Anda di halaman 1dari 22

Penanganan Perdarahan pada Pasien Percobaan Bunuh Diri

Dewi Muna Safitri

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510

Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

Dewiunyunsafitry@gmail.com

Pendahuluan

Kegawatdaruratan psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada


kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh
diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan
lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para
profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial.
Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di
seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada
pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja
pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan
kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan
pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja.
Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi
stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan
mental baik sifatnya kronis ataupun akut.1

Pembahasan

A. Anamnesis
Pada kasus ini, yang khas ditanyakan secara alloanamnesis adalah seperti berikut:

a) kapan timbulnya gejala?


b) Apakah punyai riwayat terpapar insektisida?
c) Apakah pasien menderita depresi?
d) Apakah pasien kecanduan obat-obatan atau alkohol?
e) Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit jiwa?
f) Apakah terdapat tanda-tanda sisa insektisida?2

B. Pemeriksaan Fisik
 Periksa jalan nafas pasien dan pastikan tidak ada obstruksi.
 Nilai dan optimalkan pernafasan dan sirkulasi pasien.
 Menilai tingkat kesedaran pasien dengan Skor Koma Glasglow.
 Pasien akan dinilai terhadap parameter respon mata, motorik dan verbal.
Skor untuk masing-masing parameter kemudian dijumlahkan untuk
mendapatkan skor total.
 Skor GCS Total (E + M + V) = 3 sampai 5. Intrepretasi atas skor total
GCS pada umumnya adalah sebagai berikut:

15 = normal

13-15 = cedera kepala ringan

9-12 = cedera kepala sedang

3 – 8 = cedera kepala berat

< 7 = koma

3 = koma dengan kematian otak

Tabel 1: Penilaian kesadaran3


 Melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital.
 Melakukan pemeriksaan pada mata.
 Kontak langsung pestisida: mata bisa bewarna merah, gatal, sakit
dan keluar air mata
 Pada keracunan oral: pupil bisa midriasis (keracunan hidrokarbon
berklor) atau miosis (keracunan organofosfat atau karbamat)
 Menilai keadaan mental pasien dan khusunya cari adanya depresi dan
psikosis pada pasien setelah pasien sedar. Menilai juga risiko mencoba lagi
di kemudian hari.
C. Konsep dasar gawat darurat

 Pasien Gawat Darurat


Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah.
Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
 Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca
stadium akhir.
 Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning.
Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
 Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di
lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
 Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir.
Adapun petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang
berpengalaman dan petugas triage juga bertanggung jawab dalam
operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.1

D. Basic life support


Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)

Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong
menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus
dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.

Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa
tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi
lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi
tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak.

Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat
bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah.
Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih
terganggu.

Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas

a. Angkat Dagu Tekan Dahi :


Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher
maupun tulang belakang.

b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)

Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini
sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi
korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher
korban dibuat dalam posisi alami / normal.

Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau
curiga trauma tulang belakang

Pemeriksaan Jalan Nafas

Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas
dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas
dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.
Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan
penilaian untuk korban dengan gangguan mental.
Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon
harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam
saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan
nafas.

C. Membersihkan Jalan Nafas

- Posisi Pemulihan
Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher,
tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka
letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap.
Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan
mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.
- Sapuan Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan
jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas.

BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)


Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan
bantuan pernafasan.
Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:

a. Menggunakan mulut penolong


1. Mulut ke masker RJP
2. Mulut ke APD
3. Mulut ke mulut / hidung

b. Menggunakan alat bantu


Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)

Frekuensi pemberian nafas buatan:


Dewasa : 30 kali kompresi, 2 kali pernapasan
Anak & Bayi : 30 kali kompresi, 2 kali pernapasan (1 penolong)
15 kali kompresi, 2 kali pernapasan (2 penolong

Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita

Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup
tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan
udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung
sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru.
Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang
dijelaskan di atas.
Beberapa tanda-tanda pernafasan:

Adekuat (mencukupi)
- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan
- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman
- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)

Kurang Adekuat (kurang mencukupi)


- Gerakan dada kurang baik
- Ada suara nafas tambahan
- Kerja otot bantu nafas
- Sianosis (kulit kebiruan)
- Frekuensi kurang atau berlebihan
- Perubahan status mental

Tidak Bernafas
- Tidak ada gerakan dada dan perut
- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak
mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.

Circulatory Support (Bantuan Sirkulasi)

Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan
Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada
dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa
pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati
klinis.

Penekanan dilakukan pada bagian tengah tulang dada. Kedalaman penekanan sekitar
3-5 cm (sesuaikan dengan keadaan pasien).
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan
akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang
mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan
tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.

Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis.
Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.3,4

E. Pemeriksaan Penunjang
i) Pemeriksaan radiologi
Perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi
atau dugaan adanya perforasi lambung.4

ii) Pemeriksaan EKG


Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti
terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardia, sinus bradikardia,
takikardia supraventikular, takikardia ventricular, fibrilasi ventricular, asistol, disosiasi
elektromekanik. 4

iii) Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat
syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu dilakukan jika
dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.5
iv) Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat
o Pengambilan dan pengumpulan bahan
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ
tubuh merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi
keracunan.Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-
kadang pada hati, limpa dan ginjal. Pada keracunan organofosfat bahan
pemeriksaan toksikologi dapat diambil dari :
 Darah
 Jaringan hati
 Jaringan otak
 Limpa
 Paru-paru
 Lemak badan
F. Diagnosis Kerja
Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri
secara sengaja. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak
dicegah dapat mengarah kepada kematian. Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan
hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya.1
Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan oleh
individu itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan pula oleh tangan orang
lain. Misal : bila si korban meminta seseorang untuk membunuhnya, maka ini sama
dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana, Menghilangkan nyawa,
menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab tangan kita atau tangan
suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk dengan bunuh diri. Singkat kata,
Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan menggunakan
segala macam cara.1

G. Diagnosis banding
1. Psikosis

Psikosis merupakan masalah mental serius yang ditandai dengan kemunculan gejala
utama berupa delusi dan halusinasi. Penderita kondisi ini akan memandang kenyataan
secara tidak normal.

Ketika gejala delusi menguasai diri penderita psikosis, dia akan sangat meyakini
sesuatu yang pada kenyataannya tidak benar. Misalnya penderita merasa diikuti, merasa
terancam oleh kehadiran orang-orang di sekitarnya, atau merasa mendapat pesan rahasia.
Sedangkan ketika gejala halusinasi menguasai, penderita psikosis akan seolah-olah
merasakan, melihat, atau mendengar sesuatu yang tidak nyata.

Selain dari gejala delusi dan halusinasi, penyakit psikosis pada seseorang bisa
dikenali dari gejala-gejala lain, misalnya:

 Cemas berlebihan dan mudah mencurigai orang lain

 Depresi dan suka menyendiri


 Sulit berkonsentrasi dan melantur tidak jelas saat bicara

 Kurang tidur atau suka tidur terlalu lama

 Berkeinginan untuk menyakiti diri sendiri, bahkan bunuh diri

Penyebab Psikosis
Berikut ini beberapa faktor yang bisa memicu terjadinya psikosis, di antaranya:
 Stres berat

 Depresi berat

 Pengalaman buruk yang membuat trauma

 Gangguan bipolar

 Penyakit skizofrenia

 Tumor otak

 Penyakit Parkinson

 Epilepsi

 Penyakit Alzheimer

 Stroke

 Kecanduan minuman beralkohol

 Penyalahgunaan obat-obatan2

2. Depresi

Depresi adalah salah satu gangguan kesehatan mental yang terjadi sedikitnya
selama dua minggu atau lebih yang memengaruhi pola pikir, perasaan, suasana hati
(mood) dan cara menghadapi aktivitas sehari-hari. Ketika mengalami depresi kita akan
merasa sedih berkepanjangan, putus harapan, tidak punya motivasi untuk beraktivitas,
kehilangan ketertarikan pada hal-hal yang dulunya menghibur, dan menyalahkan diri
sendiri.
Ketika mengalami depresi, suasana hati yang sedih bisa berlangsung hingga
berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Banyak orang yang menganggap depresi adalah sesuatu yang sepele dan bisa hilang
dengan sendirinya, padahal sebenarnya, depresi adalah bentuk suatu penyakit yang lebih
dari sekadar perubahan emosi sementara. Depresi bukanlah kondisi yang bisa diubah
dengan cepat atau secara langsung.

Akibat depresi, kegiatan sehari-hari seperti bersekolah atau bekerja menjadi tidak
menyenangkan. Bahkan, untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain maupun
keluarga sendiri terasa begitu berat. Depresi bisa membuat Anda merasa hidup ini tidak
ada gunanya, bahkan dapat memicu penderita untuk melakukan bunuh diri.

Menurut catatan WHO, setidaknya 350 juta orang di seluruh dunia mengalami
depresi dan lebih dari 800 ribu orang meninggal bunuh diri akibat depresi. Masih
banyak penderita depresi yang tidak mengakui kondisi mereka, sehingga tidak pernah
ditangani atau setidaknya dibicarakan. Depresi lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan laki-laki.

Sedangkan di Indonesia sendiri, penyebab kematian akibat depresi menduduki


peringkat ke delapan dengan menyumbang 3 persen dari total angka kematian.

Depresi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, seperti gangguan depresi


persisten, depresi perinatal, gangguan bipolar, depresi mayor, gangguan afektif
musiman, depresi psikotik. Penjelasan lebih lanjut bisa Anda lihat di laman gejala
depresi.

Gejala yang Muncul pada Penderita Depresi


Gejala dan juga pengaruh depresi berbeda-beda pada berbagai orang. Berikut ini
adalah beberapa gejala psikologis yang muncul akibat depresi:

 Kehilangan selera untuk menikmati hobi.

 Merasa bersedih secara berkepanjangan.

 Mudah merasa cemas.

 Merasa hidup tidak ada harapan.

 Mudah menangis.

 Merasa sangat bersalah, tidak berharga, dan tidak berdaya.


 Tidak percaya diri.

 Menjadi sangat sensitif atau mudah marah terhadap orang di sekitar.

 Tidak ada motivasi untuk melakukan apa pun.

 Berpikir atau mencoba bunuh diri.

Gejala fisik akibat depresi:

 Badan selalu merasa lelah.

 Gangguan pada pola tidur.

 Merasakan berbagai rasa sakit.

 Tidak berselera untuk melakukan hubungan seksual.

 Bergerak atau berbicara lebih lambat.

 Merasa tidak bisa beristirahat atau kesulitan untuk duduk diam.

 Berat badan berubah.

 Sakit kepala.

 Mengalami kram.

 Gangguan pencernaan tanpa sebab fisik yang jelas.

Tanpa penanganan dan pengobatan yang tepat, depresi bisa mengganggu hubungan
dengan orang di sekitar Anda. Untuk depresi yang berat atau parah, depresi bisa
berakibat pada hilangnya hasrat untuk hidup dan keinginan untuk bunuh diri.

Ketika merasakan beberapa gejala depresi yang dialami hampir seharian dan
berlangsung setiap hari selama dua minggu, segera temui dokter agar proses pemulihan
bisa dimulai dan dilakukan sepenuhnya.3,4

Penyebab dan Faktor Risiko Depresi


Tidak ada satu pun penyebab depresi secara spesifik. Depresi terpicu oleh
kombinasi beberapa faktor, yaitu genetik, biologis, lingkungan dan faktor psikologis.
Jika di dalam riwayat kesehatan keluarga Anda terdapat orang yang menderita depresi,
maka terdapat kecenderungan bagi Anda untuk mengalaminya juga.
Beberapa faktor yang bisa memicu terjadinya depresi antara lain:

 Kejadian tragis atau signifikan seperti kehilangan seseorang atau pun


pekerjaan.

 Kehamilan dan/atau melahirkan.

 Masalah keuangan.

 Terisolasi secara sosial.

 Trauma masa kecil.

 Ketergantungan terhadap narkoba dan/atau alkohol.

Selain hal-hal di atas, beberapa kondisi medis yang berlangsung lama dan
mengancam hidup juga bisa memicu depresi pada penderitanya, seperti penyakit
jantung koroner, atau kanker. Kelenjar tiroid yang kurang aktif, atau cedera kepala
minor yang merusak kelenjar kecil basal otak (pituitary gland) bisa menimbulkan
beberapa gejala seperti sangat kelelahan dan kehilangan libido, keadaan ini yang
kemudian dapat menimbulkan depresi.1,4

Jenis tentamen suicide antara lain :


1. Ancaman Bunuh Diri
Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan
untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia
tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga
mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi
wasiatnya dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks
peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang
tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan
untuk melakukan tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri


Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar
ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya.
SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)

Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang

Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh
diri.

Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.

Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya “Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh
diri”.

Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.2

Klasifikasi/Penilaian Bunuh Diri


Variabel Resiko Tinggi Resiko Rendah
Sifat Dermografik dan
sosial
Usia Lebih dari 45 Di bawah 45
Jenis kelamin Laki-laki Wanita
Status marital Cerai atau janda Menikah
Pekerjaan Pengangguran Bekerja
Hubungan interpersonal Konflik Stabil
Latar belakang keluarga Kacau atau konflik Stabil
Kesehatan
Fisik Penyakit kronis Kesehatan baik merasa
hipokondriak sehat
Pemakaian obat yang Penggunaan zat rendah
berlebihan
Mental Depresi berat Depresi ringan
Psikosis
Gangguan kepribadian Kepribadian ringan
berat
Penyalahgunaan zat Peminum sosial
Putus asa Optimisme
Aktivitas bunuh diri
Ide bunuh diri Sering, kuat, Jarang, intensitas rendah
berkepanjangan
Usaha bunuh diri Berulang kali Pertama kali
Direncanakan Impulsi
Penyelamatan tidak Penyelamatan tak
mungkin terhindarkan
Keinginan yang tidak Keinginan utama untuk
ragu-ragu untuk mati berubah
Komunikasi Komunikasi
diinternalisasikan diinternaslisasikan
(menyatakan diri sendiri) (kemarahan)
Metode mematikan dan Metode dengan letalitas
tersedia rendah dan tidak mudah
didapat
Sarana
Pribadi Pencapaian buruk Pencapaian baik
Tilikan buruk Penuh tilikan
Afek tidak ada atau Afek tersedia dan
terkendali buruk terkendali dengan
semestinya
Sosial Support buruk Support baik
Terisolasi sosial Terintegrasi secara sosial
Keluarga tidak Keluarga yang
responsive memperhatikan
H. Tanda dan gejala yang ditunjukkan orang yang ingin bunuh diri:
Tak langsung
 Merokok
 Mengebut
 Berjudi
 Tindakan kriminal
 Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi
 Penyalahgunaan zat
 Perilaku yang menyimpang secara sosial
 Perilaku yang menimbulkan stress
 Gangguan makan
 Ketidakpatuhan pada tindakan medic.1
Langsung
 Keputusasaan
 Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga
 Alam perasaan depresi
 Agitasi dan gelisah
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 berbicara lamban, keletihan,
 menarik diri dari lingkungan.1,3

I. Faktor Resiko
Penyebab perilaku bunuh diri dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor
yang tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan
peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian
menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak
insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Namun,
“kecenderungan genetik untuk bunuh diri sama sekali tidak menyiratkan
bahwa bunuh diri tidak terelakan”. kata Jamison.Kondisi kimiawi otak pun
dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak. miliaran neuron
berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat syaraf, ada
celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter yang
membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin,
mungkin terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri.
Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar serotonin yang rendah dapat
melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada
keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.”. Akan tetapi,
faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk
melakukan tindakan bunuh diri.5

2. Faktor kepribadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya
potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para
ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung
untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-
menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang
mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian
mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan
menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang
berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya
(Doman Lum).Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice
menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh
diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan
keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di
dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor
predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian,
dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya
bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi,
putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut
hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya
adalah faktor predisposisi. Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog,
seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu
(trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang
muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi
persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.6

3. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya
dukungan sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan,
huru-hara yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang
memaksa masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan
dalam persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis
seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.

4. Faktor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam
pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan
seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah
keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup,
mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya,
ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta anaknya karena tidak memiliki
uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih
memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.

5. Gangguan mental dan kecanduan


Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa
yang terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem
mental sudah tidak bisa bekerja dengan baik.
Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi,
gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba.
Penelitian di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90
persen bunuh diri yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan
demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-
pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan apapun yang sejenis itu, angka
bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang, tetapi di antara yang mengalami
depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per 100.000 orang! Dan, para pakar
mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke bunuh diri ternyata serupa
dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada kombinasi antara
depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh diri tidak bisa
dielakan.6

J. Penatalaksanaan
Keracunan organofosfat:
Resusitasi

Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan dan nadi.
Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit ,nafas buatan, oksigen,hisap lendir dalam
saluran pernafasan, hindari obat-obatan depresan saluran nafas, kalu perlu respirator
pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab
racun organofhosfat akan meracuni lewat mlut penolong. Pernafasan buatan hanya
dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.4

Eliminasi

Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak
berhasil.Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah
sampai diusus halus dan besar.

Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya


menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah
lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.3

Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.

Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan


terjadi kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal
berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia.3
Anti dotum

Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi pada tempat penumpukan.

a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg

b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala

atropinisasi ( muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).

c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8


dan 12 jam.

d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat


menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering
fatal.4

H. Pencegahan

Pasien:

1. mengidentifikasi/mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien


2. melakukan kontak treatment
3. mengajar cara mengendalikan dorongan bunuh diri
4. mendorong pasien untuk berfikir positif dan menghargai diri
5. mengenali pola koping yang digunakan pasien dan menganjurkan pola koping yang
konstruktif kepada pasien
6. membincangkan masa depan pasien dan member dorongan agar pasien dapat
mencapai masa depan yang realistis.2,3

Keluarga:

1. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh
diri yang dialami pasien.
2. Menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri
3. Melatih keluarga cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri
4. Mendiskusikan sumber rujukan yang ada yang bias dijangkau keluarga
5. Pengawasan ahli keluarga terhadap pasien juga harus diperhatikan.5
I.Prognosis
Ad Bonam. Semakin cepat tindakan atropinisasi semakin baik. 6

Kesimpulan
Tentamen suicide merupakan perilaku mencederai diri yang dapat menimbulkan
kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanda dan gejala awal merupakan
peringatan yang paling memungkinkan keluarga,teman orang yang ingin bunuh diri untuk
membantu mereka dan mengelakkan percubaan buunuh diri .

Daftar pustaka

1. Harold I. Kaplan dan Benjamin J. Sadock. Alih bahasa: Willie Japaries. Buku saku
Psikiatri Klinik.. In: I Made Wiguna S, editor. Bab 17: Bunuh diri, kekerasan dan
kedaruratan psikiatri yang lain. Edisi ketiga. Jakarta. Penerbit Binarupa Aksara. 2003.
P. 245- 247
2. Jonathan Gleadle. Alih Bahasa: Annisa Rahmalia. At a glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. In: Amalia Safitri, editor. Bab 53: Upaya bunuh diri. Jakarta.
Penerbit Erlangga Medical Series. 2005. P. 100-101.
3. David Rubenstein, David Wayne dan John Bradley. Alih bahasa: Annisa Rahmalia.
Lecture notes, Kedokteran Klinis. In: Amalia Safitri, editor. Bab 8: Neurologi, Skala
Koma Glasgow. Edisi keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2005. P. 104
4. David A. Tomb. Alih bahasa: Martina Wiwie S. Nasrun. Buku saku Psikiatri. In: Tiara
Mahatmi, editor. Bab 7: Perilaku bunuh diri dan menyerang. Edisi keenam. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. 2004. P. 84- 90.
5. EB. Surbakti. Gangguan kebahagiaan anda dan solusinya. Bunuh diri dan pencegahan.
Edisi pertama. Jakarta. Penerbit PT Elex Media Komputindo. 2010. P. 200- 210.
6. Subiyakto Sudarmo. Pestisida. Insektisida. Edisi ke-9. Jakarta. Penerbit KANISIUS.
2007. P. 35, 37.
7. Panut Djojosumarto. Pestisida dan aplikasinya. Gejala keracunan pestisida. Edisi
pertama. Jakarta. Penerbit Agromedia Pustaka. 2008. P. 314- 317.
8. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Farmakologi dan Terapi. In: Sulistia Gun Gunawan, editor. Bab 16: Toksikologi. 3.
Keracunan. Edisi ke-5. Jakarta. Penerbit Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2007. P. 829-
831, 826.
9. I. Made Bakta dan I. Ketut Suastika. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Penanganan keracunan akut. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit buku Kedokteran ECG.
2000. P. 194-196.

Anda mungkin juga menyukai