1. Pengertian
Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi
orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia.
Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang
sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih
dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang
yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia
dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang,
yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999).
2. Penggolongan lansia
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok
yakni:
Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia.
Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
3. Ciri-ciri dewasa akhir
Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor fisik dan
psikologis.
Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini sebagai
waktunya untuk bersantai dan ada pula yang menganggapnya sebagai hukuman.
Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa tua
tidaklah menyenangkan.
1. Mudah jatuh
a. Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di
lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau
luka (Ruben, 1996).
b. Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik: gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi dan sinkope-dizziness;
faktor ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda,
penglihatan kurang karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya.
4. Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb
5. Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan jantung, gangguan
sistem respiratorius, overweight, anemia
6. Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis
7. Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal jantung, kurang vitamin
B1, penyakit hati, penyakit ginjal, kelumpuhan, dsb
10. Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran cerna, faktor
sosio-ekonomi
11. Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih, saluran kemih,
kelainan syaraf, faktor psikologis
12. Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar, kelainan rektum
13. Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa berkurang, katarak,
glaukoma, infeksi mata
15. Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan psikogenik (depresi,
irritabilitas)
16. Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi, dsb
17. Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ggn sirkulasi darah lokal,
ggn syaraf umum dan lokal
18. Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal, hepatitis kronis,
alergi
Dari segi kesehatan, hasil survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002 menunjukkan
bahwa penyakit hipertensi berada pada urutan pertama diderita lansia (42,9%), diikuti oleh
penyakit sendi (39,6%), anemia (46,3%), dan penyakit jantung dan pembuluh darah (10,7%).
Lansia yang mengalami keterbatasan fungsi tubuh sekitar 88,9% dan keterbatasan partisipasi
sekitar 43,4% (Depkes RI, 2002).
Riskesdas 2007 juga menunjukkan penyebab kematian pada umur 65 tahun ke atas pada
laki-laki adalah stroke (20,6 persen), penyakit saluran nafas bawah kronik (10,5 persen),
Tuberkulosis Paru (TB) (8,9 persen), hipertensi (7,7 persen), NEC (7,0 persen), penyakit
jantung iskemik (6,9 persen), penyakit jantung lain (5,9 persen), diabetes mellitus (4,9
persen), penyakit hati (4,4 persen) dan pnemonia (3,8 persen).
Sementara pada perempuan penyebab kematian terbanyak adalah stroke (24,4 persen),
hipertensi (11,2 persen), NEC (9,6 persen), penyakit saluran pernafasan bawah kronik (6,6
persen), diabetes mellitus (6,0 persen), penyakit jantung iskemik (6,0 persen), penyakit
jantung lain (5,9persen), TB (5,6 persen), pnemonia (3,0 persen) dan penyakit hati (2,2
persen).
Di Indonesia, belum ada data epidemologis stroke yang lengkap, tetapi proporsi
penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari laporan survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai rumah sakit di 27 provinsi di Indonesia.
Hasil survei itu menunjukkan terjadinya peningkatan antara 1984 sampai 1986, dari 0,72 per
100 penderita pada1984 menjadi 0,89 per 100 penderita pada 19862. Di RSU Banyumas, pada
1997 pasien stroke yang rawat inap sebanyak 255 orang, pada 1998 sebnyak 298 orang, pada
1999 sebanyak 393 orang, dan pada 2000 sebanyak 459 orang. Stroke merupakan masalah
serius karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan, dan biaya yang dikeluarkan sangat
besar. Karena itu, perlu usaha pencegahan untuk terjadinya stroke primer maupun stroke
sekunder (stroke ulang). Salah satu faktor risiko yang penting untuk terjadinya stroke adalah
hipertensi. Oleh karena itu, dengan mengendalikan tekanan darah, angka kejadian stroke
primer maupun stroke sekunder dapat diturunkan.
Sekitar 60% lansia akan mengalami hipertensi setelah berusia 75 tahun. Penelitian
epidemiologi menunjukkan hipertensi dijumpai pada 50-70 % pasien stroke, angkanya
berkisar 20-30 % di banyak negara. Pada serangan stroke ulang kematian akan meningkat
sampai 47 % (WHO fact sheet 2005). Studi lain menunjukkan kematian akibat stroke
meningkat secara linear progresif pada tekanan darah sistolik 115 mmHg dan diastolik 75
mmHg ke atas. Setiap kenaikan tekanan darah sistolik 20 mmHg dan diastolik 10 mmHg
didapatkan resiko kematian dua kali lipat. Hipertensi yang terkontrol dapat menurunkan
risiko terjadinya stroke pertama maupun stroke berulang.
5. Identifikasi 2 Masalah Utama yang paling sering muncul pada lansia adalah :
Berdasarkan hasil survey dari berbagai peneliti maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
2 masalah utama yang paling sering muncul pada lansia,yaitu :
1. Hipertensi
Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002 menunjukkan bahwa penyakit
hipertensi berada pada urutan pertama diderita lansia (42,9%).
Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat
yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi, merupakan
salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan
pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila
telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak
jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan
rutin atau datang dengan keluhan lain.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus
hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran
tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia
sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki
hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi.
Justification :
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah yang melebihi normal. Penyakit ini dikategorikan The Slient
Disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum
dilakukan pemeriksaan tekanan darahnya. (Purnomo, 2009 : 11).
Puskesmas juga perlu melakuka encegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan
deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan
pengobatan secara dini.
Sarana dan prasarana untuk diagnosis dan mengobati hipertensi, termasuk mendeteksi
kemungkinan terjadi kerusakan organ target atau komplikasi pada dasarnya sudah
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.
Keberadaan Posbindu PTM setiap bulan dalam wadah Desa Siaga aktif di setiap
kelurahan sebenarnya sudah cukup untuk mewaspadai dan memonitor tekanan darah dan
segera ke Puskesmas/fasilitas kesehatan jika tekanan darahnya tinggi.
"Melalui Puskesmas dan Posbindu PTM, masyarakat cukup mendapat kemudahan akses
untuk mendeteksi atau monitoring tekanan darah nya. Jika mampu membeli tensimeter
sendiri untuk memonitor tekanan darah keluarga secara rutin akan lebih baik. Namun
yang paling penting adalah meningkatkan perilaku hidup sehat", ujar Prof. Tjandra.
Keberadaan Posbindu PTM di masyarakat lebih tepat untuk mengendalikan faktor risiko
Penyakit Tidak Menular (obesitas, hiperkolesterol, hipertensi, hiperglikemi, diet tidak
sehat, kurang aktifitas dan merokok). Kegiatan deteksi dini pada Posbindu PTM
dilakukan melalui monitoring faktor risiko secara terintegrasi, rutin dan periodik.
Kegiatan monitoring mencakup kegiatan minimal yaitu hanya memantau masalah
konsumsi sayur/buah dan lemak, aktifitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan tekanan
darah, dan kegiatan monitoring lengkap yaitu memantau kadar glukosa darah, dan
kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana dan IVA. Tindak lanjut dini
berupa peningkatan pengetahuan masyarakat tentang cara mencegah dan mengendalikan
faktor risiko PTM dilakukan melalui penyuluhan / dialog interaktif secara massal dan /
atau konseling faktor risiko secara terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
2. Stroke
Riskesdas 2007 juga menunjukkan penyebab kematian pada umur 65 tahun ke
atas pada laki-laki adalah stroke (20,6 persen), sedangkan pada perempuan
penyebab kematian terbanyak adalah stroke (24,4 persen).
Proporsi penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini
terlihat dari laporan survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai
rumah sakit di 27 provinsi di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan terjadinya
peningkatan antara 1984 sampai 1986, dari 0,72 per 100 penderita pada1984
menjadi 0,89 per 100 penderita pada 19862. Di RSU Banyumas, pada 1997 pasien
stroke yang rawat inap sebanyak 255 orang, pada 1998 sebnyak 298 orang, pada
1999 sebanyak 393 orang, dan pada 2000 sebanyak 459 orang. Stroke merupakan
masalah serius karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan, dan biaya yang
dikeluarkan sangat besar. Karena itu, perlu usaha pencegahan untuk terjadinya
stroke primer maupun stroke sekunder (stroke ulang).
Justifikasi :
Gejala-gejala umum strok dapat berupa,Kekakuan tiba-tiba, paralisis, atau kelemahan pada
muka, lengan atau kaki terutama hanya pada satu sisi badan,Masalah baru berhubungan
dengan kemampuan berjalan dan keseimbangan,Perubahan penglihatan tiba-tiba,Berbicara
sambil meneteskan liur atau sulit berbicara,Memiliki masalah berbicara atau memahami
pernyataan sederhana, atau merasa bingung,Sakit kepala hebat yang timbul tiba-tiba yang
berbeda dengan sakit kepala sebelumnya.
Pengobatan dini dapat mencegah kerusakan yang lebih besar akibat stroke. Salah satu
pengobatan umum stroke yaitu dengan tissue plasminogen activator (TPA). Obat ini
disuntikkan ke arteri atau vena yang kemudian akan melarutkan sumbatan di pembuluh darah
sehingga darah kembali mengalir ke otak.
Stroke merupakan penyakit pemicu kematian yang serius, namun sebenarnya dapat dicegah.
Perubahan gaya hidup perlu ditingkatkan guna mengurangi risiko stroke. Berikut beberapa
perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan :
Mengurangi konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah sehingga mengurangi risiko
stroke.
Kurangi kolesterol "jahat" dapat meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi risiko
stroke. Kadar kolesterol harus di bawah 200 mg/dL.
3. Stop merokok
Perokok memiliki risiko stroke dua kali lipat. Merokok dapat merusak pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan darah, serta mempercepat penyumbatan di pembuluh darah.
Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki risiko yang lebih besar memiliki
kadar kolesterol tinggi, hipertensi, diabetes, dan stroke. Olahraga dapat mengurangi berat
badan sehingga mengurangi risiko penyakit-penyakit tersebut.
Para peneliti menemukan risiko stroke bisa berkurang sampai 7 persen untuk setiap 7 gram
penambahan serat yang dikonsumsi setiap hari. Dengan kata lain mereka yang paling rajin
mengonsumsi serat risikonya paling rendah terkena stroke. Tambahan 7 gram penambahan
serat bisa berasal dari dua potong roti gandum utuh, sayuran atau buah-buahan.