Anda di halaman 1dari 14

TUGAS I

DASAR-DASAR PENGELOLAAN PESISIR DAN LAUT

PERBATASAN WILAYAH LAUT INDONESIA-MALAYSIA

OLEH

KELOMPOK VIII (DELAPAN)

ARIANI RAMLAH L111 16 018

ARMI AULIAH L111 16 530

PUTRI YUNI RAHMANI L111 16 531

ADE WIRA RIYANTIKA PUTRA L111 16 536

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
KETENTUAN I

A. Kondisi Batas Wilayah Negara


Indonesia memiliki perbatasan darat internasional dengan 3 negara
tetangga yaitu Malaysia, PNG, dan Timor Leste. Perbatasan darat tersebut
tersebar di tiga pulau (Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara), serta empat
provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan di laut, perairan Indonesia berbatasan kedaulatan dan atau hak
berdaulat dengan 10 negara tetangga yaitu Malaysia, PNG, Timor Leste, India,
Thailand, Vietnam, Singapura, Filipina, Palau, dan Australia.

Gambar 1. Peta Sinoptik Batas Yurisdiksi dan Kedaulatan NKRI


(Bakosurtanal, 2005)

B. Batas Laut Indonesia – Malaysia


Indonesia memiliki tiga lokasi yang berpotensi memerlukan delimitasi batas
maritim dengan Malaysia. Ketiga lokasi tersebut adalah Selat Malaka antara
Semenanjung Malaysia, Laut Cina Selatan, serta Laut Sulawesi. Batas maritim
ini meliputi meliputi Laut Teritorial, Landas Kontinen, dan ZEE. Batas Laut
Teritorial Indonesia-Malaysia di Selat Malaka telah disepakati melalui Perjanjian
Antara Republik Indonesia dan Malaysia Tentang Penerapan Garis Batas Laut
Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka yang ditandatangani pada tanggal 17
Maret 1970 dan telah diratifikasi melalui UU No. 2 tahun 1971.
Batas Landas Kontinen RI-Malaysia di Laut Natuna sebelah barat dan timur
telah disepakati melalui Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Pemerintah
Malaysia Tentang Penerapan Garis-Garis Landas Kontinen Antara Kedua
Negara pada tanggal 27 Oktober 1969 dan disahkan pemberlakuannya dengan
Keppres No. 89 tahun 1969. Sedangkan BLK antara RIMalaysia-Thailand di
bagian utara Selat Malaka disepakati pada tanggal 17 Desember 1971 melalui
Keppres No. 20 Tahun 1972. Beberapa segmen batasmaritim antara Indonesia-
Malaysia hingga saat ini belum disepakati yang disebabkan klaim sepihak
Malaysia berdasarkan Peta 1979. Malaysia mengklaim wilayah maritim yang
sangat eksesif mencakup wilayah maritim yang belum disepakati batasnya
seperti di Laut Sulawesi. Hal ini disebabkan Malaysia menerapkan prinsip-prinsip
penarikan garis pangkal lurus kepulauan padahal Malaysia bukan merupakan
negara kepulauan menurut Konvensi PBB tentang UNCLOS 1982. Hal tersebut
mengakibatkan sebagian ZEE Indonesia di Laut Sulawesi masuk menjadi laut
teritorial Malaysia.
Permasalahan batas maritim Indonesia-Malaysia juga terjadi di Selat
Singapura antara Pulau Bintan dan Johor Timur, yang disebabkan oleh
penggunaan suar Horsburg yang terletak pada pintu masuk Selat Singapura dari
arah timur sebagai titik dasar.
Gambar 2. Batas laut Indonesia-Malaysia di Selat Malaka dan Laut
Sulawesi

C. Pebatasan perairan (ZEE) Indonesia-malaysia


Pertemuan teknis penetapan batas maritim Indonesia-Malaysia
1. Perundingan teknis penetapan batas maritim antara Indonesia dan Malaysia
telah berlangsung sejak tahun 2005 sampai tahun 2016 dalam 30 putaran
dan pada tahun 2016 ini direncanakan untuk dilaksanakan perundingan
teknis yang ke-31.
2. Kedua negara telah menyelesaikan penetapan batas sejumlah segmen
batas maritim sebagai berikut:
a. Segmen Landas Kontinen di segmen Selat Malaka dan Laut Tiongkok
Selatan
1) Persetujuan Antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia
Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua
Negara, Kuala Lumpur, 27 Oktober 1969
2) Diratifikasi dengan Keppres No. 89 Tahun 1969.
b. Segmen Laut Wilayah di segmen Selat Malaka
1) Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia tentang Penetapan
Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka, Kuala Lumpur, 17
Maret 1970
2) Ratifikasi dengan UU No. 2 Tahun 1971.
c. Landas Kontinen di segmen bagian Utara Selat Malaka ( Trijunction
Indonesia Malaysia-Thailand)
1) Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah
Malaysia dan Pemerintah Kerajaan Thailand Tentang Penetapan Garis-
Garis Batas Landas Kontinen Di Bagian Utara Selat Malaka, Kuala
Lumpur, 21 Desember 1971.
2) Ratifikasi dengan Keppres No. 20 Tahun 1972.

Dengan demikian, Indonesia dan Malaysia masih perlu untuk menetapkan


batas maritim di 5 (lima) segmen sebagai berikut:
1. Laut Sulawesi: Laut Wilayah, ZEE, dan LK
Permasalahan pada Penetapan batas Laut Wilayah di segmen Laut
Sulawesi masih terkait pada beberapa hal yaitu :
a. Penetapan Provisional Common Point (PCP);
b. Perpanjangan garis Provisional Territorial Sea Boundary (PTSB).
c. Penghubung batas darat ke PCP dan PTSB – Garis Batas LK
d. Garis Batas ZEE.

Gambar 3. Batas Maritim Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi.

2. Laut Tiongkok Selatan di Perairan sekitar Tanjung Datu: Laut Wilayah


dan ZEE
a. Tim Teknis kedua negara saat ini tengah merundingkan penetapan batas
Laut Wilayah di segmen Laut China Selatan di perairan sekitar Tanjung
Datu.
b. Tim teknis kedua negara masih mendiskusikan metode dan pendekatan
terkait transformasi koordinat geografis garis batas perjanjian LK Indonesia-
Malaysia tahun 1969.
c. Pembahasan batas ZEE menunggu penyelesaian batas laut wilayah di
Tanjung Datu.

3. Selat Singapura bagian Timur di Perairan sekitar Bintan-Johor: Laut


Wilayah

4. Selat Malaka bagian Selatan: Laut Wilayah


a. Tim Teknis kedua negara tengah merundingkan penetapan garis batas Laut
Wilayah di segmen Selat Malaka bagian Selatan. Namun pada pertemuan
ke-30 kedua negara masih mempertahankan posisi masing-masing.
b. Kedua negara sepakat untuk menyelesaikan delimitasi pada segmen ini
sebelum akhir tahun 2017.

5. Selat Malaka: ZEE


a. Kedua negara sampai pada pertemuan terakhir masih mempertahankan
posisinya masing-masing.

Gambar 4 . Batas Maritim Indonesia-Malaysia di Laut Tiongkok Selatan.


Gambar 5. Batas Maritim Indonesia-Malaysia di Selat Malaka.

D. Potensi Persengketaan Wilayah Laut


Sengketa perbatasan laut antara indonesia - malaysia pada blok
ambalat.Wilayah Laut Ambalat yang kini di persengketakan antara
IndonesiaMalaysia adalah Blok Ambalat dan Blok Ambalat Timur (East Ambalat).
Kedua Blok tersebut bukanlah merupakan putau atau wilayah daratan melainkan
berada pada "kedalaman laut 2500 meter di Landas Kontinen".2 Secara
geografis, Blok Ambalat terletak di Wilayah Muara Sungai Kayan Yang
membentuk delta pada bagian lepas pantai berkedalaman antara 1.000-
2.375meter di bawah muka laut pada Landas Kontinen Kalimantan. Jadi Blok
Ambalat merupakan kelanjutan alamiah darutan Kalimantan Indonesia yang
berada pada wilayah penyebaran Cekungan Tarakan yang berpotensi ^sebagai
sumber minyak dan gas bumi. 3 Sengketa ini dimulai ketika perusahaan minyak
Malaysia yakni Petronas telah memberikan konsensi dan hak eksplorasi kepada
The Royal Dutch/Shell Group Cimpanies ftrerusahaan minyak patungan
Beianda_ Inggris) yang mereka beri turrru Blok ND 6 (Y) dan ND 7 (Z) melalui
kontrak basi hasil (production sharing contract) paia tanggal i6 Februari 2005 di
Kuala Lumpur. . Sedangkan Indonesia sendiripun juga telah memberi konsesi
pengeboran di Blok Ambalat kepada perusahaan Amerika, Unocal dan
perusahaan Italia, ENI. Penandatanganan kontrak baei hasil Qtroduction sharing
contrait/pSC) dilakukan 12 Desember 2A04, dengan komitmen eksplorasi
sebesar US$ -1,5 juta dan bonus penandatanganan sebesar US$ 100 ribu.
Jadi ini bermula dari masalah perebutan minyak dan gas yang bergeser ke
arah kepemilikan atau kedauiatan wilayah suatu negara,Sengketa yang terjadi
antara Indonesia dan Malaysia birmula dari diberikannya konsensi dan hak
eksplorasi kepada The Royal Dutch/Shell Group Companies (perusahaan minyak
patungan lglanda-Inggris) oleh perusahaan minyak Malaysia yakni petronas
melalui kontrak bagi hasil (production sharing contract) pada tanggai 16 Februari
2005 di Kuala Lumpur. Konsensi dan hak eksplorasi dilakukan di wilayah laut
yang mereka beri nama Blok ND 6 (y) dan ND 7 (Z)Sedangkan Indonesia
sendiripun juga telah memberi konsesi prrg"borun di wilayah laut yang sama
namun dengan menggrrnakan nama ,.Blok Ambalat,, kepada perusahaan Italia
(ENI) tahun 1999 dan "Blok Ambalat Timur,' fEast Ambalat) kepada perusahaan
minyak asal Amerika (Unocal) pada tahun 2004. Penandatanganan kontrak bagi
hasil Qtroduction sharing contract/pSC) dilalcukan 12 Desember 2004. densan
komitmen eksplorasi sebesar US$ "1,5 juta dan bonus penandatanganan
sebesar US$ 100 ribu. Dengan demikian terjadilah tumpang tindih terhadap
pemberian konsensi dan hak eksplorasi pada ladang minyak yang berada di
wilayah laut tersebut.

E. Solusi Pesengketaan
Dimulai dengan cara damai melalui jalur diplomatik. Sebagai Negara
tetangga dan serumpun, pilihan terbaik adalah berusaha menghindari jalan
kekerasan (perang) yang dapat menimbulkan jatuhnya korban bagi kedua belah
pihak. pilihan dengan menggunakan negosiasi (perundingan) melalui komunikasi
diplomatik yang dibangun antara kedua Negara untuk menyelesaikan sengketa
tersebut dapat dipakai, disamping tidak menutup kemungkinan penggunaan jalur
hukumke pengadilan intemasional Yaitu Mahkamah Internasional Hukum Laut
PBB maupun ke Mahkamah Intemasional (International Court of Justice).
Pilihan dengan jalur diPlomatik yaitu negosiasi (perundingan) adalah
merupakan jalan terbaik bagi Indonesia dan Malaysia saat ini. Kedua Negara
dapat mengutus tim tekhnis untuk membicarakan serta menentukan kembali
batas maritim di Landas Kontinen (Blok Ambalat) pada Laut Sulawesi
berdasarkan landasan hukum dan prinsip-prisip yang berlaku dalam hukum
intemasional.
Disamping kasus Ambalat maka masih ada beberapa wilayah laut yang
langsung berbatasan antara kedua Negara yang dapat menimbulkan suatu
konflik pada suatu hari nanti. Oleh karena itu, sebagai upaya kedepan maka
pemerintah kedua Negara haruslah secepatrya membuat garis-garis batas
wilayah yang jelas dan pasti menyangkut wilayah laut yang berada di
perbatasan. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan suatu perjanjian
(agreement) tentang kesepakatan kedua Negara menyangkut wilayah laut resmi
yang akan menjadi milik mereka selanjufirya di ratifikasi sehingga perjanjian
tersebut akan menjadi landasan hukum kuat dan mengikat untuk mencegah
meletusnya suatu konflik atau sengketa lain pada masa mendatang.
KETENTUAN II

A. Daerah WPP VIII + PRL VIII

Gambar 6. Kawasan Pemanfaatan Ruang Laut Menurut Wilayah Pengelolaan


Perikanan (WPP)

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa Wilayah Pengelolaan


Perikanan (WPP) VIII terdapat di Perairan Laut Arafuru atau terletak pada WPP-
RI 718. Sehingga Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
telah menetapkan WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, Laut
Timor bagian Timur, dan beberapa Provinsi rovinsi yaitu Provinsi Maluku,
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Selain itu, beberapa kabupaten juga
berhak atas pengelolaan perikanan 4 mil dari dari garis pangkal pada WPP-NRI
718 ini, yaitu Kab. Maluku Tenggara, Kab. Maluku Tenggara Barat. Kab. Maluku
Barat Baya, Kab. Kepulauan Aru, Kab. Merauke, Kab. Mappi, Kab, Asmat, dan
Kab. Mimika.
Gambar 6. Kawasan Pemanfaatan Ruang Laut (PRL) VIII
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa Kawasan Pemanfaatan
Ruang Laut (PRL) VIII terdapat di Teluk Tomini. Sehingga Berdasarkan DKP-
Dirjen P3K, Direktorat TRLP3K, 2004 Bahwa lingkup wilayah Teluk Tomini yaitu
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

B. Batas dan Luas Daerah WPP VIII + PRL VIII


Perairan Indonesia terdiri dari tiga ekosistem besar, yaitu Paparan Sunda,
Paparan Sahul dan laut dalam. Paparan Sahul dengan luas 160 ribu km2
mencakup Laut Arafuru (143,5 ribu km2) dan perairan lainnya (16,5 ribu km2)
(Bailey et al., 1987). Laut Arafuru berada diantara Australia bagian utara dan
pulau-pulau pada bagian timur Indonesia. Perairan ini berbatasan dengan Laut
Banda pada sisi utara dan Laut Timor pada sisi barat; Selat Torres pada sisi
timur menghubungkan perairan tersebut dengan Laut Coral. Pada sisi tenggara,
Laut Arafuru berhubungan dengan Teluk Carpentaria. Laut Arafuru adalah
perairan dangkal, dengan kedalaman hingga 80 meter, perairan semakin dalam
ke arah barat sebagaimana tersebut pada Gambar dibawah ini.
Gambar 7. Profil Bathimetri Laut Arafuru

Teluk Tomini adalah teluk yang berada di Pulau Sulawesi, Indonesia.


International Hydrographic Organization mendefinisikan Teluk Tomini sebagai
salah satu perairan Kepulauan Hindia Timur. Perairan Teluk Tomini berbatasan
dengan Semenanjung Minahasa pada bagian Utara, Laut Maluku pada bagian
Timur, Semenanjung Timur pada bagian Selatan, dan Semenanjung Minahasa
pada bagian Barat. Di tengah-tengah Teluk Tomini terdapat Kepulauan Togian.
Teluk ini bersinggungan berbatasan dengan tiga wilayah provinsi di Pulau
Sulawesi, yaitu Propinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Bappeda Sulteng mencatat bahwa teluk ini memiliki luas perairan kira-kira 59.500
Km2. Perairan Teluk Tomini di Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai panjang
garis pantai sekitar 1.179 km, sedangkan Provinsi Sulawesi Utara sepanjang
784,94 km; dan Provinsi Gorontalo sepanjang 436,52 km. Teluk yang dilewati
garis khatulistiwa ini berada pada posisi yang strategis sebagai jantung segitiga
terumbu karang dunia (heart of coral triangle).
C. Potensi Pengelolaan Wilayah Konservasi

Gambar 8. Status Indikator WPP 718

Berdasarkan analisis terhadap semua parameter, diperoleh penilaian


kondisi ekosistem WPP 718 pada masing-masing indikator yaitu habitat 262.50
(baik sekali), sumberdaya ikan 250.00 (baik), teknis penangkapan ikan 216.67
(baik), sosial ekonomi 185.71 (sedang) dan kelembagaan 166.67 (sedang). Hasil
analisis komposit agregat semua indikator menunjukkan nilai 216,31 dimana
kondisi ekosistemnya adalah ‘BAIK’ atau warna flag hijau muda. Kemudian
analisis lebih detail, dapat dilihat pada masing-masing WPP berdasarkan
indikatornya.
Habitat sumberdaya ikan yang penting lainnya di perairan Arafuru adalah
habitat terumbu karang dan lamun. Di wilayah perairan Kabupaten Kepulauan
Aru terdapat terumbu karang dengan luas sekitar 456 km2 dan seluas 144 km2
di Kabupaten Maluku Tenggara. Sementara itu, di kedua wilayah tersebut
terdapat habitat lamun masing-masing seluas 84 km2 dan 140,43 km2 (Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Ferdi. 2010. Sengketa Perbatasan Laut Antara Indonesia – Malaysia Pada Blok
Ambalat Di Tinjau Dari Hukum Internasional. Universitas Mahaputra
Muhammad Yamin. Sumatera Barat. (Diakses pada Sabtu, 09
Maret 2019).

Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


54/Kepmen-Kp/2014. Tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 718. (Diakses pada
Jumat, 08 Maret 2019).

Patmasari, Tri. Artanto. Rimayanti. Perkembangan Terakhir Batas Maritim


Indonesia Dengan Negara Tetangga. Pusat Pemetaan Batas Wilayah -
Badan Informasi Geospasial. Jawa Barat. (Diakses pada Sabtu, 09
Maret 2019).

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


18/Permen- Kp/2014. Tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia. (Diakses pada Jumat, 08 Maret 2019).

Public Disclosure Authorized. Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara


& Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014. (Diakses pada Sabtu, 09
Maret 2019).

Triyono. Aris Wahyu Widodo. 2010. Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik


Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan
Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta Utara. (Diakses pada
Sabtu, 09 Maret 2019).

Anda mungkin juga menyukai