Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI II
PERCOBAAN 7
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTELMINTIK
Disusun Oleh:
Kelompok 6/E
I. Tujuan
1. Merancang dan melakukan eksperimen sederhana untuk menguji
aktivitas antelmintik (anti cacing) suatu bahan secara in vitro
2. Menjelaskan perbedaan paralisis spastik dan flasid yang terjadi
pada cacing setelah kontak dengan antelmintik (anti cacing)
IV. Prosedur
Sebelum dilakukan percobaan, cacing diaktifkan terlebih dahulu pada
suhu 37⁰C. Pirantel pamoat sebagai larutan uji disiapkan dan NaCl fisiologis
disiapkan sebagai kontrol. Masing-masing larutan uji dituangkan kedalam tiap
cawan petri. Cacing Ascaris suum diletakan kedalam masing-masing cawan petri
kemudian diletakan diatas water bath dengan suhu 37⁰C .
Pengamatan dengan cara : Mengamati pergerakan cacing dan posisi kepala
cacing setelah penempatan cacing didalam larutan uji secara terus menerus selama
15 menit pertama kemudian pada 30, 45, 60 menit dan seterusnya selama 2 jam
dengan interval waktu 15 menit. Pergerakan cacing dibandingkan dengan cacing
kontrol didalam NaCl Fisiologis. Jika cacing masih aktif bergerak berarti masih
dalam keadaan normal. Jika cacing tidak bergerak, terdapat tiga kemungkinan
yaitu apakah cacing tersebut masih normal, paralisis atau sudah mati. Untuk
melihat apakah cacing yang tidak bergerak tersebut sudah mati atau hanya
paralisis atau sebetulnya masih normal, cacing diusik menggunakan batang
pengaduk. Jika cacing tersebut bergerak, maka cacing tersebut dinyatakan masih
normal dan ditandai dengan tanda N. Jika cacing tersebut masih tidak bergerak,
cacing dimasukan kedalam air panas 50⁰C dan diamati pergerakannya. Apabila
cacing menjadi bergerak berarti cacing mengalama paralisis dan tentukan paralisis
spastik atau paralisis flastid. Jika cacing masih tetap tidak bergerak dapat
dinyatakan cacing sudah mati.
V. Data Pengamatan
Tabel 5.1 Tabel pengamatan pengujian aktivitas antelmintik
Nama Efek
Sediaan Cacing Jantan Cacing Betina
Larutan Waktu (menit) Waktu (menit)
Uji 15 30 45 60 75 90 105 120 15 30 45 60 75 90 105 120
Pirantel Pamoat 1,25
N Ps Ps Ps Ps Ps Ps Ps - - - - - - - -
mL
Pirantel Pamoat 2,5
- - - - - - - - N Ps Ps Ps Ps Ps M M
mL
N Ps Ps Ps Ps Ps M M
Pirantel Pamoat 5 mL N N Ps Ps M M M M N N N Ps M M M M
NaCl Fisiologis N N N N N N N N - - - - - - - -
Keterangan:
N = normal
Ps = paralisis spastik
M = mati
- = tidak dilakukan
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian aktivitas antelmintik yang
bertujuan untuk mengetahui aktivitas kerja obat antelmintik dan membedakan
paralisis spastik dengan paralisis flasid. Adapun obat antelmintik yang digunakan
ialah pirantel pamoat. Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan
cacing. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah
keluar dari tubuh, cacing akan segera mati (Katzung, 1989). Jenis cacing yang
digunakan pada praktikum kali ini yaitu cacing pita babi (Ascaris suum) jantan
dan betina. Cacing pita (Cestoda) bersifat parasit. Cacing pita dewasa sebagian
besar hidup di dalam vertebrata, termasuk babi dan mausia. Pada kebanyakan
cacing pita, bagian ujung anterior atau scolex dipersenjatai dengan penghisap dan
kait yang digunakan untuk melekatkan diri ke lapisan usus inangnya. Cacing pita
tidak memiliki mulut dan rongga gastrovaskular. Mereka mengabsorpsi nutrien
yang dilepaskan oleh pencernaan di dalam usus inang. Absrorpsi terjadi di
seluruh permukaan tubuh cacing pita (Kastawi, 2005).
Pada awal praktikum, cacing diaktifkan terlebih dulu pada suhu 37 oC,
karena cacing hidup di dalam tubuh inangnya dengan keadaan sistem bersuhu
37oC. Setelah cacing aktif, maka yang perlu dilakukan adalah menyiapkan
sediaan uji, yaitu pirantel pamoat berbagai konsentrasi juga sediaan kontrol
berupa NaCl fisiologis, selain itu disiapkan air panas bersuhu 50oC sebagai
sarana uji penentuan sifat paralisis yang akan terjadi karena aktivitas obat
antelmintik yang diberikan.
Cacing yang sudah aktif diletakan pada cawan petri yang berbeda untuk
tiap larutan uji, masing-masing cawan petri tersebut berisi satu ekor cacing dan
dimasukkan larutan uji pirantel palmoat dengan konsentrasi ½ , ¼ , dan 1/8 dari
kekuatan sediaan 125 mg/5 mL sebanyak ±10 mL, sedangkan untuk yang
kontrol negatif dimasukkan juga satu ekor cacing dan larutan NaCl fisiologis.
Pengujian tiap konsentrasi dilakukan secara duplo agar dapat diketahui
perbedaan aktivitas obat pada cacing dengan jenis kelamin berbeda yaitu jantan
dan betina. Pengamatan waktu paralisis cacing dilakukan setiap 15 menit sekali
selama 120 menit, diamati postur tubuh cacing pada saat cacing mengalami
paralisis.
Pada kontrol negatif menggunakan larutan NaCl fisiologis, hasil yang
ditunjukkan pada cacing yakni normal. Cacing tidak mengalami paralisis pada
pengujian dikarenakan cacing tetap hidup dalam larutan NaCl fisiologis selama
120 menit.
Pada konsentrasi uji 1/8 hanya dilakukan oleh satu kelompok, hasil
pengujiannya cacing mengalami waktu paralisis pada menit ke-30 serta tidak
mengalami kematian, pada menit ke-30 pirantel pamoat sudah menghasilkan efek
terapi dimana cacing sudah mengalami paralisis yang dibuktikan pada saat cacing
diinkubasi pada larutan uji ketika diusik tidak memberikan respon, untuk
membuktikan tipe paralisisnya cacing dipindahkan ke dalam air panas 50oC
dimana hasilnya cacing mengalami kekejangan (kaku) hal ini membuktikan
bahwa cacing mengalami paralisis spastik, durasi cacing cepat dikarenakan cacing
yang digunakan cacing jantan dimana cacing jantan memiliki ukuran relatif kecil
sehingga seluruh permukaan cacing bisa kontak dengan larutan uji yang
menyebabkan efek yang dihasilkan cepat. Cacing tidak mengalami kematian
karena konsentrasi yang digunakan kecil sehingga efek yang dihasilkan hanya
paralisis saja. Pada konsentrasi ini obat antelmintik baik untuk terapi secara klinis
dimana cacing tidak dimatikan tetapi hanya dibuat paralisis, proses pengeluaran
cacing ini akan dibantu oleh kontraksi otot polos usus sehingga cacing keluar
bersama feses dan mati di luar tubuh.
Pada konsentrasi uji ¼ dilakukan oleh dua kelompok dimana keduanya
menggunakan cacing betina. Hasil pengujian menunjukan sama pada menit ke-30
cacing mengalami paralisis spastik dan menit ke-105 cacing mengalami kematian.
Hal ini mungkin dikarenakan kedua cacing tersebut memiliki ukuran yang sama
yang menyebabkan persamaan waktu paralisis dan kematiaannya. Pada terapi
secara klinis dosis ini tidak dianjurkan karena cacing sampai mengalami kematian,
hal ini bisa berbahaya bagi tubuh karena bisa toksik bagi tubuh.
Pada konsentrasi uji ½ dilakukan oleh dua kelompok menggunakan cacing
jantan dan betina. Pada cacing jantan mengalami waktu paralisis pada menit ke-45
dan mengalami kematian pada menit ke-75 sedangkan pada cacing betina
mengalami waktu paralisis pada menit ke-60 dan mengalami kematian pada menit
ke-75. Durasi kerja obat lebih cepat pada cacing jantan hal ini dikarenakan cacing
jantan memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan cacing betina sehingga
seluruh permukaan cacing bisa terendam oleh larutan uji, dimana jika luas
permukaan yang kontak dengan larutan uji besar sehingga obat lebih cepat
terabsorbsi melalui kulitnya. Sedangkan pada cacing betina ada beberapa bagian
yang tidak terkena larutan uji dikarenakan ukurannya yang besar yang
menyebabkan obat bekerja kurang maksimal. Pada keduanya memiliki waktu
kematian yang sama hal ini mungkin karena cacing betina sudah mengalami
kekejangan yang tidak dapat dikendalikan dikarenakan kontraksi otot berlebih
sehingga mengalami kematian.
Aktivitas antelmintik pirantel pamoat ditentukan berdasarkan waktu
paralisis dan waktu mati. Efek paralisis dipengaruhi oleh dosis dimana semakin
tinggi dosis maka waktu paralisis (durasi obat) semakin cepat. Kemampuan
pirantel pamoat pada konsentrasi ½ dari volume sediaan memiliki daya paralisis
lebih kuat dibandingkan dengan konsentrasi 1/8 dan ¼ dari kekuatan sediaan
125mg/5 mL. Kemampuan daya antelmintik pirantel pamoat disebabkan karena
pirantel pamoat memiliki mekanisme kerja melumpuhkan cacing. Cacing yang
lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh,
cacing akan segera mati (Katzung, 1989).
VII. Kesimpulan
Pirantel pamoat memiliki aktivitas antelmintik dimana pada semua
konsentrasi, cacing Ascaris suum mengalami paralisis, serta paralisis yang
ditunjukan adalah paralisis spastik. Paralisis spastik yakni cacing mengalami
kekejangan yang tidak dapat dikendalikan setelah kontak dengan obat antelmintik.
Daftar Pustaka