Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Biodjati, 2 (2) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

KEANEKARAGAMAN JENIS EUPHORBIACEAE (JARAK-


JARAKAN) ENDEMIK DI SUMATRA
Tutie Djarwaningsih

Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi ,Cibinong Science Center – LIPI

Diterima 26 April 2017 Abstrak. Suku Euphorbiaceae mewadahi 91 marga dengan 1354 jenis di
Disetujui 22 November kawasan Malesia (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
2017 Filipina, Papua Nugini). Euphorbiaceae merupakan suku keempat
Publish 30 terbesar dari 5 suku tumbuhan berpembuluh yang mempunyai jumlah
November 2017 jenis di atas 1000. Walaupun sudah diketahui tingginya jumlah jenis di
Malesia, akan tetapi belum banyak yang melaporkan tentang endemisitas
Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46, jenis-jenis Euphorbiaceae di suatu pulau. Keunikan geologi Indonesia
Cibinong 16911 menyebabkan tingginya endemisitas flora, fauna dan mikroba. Indonesia
email:tutie_teresia@yahoo.com memimiliki tingkat endemisitas flora antara 40–50 % dari total jenis flora
pada setiap pulau, kecuali Sumatra yang endemisitasnya diperkirakan
e-ISSN : 2541-4208 hanya 23 %. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dengan pasti jenis-
p-ISSN : 2548-1606 jenis endemik Euphorbiaceae di Sumatra. Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan pengamatan specimen herbarium
serta penelusuran pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
beberapa jenis tumbuhan dari suku Euphorbiaceae (jarak-jarakan) ada
yang endemik di Sumatra yaitu Clonostylis forbesii S. Moore, Gymnanthes
remota (Steenis) Esser, Mallotus sphaerocarpus (Miq.)
Mull. Arg., Sauropus asymmetricus Welzen, dan Trigonostemon
magnificum R.I. Milne.
Kata kunci : Endemik, Euphorbiaceae, jarak-jarakan, Sumatra.

Abstract. The Euphorbiaceae, in the broad sense, have 91 genera and


1354 species in Malesia regions (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam, Filipina, Papua Nugini). They rank fourth in size amongst
the five largest families of Malesian vascular plants, with each over 1000
species. Although its already known the high number of species in
Malesia, but did not many have reported on the endemicity of
Euphorbiaceae species on an island. Uniqueness geology of Indonesia,
caused the high endemicity of flora, fauna and a microbe. Indonesia has
an endemicity level of flora between 40–50% of the total flora on each
island, with the exception of Sumatra that endemicity is estimated to be
only 23%. The purpose of this research was to know, how many
Euphorbiaceae’s endemic in Sumatra certainty. The method used in this
research is observation of specimen herbarium and literature. The results
of this study that some plant of Euphorbiaceae (jarak-jarakan) are
endemic to Sumatra i.e. Clonostylis forbesii S. Moore, Gymnanthes
remota (Steenis) Esser, Mallotus sphaerocarpus (Miq.) Mull. Arg,
Sauropus asymmetricus Welzen, and Trigonostemon magnificum, R.I.
Milne.

89
Jurnal Biodjati, 2 (2) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Key words : Endemic, Euphorbiaceae, jarak-jarakan, Sumatra

Cara Sitasi
Djarwaningsih, T. (2017). Keanekaragaman Jenis Euphorbiaceae (Jarak-Jarakan) Endemik di
Sumatra. Jurnal Biodjati, 2 (2), Hal 89-94.

PENDAHULUAN setiap pulau, kecuali Sumatra yang


endemisitasnya diperkirakan hanya 23 %
Keanekaragaman hayati merupakan (Anonim, 2014).
komponen penting dalam keberlangsungan Holthuis & Lam (1942) merekam 38
bumi dan isinya, termasuk eksistensi manusia. jenis Euphorbiaceae dari Kepulauan Talaud
Keanekaragaman hayati sudah dimanfaatkan dan Morotai. Airy Shaw (1982) melaporkan
sejak manusia ada misalnya sebagai sumber 240 jenis Euphorbiaceae dari kawasan Malesia
pangan, obat-obatan, energi dan sandang, jasa Tengah (Sulawesi, Maluku, dan Kepulauan
penyedia air dan udara bersih, perelindungan Sunda Kecil). Menurut Whitmore (1995), suku
dari bencana alam hingga regulasi ikim, untuk Euphorbiaceae mewadahi 91 marga dengan
perekembangan sosial, budaya dan ekonomi. 1354 jenis di kawasan Malesia (Indonesia,
Secara geologis, Indonesia dilalui oleh dua Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
jalur pegunungan muda dunia yaitu Filipina, Papua Nugini). Euphorbiaceae
Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan merupakan suku keempat terbesar dari 5 suku
Pegunungan Sirkum Pasifik di sebelah timur. tumbuhan berpembuluh yang mempunyai
Secara biogeografis bentang alam Indonesia jumlah jenis di atas 1000, yaitu Orchidaceae
membentuk bioregion yang dapat dipisahkan (6500 species), Rubiaceae (2000 species),
antara biogeografi flora dan fauna Asia dengan Myrtaceae (1600 species), Euphorbiaceae s.l.
Australasia sehingga terbentuklah garis (1354 species), dan Melastomataceae (1000
Wallacea dan garis biogografi seperti garis species). Walaupun sudah diketahui tingginya
Weber dan Lydekker. Posisi tersebut jumlah jenis di Malesia, berdasarkan
menyebabkan Indonesia mempunyai penelusuran pustaka di atas, belum banyak
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang melaporkan tentang endemisitas jenis-
(Anonim, 2014). jenis Euphorbiaceae di suatu pulau.
Keanekaragaman ekosistem di Indonesia Endemisitas tersebut bisa hilang sebelum
menyebabkanya kaya akan keanekaragaman terdata dikarenakan kerusakan habitat,
jenis dan genetik. Sampai saat ini tercatat masuknya jenis-jenis asing invasif (JAI),
keanekaragaman jenis alga 1.500, 80.000 jenis penebangan pohon yang bernilai ekonomis
tumbuhan berspora, 595 jenis lumut kerak, secara berlebihan, perubahan fungsi hutan.
2.197 jenis paku-pakuan dan 30.000 – 40.000 Berbagai upaya untuk mendukung kelestarian
jenis tumbuhan berbiji (15,5 % dari total tumbuhan beserta satwa penyerbuk dan
jumlah flora di dunia). Selain itu keunikan pemencar biji, antara lain dibangunnya Taman
geologi Indonesia ini menyebabkan tingginya Kehati yang dituangkan dalam Pasal 57 ayat
endemisitas flora, fauna dan mikroba. (1) huruf b Undang-undang No. 32 Tahun
Indonesia memiliki tingkat endemisitas flora 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
antara 40–50 % dari total jenis flora pada Lingkungan Hidup. Prioritas jenis yang akan
90
Jurnal Biodjati, 2 (2) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

dilestarikan adalah tumbuhan lokal, endemik, Euphorbiaceae (jarak-jarakan) ada yang


dan langka (Anonim, 2014). Tujuan penelitian endemik di Sumatra yaitu Clonostylis forbesii
ini untuk mengetahui dengan pasti jenis-jenis S. Moore, Gymnanthes remota (Steenis) Esser,
endemik di Sumatra khususnya pada suku Mallotus sphaerocarpus (Miq.) Mull. Arg.,
Euphorbiaceae yang nantinya bisa dijadikan Sauropus asymmetricus Welzen, dan
acuan untuk melakukan eksplorasi, konservasi Trigonostemon magnificum R.I. Milne.
dan pengupayaan pemulihan populasinya di Clonostylis forbesii S. Moore merupakan
alam. pohon. Daun menjorong, gundul. Perbungaan
betina panjangnya mencapai 3 cm. Bunga
BAHAN DAN METODE betina dengan daun kelopak menyegitiga
sampai membundar telur. Persebaran jenis ini
Bahan yang digunakan berupa semua hanya diketahui dari 1 spesimen dengan
spesimen herbarium dari suku Euphorbiaceae bumga betina yang dikoleksi oleh Forbes dari
yang berjumlah kira-kira 5000 lembar dan Moeara Mengkoelem, Sungai Rawas,
disimpan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Palembang, Sumatra. Gymnanthes remota
Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, (Steenis) Esser (Gambar 1), merupakan perdu
Cibinong Science Center (BO). Metode yang sampai pohon kecil, tingginya dapat mencapai
digunakan adalah deskriptif, dengan mendata 6.5 m. Daun menjorong, berkelenjar.
dan memilah-milah semua spesimen Perbungaan biasanya aksiler, terdiri dari bunga
herbarium dari suku Euphorbiaceae tersebut jantan dan betina; bunga ditemukan pada
serta ditunjang dengan penelusuran pustaka. bulan-bulan Januari, Maret dan Agustus. Buah
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap menggantung, dengan tangkai buah
jenis-jenis Euphorbiaceae yang hanya berasal panjangnya mencapai 9 cm; buah dikoleksi
dari Sumatra. Jenis-jenis Euphorbiaceae dari pada bulan Juni dan Juli. Biji tanpa karunkula
Sumatra yang ditemukan tersebut dicatat (sumbat tembaga), coklat tua, berbintik-bintik.
informasi persebarannya, nama lokalnya bila Persebarannya hanya ditemukan di Poetjoek
ada, jumlah spesimennya, manfaatnya, dan Angasan, Aceh, Gajolanden, Sumatra. Jenis ini
dilakukan pendokumentasian. Selanjutnya ditemukan di hutan hujan pegunungan, di batu-
persebaran jenis-jenis Euphorbiaceae tersebut batu kapur, pada ketinggian 1600–2000 m.
dibandingkan dengan persebarannya di seluruh Mallotus sphaerocarpus (Miq.)
Indonesia, apabila hanya ditemukan di
Sumatra saja, maka jenis-jenis tersebut dapat
dikatagorikan sebagai endemic, biasanya
hanya diwakili 1 atau 2 specimen saja. Untuk
jenis-jenis yang tidak ada spesimennya,
pendokumentasian dilakukan dengan cara
mengadopsi gambar dari pustaka yang ada
dengan mencantumkan sumbernya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa


Gambar 1. Gymnanthes remota (Steenis) Esser
beberapa jenis tumbuhan dari suku (Sumber: Esser, H.-J. Blumea 44 (1): 171.1999).
91
Jurnal Biodjati, 2 (2) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Mull. Arg. (Gambar 2); nama lokal menggelembur, suram, hitam. Jenis ini
Sumatra: Pepuah (Gajo), rumpi rawan. tersebar di Priaman; Kutatjane, Ketambe,
Mallotus sphaerocarpus (Miq.) Mull. Arg. Leuser Nature Reserve, Aceh, Sumatra Utara;
berupa pohon kecil sampai besar, tingginya Tandjoeng Morawa, Sibolangit. Secara umum
dapat mencapai 30 m. Indumentum tersusun ditemukan di hutan sekunder yang sudah
dari jumbai rambut yang berbentuk bintang terganggu, hutan hujan primer, hutan hujan
dan kelenjar rambut berwarna kuning sampai yang terganggu, sepanjang sungai Alas, tempat
jingga. Penumpu menyegitiga sempit, terbuka, tanah lempung berpasir, pada
berambut rapat. Daun berhadapan, tangkai ketinggian 30–500 m. Sauropus asymmetricus
daun barambut rapat sampai jarang; helaian Welzen (nama lokal Sumatra: Kajoe ira);
membundar telur sampai menjorong, berupa perdu kecil. Penumpu menyegitiga,
berkelenjar seperti gigi. Perbungaan tandan, tetap menempel. Daun membundar telur.
tunggal, tegak, berambut rapat. Bunga: tangkai Perbungaan berupa berkas sampai tandan
berambut rapat. Perbungaan jantan panjangnya pendek, di ketiak; bunga tunggal, terdiri dari
mencapai 21 cm, dengan 6–13 bunga per daun bunga jantan dan betina; musim
gagang; bunga jantan dengan benangsari 30– pembungaannya pada bulan Desember. Buah
38, gundul. Perbungaan betina panjangnya agak bulat; musim pembuahannya bulan
mencapai 14 cm, dengan 1 bunga per daun Oktober sampai Mei. Biji menyegitiga pada
gagang; masa pembungaan Februari sampai irisan melintang. Persebarannya hanya
Maret. Buah tidak merekah, membulat; masa diketahui di Sumatra, Indonesia tanpa lokasi
pembuahannya pada bulan April sampai yang jelas. Ditemukan di bukit hutan primer
Oktober; buah dimakan oleh orang hutan. Biji dan sekunder, di batu-batu kapur pada
berbentuk seperti lensa, permukaan ketinggian 500 m.

Gambar 2.Mallotus sphaerocarpus (Miq.) Mull. Arg.

Trigonostemon magnificum R.I. Milne berbulu balig halus rapat. Helaian daun
(Gambar 3), merupakan pohon menyemak melonjong-membundar. Perbungaan di ketiak,
dengan tinggi mencapai 5 m. Indumentum berbulu, biseksual; bunga jantan dengan daun
berwarna kuning belerang. Tangkai daun mahkota ungu-hitam, menjorong; kelenjar 5
92
Jurnal Biodjati, 2 (2) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

bentuk seperti telur. Bunga betina ungu Sikunder Forest Reserve, Besitang river.
kehijauan-hitam. Buah berupa kapsul Ditemukan di hutan payau, pada ketinggian
bercuping-3. Biji merah-coklat tua, membulat 50–100 m.
serong. Tersebar di Aceh, c. 75 km WNW of
Medan, Gunung Leuser National Park,

Gambar 3. Trigonostemon magnificum R.I. Milne (Sumber: Milne, R. Kew Bulletin 50 (1): 52.1995)

Berdasarkan hasil penelitian Airy Shaw lebih intensif ke pulau-pulau lain, sehingga
(1981), telah dilaporkan ada 29 jenis endemic jenis-jenis tersebut statusnya tidak lagi
di Sumatra. Hasil pengamatan terhadap endemic. Sedangkan untuk jenis-jenis
specimen herbarium yang terbaru di Sauropus asymmetricus Welzen (Welzen,
“Herbarium Bogoriense “, Bidang Botani – 2003) dan Trigonostemon magnificum R.I.
LIPI (BO), saat ini hanya ditemukan 1 jenis Milne (Milne, 1995), karena keduanya
yaitu Mallotus sphaerocarpus (Miq.) Mull. merupakan jenis baru dan baru dipublikasikan
Arg. (Sierra et al., 2007). Sedangkan menurut pada tahun 1995 dan 2003; sehingga belum
Sidiyasa et al. (1986), terekam 43 jenis terekam dalam publikasi Airy Shaw (1981)
endemic di Sumatra, dan hanya 1 jenis yang dan Sidiyasa et al. (1986). Demikian pula
ditemukan di BO yaitu Mallotus dengan jenis Clonostylis forbesii S. Moore
sphaerocarpus (Miq.) Mull. Arg. Hal ini (Welzen, 1998) dan Gymnanthes remota
mungkin disebabkan dalam kurun waktu ± 31 (Steenis) Esser (Esser, 1999) baru
– 36 tahun telah dilakukan eksplorasi yang dipublikasikan pada tahun 1998 dan 1999.

93
Jurnal Biodjati, 2 (2) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Oleh karenanya, penelitian ini sementara bisa Flora of the Talaud Islands and Morotai.
disimpulkan, bahwa ada beberapa jenis Blumea 5 (1): 93–256.
Euphorbiaceae yang endemik di Sumatra, Milne, R. (1995). Trigonostemon magnificum
yaitu: Clonostylis forbesii S. Moore, (Euphorbiaceae), A New Species from
Gymnanthes remota (Steenis) Esser, Mallotus Sumatra. Kew Bulletin, 50 (1): 51– 53.
sphaerocarpus (Miq.) Mull. Arg., Sauropus Sidiyasa, K., Sutisna, U., Sutiyono, M.,
asymmetricus Welzen, dan Trigonostemon Sutrasno, T. K. & Whitmore, T. C. (1986).
magnificum R.I. Milne. Sauropus Tree Flora of Indonesia. Check List for
asymmetricus Welzen dan Trigonostemon Sumatra. Whitmore, T.C. & Tantra,
magnificum R.I. Milne merupakan jenis baru, I.G.M. (eds.). Ministry of Forestry.
sehingga spesimennya masih sangat kurang. Agency for Forestry Research and
Untuk itu informasinya masih sangat Development. Forest Research &
dibutuhkan dari lapangan. Dengan demikian Development Centre Bogor. Pp: 72 – 97.
masih diperlukan kegiatan eksplorasi untuk Sierra, S. E. C., Aparicio, M., Gebraad, M. J.
mencari jenis-jenis tersebut, sehingga data- H., Kulju, K. K. M. & Welzen, P. C. van.
datanya lebih lengkap, selanjutnya dapat (2007). The Morphological Range in
dipakai sebagai acuan arah konservasinya, Mallotus (Euphorbiaceae) and A
terutama untuk jenis-jenis yang bermanfaat. Taxonomic Revision of Its Section
Rottleropsis (including Axenfeldia) in
DAFTAR PUSTAKA Malesia, Thailand and Africa. Blumea, 52
(1): 155.
Anonim. (2014). Kekinian Keanekaragaman Welzen, P. C. van. (1998). Revisions and
Hayati Indonesia. LIPI Pres. Phylogenies of Malesian Euphorbiaceae:
Airy Shaw, H. K.1981. The Euphorbiaceae of Subtribe Lasiococcinae (Homonoia,
Sumatra. Kew Bulletin: 36 (2): 239–374. Lasiococca, Spathiostemon) and
Royal Botanic Gardens Kew. London Her Clonostylis, Ricinus, and Wetria. Blumea,
Majesty’s Stationery Office. 43 (1) : 150 – 151.
Airy Shaw, H. K.1982. The Euphorbiaceae of Welzen, P . C. van. (2003). Revision of the
Central Malesia (Celebes, Moluccas, Malesian and Thai Species of Sauropus
Lesser Sunda Islands). Kew Bulletin: 37: (Euphorbiaceae : Phyllanthoideae).
1–36. Royal Botanic Gardens Kew. Blumea, 48 (2): 344.
London Her Majesty’s Stationery Office. Whitmore, T. C. (1995). The Phytogeography
Esser, H. -J. (1999). A Partial Revision of the of Malesian Euphorbiaceae. In: Plant
Hippomaneae (Euphorbiaceae) in Malesia. Diversity in Malesia III. Proceedings of
Blumea 44 (1): 172 the Third International Flora Malesiana
Holthuis, L.B. & H.J. Lam. (1942). A First Symposium 1995. J Dransfield, MJE
Contribution to Our Knowledge of the Coode & DA Simpson (eds.). Royal
Botanic Gardens Kew. Pp. 389–390

94

Anda mungkin juga menyukai