilarisinterna,
dan cabang faringealis dari arteri maksilaris interna disebarkan kedalam sinus sfenoidalis.
Vena-vena membentuk suatu pleksus kavernosus yang rapat di bawahmembrana rnukosa.
Pleksus ini terlihat nyata di atas konka media dan inferior, serta bagian bawah sep-tum di mana
ia membentuk jaringan erektil. Drainase vena terutama melalu vena oftalmika, fasialisanterior
dan sfenopalatina (Adams dan Hilger, 2013).

Sistem Limfatik

Suplai limfatik hidung amat kaya di mana terdapat jaringan pembuluh anterior dan posterior.
Ja-ringan limfatik anterior adalah kecil dan bermuara di sepanjang pembuluh fasialis yang
menuju leher.Jaringan ini mengurus hampir seluruh bagian anterior hidung-vestibulum dan
daerah prekonka. Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung,
menggabungkan ketiga saluranutama di daerah hidung belakang saluran superior, media dan
inferior. Kelompok superior berasaldari konka media dan superior dan bagian dinding hidung
yang berkaitan, berjalan di atas tuba eus-takius dan bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea.
Kelompok media, berjalan di bawah tuba eustasius, mengurus konka inferior, meatus inferior,
dan sebagian dasar hidung, dan menuju rantaikelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior
berasal dari septum dan sebagian dasar hidung, berjalanmenuju kelenjar limfe di sepanjang
penbuluh jugularis interna (Adams dan Hilger, 2013).

Suplai saraf

Suplai SarafYang lcrlibat langsung adalah saraf kranial pertama untuk penghiduan, divisi
oftalmikus dan mak-silaris dari saraf trigeminus untuk impuls aferen sensorik lainnya, saraf
fasialis untuk gerakan otot-ototpernapasan pada hidung luar, dan sistem saraf otonom. Yang
terakhir ini terutama rnelalui ganglionsfenopalatina, guna mengontrol diameter vena dan artcri
hidung, dan juga produksi mukus]dengandemikian dapat mengubah pengaturan hantaran, suhu
dan kelembaban (Adams dan Hilger, 2013).

FISIOLOGI HIDUNG

Penghidu

Indra penghidu pada manusia tergolong rudimenter dibgndingkan hewan lainnya, namun
kepekaanorgan ini cukup rnengejulkan. McKenzie menyatakan vanilin dapat dipersepsi
manusia sebagai suatubau bila terdapat dalam konsentrasi hingga serendah 5 x l0-10 gmVL
udara. Proses persepsi bau belum dapat dipastikan, namun terdapat dua teori yang
mengisyaratkan mekanisme kimia atau undulasi.Menurut teori kimia, partikel-partikel zat yang
berbau disebarkan secara difusi lewat udara danmenyebabkan suatu reaksi kimia saat mencapai
epitel ollaktorius. Menurut teori undulasi, gelombangenergi serupa dengan tentpaan ringan
pada ujung saraf olfaktorius. Tanpa memandang mekanismenya'indra penghidu dengan cepat
menghilang (Adams dan Hilger, 2013).

Tahanan Jalan Napas

Napas manusia dimulai dari lubang hidung. Usaha bernapas nenghantarkan udara lewat saluran
pernapasan atas dan bawah kepada alveoli paru dalam volume, tekanan, kelembaban, suhu dan
kebersihan yang cukup, untuk menjamin suatu kondisi ambilan oksigen yang optimal, dan pada
proses sebaliknya, juga menjamin proses eliminasi karbon dioksida yang optimal, yang
diangkut ke alveoli lewat aliran darah. Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi
serta kerjamirip katup dari jaringan erektil konka dan septum, menghaluskan dan membentuk
aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara vang lewat, dan menjalankan berbagai
aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pcngaturan suhu dan kelembaban udara).Perubahan
tekanan udara di dalam hidung selama siklus pernapasan telah diukur memakai rinomanometri.
Selama respirasi tenang, perubahan tekanan udara di dalam hidung adalah minimal dan
normalnya tidak lebih dari 10-15 mm H2O, dengan keccpatan aliran udara bervariasi antara 0
sampai 140 ml/menit. Pada inspirasi, terjadi penurunan tekanan; udara keluar dari sinus.
Sementara pada ekspirasi tekanan sedikit meningkat; udara masuk ke dalam sinus. Secara
keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil, kecuali pada saat mendengus, suatu
mekanisme di mana hantaran udara ke membrana olfaktorius yang melapisi sinus meningkat.
Suatu rentang tahanan jalan napas hidung yang luas telah diamati pada individu norrnal. Lebih
dari 50 persen tahanan jalan napas total selama respira sinormal merupakan tahanan hidung
total. Sebaliknya, hanya 20 persen dari tahanan pernapasan total dikaitkan dengan jalan mulut
pada pernapasan lewat mulut. Pada individu umumnya, terdapat perubahan dari pernapasan
hidung menjadi pernapasan hidung-mulut selama berolahraga dengan meningkatnya
kebutuhan udara. Namun, normalnya terdapat variasi yang cukup luas, saat terjadinya peralihan
tersebut. Meskipun pernapasan mulut jelas lebih mudah, individu biasanya hanya
rnelakukannya pada keadaan stenosis hidung yang tak terkompensasi atau bila fungsi paru yang
buruk tidak mampu mengatasi tahanan hidung normal. Pada sumbatan hidung total dengan
akibat pernapasan lewat mulut, beberapa peneliti telah nrengamati adanya peningkatan PCo2.
Kecenderungan untuk bernapas lewat hidung telah diperoleh dalam enam bulan pertama
kehidupan dan berlanjut sebagai perlindungan terhadap risiko lewat udara untuk seumur hidup.
Beberapa daerah hidung di mana jalan napas menyempit dapat diibaratkan sebagai "katup."
Pada bagian vestibulum hidung, terdapat dua penyempitan demikian. Penyempitan yang lebih
anterior terletak di antara aspek posterior kartilago lateralis superior dengan septum nasi. Tiap
deviasi septum nasi pada daerah ini sering kali makin menyempitkan jalan napas dengan akibat
gejala-gejala sumbatan jalan napas. Deviasi demikian dapat disebabkan trauma atau
pertumbuhan yang tidak teratur. Penyempitan kedua terletak pada aperfura piriformis tulang.
Kedua daerah ini dapat dianggap sangat bermakna secara klinis pada kasus-kasus yang
cenderung rnembutuhkan koreksi bedah intranasal.

Perubahan lahanan hidung yang normal antara hidung kiri dan kanan telah diperagakan
memakai rinomanometri. Volume pernapasan dalam kedua hidung berubah akibat kongesti dan
dekongesti jaringan erektil yang melapisi konka nasalis di kedua sisi septum. Siklus pada
individu normal ditemukan bervariasi antara l jam hingga 6 jam, dengan rata-rata lama siklus
2,5 jam. FIuktuasi ini bukan merupakan temuan norrmal pada individu umumnya, karena
tahanan hidung total cenderung menetap pada tingkat yang konstan (Adams dan Hilger, 2013).

Penyesuaian Udara

Dalam waktu yang singkat saat udara melintasi bagian horisontal hidung yaitu sekitar 16-20
kaliper menit, udara inspirasi dihangatkan (atau didinginkan) mendekati suhu tubuh dan
kelembaban relatifnya dibuat mendekati 100 persen. Suhu ekstrim dan kekeringan udara
inspirasi dikompensasi dengan cara mengubah aliran udara. Hal ini dilakukan melalui
perubahan fisik pada jaringan erektil hidung (Adams dan Hilger, 2013).
Purifikasi Udara

Rambut hidung, atau vibrisa pada vestibulum nasi yang berlapis kulit berperanan dalam filtrasi
udara. Lebih nyata pada pria, namun tidak dimengerti apa peranan perbedaan seks ini dalam
kebutuhan filtrasi udara.Anatomi hidung dalam yang iregular menimbulkan arus balik udara
inspirasi, dengan akibat penimbunan partikel dalam hidung dan nasofaring. Benda asing,
termasuk bakteri dan virus (sering kali menggumpal membentuk partikel besar) akan
diekspektorans atau diangkut melalui transpor mukosiliar ke dalam lambung untuk disterilkan
sekresi lambung

Gas-gas yang larut juga dikeluarkan dari udara saat melewati hidung. Makin Iarut air suatu
gas,makin sempurna pengeluarannya oleh mukosa hidung. Polutan seperti hidrogen klorida,
sulfur dioksida, dan amonia semuanya sangat larut dan karena itu dibenihkan sepenuhnya dari
udara inspirasi. Sebaliknya, karbon monoksida dan hidrokarbon mempunyai kelarutan yang
sangat rendah dan lang-sung menuju paru-paru (Adams dan Hilger, 2013).

Fungsi Mukosiliar

Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di sebclah posterior, di
manakemudian akan ditelan atau diekspektorans, merupakan kerja silia yang menggcrakkan
lapisan mukusdengan partikel yang terperangkap. Aliran turbulen dalant hidung
mernungkinkan pa-paran yang luas antara udara inspirasi dcngan epitel hidung dan lapisan
mukusnya, lapisan mukus berupa selubung sekret kontinyu yang sangat kental, meluas ke
seluruh ruang dan sudut hidung, sinus,tuba eustasius , faring, dan seluruh cabang bronkus.

Lapisan atas dari lapisan mukus yang amat tipis ini kaya akan glikoprotein, lebih kental, dengan
kekuatan tegangan yang memungkinkan gerakan kaku silia ke depan untuk mempertahankan
gerakan lapisan ke posterior dalam aliran kontinu. Lapisan bawah, lapisan perisiliaris lebih
encer, menimbulkan sedikit hambatan terhadap gerak pemulihan silia (membengkok). Lapisan
mukus diperbaharui oleh kelenjar submukosa dua atau tiga kali dalam satu jam.

Seperti gerakan silia dari epitel bronkopulmonar yang mendorong lapisan mukus ke arah
faring, demikian pula silia hidung dan telinga. Suatu tekanan negalif yang cukup bcrmakna
tercipta oleh tarikan silia pada lapisan mukus bila salah satu ruangan ini tersumbat oleh mukus.
Hal ini dapat berakibat nyeri sinus yang hebat saat sumbatan membersihkan ostium, dan bila
sumbat mukus turun kedalam kanalis akustikus dapat menyebabkan atelektasis membrana
timpani.
Kerja silia yang efektif telah diperlihatkan dapat terganggu oleh udara yang sangat kering,
seringkali terjadi di rumah pada bulan-bulan musim dingin dengan pemanasan. Juga penting
untuk mempertahankan pH netral 7. Polusi udara mengganggu efektifitas silia dalam berbagai
cara. Nitrogen dioksida dan sulfur dioksida, komponen lazim dari asap mengganggu kesehatan
hidung. Partikel bermuatan positif dapat menetralisir hitung ion atmosfer yang negatif normal
terbentuk akibat radiasi matahari. Gerakan silia terlihat berkurang atau bahkan terhenti setelah
hitung ion menjadi lebih positif. Akibatnya, kendatipun pasien datang dengan keluhan
"sinusitis", namun penyebab sesungguhnya adalah gangguan faal silia.

Mukus hidung di samping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang tertimbun dari udara
inspirasi, juga memindahkan panas, normalnya mukus menghangatkan udara inspirasi dan
mendinginkan udara ekspirasi, serta melembabkan udara inspirasi dengan lebih dari satu liter
uap setiap harinya. Namun, bahkan dengan jumlah uap dicairkan sering kali tidak memadai
untuk rnelembabkan udara yang sangat kering, sering kali terdapat di rumah-rumah dengan
pernanasan selama musim di-ngin. Hal ini dapat berakibat mengeringnya mukosa yang disertai
berbagai gangguan hidung. Derajat kelembaban selimut mukus ditentukan oleh stimulasi saraf
pada kelenjar seromukosa pada submukosahidung.

Sepertiga anterior rongga hidung ikut berubah scbagai respolls tcrhadap perubahan sifat fisik
udarainspirasi. Sangat menyimpang dari aturan, maka epitel pernapasan yang melapisi bagian
anterior konka terutama konka inferior, menjadi transisional atau gepeng dan tidak ditemukan
adanya silia. Lapisan mukus pada bagian ini menjadi lebih kental dan hanya dapat bergerak
dengan tarikan yang disebarkan sepanjang lapisan mukus dari daerah yang masih bersilia di
posterior. Jika kandungan par-tikel udara inspirasi masih tinggi sepcrti yang ditcmukan pada
pekerjaan tertentu, maka dapat diam tiadanya pembentukan krusta di sekitar vibrisa dan ujung
anterior konka.Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena silia lebih
aktif pada meatus media dan inferior yang terlindung, maka cenderung rnenarik lapisan mukus
dari meatus komunis kedalam celah-celah ini.

Arah gerakan pada septum adalah ke belakang dan agak ke bawah menuju dasar. Pada dasar
hidung, arahnya ke belakang dengan kecenderungan bergerak di bawah konka inferior ke
dalam meatus inferior. Pada sisi medial konka, arah gerakan ke belakang dan ke bawah, lewat
di bawah tepi inferior dari meatus yang bersesuaia. Drainase dari daerah tak bersilia pada
sepertiga anterior hidung seluruhnya praktis lewat meatus. Ini merupakan daerah yang paling
banyak mengumpulkan kontaminan udara.
Arah gerakan dari sinus seperti spiral, pada manusia, dimulai dari suatu titik yang jauh dari
ostium.Kecepatan gerak bertambah secara progresif saat mcncapai ostium, dan pada ostiun
lapisan mukus bergerak seperti tuba yang berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.

Kecepatan gerak mukus yang ditentukan oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung;
pada segmen hidung anlerior mungkin hanya seperenam dari kecepatan segmen posterior, yaitu
sekitar 1hingga 20 mm/menit. Cacat mukosiliar baik yang diturunkan atau didapat telah
terbukti berkaitan dengan keadaan penyakit yang bermakna Iapisan mukus, di samping
menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus
dan bakteri. Akan tetapi walaupun organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior,
sulit untuk mendapat suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim, yang terdapat pada lapisan
mukus, bersifat destruktif terhadap dinding sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam membran
hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel pernapasan juga
memberikan imunitas induksi selular(Adams dan Hilger, 2013).

Hubungan dengan paru-paru

Faal paru-paru normal bergantung pada pernapasan hidung. Sedangkan tonus bronkus
tergantung pada refleks nasopulmonaris yang juga menyebabkan perubahan tahanan dan
perfusi paru-paru total. Berbagai penelitian telah melaporkan kasus-kasus dengan gangguan
jantung pernapasan, mulai dari kardiomegali sedang dan hipertrofi ventrikel kanan hingga
gagal jantung kanan berat dan edema paru, yang disebabkan oleh sumbatan parsial pada saluran
pernapasan alas. Perubahan-perubahan ini dapat dipulihkan setelah jalan napas dibersihkan.
Namun, pengamatan ini terutama pada anak-anak kulit hitam dengan pembesaran adenoid dan
dihubungkan dengan hipoksia dan hiperkapnia yang menyebabkan vasokonstriksi parudan
peningkatan tekanan arteri paru. Karenanya diasumsikan bahwa kerentanan individu
merupakan persyaratan untuk terjadinya patologi ini, disebabkan pengamatan perubahan ini
sangat jarang bila dibandingkan dengan frekuensi sumbatan nasofaring pada anak umumnya
Riset telah menunjukkan suatu refleks yang dihantarkan dari mukosa hidung ke paru-paru
homolateral. Suatu penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan vaskular perifer juga
telah dikaitkan dengan rangsangan membrana hidung. Namun tahanan vaskular perifer tersebut
tidak mengubah aliran karotis. Hal ini mirip dengan apa yang dijelaskan sebagai "refleks
menyelam" yang secara selektif mempertahankan aliran darah ke otak. (Adams dan Hilger,
2013).

Modifikasi bicara
Seperti yang dibahas pada bagian-bagian lain, pembentukan bicara merupakan suatu proses
yang kompleks, melibatkan paru-paru sebagai sumber tenaga, laring sebagai generator suara,
dan struktur kepala dan leher seperti bibir, lidah, gigi, dll. sebagai artikulator untuk mengubah
suara dasar dari laring menjadi pembicaraan yang dapat dimengerti. Hidung dan sinus,
demikian pula nasofaring berperan pula dalam artikulasi. Pada bunyi tertentu misalnya
"m","tt", dan "ing", resonansi hidung adalah penting.

Secara umum, bicara yang abnormal akibat perubahan rongga-rongga hidung dapat
digolongkan sebagai hipernasal atau hiponasal. Hipernasal terjadi bila insufisiensi
velofaringeal menyebabkan terlalu banyak bunyi beresonansi dalam rongga hidung. Pasien-
pasien palatoskisis yang tidak diperbaiki secara khas mewakili gangguan bicara ini. Hiponasal
timbul bila bunyi-bunyi yang normalnya beresonansi dalam rongga hidung menjadi terhambat.
Sumbatan hidung dapat menimbulkan kelainan ini den-gan berbagai penyebab seperti infeksi
saluran pernapasan atas, hipertrofi adenoid, atau turnor hidung (Adams dan Hilger, 2013).

Adams, G.L., Boies dan Hilger. 2013. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai