Anda di halaman 1dari 70

BUKU AJAR MATA KULIAH

Tim Penyusun:

Saifuddin Sirajuddin
Nurhaedar Jafar

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke Hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah


melimpahkan rahmat, hidayah serta ilmu pengetahuan yang tak terhingga
sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini. Buku ini disusun sebagai
buku pegangan bagi mahasiswa S1 program studi Ilmu Gizi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang mengambil mata
kuliah Teknologi and Keamanan Pangan. Tidak menutup kemungkinan bagi
mahasiswa lain untuk menggunakan buku ini sebagai pegangan dalam
mendalami Ilmu Gizi, serta pihak-pihak lain sebagai bahan bacaan untuk
menambah ilmu pengetahuannya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian Kesehatan atas
kesempatan dan bantuan dana yang diberikan untuk penyusunan buku ini.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dari persiapan sampai selesainya penyusunan buku ini.
Kami menyadari buku ini masih jauh dari sempurna, karena itu
semua kritik dan saran yang konstruktif akan kami terima dengan segala
senang hati. Semoga buku ini berguna bagi pembacanya.

Makassar,
Januari 2018

Penyusun

ii
KATA PENGANTAR

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
GBRP ......................................................................................................... iv
SESI 1: Pengantar Teknologi dan Keamanan Pangan ................................ 1
SESI 2: Teknologi Tepung dan Flavor ........................................................ 7
SESI 3: Teknologi Suplementasi dan Fortifikasi Pangan............................. 15
SESI 4: Teknologi Nano dibidang Pangan .................................................. 40
SESI 5: GMP, HCCP, dan Masa Kadaluarsa Pangan ................................. 70
SESI 6: Keamanan Pangan Tradisional dan Katering ................................. 100
SESI 7: Keamanan Pangan Air Minum dalam Kemasan ............................. 120
SESI 8: Keamanan Pangan Fungsional ...................................................... 150
STUDI KASUS 1-5...................................................................................... 160
STUDI KASUS 6-10.................................................................................... 168
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................ 170

iii
GBRP Evidence Base Learning (EBL) MK. Teknologi dan Keamanan Pangan

Pengasuh MK : Prof. Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS, Dra. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes
Deskripsi MK : Mata Kuliah ini membahas tentang pengantar teknologi dan keamanan pangan, teknologi tepung
dan flavor, teknologi suplementasi dan fortifikasi pangan, teknologi nano dibidang pangan, GMP,
HCCP, dan Masa kadaluwarsa pangan, Keamanan pangan tradisional dan katering, keamanan
pangan air minum dalam kemasan, dan keamanan pangan fungsional, dietary suplemen, dan
hasil rekayasa genetika.

Aktifitas Pembelajaran : Kegiatan tatap muka dalam pertemuan, pemberian materi kuliah, metode pembelajaran dan
uraian singkat kegiatan pembelajaran Mata Kuliah Analisis Bahan Makanan, sebagaimana terlihat pada matriks berikut:

Pertemuan Materi Metode Indikator penilaian PENANGGUNG


JAWAB
P1 Pengantar teknologi dan Ceramah/Kuliah Pengampu MK menjelaskan pengantar Pengampu MK
keamanan pangan Umum/Explanation teknologi dan keamanan pangan dan koordinator
blok
P2 Teknologi Tepung dan Ceramah/kuliah, Tanya Pengampu MK menjelaskan teknologi Pengampu MK
Flavor jawab Tepung dan Flavor
P3 Teknologi Suplementasi Ceramah, diskusi, Pengampu MK menjelaskan teknologi Pengampu MK
dan Fortifikasi Pangan Tanya Jawab Suplementasi dan Fortifikasi Pangan
P4 Teknologi Nano Dibidang Ceramah, diskusi dan Pengampu MK menjelaskan teknologi Pengampu MK
Pangan Tanya jawab Nano Dibidang Pangan

P5 GMP, HCCP, dan Masa Ceramah, diskusi dan Pengampu MK menjelaskan GMP, HCCP, Pengampu MK
Kadaluarsa Pangan Tanya jawab dan Masa Kadaluarsa Pangan

iv
P6 Keamanan Pangan Ceramah, diskusi dan Pengampu MK menjelaskan keamanan Pengampu MK
Tradisional dan Katering Tanya jawab Pangan Tradisional dan Katering

P7 Keamanan Pangan Air Ceramah, diskusi dan Pengampu MK menjelaskan keamanan Pengampu MK
Minum dalam Kemasan Tanya jawab Pangan Air Minum dalam Kemasan

P8 Keamanan Pangan Ceramah, diskusi, Pengampu MK menjelaskan keamanan Pengampu MK


Fungsional, Dietary Tanya Jawab, Pangan Fungsional, Dietary Suplemen
Suplemen dan Hasil dan Hasil Rekayasa Genetika
Rekayasa Genetika

P9 STUDI KASUS Presentasi, diskusi, Pengampu MK: Pengampu MK


Tanya Jawab, refleksi  Berperan sebagai fasilitator dalam
dan umpan balik kegiatan; presentasi, diskusi dan tanya
jawab
 Berperan sebagai narasumber dalam
kegiatan; refleksi dan umpan balik
P10 STUDI KASUS Presentasi, diskusi, Pengampu MK: Pengampu MK
Tanya Jawab, Refleksi  Berperan sebagai fasilitator dalam
dan Umpan Balik kegiatan; presentasi, diskusi dan tanya
jawab
 Berperan sebagai narasumber dalam
kegiatan; refleksi dan umpan balik
P11 Persiapan lapangan Penyamaan persepsi, Koordinator blok menguraikan secara Koordinator
diskusi dan TJ detail tentang persiapan, pelaksanaan dan Blok
pelaporan hasil kerja lapangan terkait
implementasi ekopagi di lapangan
P12 Praktik/kegiatan Identifikasi masalah Supervisor dan pembimbing lapangan Supervisor dan
lapangan dan sasaran mendampingi dan membimbing pembimbing
mahasiswa terkait isu gizi lapangan

v
P13 Praktik/kegiatan Prioritas masalah dan Supervisor dan pembimbing lapangan Supervisor dan
lapangan metode intervensi mendampingi dan membimbing pembimbing
mahasiswa dalam memprioritaskan lapangan
masalah dan metode komunikasi yang
sesuai dalam intervensi masalah gizi di
lapangan
P14 Praktik/kegiatan Intervensi gizi Supervisor dan pembimbing lapangan Supervisor dan
lapangan mendampingi, membimbing, mengamati pembimbing
dan menilai proses intervensi masalah gizi lapangan
di lapangan oleh mahasiswa
P15 Diskusi hasil lapangan Presentasi, diskusi, TJ, Pengampu MK, Koordinator Blok dan Pengampu MK,
dan evaluasi Refleksi dan Umpan Supervisor berperan sebagai fasilitator Koordinator
Balik dan narasumber dalam penyajian hasil Blok dan
sekaligus mengevaluasi hasil kerja Supervisor
lapangan mahasiswa
P16 Final Ujian Tertulis Koordinator blok mengakomodir dan Koordinator
mengkoordinir ujian tertulis MK Ekopagi Blok
dalam final blok Basic Nutrition

vi
SESI 1 PENGANTAR TEKNOLOGI DAN
KEAMANAN PANGAN

SASARAN PEMBELAJARAN:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian teknologi dan keamanan
pangan.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan teknologi dan keamanan
pangan.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat dari teknologi dan keamanan
pangan.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan ruang lingkup dari teknologi
keamanan pangan.

TOPIK KAJIAN :
1. Pengertian teknologi dan keamanan pangan.
2. Tujuan teknologi dan keamanan pangan.
3. Manfaat dari teknologi dan keamanan pangan.
4. Ruang lingkup dari teknologi keamanan pangan.

DESKRIPSI SINGKAT :
Pada sesi ini akan membahas mengenai pengertian teknologi dan
keamanan pangan, tujuan teknologi dan keamanan pangan., manfaat dari
teknologi dan keamanan pangan, dan ruang lingkup dari teknologi
keamanan pangan.

URAIAN TUGAS :
1. Mahasiswa menjelaskan pengertian teknologi dan keamanan pangan !.
2. Mahasiswa menjelaskan tujuan teknologi dan keamanan pangan !.
3. Mahasiswa menjelaskan manfaat dari teknologi dan keamanan pangan
4. Mahasiswa menjelaskan Ruang lingkup dari teknologi keamanan
pangan !.

7
INDIKATOR PENILAIAN :
1. Ketepatan dalam menjelaskan pengertian teknologi dan keamanan
pangan.
2. Ketepatan dalam menjelaskan tujuan teknologi dan keamanan pangan.
3. Ketepatan dalam menjelaskan manfaat dari teknologi dan keamanan
pangan.
4. Ketepatan dalam menjelaskan ruang lingkup dari teknologi keamanan
pangan.

REFERENSI UTAMA :
1. Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H Fleet, M.Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
UI Press. Jakarta.
2. Dreyer, et al., 2009. Food Safety Governance. Germany: Springe.
3. Botsoglou, Nikolaos A & Dimitrios J. Fletouris. 2000. Drug Residues in
Foods Pharmacology, Food Safety, and Analysis. New York: Marcel
Dekker Inc.
4. Hans-Jürgen Bässler und Frank Lehmann : Containment Technology:
Progress in the Pharmaceutical and Food Processing
Industry. Springer, Berlin 2013, ISBN 978-3642392917
5. Module in Food Science, from Encyclopedia of Food Microbiology
(Second Edition), 2014, Pages 377-381, Current as of 15 August 2014
6. Mahan, L.K. dan Stump, S.E. 2003. Krause’s Food, Nutrition & Diet
Therapy 11thEdition. Elsevier. USA.
7. Man, C.M.D. 1994. Shelf Life Evaluation Foods. Blackie Academic &
Proffesional. London.
8. Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi
Pangan. Alfabeta. Bandung.
9. Potter, N. 1980. Food Science. The AVI Publishing Co, Inc. Westport,
Connecticut.
10. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
11. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
12. Desrosier, N.W., 1970. The Technology of Food Preservation. The AVI
Publishing Company, Inc. West Port. Connecticut.
13. Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan
Muchji Muljohardjo. UI Press. Jakarta.
14. Ehira, S. and Uchiyama, H., 1987. Determination of Fish Fressnesh
Using The K Value and Comments on Some Other Biochemical

8
Changes in Relation to Freshness, dalam : Sea Food Quality
Determination (editor : Kramer, D.E. and Liston, J.J). Elsevier Science
Publiser B.V., Amterdam, Netherlands.
15. Eskin, N.A.M., 1990. Biochemistry of Food, 2nd edition. Academic
Press, London.
16. UU. RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

9
1. Pengertian Teknologi dan Keamanan Pangan
Teknologi
Menurut KBBI (1990, 1994), Teknologi (Ilmu Teknik) adalah
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang- barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Menurut Miarso (2007), teknologi adalah proses yang meningkatkan
nilai tambah, proses tersebut menggunakan atau menghasilkan suatu
produk , produk yang dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah
ada, dan karena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem.
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-
barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan
hidup manusia. Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan
pengubahan sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana.
Penemuan prasejarah tentang kemampuan mengendalikan api telah
menaikkan ketersediaan sumber-sumber pangan, sedangkan
penciptaan roda telah membantu manusia dalam perjalanan dan
mengendalikan lingkungan mereka.
Pada dasawarsa 1930-an, technology tidak hanya merujuk pada
'pengkajian' seni-seni industri, tetapi juga pada seni-seni industri itu
sendiri. Pada tahun 1937, seorang sosiolog Amerika, Read Bain, menulis
bahwa technology includes all tools, machines, utensils, weapons,
instruments, housing, clothing, communicating and transporting devices
and the skills by which we produce and use them ("teknologi meliputi
semua alat, mesin, aparat, perkakas, senjata, perumahan, pakaian,
peranti pengangkut/pemindah dan pengomunikasi, dan keterampilan yang
memungkinkan kita menghasilkan semua itu")
Kamus Merriam-Webster memberikan definisi "technology"
sebagai the practical application of knowledge especially in a particular
area (terapan praktis pengetahuan, khususnya dalam ruang lingkup
tertentu) dan a capability given by the practical application of
knowledge (kemampuan yang diberikan oleh terapan praktis
pengetahuan).Ursula Franklin, dalam karyanya dari tahun 1989, kuliah

10
"Real World of Technology", memberikan definisi lain konsep ini;
yakni practice, the way we do things around here (praktis, cara kita
memperbuat ini semua di sekitaran sini). Istilah ini seringkali digunakan
untuk mengimplikasikan suatu lapangan teknologi tertentu, atau untuk
merujuk teknologi tinggi atau sekadar elektronik konsumen, bukannya
teknologi secara keseluruhan. Bernard Stiegler, dalam Technics and
Time, 1, mendefinisikan technology dalam dua cara: sebagai the pursuit
of life by means other than life (pencarian kehidupan, dalam artian lebih
dari sekadar hidup), dan sebagai organized inorganic matter (zat-zat
anorganik yang tersusun rapi).
.
Pangan
Apakah pengertian pangan? Menurut UU NO. 18 / 2012, Pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman. Segala seluk beluk ilmu pengetahuan yang mempelajari
mengenai masalah pangan dan segala aspeknya, baik membicarakan
struktur kimia bahan pangan tersebut maupun membicarakan sumber-
sumber alamiah bahan pangan dan kegunaannya untuk kesejahteraan
umat manusia
Dengan demikian semua produk alamiah yang berupa produk
nabati maupun hewani yang dapat dipakai sebagai sumber pangan
sehingga menyejahterakan umat manusia termasuk ke dalam cakupan
ilmu pangan., misalnya kelompok padi, kelompok umbi-umbian, kelompok
palawija, tanaman pohon yang menghasilkan buah-buahan, sayuran,
bahkan jenis bumbu-bumbuan, misalnya merica, ketumbar, jintan, kemiri,
cengkih, buah kelapa, dan jenis bumbu lain seperti lengkuas jahe, kunyit,
kunci, cabai, kencur dan lain-lain.

11
Semuanya itu adalah bahan pangan nabati dalam arti yang luas.
Jenis bahan-bahan pangan hewani, misalnya daging yang berasal dari
hewan ternak sapi, kambing, domba, ayam, dan bahkan juga babi adalah
bahan pangan. Tentu saja kelompok hasil-hasil laut, baik yang berupa
kelompok nabati (ganggang hijau, merah perang dan lain-lain), maupun
hewani (misalnya berbagai jenis ikan laut, udang, kepiting, teripang dan
lainlain). Kesemuanya itu termasuk ke dalam cakupan ilmu pangan.
Dengan acuan tersebut maka penekanan ilmu pangan adalah eksplorasi
berbagai macam sumber alam, baik nabati maupun hewani yang dapat
digunakan oleh manusia sebagai sumber bahan pangan. Umumnya
semakin maju peradaban manusia semakin banyak eksplorasi kita tentang
natural product yang dapat dimanfaatkan. Pengkajian tentang sumber-
sumber pangan baru sangat bergantung pada sifat-sifat biologis dan
kimiawi bahan pangan tersebut, apakah secara organoleptik bahan
pangan tersebut dapat diterima atau tidak, apakah kandungan zat gizinya
memenuhi syarat atau tidak, bagaimanakah pengadaan bahan pangan
tersebut mudah atau sulit, apakah sudah ada masyarakat yang familier
dengan bahan tersebut.
Biasanya jika sebagian masyarakat di daerah tertentu sudah familier
dengan bahan pangan tersebut maka akan sangat mudah bahan tersebut
disosialisasikan secara menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat.
Bahkan dengan media elektronik, seperti televisi, radio, koran, dan
majalah akan mempercepat pemahaman pentingnya penggunaan bahan
pangan baru tersebut. Bagaimanakah halnya bahan-bahan alamiah yang
secara tidak langsung dapat dikonsumsi oleh manusia, tetapi manusia
memanfaatkannya sebagai bahan penyedap atau bahan bumbu, misalnya
daun jeruk purut, daun salam, daun serai, daun pandan? Bahan-bahan
tersebut juga termasuk dalam cakupan ilmu pangan karena secara
langsung mempengaruhi cita rasa penampilan dan bahkan mempengaruhi
daya terima konsumen pada bahan pangan yang disajikan. Untuk dapat
memanfaatkan bahan-bahan pangan tersebut diperlukanlah suatu proses
agar bahan itu langsung dapat dikonsumsi, tanpa proses maka bahan

12
pangan tersebut tidak aman, tidak nyaman dan tidak akan awet serta
berpenampilan tidak menarik sehingga manusia tidak dapat
mengonsumsinya secara langsung.
Proses yang diperlukan dalam hal ini disebut juga sebagai teknologi.
Menurut Poeradisastra (1986) definisi teknologi adalah ilmu pengetahuan
yang diterapkan kepada teknik dan industri secara produksi massal
modern untuk meningkatkan taraf hidup manusia melalui pemanfaatan
alam sekitar kita. Senada dengan pendapat Poeradisastra maka Sukarto
(1993) juga mendefinisikan teknologi dalam dua makna, yaitu yang berarti
luas dan bermakna sempit. Teknologi dalam arti luas biasa digunakan
untuk membedakan karya teknologi dengan karya manusia berbentuk
seni. Pada karya seni, biasanya proses karyanya berdasar pada rasa seni
atau gejolak jiwa si penciptanya, sedangkan karya teknologi didasarkan
pada penerapan ilmu pengetahuan untuk tujuan kesejahteraan umat
manusia. Dengan kata lain makna teknologi dalam arti luas adalah
pemanfaatan atau penerapan ilmu pengetahuan dalam karya manusia
untuk lebih meningkatkan efisiensinya. Terminologi dalam hal ini meliputi
teknologi perikanan, teknologi pangan, teknologi hortikultura, teknologi
hasil hutan dan lain-lain. Makna teknologi dalam arti sempit mempunyai
makna yang lebih spesifik, yaitu penerapan ilmu pengetahuan dan
keteknikan (engineering) untuk proses karya manusia yang berguna.

Teknologi Pangan
Apakah Teknologi Pangan itu? Menurut Wijaya, C. Hanny, (2006),
teknologi pangan adalah suatu teknologi yang menerapkan ilmu
pengetahuan tentang bahan pangan khususnya setelah panen (pasca
panen) guna memperoleh manfaatnya seoptimal mungkin sekaligus dapat
meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut. Dalam teknologi pangan,
dipelajari sifat fisis, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan
proses yang mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam,
di antaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, dan
sebagainya.

13
Sejarah teknologi pangan dimulai ketika Nicolas
Appert mengalengkan bahan pangan, sebuah proses yang masih terus
berlangsung hingga saat ini. Namun ketika itu, Nicolas Appert
mengaplikasikannya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan terkait pangan.
Aplikasi teknologi pangan berdasarkan ilmu pengetahuan dimulai
oleh Louis Pasteur ketika mencoba untuk mencegah kerusakan
akibat mikroba pada fasilitas fermentasi anggur setelah melakukan
penelitian terhadap anggur yang terinfeksi. Selain itu, Pasteur juga
menemukan proses yang disebut pasteurisasi, yaitu
pemanasan susu dan produk susu untuk membunuh mikroba yang ada di
dalamnya dengan perubahan sifat dari susu yang minimal.
Sejarah Teknologi pangan di Indonesia menyangkut beberapa
aspek, disamping aspek program pendidikan juga berhubungan erat
dengan sejarah perkembangan institusi, bidang IPTEK, SDM (Staff,
lulusan), prasarana dan fasilitas, juga menyangkut perkembangan
lapangan kerja, industri dan perdagangan produk pangan serta dinamika
masyarakat dan trend konsumsi pangan.

Keamanan Pangan
Berbicara tentang keamanan pangan, menurut UU Republik
Indonesia No. Tahun 2012 Tentang Pangan, pengertian keamanan
pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Telah diketahui bahwa bahan pangan yang dihasilkan oleh tanaman
maupun hewan ternak yang menjadi kawan manusia ada dalam jumlah
besar pada saat-saat panen, sedangkan di luar musim panen, akan terjadi
kelangkaan bahan pangan. Oleh karena itu berkembanglah keinginan
manusia untuk menyimpan bahan pangan yang melimpah pada saat
panen itu agar dapat digunakan pada masa-masa berikutnya. Namun

14
yang menjadi kendala adalah selama penyimpanan itu banyak terjadi
kerusakan yang bersifat alamiah (faktor-faktor dalam) atau karena faktor-
faktor luar, misalnya mikroorganisme atau binatang perusak bahan
pangan. Faktor dalam, misalnya enzim yang ada pada bahan akan
menghidrolisis senyawa-senyawa penyusun bahan menjadi senyawa lain
perubahan ini diiringi dengan perubahan tekstur dan juga penampilan
bahan, biasanya menjadikan bahan rentan terhadap kerusakan. Ada
kalanya bahan itu menjadi masak dan lain sebagainya.
Faktor luar yang dapat mempercepat proses kerusakan bahan
pangan adalah hadirnya mikroba asing atau binatang perusak. Kerusakan
yang terjadi sering dibarengi dengan pembentukan senyawa beracun di
satu sisi, bahkan di sisi lain penurunan nilai gizi sangat dominan. Di sinilah
manusia dituntut untuk mencegah kerusakan-kerusakan tersebut dalam
upaya mempertahankan hasil pertanian dan peternakan sebagai
persediaan bahan pangan untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat
sepanjang tahun.

Teknologi dan Keamanan Pangan


Teknologi dan keamanan pangan adalah suatu teknologi yang
menerapkan ilmu pengetahuan tentang bahan pangan guna memperoleh
manfaatnya seoptimal mungkin sekaligus dapat meningkatkan nilai
tambah dari pangan tersebut untuk mencegah pangan dari cemaran
biologi, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan dan budaya masyarakat sehingga aman untuk
dikonsumsi.

2. Manfaat Teknologi dan Keamanan Pangan.


Adanya teknologi pangan sangat mempengaruhi ketersediaan
pangan. Alam menghasilkan bahan pangan secara berkala, sementara
kebutuhan manusia akan pangan adalah rutin. Kita tidak mungkin menunda
kebutuhan jasmani hingga masa panen tiba. Oleh karena itu, terciptalah
teknologi pengawetan sehingga makanan dapat disimpan untuk jangka

15
waktu yang cukup lama. Teknik pengawetan juga memungkinkan untuk
mendistribusikan bahan pangan secara merata ke seluruh penjuru dunia.
Dulu, orang-orang di Eropa tidak bisa menikmati makanan-makanan Asia.
Tetapi sekarang karena teknologi pangan setiap bangsa dapat menikmati
makanan khas bangsa lainnya.
Pada zaman yang serba canggih ini, perkembangan teknologi
tumbuh dengan sangat pesat. Penguasaan terhadap teknologi komunikasi
maupun informasi harus kita miliki dan pahami, jika tidak mau terlindas dan
tergerus era yang kaya akan kompetisi. Semakin canggih teknologi,
kebutuhan akan memahami teknologi semakin besar, apalagi teknologi
informasi maupun komunikasi ini dapat memberikan kemudahan yang
begitu besarnya dalam segala bidang, seperti dalam bidang pendidikan,
perbankan, kedokteran, industri, pertanian dan sebagainya.
Teknologi informasi sangat banyak membawa kemudahan dan
keuntunga tersendiri bagi masing-masing bidang. Salah satu contoh
teknologi informasi komunikasi adalah internet. Dengan adanya internet,
kita bisa menjelajah dunia tanpa batas. Melalui internet juga kita bisa tau
segala informasi yang tersebar di seluruh dunia pun dapat kita lihat dengan
mudahnya. Hal ini mengakibatkan, kerja kita lebih efektif dan efisien. Salah
satu contoh lainnya yaitu di bidang Pertanian, Pertanian merupakan salah
satu bidang yang perkembangan teknologinya cukup pesat. Walaupun
sekarang banyak muncul perkembangan dalam bidang pertanian, akan
tetapi masih banyak masyarakat yang belum paham akan pengaplikasian
teknologi, terutama pada masyarakat pedesaan. Namun, jika kita mampu
untuk mengaplikasikanya, ilmu teknologi akan menjadi sumber manfaat
bagi kita.
Berbagai macam kontribusi diberikan oleh ilmu teknologi demi
kemajuan dalam bidang pertanian, khususnya dalam teknologi pangan saat
ini. Salah satu manfaatnya yaitu sebagai sarana mempermudah proses
produksi maupun proses pengolahan pangan. Dengan adanya komputer,
proses produksi akan menjadi lebih efektif dan efisien. Sangat berbeda
dengan jaman saat teknologi masih minim, semua dikerjakan oleh manusia

16
secara manual. Hal itu akan membuat kerja menjadi kurang efektif dan
hanya membuang tenaga serta waktu.
Teknologi pangan merupakan suatu bagian dari proses pertanian
industri. Proses dari pertanian industri antara lain, budidaya tanaman,
panen, pasca panen, pengangkutan, pengolahan pangan, pengemasan,
penyimpanan dan sebagainya. Tahap demi tahap menghasilkan suatu
produk makanan yang berkualitas memerlukan informasi, baik dari segi
bahan baku, cara pengolahan, maupun cara pengemasannya. Setiap
sistem yang diterapkan untuk mendapatkan informasi, harus menghasilkan
suatu bentuk output yang akurat dan lengkap dengan memperhatikan
efisiensi waktu serta mudah diakses. Ilmu teknologi yang diterapkan dapat
berupa pengolahan, pertukaran serta pengelolaan data menjadi suatu
informasi.
Beberapa manfaat dari teknologi dan keamanan pangan adalah : 1)
meningkatan kualitas dan memperpanjang masa simpan; 2) agar pangan
mudah dicerna oleh tubuh, karena tidak semua bahan pangan bisa di
konsumsi dalam keadaan mentah. Misalnya, telur akan lebih baik
dicernakan oleh tubuh jika dimakan setengah masak dari pada mentah; 3)
memperbaiki aroma, warna, bentuk, dan tekstur bahan makanan 4)
meningkatkan gizi makanan, ada sebagian bahan pangan yang nilai gizinya
bertambah setelah di masak, contohnya buah tomat. likopen pada buah
tomat lebih efektif dikonsumsi setelah di masak daripada saat mentah 5)
membebaskan makanan dari jasad-jasad renik dan bahan-bahan yang
membahayakan kesehatan.

3. Ruang lingkup dari teknologi dan keamanan pangan.


Kemampuan penerapan teknologi yang tepat membantu manusia
dalam mengatasi kendala-kendala yang muncul sehingga keamanan,
kesegaran, keutuhan nilai gizi bahan pangan dapat dipertahankan atau
paling tidak dapat meminimalisasi penurunan kualitas gizi. Memang pada
kenyataannya setiap proses penanganan bahan pangan pasti akan
mengalami penurunan dan perubahan komposisi gizi bahan. Namun perlu

17
ditekankan bahwa penerapan teknologi pangan akan menjadi bermakna
jika penurunan kualitas gizi dan perubahan komposisi gizi tidak terlalu
signifikan jika dibandingkan dengan bahan segarnya.
Komponen bahan pangan yang terlibat secara langsung mulai dari
proses awal tentang perubahan bahan pangan, antara lain: kadar air yang
terdapat dalam bahan, substansi mineral, vitamin, enzim, lipida dan
turunannya, karbohidrat dan turunannya, serta protein dan turunannya.
Komponen-komponen ini akan mengalami perubahan selama
penanganan awal dan proses pengolahan pangan sampai akhir proses
baik pengolahan secara sengaja maupun proses alamiah yang terjadi.
Dengan demikian ada penanganan awal bahan baku pangan dan
dilanjutkan dengan pengolahan inti bahan baku pangan menjadi produk
akhir. Jika digambarkan dalam suatu bagan maka ruang lingkup teknologi
dan keamanan pangan ini melibatkan beberapa hal sebagai berikut.

Produk akhir (nilai gizi, aman,


Bahan baku pangan
Proses masa simpan, daya diterima dan
Pangan halal)
(teknologi)

Gambar 1. Ruang lingkup teknologi dan keamanan pangan

Gambar 1 menunjukkan bahwa ruang lingkup teknologi dan


keamanan pangan terdiri atas bahan baku pangan, proses pangan dan
produk akhir. Bahan baku pangan ini meliputi hasil pertanian yang dapat
berupa sayur dan buah (hortikultura), umbi-umbian, kacang-kacangan (biji-
bijian), semua bahan baku pangan itu berasal dari tumbuhan sehingga
dikelompokkan dalam bahan pangan nabati. Bahan baku pangan lainnya
kelompok daging dan ikan, susu, telur, semuanya bahan baku pangan itu
berasal dari hewan sehingga dikelompokkan bahan pangan Hewani.
Proses pangan atau pengolahan bahan baku pangan merupakan
proses yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan hidup manusia.
Melalui pengolahan pangan, bahan mentah diolah menjadi bahan jadi
untuk dikonsumsi dan bahan setengah jadi untuk memperpanjang masa

18
simpannya dan agar mudah diolah menjadi bahan jadi yang siap
konsumsi. Bahan pangan tidak semua perlu diolah terlebih dahulu untuk
bisa dimakan. Sebagian besar bahan pangan/makanan perlu diolah untuk
mendapatkan cita rasa, aroma dan penampakan terbaiknya. Pengolahan
bahan makanan mempunyai tujuan penting yang patut diketahui dan di
perhatikan oleh siapa saja terutama mereka yang bekecimpung dalam
ilmu pangan, gizi, dan kesehatan.
Akhirnya, produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang
mempunyai kualitas yang baik, produk yang siap untuk dikonsumsi dengan
memperhatikan aspek nilai gizi, keamanan (kimia, fisika dan biologi), masa
simpan, daya terima dan kehalalan produk.

19
SESI 2 TEKNOLOGI TEPUNG DAN
TEKNOLOGI FLAVOR

SASARAN PEMBELAJARAN:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian tepung
2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis tepung
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat tepung dan hasil olahannya
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pengolahan bahan pangan menjadi
tepung
5. Mahasiswa mampu menjelaskan aplikasi tepung menjadi produk
pangan
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian flavor
7. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis flavor
8. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat flavordan hasil olahannya
9. Mahasiswa mampu menjelaskan pengolahan bahan pangan menjadi
flavor
10. Mahasiswa mampu menjelaskan aplikasi flavor menjadi produk pangan

TOPIK KAJIAN :
1. Pengertian tepung
2. Jenis-jenis tepung
3. Manfaat tepung dan hasil olahannya
4. Pengolahan bahan pangan menjadi tepung
5. Aplikasi tepung menjadi produk pangan
6. Pengertian flavor
7. Jenis-jenis flavor
8. Manfaat flavor
9. Pengolahan bahan pangan menjadi flavor
10. Aplikasi flavor menjadi produk pangan

20
DESKRIPSI SINGKAT :
Pada sesi ini akan membahas mengenai pengertian tepung, jenis-jenis
tepung, manfaat tepung dan hasil olahannya, pengolahan bahan pangan
menjadi tepung, aplikasi tepung menjadi produk pangan, pengertian flavor,
jenis-jenis flavor, manfaat flavor dan hasil olahannya, pengolahan bahan
pangan menjadi flavor, dan aplikasi flavor menjadi produk pangan.
.
URAIAN TUGAS :
1. Pengertian tepung
2. Jenis-jenis tepung
3. Manfaat tepung dan hasil olahannya
4. Pengolahan bahan pangan menjadi tepung
5. Aplikasi tepung menjadi produk pangan
6. Pengertian flavor
7. Jenis-jenis flavor
8. Manfaat flavor
9. Pengolahan bahan pangan menjadi flavor
10. Aplikasi flavor menjadi produk pangan

INDIKATOR PENILAIAN :
1. Ketepatan dalam menjelaskan pengertian tepung
2. Ketepatan dalam menjelaskan jenis-jenis tepung
3. Ketepatan dalam menjelaskan manfaat tepung dan hasil olahannya
4. Ketepatan dalam menjelaskan pengolahan bahan pangan menjadi
tepung
5. Ketepatan dalam menjelaskan aplikasi tepung menjadi produk pangan
6. Ketepatan dalam menjelaskan pengertian flavor
7. Ketepatan dalam menjelaskan jenis-jenis flavor
8. Ketepatan dalam menjelaskan manfaat flavor
9. Ketepatan dalam menjelaskan pengolahan bahan pangan menjadi
flavor
10. Aplikasi flavor menjadi produk pangan

21
REFERENSI UTAMA :
1. Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H Fleet, M.Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
UI Press. Jakarta.
2. Dreyer, et al., 2009. Food Safety Governance. Germany: Springe.
3. Botsoglou, Nikolaos A & Dimitrios J. Fletouris. 2000. Drug Residues in
Foods Pharmacology, Food Safety, and Analysis. New York: Marcel
Dekker Inc.
4. Hans-Jürgen Bässler und Frank Lehmann : Containment Technology:
Progress in the Pharmaceutical and Food Processing
Industry. Springer, Berlin 2013, ISBN 978-3642392917
5. Module in Food Science, from Encyclopedia of Food Microbiology
(Second Edition), 2014, Pages 377-381, Current as of 15 August 2014
6. Mahan, L.K. dan Stump, S.E. 2003. Krause’s Food, Nutrition & Diet
Therapy 11thEdition. Elsevier. USA.
7. Man, C.M.D. 1994. Shelf Life Evaluation Foods. Blackie Academic &
Proffesional. London.
8. Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi
Pangan. Alfabeta. Bandung.
9. Potter, N. 1980. Food Science. The AVI Publishing Co, Inc. Westport,
Connecticut.
10. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
11. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
12. Desrosier, N.W., 1970. The Technology of Food Preservation. The AVI
Publishing Company, Inc. West Port. Connecticut
13. Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan
Muchji Muljohardjo. UI Press. Jakarta.
14. Ehira, S. and Uchiyama, H., 1987. Determination of Fish Fressnesh
Using The K Value and Comments on Some Other Biochemical
Changes in Relation to Freshness, dalam : Sea Food Quality
Determination (editor : Kramer, D.E. and Liston, J.J). Elsevier Science
Publiser B.V., Amterdam, Netherlands.
15. Eskin, N.A.M., 1990. Biochemistry of Food, 2nd edition. Academic
Press, London.

22
1. Pengertian Tepung.
Menurut Djoni Wibowo (2012), “Tepung merupakan partikel padat
yang berbentuk butiran halus bahkan sangat halus tergantung pada
pemakaiannya. Tepung biasanya digunakan untuk bahan baku industri,
keperluan penelitian, maupun dipakai dalam kebutuhan rumah tangga,
misalnya membuat kue dan roti. Tepung dibuat dari berbagai jenis
bahan nabati, yaitu dari bangsa padi-padian, umbi-umbian, akar-
akaran, atau sayuran yang memiliki zat tepung atau pati atau kanji.
Contoh tepung nabati adalah tepung terigu yang berasal dari gandum,
tepung tapioka yang berasal dari singkong, tepung maizena yang
berasal dari jagung, tepung ketan yang berasal dari beras ketan.
Tepung dapat juga dibuat dari bahan hewani, misalnya tepung tulang
dan tepung ikan.
Menurut The Culinary Institute of America (2011) menyatakan bahwa
“Tepung, adalah gabungan dari lemak padat yang dingin dan air yang
sangat dingin yang merupakan komponen-komponen dasar dari
sebagian besar produk adonan.” Dari dua sumber tersebut dapat
disimpulkan bahwa, tepung merupakan komposisi dasar pada produk
bakery dan pastry. Sebagian besar tepung berasal dari bahan nabati,
misalnya umbi-umbian dan bijibijian. Dalam adonan, tepung berperan
untuk membentuk tekstur, memberikan cita rasa, mengikat bahan-
bahan lain dan mendistribusikannya secara merata.
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara
pengilingan atau penepungan. Tepung memiliki kadar air yang rendah,
hal tersebut berpengaruh terhadap keawetan tepung. Jumlah air yang
terkandung dalam tepung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang
telah dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan
jenis pengemasan. Tepung juga merupakan salah satu bentuk alternatif
produk setengah jadi yang dianjurkan, karena akan lebih tahan
disimpan, mudah dicampur, dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai
tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Cara yang paling umum

23
dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan,
baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa (Nurani dan
Yuwono, 2014).
Pada perkembangan zaman, tepung sering diproduksi dari umbi
yang memiliki kandungan gizi tinggi, hal ini dilakukan untuk
memperbaiki nilai ekonomi umbi itu tersendiri, serta pemanfaatan
produk domestik sehingga pengolahan tepung berbasis umbi
diharapkan dapat menjadi alternatif penggunaan tepung gandum yang
bahan bakunya masih harus didapatkan dari luar negeri. Proses
pembuatan tepung umbi-umbian sendiri dapat dilakukan dengan
berbagai cara tergantung dari jenis umbi-umbian itu sendiri. Tepung
dibuat dengan kadar

2. Jenis-jenis Tepung.
a. Tepung Tunggal
Tepung tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan
pangan. Berikut beberapa contoh tepung tunggal, yakni:
1) Tepung terigu
Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bahan dasar
gandum yang diperoleh dengan cara penggilingan gandum yang
banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen yang
terbanyak dari tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari
amilosa dan amilopektin. Besarnya kandungan amilosa dalam pati
ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 56 - 62˚C.
Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan roti
dan mie. Keistimewaan terigu diantara serealia lain adalah adanya
gluten yang merupakan protein yg menggumpal, elastis serta
mengembang bila dicampur dengan air. Gluten digunakan sebagai
bahan tambahan untuk mempertinggi kandungan protein dalam roti.
Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki
kadar air 14%, kadar protein 8 - 12%, kadar abu 0,25 – 0,60% dan
gluten basah 24 – 36%.

24
2) Tepung Tapioka
Tepung tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah
tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam
bahasa Indonesia disebut singkong.
Tapioka memiliki sifat- sifat yang serupa dengan sagu,
sehingga kegunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tepung ini
sering digunakan untuk membuat makanan, bahan perekat, dan
banyak makanan tradisional yang menggunakan tapioka sebagai
bahan bakunya.
Tapioka adalah nama yang diberikan untuk produk olahan dari
akar ubi kayu (cassava). Analisis terhadap akar ubi kayu yang khas
mengidentifikasikan kadar air 70%, pati 24%, serat 2%, protein 1%
serta komponen lain (mineral, lemak, gula) 3%. Tahapan proses
yang digunakan untuk menghasilkan pati tapioka dalam industri
adalah pencucian, pengupasan, pemarutan, ekstraksi, penyaringan
halus, separasi, pembasahan, dan pengering.
3) Tepung Beras
Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari
tepung komposit dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral
dan vitamin. Tepung beras adalah produk setengah jadi untuk bahan
baku industri lebih lanjut. Untuk membuat tepung beras
membutuhkan waktu selama 12 jam dengan cara beras direndam
dalam air bersih, ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak
menggunakan ayakan mesh 80.
4) Tepung Beras Ketan
Beras ketan (Oryza sativa L var. glutinosa) banyak terdapat di
Indonesia dengan jumlah produksi sekitar 42.000 ton pertahun,
namun penggunaannya di Indonesia masih terbatas pada industri
makanan, sedangkan penggunaan di bidang farmasi belum banyak
dipublikasikan. Beras ketan mengandung amilopektin sangat tinggi
yaitu 99,7% dan bersifat tidak mengembang dalam air dingin,
dengan tingginya kadar amilopektin dalam beras ketan ini maka

25
diduga dapat digunakan langsung sebagai matriks tablet lepas
lambat yang potensial karena bisa menghambat desintegrasi dan
disolusi dari zat aktif.
b. Tepung Komposit
Tepung komposit adalah tepung yang dibuat dari dua atau lebih
bahan pangan. Berikut beberapa contoh tepung komposit, yakni:
1) Tepung bekatul-labu siam
2) Tepung beras merah-ikan sarden-ikan mujair
3) Tepung singkong-terigu-kedelai
4) Tepung singkong-terigu-pisang
5) Tepung jagung-beras

3. Manfaat Tepung
Beberapa manfaat dari tepung berdasarkan sumber bahannya
adalah
a. Tepung Terigu
Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung
protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan
kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu
juga berasal dari gandum, bedanya terigu berasal dari biji gandum
yang dihaluskan, sedangkan tepung gandum utuh (whole wheat
flour) berasal dari gandum beserta kulit arinya yang ditumbuk.
Jenis tepung terigu:
1) Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung terigu yang
mengandung kadar protein tinggi, antara 11%-13%, digunakan
sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, dan donat.
2) Tepung berprotein sedang atau serbaguna (all purpose flour):
tepung terigu yang mengandung kadar protein sedang, sekitar
8%-10%, digunakan sebagai bahan pembuat kue cake.

26
3) Tepung berprotein rendah pastry flour): mengandung protein
sekitar 6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang
renyah, seperti biskuit atau kulit gorengan ataupun keripik.
b. Tepung Tapioka
Tepung tapioka dapat di manfaatkan sebagai bahan baku
ataupun campuran atau tambahan pada berbagai macam
produk,antara lain kerupuk, biskuit atau kue kering. Selain itu, tepung
tapioka dapat di manfaatkan sebagai bahan pengental, bahan
pemadat atau pengisi, bahan pengikat pada industri makanan
olahan, dan dapat juga sebagai bahan penguat benang pada industri
tekstil.
c. Tepung Beras
Tepung beras dan tepung kanji merupakan sumber karbohidrat.
Bermanfaat sebagai sumber energi (tenaga) untuk balita. Selain itu,
didalamnya juga terkandung serat, protein nabati, vitamin dan
mineral. Semua zat gizi ini memegang peranan peting untuk
pertumbuhan dan perkembagan balita. Tepung beras bisa digunakan
untuk membuat kue.

4. Pengolahan Bahan Pangan menjadi Tepung.


Salah satu contoh pengolahan pangan menjadi tepung adalah
tapioka. Membuat tapioka tidak terlalu sulit. Ibu-ibu yang gemar
memasak dapat membuat tapioka sendiri di rumah dengan peralatan
sederhana.
a. Pilih umbi singkong yang baik, yaitu yang manis dan tidak terlalu tua
supaya kadar patinya banyak.
b. Umbi singkong dikupas lalu dicuci hingga bersih.
c. Singkong diparut halus menjadi bubur umbi.
d. Tambahkan air dengan perbandingan umbi dan air adalah 1:2.
e. Aduk-aduk agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel umbi.
f. Saring adonan pati atau diperas dengan kain saring, seperti halnya
memeras kelapa.

27
g. Biarkan suspensi pati mengendap di dalam wadah pengendap
selama 12 jam. Pati kemudian akan mengendap sebagai pasta.
h. Buang cairan di atas endapan, dan pasta dijemur di atas tampah.
i. Produk yang telah kering akan berbunyi gemerisik bila diremas-
remas. Hasil pengeringan ini disebut tapioka kasar.
j. Untuk menghasilkan tapioka halus, tapioka kasar ditumbuk hingga
menjadi halus. Agar awet, tapioka dikemas di dalam karung plastik
atau kotak kaleng dalam keadaan tertutup rapat.
Kita juga dapat membuat tapioka termodifikasi sendiri. Caranya juga
cukup mudah.
a. Tapioka direndam dengan larutan asam klorida (HCI) konsentrasi 7,5
g asam klorida per 100 g air, selama 3 hari pada suhu 40 derajat
celsius. Bila dilakukan pada suhu kamar (23-29 derajat celsius),
perendaman dilakukan selama seminggu.
b. Setelah itu tapioka dibilas dengan air dan kemudian dijemur kembali.
Proses pembilasan dan penjemuran dilakukan berulang kali untuk
memastikan tidak ada asam klorida yang masih tersisa di dalam
tapioka.
Kualitas tapioka yang baik dapat dilihat dari warnanya. Tapioka yang
baik akan benwarna putih cerah. Selain itu, kandungan air tapioka yang
baik tidak terlalu tinggi. Tapioka harus dijemur sampai kering benar,
sehingga kandungan airnya rendah. Tapioka sebaiknya dibuat dari
singkong yang umurnya kurang dari satu tahun karena zat patinya
masih sangat banyak. Supaya menghasilkan daya pengental yang
tinggi, dalam proses produksi sebaiknya hindari penggunaan air secara
berlebihan.
5. Aplikasi Tepung dalam Produk Pangan
Salah satu aplikasi tepung dalam produk pangan adalah labu siam.
Labu kuning diolah menjadi produk yang tahan lama disimpan seperti
tepung. Tepung labu kuning merupakan salah satu alternatif untuk
mengatasi permasalahan gizi, khususnya kekurangan vitamin A seperti
yang sudah dijelaskan diatas. Dengan kandungan gizi yang dimilikinya,

28
terutama Beta karoten (provitamin A) nya yang tinggi, tepung labu
kuning sangat baik untuk fortifikasi. Tepung labu kuning berpotensi
sebagai pendamping terigu dalam berbagai produk olahan pangan
sehingga produk olahan yang ditambah dengan tepung labu kuning
mempunyai warna dan rasa yang menarik. Tepung labu kuning dapat
ditambahkan pada makanan-makanan yang digemari oleh masyarakat,
salah satunya adalah mie.

6. Pengertian Flavor.
Flavor adalah kesan sensorik makanan atau substansi, dan
ditentukan oleh indera kimia rasa dan bau yang mendeteksi kimia iritasi
pada mulut dan tenggorokan, mungkin juga kadang-kadang
menentukan rasa makanan, dengan demikian, dapat diubah dengan
alam atau buatan flavor, yang mempengaruhi indra ini.
Flavor didefinisikan sebagai suatu zat yang memberikan rasa zat
lain, mengubah karakteristik terlarut, membuatnya menjadi manis,
asam, tajam, dll
Sementara rasa makanan terbatas manis, asam, pahit, asin, dan
gurih (umami) - yang dasar selera - aroma makanan berpotensi
terbatas. Sebuah rasa makanan, oleh karena itu, dapat dengan mudah
diubah dengan mengubah bau sementara menjaga rasanya mirip.
Nowhere dicontohkan ini lebih baik daripada di rasa buatan jeli,
minuman ringan dan permen, yang, sementara terbuat dari pangkalan-
pangkalan dengan rasa yang sama, memiliki rasa yang berbeda secara
dramatis karena penggunaan berbagai aroma atau wewangian. The
perasa dari produk makanan yang diproduksi secara komersial
biasanya diciptakan oleh flavorists.
Meskipun istilah "aroma" atau "flavorant" dalam bahasa umum
menunjukkan kimia gabungan sensasi rasa dan bau, istilah yang sama
biasanya digunakan dalam industri aroma dan rasa untuk merujuk pada
bahan-bahan kimia yang dapat dimakan dan ekstrak yang mengubah
rasa makanan dan produk makanan melalui indra penciuman. Karena

29
biaynya tinggi atau tidak tersedianya ekstrak natural flavor, kebanyakan
sifat-flavorants komersial adalah identik, yang berarti bahwa mereka
adalah kimia alam setara rasa tapi disintesis secara kimia bukannya
diekstraksi dari bahan makanan..

7. Jenis-jenis Flavor.
Flavor dapat diklasifikasikan dengan banyak cara, tetapi dari sisi
kimianya, dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk formasi alami oleh
biogenetic pathway dari komponen pembentuknya atau oleh proses
yang mengganggu kondisi biologi, fisika, dan kimia bahan awal yang
alami ataupun tiruan
Flavor alami sering kali bermetabolisme sehingga bentuknya
menjadi kompleks dan tergantung pada faktor genetik yang dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan selama pertumbuhan. Pembentukan flavor
dapat terjadi karena proses yang mungkin secara langsung memecah
komponen produk atau karena interaksi kompleks komponen produk
yang tergantung pada bahan awal dan kondisi proses yang dirusak.
Penyedap difokuskan pada mengubah atau meningkatkan rasa
produk makanan alami seperti daging dan sayuran, atau menciptakan
rasa untuk produk-produk makanan yang tidak memiliki rasa yang
diinginkan seperti permen dan makanan ringan lainnya. Kebanyakan
jenis penyedap terfokus pada bau dan rasa. Beberapa produk
komersial ada untuk merangsang trigeminal indra.
Ada tiga jenis bumbu utama yang digunakan dalam makanan, yakni:
di bawah definisi yang disepakati dalam Uni Eropa dan Australia:
1. Bahan penyedap alami: flavoring zat yang diperoleh dari tanaman
atau hewan bahan baku, oleh fisik, mikrobiologi atau proses-proses
enzimatik. Mereka bisa baik digunakan dalam keadaan alami atau

30
diproses untuk konsumsi manusia, namun tidak dapat berisi sifat-
identik atau bahan penyedap buatan.
2. Alam-sama flavoring zat: zat penyedap yang diperoleh dengan
sintesis atau terisolasi melalui proses kimia, yang secara kimiawi
identik dengan zat-zat penyedap alami terdapat dalam produk yang
ditujukan untuk konsumsi manusia. Mereka tidak bisa mengandung
zat-zat aroma buatan.
3. Bahan penyedap buatan: flavoring zat yang tidak teridentifikasi
dalam produk alami yang ditujukan untuk konsumsi manusia, apakah
atau tidak produk diproses. Ini biasanya diproduksi oleh distilasi
fraksional dan manipulasi kimia tambahan bahan kimia atau alami
yang bersumber dari minyak mentah atau tar batubara.

8. Manfaat Flavor.
Manfaat dari Flavor adalah
a. Meningkatkan daya ekonomis
b. Memperbaiki rasa
c. Sebagai antimikroba
d. Sebagai antioksidan

9. Pengolahan Bahan Pangan menjadi Flavor


Flavor secara tepat dapat ditentukan dengan indera perasa,
dengan lidah sebagai pusat pemasukan flavor. Konsumen mengenali
dan menyusun berbagai perbedaan sensasi rasa yaitu membandingkan
flavor tertentu dengan rasa alami yang sudah dikenal seperti manis,
asam, asin dan pahit. Bau umumnya dikenali dengan indera
penciuman, bau biasanya mudah berubah yang bersifat menambah
atau meningkatkan flavor. Bau (smell) yang dimaksudkan adalah
termasuk bau yang berkesan positif dan dikenal dengan aroma dan bau
yang berkesan negatif dan dikenal dengan bau juga (odor). Fakta yang
ada adalah sensasi rasa sering kali merupakan bagian dari bau atau
dikontrol oleh bau. Dengan demikian seluruh permukaan dalam mulut,

31
membran mucous dari saluran penghubung ke hidung, adalah sama
dengan hidung itu sendiri. Pembentukan dari impresi komposisi rasa
lebih lanjut akan disekresi oleh kelenjar ludah dan bagian yang
berhubungan dengan indera penghidu (nasal).
Berikut ini adalah Gambar 1. yaitu skema kondisi flavor berdasarkan
kepentingan anatomi (Lawless and Lee, 1993):

Skema di atas memperlihatkan pemisahan sistem sensori


berdasarkan kompleks rangsangan yang terlibat dalam flavor. Rasa
atau sensasi kimia indera perasa dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu kualitas rasa yang alami dan sensasi indera perasa seperti
panas lada, atau mentol yang dingin yaitu rasa yang masih tertinggal
di lidah walaupun produk pembawanya sudah tidak ada. Hal yang
sama juga terdapat pada sensasi indera penghidu (nasal) dari dari
stimulasi kimia yang dapat dibedakan menjadi sensasi penciuman dan
yang terbentuk dari rangsangan syaraf trigeminal akhir di hidung.

32
Proses terbentuknya flavor pada beberapa jenis bahan pangan
dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:
a. Flavor yang secara alami terdapat dalam bahan pangan;
b. Flavor yang dibentuk secara enzimatis setelah bahan pangan
dipanen;
c. Flavor yang dibentuk melalui proses pengolahan atau
penyimpanan;
d. Flavor yang ditambahkan ke dalam bahan pangan baik berupa
flavor alami, identik alami maupun artificial.
Kebanyakan makanan segar mengandung komponen flavor yang
terdapat secara alami sebelum dipanen, misalnya daging dan ikan
segar, susu, sayuran dan rempah-rempah (Heath & Reineccius 1986).
Setelah dipanen atau mati/dilayukan, beberapa enzim akan
mengkonversi komponen-komponen makro bahan pangan menjadi
komponen flavor seperti pembentukan ester, alkohol, aldehida dan
produk-produk degradasi lipida dalam daging dan ikan selama
penyimpanan. Banyak pula komponen flavor yang terbentuk selama
proses pengolahan bahan pangan, khususnya aplikasi pemanasan
seperti perebusan, pemanggangan, penggorengan, pengalengan,
ekstrusi dan pasteurisasi, bahkan beberapa diantaranya dapat dibentuk
melalui fermentasi.
Aliani & Farmer (2005) melaporkan bahwa reaksi kimia selama
perebusan menghasilkan banyak substansi kimia volatil yang
memberikan aroma, flavor terhadap daging. Maarse (1993) melaporkan
bahwa sekitar 5.800 senyawa telah diidentifikasi dari 300 jenis bahan
pangan dan produk olahannya. Jumlah senyawa volatil dalam daging
sapi sebanyak 486 sedangkan pada ayam 381 senyawa (Maarse
1993). Flavor alami merupakan senyawa-senyawa yang diekstrak dari
bahan-bahan yang terdapat di alam, contohnya: vanillin, orange oil dan
celery oil. Flavor yang terbentuk secara enzimatis maupun dengan
proses pemanasan dihasilkan melalui interaksi prekursor-prekursor di
dalam bahan pangan, khususnya reaksi antara karbohidrat dengan

33
asam amino dan degradasi lipida (Van et al. 2012; Jayasena et al.
2013), ataupun melalui fermentasi yang banyak melibatkan enzim-
enzim endogenous. Peptida dan oligosakarida didegradasi menjadi
asam amino dan mono/disakarida dimana keduanya akan mengalami
reaksi-reaksi yang kompleks selama pemanasan (Aliani & Farmer
2005).
Flavor yang ditambahkan ke dalam bahan pangan adalah berupa
flavor alami, identik alami maupun artificial. Suatu bahan disebut natural
identical apabila prosesnya dilakukan secara sintetis kimiawi dan
sedikitnya 99% sama dengan bahan aslinya, misalnya etil asetat dan
lakton (Winarno 2002). Umumnya, flavor yang dibuat dari bahan ini
lebih murah dibandingkan dengan natural. Artificial flavor merupakan
senyawa yang tidak terdapat di alam dan hanya dapat dibuat melalui
proses sintetis tetapi dapat memberikan efek flavor tertentu. Sebagai
contoh adalah senyawa ethyl vanillin yang mempunyai struktur dan
flavor yang hampir sama dengan vanillin, tetapi sampai saat ini belum
ditemukan secara alami (Winarno 2002). Bahan-bahan dasar flavor
biasanya mempunyai satu atau lebih sifat-sifat yakni mempunyai
konsentrasi yang tinggi, volatil, dapat larut atau berinteraksi dengan air
dan mudah teroksidasi (Jayasena et al. 2013). Bahan-bahan penyusun
flavor biasanya dilarutkan dalam pelarut netral untuk memudahkan
penggunaannya. Pelarut yang umum digunakan adalah air, triacetin,
etanol, minyak, propilen glikol, gliserol dan isopropanol (Mottram 1998).

10. Aplikasi Flavor dalam Produk Pangan


Pembuatan flavor bubuk dari daun pandan wangi
a. Pandan (Pandanus amarylifolius)
b. Penggunaan flavour bubuk dari daun pandan wangi untuk
menggantikan penggunaan daun pandan dalam bentuk segar
diharapkan akan sangat bermanfaat Karena akan lebih praktis serta
mudah dalam penggunaan dan penyimpanan.
c. Bahan (daun pandan segar, bahan pengisi gum arab, laktosa
monohidrat, dekstrin, CMC, serta bahan-bahan kimia penunjang)

34
dan metode (organoleptik uji ranking dan pengamatan aroma-
penampakan-kelarutan).

35
SESI 3 TEKNOLOGI FORTIFIKASI DAN
SUPLEMENTASI PANGAN

SASARAN PEMBELAJARAN:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian fortifikasi pangan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan fortifikasi pangan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat fortifikasi pangan
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pengelompokan fortifikasi pangan
5. Mahasiswa mampu menjelaskan aplikasi fortifikasi pangan
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian suplementasi pangan
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan suplementasi pangan
8. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat suplementasi pangan
9. Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria suplementasi pangan
10. Mahasiswa mampu menjelaskan aplikasi teknologi suplementasi
pangan

TOPIK KAJIAN :
1. Pengertian teknologi fortifikasi pangan
2. Tujuan teknologi fortifikasi pangan
3. Manfaat fortifikasi pangan
4. Pengelompokan fortifikasi pangan
5. Aplikasi teknologi fortifikasi pangan
6. Pengertian teknologi suplementasi pangan
7. Tujuan teknologi suplementasi pangan
8. Manfaat suplementasi pangan
9. Kriteria suplementasi pangan
10. Aplikasi teknologi suplementasi pangan

36
DESKRIPSI SINGKAT :
Pada sesi ini akan membahas mengenai pengertian teknologi fortifikasi
pangan, tujuan teknologi fortifikasi pangan, manfaat fortifikasi pangan,
pengelompokan fortifikasi pangan, aplikasi teknologi fortifikasi pangan,
pengertian teknologi suplementasi pangan, tujuan teknologi suplementasi
pangan, manfaat suplementasi pangan, dan aplikasi teknologi
suplementasi pangan

URAIAN TUGAS :
1.Menjelaskan sejarah perkembangan fortifikasi
1. Menjelaskan pengertian teknologi fortifikasi pangan
2. Menjelaskan tujuan teknologi fortifikasi pangan
3. Menjelaskan manfaat fortifikasi pangan
4. Menjelaskan pengelompokan fortifikasi pangan
5. Menjelaskan aplikasi teknologi fortifikasi pangan
6. Menjelaskan pengertian teknologi suplementasi pangan
7. Menjelaskan tujuan teknologi suplementasi pangan
8. Menjelaskan manfaat suplementasi pangan
9. Menjelaskan aplikasi teknologi suplementasi pangan

INDIKATOR PENILAIAN :
1. Ketepatan dalam menjelaskan pengertian teknologi fortifikasi pangan
2. Ketepatan dalam menjelaskan tujuan teknologi fortifikasi pangan
3. Ketepatan dalam menjelaskan manfaat fortifikasi pangan
4. Ketepatan dalam menjelaskan pengelompokan fortifikasi pangan
5. Ketepatan dalam menjelaskan aplikasi teknologi fortifikasi pangan
6. Ketepatan dalam menjelaskan pengertian teknologi suplementasi
pangan
7. Ketepatan dalam menjelaskan tujuan teknologi suplementasi pangan
8. Ketepatan dalam menjelaskan manfaat suplementasi pangan
9. Ketepatan dalam menjelaskan kriteria suplementasi pangan

37
10. Ketepatan dalam menjelaskan aplikasi teknologi suplementasi pangan

REFERENSI UTAMA :
1. Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H Fleet, M.Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
UI Press. Jakarta.
2. Dreyer, et al., 2009. Food Safety Governance. Germany: Springe.
3. Botsoglou, Nikolaos A & Dimitrios J. Fletouris. 2000. Drug Residues in
Foods Pharmacology, Food Safety, and Analysis. New York: Marcel
Dekker Inc.
4. Hans-Jürgen Bässler und Frank Lehmann : Containment Technology:
Progress in the Pharmaceutical and Food Processing
Industry. Springer, Berlin 2013, ISBN 978-3642392917
5. Module in Food Science, from Encyclopedia of Food Microbiology
(Second Edition), 2014, Pages 377-381, Current as of 15 August 2014
6. Mahan, L.K. dan Stump, S.E. 2003. Krause’s Food, Nutrition & Diet
Therapy 11thEdition. Elsevier. USA.
7. Man, C.M.D. 1994. Shelf Life Evaluation Foods. Blackie Academic &
Proffesional. London.
8. Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi
Pangan. Alfabeta. Bandung.
9. Potter, N. 1980. Food Science. The AVI Publishing Co, Inc. Westport,
Connecticut.
10. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
11. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
12. Desrosier, N.W., 1970. The Technology of Food Preservation. The AVI
Publishing Company, Inc. West Port. Connecticut
13. Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan
Muchji Muljohardjo. UI Press. Jakarta.
14. Ehira, S. and Uchiyama, H., 1987. Determination of Fish Fressnesh
Using The K Value and Comments on Some Other Biochemical
Changes in Relation to Freshness, dalam : Sea Food Quality
Determination (editor : Kramer, D.E. and Liston, J.J). Elsevier Science
Publiser B.V., Amterdam, Netherlands.
15. Eskin, N.A.M., 1990. Biochemistry of Food, 2nd edition. Academic
Press, London.

38
1. Pengertian teknologi fortifikasi pangan
Fortifikasi adalah upaya meningkatkan mutu gizi makanan dengan
menambahkan pada makanan tersebut satu atau lebih zat gizi mikro
tertentu (Soekirman, 2003)
Menurut WHO (2006), fortifikasi adalah sebuah upaya yang sengaja
dilakukan untuk menambahkan mikronutrien penting, yaitu vitamin dan
mineral ke dalam makanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas
nutrisi dari pasokan makanan dan bermanfaat bagi kesehatan
masyarakat dengan resiko yang minimal untuk kesehatan (WHO dalam
Darlan, 2012).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012
Pasal 1 (a), pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah
yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku Pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Sehingga pengertian fortifikasi pangan adalah metode ilmiah yang
digunakan dalam upaya untuk menambahkan mikronutrien penting ke
dalam makanan yang berasal dari sumber hayati produk agrokompleks
untuk meningkatkan kualitas nutrisi dari pasokan makanan dan
bermanfaat bagi kesehatan masyarakat dengan resiko yang minimal
untuk kesehatan tubuh.
Sekilas sejarah fortifkasi di Indonesia. Tahun 1927, pemerintah
Belanda mengeluarkan peraturan wajib iodisasi garam yang tidak
dilanjutkan setelah merdeka. Baru akhir tahun 1970-an pemerintah
dibantu UNICEF memulai proyek percobaan iodisasi garam di
beberapa kabupaten. Tahun 1989, kebijakan perlunya program
fortifikasi pada tepung terigu dicantumkan dalam REPELITA III. Tahun
1994, dikeluarkan Kepres tentang iodisasi garam. Namun sampai
beberapa tahun kemudian tidak ada kegiatan berarti. Tahun 1998,

39
dimulai intensifikasi iodisasi garam dengan dana pinjaman dari Bank
Dunia. Gagasan untuk fortifikasi tepung terigu sudah ada sejak 1970-
an dikalangan pakar gizi. Tahun 1998, kebijakan tersebut baru efektif
setelah dilakukan pembahasan teknis dan perundangan untuk fortifikasi
tepung terigu oleh pemerintah, industri, pakar gizi dan teknologi pangan
dan UNICEF. Tahun 1998, juga secara resmi fortifikasi diangkat
sebagai salah satu topik Widyakarya Pangan dan Gizi ke VI di LIPI
Serpong. Tahun 1999, dicanangkan program fortifikasi tepung terigu
dengan zat besi oleh Menpangan disaksikan oleh Kepala Perwakilan
UNICEF di Indonesia Tahun 2001, fortifikasi ini menjadi wajib (Kep.
Menperindag No. 153/2001)
Perkembangan teknologi fortifikasi pangan di Indonesia adalah
Sprinkle/Premix dalam sachet kecil untuk dicampur dalam makanan.
Anak umur 6-24 bulan diberikan sekali seminggu atau sekali sebulan.
Double fortifikasi garam dengan zat iodium dan zat besi atau triple plus
vitamin A. Produksi dan promosi minyak sawit yang dimurnikan/
dihilangkan baunya dan kaya beta karoten (pro-vitamin A). Biofortifikasi
varietas padi yang tinggi zat besi dan zat seng varietas singkong yang
kaya beta karoten (Mannar, 2003).
Makanan yang dapat difortifikasi adalah
a. Makanan yang banyak dimakan oleh masyarakat termasuk
masyarakat miskin
b. Makanan itu diproduksi dan diolah oleh produsen yang terbatas
jumlahnya agar mudah diawasi proses fortifikasinya
3. Tersedia teknologi fortifikasinya untuk makanan yang dipilih
4. Makanan tidak berubah rasa, warna, dan konsistensi setelah
difortifikasi
5. Tetap aman dalam arti tidak membahyakan kesehatan
6. Harga makanan tetap terjangkau daya beli konsumen yang menjadi
sasaran
Atas dasar persyaratan tersebut, makanan yang umumnya
difortifikasi di berbagai negara adalah jenis serelia (gandum, jagung,

40
beras), susu dan hasil olahannya, bumbu masak atau penyedap
(garam, kecap ikan, kecap kedele, MSG), minyak goreng, dan gula.
Setiap negara menentukan jenis makanan pembawa atau “vehicles”
yaitu pangan atau makanan yang akan difortifikasi

2. Tujuan fortifikasi pangan


Fortifikasi pangan pada umumnya digunakan untuk mengatasi
masalah gizi mikro pada jangka menengah dan panjang. Tujuan utama
adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang
ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari
fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan demikian
menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan
manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortifikasi
pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiesi
zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya (Darlan, 2012).
Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-
tujuan berikut:
1. Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk
memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).
2. Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah
yang signifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan
selama pengolahan.
3. Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik)
yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misal : susu formula
bayi
4. Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang
menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi
sebagai pengganti mentega.

3. Manfaat fortifikasi pangan


Fortifikasi pangan dengan zat gizi mikro diketahui telah banyak
berperan dalam penghilangan kekurangan vtamin dan mineral di

41
negara-negara maju seperti Kanada, Swiss, Inggris, dan Amerika
Serikat. Fortifikasi margarin dengan vitamin D berperan untuk
menghilangkan ricket di inggris, Kanada, dan Eropa Utara. Fortifikasi
tepung terigu dengan zat besi di Swedia, dan Amerika Serikat
menurunkan prevalensi penderita anemia gizi besi secara dramatis.
Iodisasi garam, yang dimulai sejak tahun 1922, menunjukan hasil yang
spektakuler (Burgi et al, 1990). Fortifikasi pangan komersial terutama
sekali menarik karena, jika dilakukan pada pangan yang tepat, cakupan
yang luas akan terjamin.

4. Jenis Fortifikasi Pangan


a. Fortifikasi wajib
Fortifikasi wajib adalah diharuskan oleh undang-undang dan
peraturan untuk melindungi rakyat dari masalah kurang gizi. Bahan
makanan atau makanan yang difortifikasi wajib harus memenuhi
syarat tertentu, yaitu selalu ada di setiap rumah tangga dan
dikonsumsi secara teratur dengan jumlah yang relatif sama.
Makanan di produksi oleh produsen yang terbatas, tersedia
teknologi fortifikasi, makanan yang difortifikasi tidak merubah rasa,
warna, dan konsistensi (Persagi, 2009). Dilakukan secara legal
(menurut UU) untuk meningkatkan status gizi contohnya adalah
1) Penambahan Iodium dalam garam di Indonesia
2) Penambahan vitamin A dalam teh di India
3) Penambahan vitamin A dalam gula pasir di Guatemala
4) Penambahan vitamin A pada MSG di Filipina
5) Penambahan Tiamin, niasi, Fe dan Ca pada terigu di Inggris
6) Penambahan riboflavin pada terigu di Amerika Serikat.
b. Fortifikasi Sukarela
Fortifikasi Sukarela adalah notifikasi yang dilakukan atas
prakarsa produsen sendiri tanpa diharuskan oleh undang-undang
atau peraturan. Tujuannya untuk meningkatkannilai tambah
produknya contohnya adalah :

42
a. Penambahan vitamin, mineral, senyawa bioaktif pada susu
formula bayi dan susu untuk anak-anak
b. Penambahan senyawa bioaktif pada pangan fungsional

5. Aplikasi fortifikasi pangan


Peralatan yang digunakan untuk fortifikasi vitamin A pada minyak
goreng curah adalah
a. Pemanas listrik (Hot Plate) untuk memanaskan vitamin A palmitat
sebelum digunakan.
b. Panci untuk memanaskan vitamin A palmitat sebelum digunakan.
c. Wadah yang berukuran 20-25 kg untuk membuat premix vitamin A
d. Tanki pencampuran yang berukuran 1 ton dengan baling-baling
pengaduk dan motor untuk menggerakkan pengaduk
e. Drum-drum berukuran 180-200 kg untuk wadah minyak yang telah
difortifikasi
f. Jerigen-jerigen yang berukuran 20 kg untuk wadah minyak yang
akan didistribusikan

b. Panci c. Wadah untuk Membuat


a. Hot Plate Premix/ biang

43
Alat Pengaduk
d. Tangki pencampuran
yang berukuran 1 ton

f. Jerigen yang berukuran 20 kg

e. Drum berukuran 180-200 kg

44
Metode fortifikasi vitamin A yakni:
a. Menghangatkan premix vitamin A asli dengan menggunakan cara
seperti mengetim (a). Cara ini dipilih agar vitamin A tidak mengalami
kerusakan. Suhu dipertahankan pada 40oC. Vitamin A asli diambil
sebanyak 120 gram untuk dicampurkan pada tahap selanjutnya.
b. Membuat larutan premix vitamin A (b). Caranya adalah dengan
mencampurkan premix vitamin A asli sebanyak 120 gram ke dalam
minyak goreng sebanyak 20 kg, kemudian diaduk secara manual
menggunakan pengaduk kayu hingga merata atau menggunakan
mesin pengaduk.

45
c. Menyiapkan minyak yang akan difortifikasi di dalam Tanki
Pencampuran sebanyak 1 ton (1000 kg) dikurangi 20 kg, yaitu
sebanyak 980 kg (c)
d. Mencampuran premix vitamin A ke dalam minyak curah di dalam
tanki pencampuran secara perlahan-lahan sambil diaduk (d)
e. Memasukkan minyak yang telah difortifikasi ke dalam drum-drum
untuk disimpan (e)
f. Memasukkan minyak yang telah difortifikasi ke dalam jerigen-jerigen
untuk didistribusikan (f)

e
f

Teknologi fortifikasi pangan sudah sangat beragam. Mulai dari fortifikasi


pangan dengan penambahan yodium pada garam, fortifikasi tepung terigu
dengan Fe dan Zn, fortifikasi beras raskin, fortifikasi tempe dengan Fe,
hingga fortifikasi pangan dengan vitamin A pada minyak goreng curah.

46
Fortifikasi pangan dengan vitamin A memegang peranan penting untuk
mengatasi problem kekurangan vitamin A dengan menjembatani jurang
antara asupan vitamin A dengan kebutuhannya. Fortifikasi dengan vitamin
A adalah strategi jangka panjang untuk mempertahankan kecukupan
vitamin A. Kebanyakan vitamin yang diproduksi secara komersial (secara
kimia) identik dengan vitamin yang terdapat secara alami dalam bahan
makanan. Vitamin yang larut dalam lemak (seperti vitamin A) biasanya
tersedia dalam bentuk larutan minyak (oil solution), emulsi atau kering,
keadaan yang stabil yang dapat disatukan/digabungkan dengan campuran
multivitamin-mineral atau secara langsung ditambahkan ke pangan. Bentuk
komersial yang paling penting dari vitamin A adalah vitamin A asetat dan
vitamin A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retionol atau karoten (sebagai
beta-karoten dan beta-apo-8’ karotenal) dapat dibuat secara komersial
untuk ditambahkan ke pangan. Pangan pembawa seperti gula, lemak, dan
minyak, garam, the, sereal, dan monosodium glutamat (MSG) telah (dapat)
difortifikasi oleh vitamin A.
Indonesia masih menghadapi masalah Kurang Vitamin A (KVA),
terutama diantara kelompok yang rentan seperti anak balita dan ibu hamil.
Berdasarkan indikator subklinis KVA, sekitar 50% anak balita menderita
KVA. Hal ini menjadi sangat penting bagi perkembangan kualitas sumber
daya anak-anak karena situasi status vitamin A yang marginal pada usia
sangat dini akan meningkatkan berbagai risiko kesehatan, pertumbuhan
dan perkembangan pada usia selanjutnya. Kurang vitamin A akan
mempengaruhi berbagai fungsi penting tubuh, antara lain sistem imunitas,
penglihatan, sistem reproduksi dan pembelahan sel, sehingga dapat
diperkirakan risiko terhadap pencapaian pertumbuhan dan perkembangan
yang optimal dari seorang anak. Pemerintah Indonesia telah
mengupayakan berbagai program untuk mengatasi kurang vitamin A,
terutama pada anak-anak, antara lain melalui program suplementasi kapsul
vitamin A untuk anak balita setiap 6 bulan, penganekaragaman makanan,
pemanfaatan pekarangan dan fortifikasi. Berbagai program, khususnya
suplementasi kapsul vitamin A tersebut, telah berhasil membuat

47
Indonesia bebas dari Xeropthalmia dan menurunkan kematian anak.
Namun, selain dampak positif, program suplementasi vitamin A
memperlihatkan berbagai implikasi yang dapat mengancam kelestarian
program. Pertama, suplementasi memerlukan kesinambungan pengadaan
dan penyelenggaraan. Kedua, suplementasi merupakan program yang
cukup mahal. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perkuatan program lain dan
yang bersifat jangka panjang mengingat perubahan pola konsumsi
merupakan program jangka panjang. Namun, hal tersebut tidak mudah
dilaksanakan, bukan saja karena perubahan perilaku merupakan proses
yang lama, tetapi juga karena makanan yang kaya vitamin A dan
bioavalabilitas tinggi tergolong mahal. Kini, pemerintah Indonesia
mempertimbangkan fortifikasi vitamin A didalam minyak goreng karena
dianggap lebih efektif daripada suplementasi.
Di Indonesia, program fortifikasi yang pernah dilaksanakan melalui MSG
dihentikan karena alasan non-teknis penerimaan produsen MSG dan opini
negatif sebagian ilmuwan tentang promosi MSG. Minyak goreng
diidentifikasi sebagai vehicle yang dapat membawa vitamin A dengan
beberapa pertimbangan. Pertama, sebagian besar masakan Indonesia
menggunakan minyak goreng yang termasuk jenis masakan paling
digemari di Indonesia. Kedua, produksi minyak goreng kebanyakan
tersentralisasi. Ketiga, vitamin A larut dalam lemak sehingga dapat
terdistribusi secara merata dalam minyak goreng. Berbagai penelitian
menunjukkan efektivitas minyak kelapa sawit sebagai kendaraan vitamin A
yang baik.9-11 Program fortifikasi perlu memperhatikan jumlah minyak
yang dikonsumsi untuk menjamin populasi target konsumsi minyak yang
cukup dalam arti tidak kurang, tetapi tidak pula berlebihan. Selain itu,
minyak perlu dikonsumsi merata oleh berbagai target komponen
masyarakat. Hasil penelitian terdahulu di Kota Makassar, menunjukkan
bahwa jumlah rata-rata konsumsi minyak goreng adalah 23 gram per orang
per hari. Sehingga, minyak goreng yang dijadikan bahan fortifikasi
diharapkan dapat berdampak positif.

48
Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) telah membangun kapasitas distributor
di Kota Makassar agar dapat melakukan fortifikasi minyak goreng dengan
vitamin A. Mengingat minyak goreng yang beredar di kalangan masyarakat
yang berpenghasilan menengah ke bawah kebanyakan adalah minyak
curah tidak bermerek, maka kapasitas distributor yang dibangun adalah
minyak curah. Untuk mengetahui efektivitas minyak yang difortifikasi
vitamin A tersebut, telah dilakukan penelitian di pulau Barang Lompo, di
seberang kota Makassar. Penelitian effectiveness tersebut meliputi: 1)
fortifikasi minyak goreng berskala kecil menggunakan tangki pencampur; 2)
pemasaran sosial melalui pendekatan komunikasi dan edukasi untuk
meningkatkan pemahaman para sub-distributor dan warung kecil tentang
minyak yang difortifikasi; 3) tes homogenitas, stabilitas dan retensi vitamin
A; 4) penilaian efek biologis vitamin A terhadap status gizi anak sekolah.
Untuk itu, perlu dilakukan penelitian validitas oleh pihak lain, di lokasi lain,
dan daerah yang terpilih adalah Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan
melakukan kajian penerimaan fortifikasi oleh masyarakat dan perbaikan
status vitamin A dan hemoglobin pada anak sekolah. Saat ini, Indonesia
sedang mempertimbangkan dosis vitamin A yang tepat untuk fortifikasi. Di
Amerika, direkomendasikan bahwa 18 mg vitamin A (retinol palmitatatau
retinol asetatditambahkan ke dalam 1000 gram minyak sayur).10
Diperkirakan konsumsi vitamin A minimal 18 ug per hari dari minyak goreng
pada periode 12 minggu atau lebih akan meningkatkan status vitamin A
secara bermakna.
Metode
Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah desain studi
intervensi Before—After tanpa kelompok kontrol. Penelitian dilakukan
selama 3 bulan di 4 sekolah dasar meliputi SD Inpres Maccini dan SD KIP
Maccini yang berlokasi di Kelurahan Maccini Gusung, kecamatan
Makassar; SD Layang II dan SD Layang III di Kelurahan Bunga Eja Beru,
kecamatan Tallo. Lokasi kedua kelurahan adalah di daerah kumuh
perkotaan dengan pertimbangan: kategori kelurahan kumuh yang
mempunyai SD lebih dari satu dengan jumlah murid yang besar sehingga

49
di setiap kelurahan dapat ditarik sampel sekitar 200 anak sekolah.
Penghitungan jumlah sampel didasarkan pada berbagai indikator unit
sampling faktor nakan formula perhitungan ukuran sampel minimal: Dengan
95% confidence level, derajat kemaknaan 5%, power 80% untuk testing one
sided hypothesis, didapatkan jumlah sampel minimum 394 anak.
Kriteria inklusi pemilihan sampel anak sekolah meliputi umur 8–9 tahun,
dengan pertimbangan: 1) sudah tidak terpengaruh oleh pemberiaan kapsul
vitamin A yang biasanya diberikan rutin setiap 6 bulan kepada anak balita;
2) sudah dapat menjawab pertanyaan survei; 3) belum memasuki usia pre-
pubertas yang mengalami percepatan pertumbuhan (growth spurt);
meningkatkan secara tajam kebutuhan vitamin A dan mempercepat
abosrbsi vitamin A lebih. Anak dinyatakan sehat berdasarkan pemeriksaan
dokter, berasal dari keluarga dengan status sosial-ekonomi kurang dan
mendapatkan persetujuan dari orang tua. Pada tahap baseline,
dikumpulkan data sosiodemografis, konsumsi makanan, morbiditas dan
status gizi anak sekolah serta pengetahuan, sikap dan praktek ibu tentang
gizi, minyak goreng dan fortifikasi. Pada endline, konsumsi minyak yang
difortifikasi juga dinilai.
Untuk memastikan anak tidak menderita kecacingan, sebelum
intervensi setiap anak diberi 1 dosis obat cacing yang berisi mebendazole.
Pada midline, 60 rumah tangga dipilih secara acak untuk menggali
informasi pengetahuan dan penggunaan minyak yang difortifikasi. Makanan
jajanan yang paling disukai anak-anak seperti bakso, bakwan, dan pempek
goreng dilakukan pemeriksaan kandungan vitamin A. Tahap baselinedan
endline dilakukan selama 14 minggu sejak awal Oktober 2008. Selama
periode penelitian, organisasi lain melakukan pemasaran sosial tentang
ketersediaan minyak VITA di subdistributor warung dan masyarakat.
Langkah Perencanaan Program Fortifikasi adalah
1. Identifikasi masalah kurang gizi mikro dari penelitian gizi
2. Identifikasi pola makanan masyarakat dari SKMRT
3. Pemilihan makanan pembawa (vehicles) dan fortifikannya
4. Uji stabilitas fortifikan dan daya terima konsumen

50
5. Uji manfaat biologis (bioavailability)
6. Uji manfaat bagi kesehatan secara eksperimental (uji efikasi)
7. Uji manfaat bagi kesehatan di masyarakat (uji efektifitas)
8. Disiapkan perangkat peraturan dan perundangan
9. Pelaksanaan program fortifikasi
10. Dilakukan sosialisasi dan promosi ke masyarakat
11. Dilakukjan monitoring mutu dan efektifitas secara berkala

g. Pengertian teknologi suplementasi pangan


Menurut Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) Suplemen
makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan
berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari
tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau
efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi.
Menurut Dietary Supplement Health and Education, suplemen
makanan adalah produk (selain tembakau) yg diharapkan untuk
melengkapi makanan yang mengandung satu atau lebih bahan-bahan
makanan untuk meningkatkan kecukupan gizi
Menurut Geoffrey P. Webb (2006) defenisi suplemen makanan
secara umum yaitu
1. Sesuatu yang dikonsumsi secara oral dalam dosis tertentu dalam
bentuk pil, kapsul, bubuk, atau cairan

2. Sesuatu yang diharapkan dapat ditambahkan kedalam pola makan


yang normal

3. Sesuatu yang telah dinyatakan dapat mempengaruhi kesehatan


yang telah tertera pada label kemasan maupun pada media promosi

Di Indonesia, suplemen makanan dimasukkan dalam kategori


makanan atau didaftar sebagai obat tradisional. Produk-produk
suplemen makanan, sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK

51
00.063.02360, semula dikenal sebagai produk yang digunakan untuk
melengkapi makanan. Saat ini ada sekitar 3500 jenis produk suplemen
yang diizinkan beredar di Indonesia. Tidak sembarang produk
suplemen boleh beredar di Indonesia, hanya produk suplemen yang
diproduksi oleh perusahaan farmasi yang memenuhi syarat Good
Manufacturing Process (GMP) saja yang dibolehkan untuk beredar.

h. Tujuan dan Manfaat suplementasi pangan


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa food supplement
merupakan makanan tambahan yang diperkaya nutrisi, multivitamin,
multi mineral, dan gizi namun meski demikian keberadaannya tidak
dimaksudkan untuk menggantikan makanan. Bagaimana pun juga
sebutir pil food supplement tidak akan dapat memberikan semua nutrisi
yang dibutuhkan tubuh untuk tetep dalam kondisi sehat. Dengan kata
lain mengkonsumsinya bukan suatu keharusan tapi dapat menjadi
sebuah anjuran sebagai makanan tambahan yang mendampingi
makanan yang kita konsumsi sehari-hari, untuk itu dianjurkan
mengunakan dalam kondisi tertentu seperi berikut ini:
a. Saat letih dan kelelahan kerana melakukan aktivitas yang cukup
melelahkan .
b. Saat badan terasa lesu, panas dan flu.
c. Ketika terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh terutama yang
berhubungan dengan siete metabolism e tubuh.
d. Kekebalan tubuh menurun dan terasa akan sakit atau setelah sakit.
e. Kondisi lingkungan yang buruk seperti tingginya tingkat
pencemaran dan radikal bebas ataupun karena cuaca buruk.
f. Untuk mempertahankan kondisi kesehatan atau kebugaran,
gunakan dosis yang tepat & konsumsilah suplemen makanan.
Suplemen merupakan makanan pendamping bukan pengganti
makanan. Suplemen makanan pada umumnya mengandung vitamin
dan mineral yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Berikut manfaat
mengkonsumsi suplemen bagi tubuh Anda.

52
a. Meningkatkan Metabolisme Tubuh
Beberapa gangguan metabolisme dan pencernaan, dapat
mempengaruhi penyerapan makanan dalam tubuh, yang bisa
menyebabkan menurunnya asupan nutrisi dalam tubuh. Di sinilah
peran suplemen. Mengkonsumsi suplemen dalam jumlah yang
cukup membantu meningkatkan metabolisme dan mencukupi
kebutuhan nutrisi tubuh.
b. Membantu Diet Vegetarian
Bagi Anda yang menjalankan diet vegetarian, tentunya tidak
mengkonsumsi makanan hewani. Padahal di satu sisi, makanan
hewani banyak menyediakan sumber nutrisi penting bagi diet Anda,
seperti protein, vitamin dan mineral. Untuk mencukupi kebutuhan
nutrisi ini, sayuran dan buah-buahan merupakan makanan pengganti
yang baik bagi Anda. Selain itu, Anda bisa menambahkan
suplementasi protein, vitamin, dan mineral untuk melengkapi
kebutuhan nutrisi harian Anda.
c. Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
Mengingat tubuh tidak dapat memproduksi vitamin sendiri,
maka tubuh memerlukan sumber vitamin dari luar. Contohnya
vitamin C. Vitamin ini berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dari serangan penyakit, sekaligus sebagai antioksidan yang dapat
membantu mengatasi kerusakan otot saat melakukan latihan beban.
d. Meningkatkan Kesehatan Wanita
Pre Menopause: Wanita dengan masa menstruasi yang berat
dapat kehilangan begitu banyak zat besi tiap bulannya. Mereka
jarang mendapatkan jumlah zat besi yang cukup untuk
menggantikan sel darah yang hilang. Suplementasi zat besi berguna
untuk membantu pembentukan sel darah merah dan efektif untuk
mencegah anemia.
e. Kehamilan
Wanita hamil disarankan mengonsumsi 400 mcg asam folat
per hari untuk mengurangi resiko cacat lahir. Mengkonsumsi asam

53
folat dalam jumlah cukup dapat menurunkan risiko bayi lahir cacat
hingga 70% Wanita lahir dan menyusui juga perlu mengonsumsi
suplemen seperti zat besi dan vitamin D untuk menyediakan nutrisi
yang mereka butuhkan untuk jaringan-jaringan pada janinnya.
f. Kesehatan tulang
Kalsium dan vitamin D sangatlah penting bagi mereka yang
berada pada resiko osteoporosis. Tidak semua orang bisa
mendapatkan kalsium dan vitamin D yang cukup dari makanan yang
dikonsumsi sehari-hari. Alternatifnya adalah menambahkan
suplementasi kalsium dan vitamin D sesuai dengan kebutuhan.

i. Kriteria Suplementasi Pangan


Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Suplemen
makanan harus memeiliki ebberapa kriteria sebagai berikut;
1. Suplemen makanan yang diproduksi dan atau diedarkan di
wilayah Indonesia harus memiliki izin edar dari Kepala Badan.
2. Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada no (1)
harus dilakukan pendaftaran.
3. Tatalaksana pendaftaran sebagaimana dimaksud pada no (2)
ditetapkan tersendiri oleh Deputi.
4. Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan
persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan lain yang
ditetapkan;
5. Kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan atau didukung oleh
data pembuktian;
6. Diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik;
7. Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap,
obyektif, benar dan tidak menyesatkan;
8. Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah
padat dan cairan yang tidak dimaksud untuk pangan.

54
j. Aplikasi teknologi suplementasi pangan
Saat ini banyak sekali produk produk suplemen makanan yang
beredar di pasaran dan dijual dengan harga yang terjangkau. Tentu
saja produk produk tersebut telah melalu serangkaian pemeriksaan dan
telah memenuhi kriteria kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh
Badan Pengawas Obat dan makanan. Beberapa contoh produk
suplementasi pangan yaitu;
1. Cerebrofort Gold 200 ml
Indikasi:
Suplemen makanan
Kontra Indikasi:
Mengandung pemanis buatan sorbitol dan aspartam,fenil alanin
dan tidak di gunakan pada penderita phenyl ketonuria.
Deskripsi:
Merupakan suplementasi multivitamin dan nutrisi otak,membantu
pertumbuhan dan metbolisme tubuh serta memelihara daya tahan
tubuh
2. Hemaviton Action

Indikasi:
Suplemen makanan untuk pria & wanita dengan multivitamin
lengkap, Mineral, Royal Jelly, Ginseng Extract, Creatine,
Guaranine, dan Extra Zinc yang dapat membantu metabolisme
tubuh untuk menghasilkan energi dalam menjaga stamina sehingga
membantu menambah tenaga & kesegaran
Deskripsi:
Membantu metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi
dalam menjaga stamina dan membantu menambah
tenaga,memelihara kesegaran tubuh, meningkatkan
kebugaran/tubuh fit, dan memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral
yang dibutuhkan tubuh pada pria & wanita.

55
SESI 4 TEKNOLOGI NANO
DI BIDANG PANGAN

SASARAN PEMBELAJARAN:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian nanoteknologi dalam
bidang pangan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah nanoteknologi dalam bidang
pangan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat nanoteknologi dalam bidang
pangan
4. Mahasiswa mampu menjelaskan aplikasi nanoteknologi pada bidang
pangan
5. Mahasiswa mampu menjelaskan kelebihan dan kekurangan
nanoteknologi dalam bidang pangan.

TOPIK KAJIAN :
1. Pengertian nanoteknologi dalam bidang pangan
2. Sejarah nanoteknologi dalam bidang pangan
3. Manfaat nanoteknologi dalam bidang pangan
4. Aplikasi teknologi nano pada bidang pangan
5. Kelebihan dan kekurangan nanoteknologi dalam bidang pangan.

DESKRIPSI SINGKAT :
Pada sesi ini akan membahas mengenai pengertian nanoteknologi
dalam bidang pangan, sejarah nanoteknologi dalam bidang pangan,
manfaat nanoteknologi dalam bidang pangan, dan aplikasi teknologi nano
pada bidang pangan, dan kelebihan dan kekurangan nanoteknologi dalam
bidang pangan.

URAIAN TUGAS :
1. Menjelaskan pengertian nanoteknologi dalam bidang pangan

56
2. Menjelaskan sejarah nanoteknologi dalam bidang pangan
3. Menjelaskan manfaat nanoteknologi dalam bidang pangan
4. Menjelaskan aplikasi teknologi nano pada bidang pangan
5. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan nanoteknologi dalam bidang
pangan.

INDIKATOR PENILAIAN :
1. Ketepatan dalam menjelaskan pengertian nanoteknologi dalam bidang
pangan
2. Ketepatan dalam menjelaskan sejarah nanoteknologi dalam bidang
pangan
3. Ketepatan dalam menjelaskan manfaat nanoteknologi dalam bidang
pangan
4. Ketepatan dalam menjelaskan aplikasi teknologi nano pada bidang
pangan
5. Ketepatan dalam menjelaskan kelebihan dan kekurangan
nanoteknologi dalam bidang pangan.

REFERENSI UTAMA :
1. Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H Fleet, M.Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
UI Press. Jakarta.
2. Dreyer, et al., 2009. Food Safety Governance. Germany: Springe.
3. Botsoglou, Nikolaos A & Dimitrios J. Fletouris. 2000. Drug Residues in
Foods Pharmacology, Food Safety, and Analysis. New York: Marcel
Dekker Inc.
4. Hans-Jürgen Bässler und Frank Lehmann : Containment Technology:
Progress in the Pharmaceutical and Food Processing
Industry. Springer, Berlin 2013, ISBN 978-3642392917
5. Module in Food Science, from Encyclopedia of Food Microbiology
(Second Edition), 2014, Pages 377-381, Current as of 15 August 2014
6. Mahan, L.K. dan Stump, S.E. 2003. Krause’s Food, Nutrition & Diet
Therapy 11thEdition. Elsevier. USA.
7. Man, C.M.D. 1994. Shelf Life Evaluation Foods. Blackie Academic &
Proffesional. London.

57
8. Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi
Pangan. Alfabeta. Bandung.
9. Potter, N. 1980. Food Science. The AVI Publishing Co, Inc. Westport,
Connecticut.
10. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
11. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
12. Desrosier, N.W., 1970. The Technology of Food Preservation. The AVI
Publishing Company, Inc. West Port. Connecticut
13. Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan
Muchji Muljohardjo. UI Press. Jakarta.
14. Ehira, S. and Uchiyama, H., 1987. Determination of Fish Fressnesh
Using The K Value and Comments on Some Other Biochemical
Changes in Relation to Freshness, dalam : Sea Food Quality
Determination (editor : Kramer, D.E. and Liston, J.J). Elsevier Science
Publiser B.V., Amterdam, Netherlands.
15. Eskin, N.A.M., 1990. Biochemistry of Food, 2nd edition. Academic
Press, London.

58
1. Pengertian Nanoteknologi dalam Bidang Pangan

Nanoteknologi mendeskripsikan
ilmu mengenai sistem serta
peralatan berproporsinanometer.
Kata nano dalam istilah
nanoteknologi berarti permiliar
(1x10-9). Nanoteknologi
berkaitan dengan struktur materi
yang mempunyai dimensi
permiliar. Meskipun istilah
nanoteknologi merupakan istilah
Gambar 1. Ukuran Nano
yang relatif baru tetapi
keberadaan struktur dari dimensi nanometer bukan merupakan hal baru.
Eric Dexler (ilmuwan Amerika Serikat) adalah orang yang pertama kali
menggunakan istilah nanoteknologi. Nano barasal dari kata Yunani,
yakni ukuran1/1.000.000.000 atau satu nanometer (nm) sama dengan
1/1.000.000.000 meter.Nanoteknologi adalah suatu teknologi yang
dihasilkan dengan memanfaatkan sifat-sifat molekul atau struktur atom
apabila berukuran nanometer (Kebamoto,2005).
Makanan yang aman merupakan hak setiap orang. Dewasa ini,
belum semua orang dapat mengkonsumsi makanan yang aman.
Laporan WHO (2004) menyebutkan bahwa angka kematian global akibat
diare pada tahun 2002 adalah sebesar 1.8 juta orang. Pengemasan
pangan (food packaging) dapat memberikan kontribusi dalam
mewujudkan suatu penyediaan makanan aman, terutama amandari
mikroba penyebab foodborne disease. Fungsi mendasar dari kemasan
adalah mewadahi dan melindungi produk pangan, sehingga
mempermudah penyimpanan, pengangkutan, dan transportasi.
Pengemasan dimaksudkan untuk melindungi produk pangan dari
kerusakan-kerusakan akibat sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara,
oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yangdapat

59
merusak dan menurunkan mutu produk. Kontaminasi mikroba
merupakanfaktor potensial penyebab kerusakan produk pangan,
terutama pangan yangmemiliki kandungan air bebas (Aw) tinggi.
Kemasan bahan pangan sangatmempengaruhi sterilitas atau keawetan.
Penggunaan jenis kemasan yang dapat melindungi produk dari
serangan mikroorganisme menjadi amat penting untuk melindungi
produk dari kontaminasi mikroba. Perak (Ag) memiliki potensi sebagai
senyawa antimikroba. Menurut Yaohui et al. (2008) perak (Ag) memiliki
aktivitas antimikroba yang efisien untuk melawan 650 tipe bakteri.
Perkembangan teknologi nano merupakan salah satu alternatif untuk
meningkatkan efektifitas daya antimikroba perak. Bahan kemasan yang
memanfaatkan teknologi nano dengan senyawa antimikroba perak (Ag)
dibuat dengan menggunakan teknik imobilisasi dalam kemasan tersebut.
Menurut Lingler F.S. et al. (2003), dalam industri pangan beberapa
aplikasi dari nanoteknologi telah menjadi kenyataan, termasuk
penggunaan nanopartikel misalnya dalam misel, liposome, nanoemulsi,
dan nanopartikel biopolimer. Sebagaimana dalam perkembangan
nanosensor yang menyatakan aman untuk digunakan dalam makanan.
Inovasi silver nanoteknologi merupakan perkembangan baru dari
teknologi Ag nanopartikel dalam pengemasan makanan untuk
menghambat reaksi komponen kimia dalam bahan pangan, deteksi
patogen, dan pengemas yang berkualitas sesuai dengan food safety
(Brody, 2006).

2. Sejarah Nanoteknologi dalam bidang pangan


Istilah "nanoteknologi" ditakrifkan buat pertama kali oleh Norio
Taniguch, Profesor Universiti Sains Tokyo, pada tahun 1974 dalam
kertas kerjanya, " Mengenai Konsep Asas 'Nanoteknologi', " sebagai
berikut: "'Nanoteknologi' terdiri terutamanya daripada pemprosesan
bahan-bahan melalui pemisahan, penyatuan, dan pencacatan bentuk
oleh sebiji atom atau sebiji molekul." Istilah "nanoteknologi" didefinisikan
pertama kali oleh Norio Taniguchi , Profesor Universiti Sains Tokyo ,

60
pada tahun 1974 dalam kertas kerjanya, "Tentang Konsep Dasar
'Nanoteknologi', " sebagai berikut: "'Nanoteknologi' terdiri terutama dari
pemrosesan bahan-bahan dalam pemisahan, persatuan, dan
pencacatan bentuk oleh sebiji atom atau sebiji molekul. "
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia telah mengembangkan
nanoteknologi sejak tahun 2000an namun belum mampu
mengkomersilkannya. Hal yang paling mendasar dalam menghambat
perkembangan teknologi nano di Indonesia adalah ketiadaan alat
pengukuran (metrologi) nanomaterial. Bambang Subiyanto, Kepala
Pusat Inovasi LIPI menyatakan bahwa sudah 13 tahun pengembangan
nanoteknologi di Indonesia berjalan sehingga tahap yang dituju sekarang
adalah komersialisasi produk nanomaterial berbasis kegiatan riset.

3. Manfaat Nanoteknologi dalam bidang pangan


Nano teknologi pada tahun 1999 pertama kali dipromosikan secara
luas dalam bidang ilmu pengetahuan di Amerika Serikat (Maclurcan
2005). Nano teknologi adalah teknologi baru dibidang industri yang
memproduksi suatu produk dengan ukuran produk yang dihasilkan
berukuran nano. Nano teknologi digunakan dalam bidang industri
terutama industri pangan, biasanya pada bagian dasar produk pangan.
Produk pangan yang diutamakan dalam teknologi ini untuk pengemasan
pangan dan system pengiriman untuk nutraceuticals. Perkembangan
teknologi ini belum berkembang di setiap negara. Hal ini masih perlu
dikembangkan secara fokus dalam perubahan teknologi secara nano
teknologi. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) mengungkapkan
dalam diskusi organisasi pangan di U.S. pada tahun 2002 bahwa
teknologi nano ini berkembang dalam program pengetahuan nano dan
teknologi nano.
Suplemen berupa susu formula hasil fortifikasi nano kalsium dari
ikan rucah sangat bermanfaat dalam pemenuhan nutrisi ibu hamil serta
sang bayi. Beberapa kegunaannya antara lain untuk pertumbuhan janin
yang ada dalam kandungan, kesehatan dan kekuatan badan ibu sendiri,

61
supaya luka-luka persalinan lekas sembuh dalam nifas, dan
mengadakan cadangan untuk masa laktasi. Kekurangan kalsium pada
ibu hamil awalnya tidak dapat dirasakan, namun pada kenyatannya
komposisi kalsium pada ibu hamil banyak terserap oleh bayi sehingga
ibu hamil memerlukan tambahan kalsium dalam tubuhnya yaitu dengan
pemberian susu formula berkalsium tinggi dari ikan rucah.

4. Aplikasi Nanoteknologi dalam bidang pangan


Menurut Lingler F.S. et al. (2003), dalam industri pangan beberapa
aplikasi dari nanoteknologi telah menjadi kenyataan, termasuk
penggunaan nanopartikel misalnya dalam misel, liposome, nanoemulsi,
dan nanopartikel biopolimer. Sebagaimana dalam perkembangan
nanosensor yang menyatakan aman untuk digunakan dalam makanan.
Sebagaimana dikatakan oleh Fletcher A (2006), penjualan produk
nanoteknologi dalam pengemasan makanan dan minuman meningkat
dari 150 juta US$ di tahun 2002 menjadi 860 juta US$ di tahun 2004 dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 20,4 juta US$ di tahun 2010.
Beberapa contoh penggunaan nanoteknologi dalam produk pangan yaitu
dalam proses yang menghasilkan minyak yang mengandung
nutraceutical dengan nanokapsul, nano encapsules dalam perisa bumbu
dan nanopartikel yang memiliki kemampuan ikatan yang khusus dan
memindahkan bahan kimia dalam makanan. Meskipun keuntungan
nanoteknologi telah banyak dibicarakan potensi efek toxicdan akibat dari
nanopartikel sejauh ini sangat kecil sekali.
Christine (2008) menyebutkan bahwa aplikasi nanoteknologi pada
industri pangan dan suplemen gizi umumnya dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yakni:
1. Nanostructured ingredient and nutrient delivery system (micelle,
liposome) yang merupakan pembawa suplemen yang berukuran sangat
kecil dan bermanfaat untuk memperbaiki tekstur, rasa, dan juga
mempercepat penyerapan zat gizi.

62
2. Nanoencapsulated ingredients and additive yang bermanfaat untuk
rasa, perlindungan terhadap degradasi dan meningkatkan
bioavailabilitas. Teknologi ini sering dipakai pada biskuit.
3. Engineered nanoparticulated additive yang bermanfaat untuk
meningkatkan bioavailabilitas, antimikroba, dan juga sebagai kemasan
yang smart, aktif, dan intelligent.
Contoh aplikasi nanoteknologi dalam bidang pertanian dalam
upaya peningkatan produktifitas pertanian dilaporkan antara lain
nanoporous, nanonutrisi, slow-released, nanoenkapsulasi, nanosensor
untuk pupuk, air, herbisida, kestabilan tanah dan lain sebagainya.
Penggunaan teknologi nano pada pestisida dilakukan oleh Dr. Micaela
Buteler bekerja sama dengan Prof Weaver dari Montana State
University. Kedua peneliti ini menguji penggunaan NSA (nanostructured
alumina) pada dua jenis serangga pengganggu yang biasa ditemukan
pada proses penggilingan, pengolahan dan penyimpanan gabah kering.
Penelitian menunjukan bahwa NSA dapat menyediakan alternatif
insektisida yang murah dan terjangkau.
Aplikasi nanoteknologi pada penanganan produk pertanian segar
ditujukan terutama untuk mempertahankan mutu fisik (termasuk
kesegaran) dan mutu kimia dari produk tersebut. Akhir-akhir ini produk
nano-coating banyak dikembangkan dan diaplikasikan pada permukaan
buah segar untuk mempertahankan mutu dan umur simpannya. Hasil
penelitian Nabifarkhani et al., (2015) menunjukkan bahwa aplikasi aktif
nano composite coating yang terbuat dari kitosan 1%, selulosa 1% dan
mengandung minyak atsiri 1% dapat mempertahankan kandungan total
padatan terlarut, antosianin dan total gula buah cherry dibandingkan
perlakuan kontrol. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa aplikasi aktif
nano composite coating dapat memperpanjang umur simpan,
menghasilkan penampakan yang lebih baik dan mencegah pertumbuhan
jamur. Dilaporkan pula bahwa aplikasi coating nanopartikel kitosan yang
berukuran 85-112 nm pada buah stroberi dapat mempertahankan
kesegaran, mutu organoleptik dan mengurangi kehilangan berat hingga

63
20-30 hari penyimpanan pada suhu 5±1ºC dan kelembaban relatif
70±5%. Sedangkan pada perlakuan tanpa coating (kontrol) penurunan
mutu organoleptik stroberi sudah teramati sejak hari ke-2 pada kondisi
penyimpanan yang sama (Hajirasouliha et al., 2012).
Pada tahap pengolahan pangan, produk nanoteknologi dapat
diterapkan, baik pada alat pengolahan maupun pada produk pangan
yang diolah. Dilaporkan bahwa nano-coating antibakteri dapat
diaplikasikan pada permukaan alat pengolahan untuk menjaga higienitas
produk. Selanjutnya, proses nano-restrukturisasi bahan pangan alami
memungkinkan produksi pangan dengan kadar lemak lebih rendah,
namun tetap memiliki cita rasa yang enak seperti aslinya. Diantara
contoh produknya yaitu es krim, mayonnaise atau spread (pangan
olesan) dengan kadar lemak rendah, akan tetapi memiliki tekstur creamy
seperti produk dengan kadar lemak tinggi. Dengan demikian,
pengembangan produk tersebut menawarkan pilihan pangan sehat
kepada konsumen (Chaudhry & Castle 2011).
Pada tataran penelitian, Yuliani et al., (2012) telah mengembangkan
produk spread untuk rerotian dan biskuit yang terbuat dari nanoemulsi
lemak kakao (cocoa butter). Dalam bentuk nanoemulsi, takaran lemak
kakao yang dibutuhkan lebih rendah untuk menghasilkan spread dengan
sifat organoleptik yang sama. Dengan demikian, penggunaan lemak
kakao dalam bentuk nanoemulsi dapat menghasilkan spread rendah
lemak (reduced fat spread) yang lebih sehat. Pada tataran komersial,
Unilever telah menggunakan nanoemulsi untuk membuat produk es krim
rendah lemak tanpa mempengaruhi cita rasanya. Demikian pula, Nestle
telah mengembangkan sistem nanoemulsi air dalam minyak untuk
mempercepat dan mempermudah proses pencairan/pelunakan produk
pangan beku (thawing) (Silva et al., 2012).

64
5. Kelebihan & Kekurangan Penggunaan Nanoteknologi Dibidang
Pangan
Keunggulan nanoteknologi
Sebetulnya nanoteknologi telah diterapkan di berbagai sektor
terutama yang terbesar (>60%) di sektor kosmetika. Nanoteknologi juga
telah diterapkan di bidang elektronika, bioteknologi (BioNT), kimia dan
fisika, pengolahan limbah dan water treatment, farmasi, serta health
foods. Namun penerapan nanoteknologi di bidang industri pangan
(Pangan NT) relatif masih sangat terbatas (10%). Beberapa industri
pangan besar yang telah menerapkan Nanoteknologi diantaranya:
Cambell Soup, General Mill, Group Danone, H.J. Heinz, Sara Lee,
Nestle, dan lain-lain.
Banyak keuntungan dan nilai positif yang dapat dihasilkan bila
nanoteknologi dapat diterapkan dalam industri pangan, diantaranya
karena dapat dihasilkan produk baru:
a. Dengan cita rasa baru, dan dengan tekstur baru, yaitu dengan cara
merubah ukuran molekul pangan-kristal. Di samping itu juga mampu
meningkatkan daya penyebaran (spreadibility) secara lebih merata
b. Produk baru rendah lemak, rendah garam, rendah gula,serta rendah
bahan pengawet. Dengan demikian akan berkembang berbagai
produk baru pangan sehat (healthy foods).
c. Dengan daya bioavailability yang lebih tinggi bagi berbagai jenis zat
gizi dan suplemen,akan banyak menguntungkan tubuh. Karena zat
zat tersebut akan lebih mudah diserap karena memiliki ukuran yang
sangat kecil, yaitu berskala nano.
d. Baik mutu pangan maupun mutu efisiensi gizinya dapat ditingkatkan,
serta dapat dijaga tingkat kesegaran produk, sehingga daya
simpannya lebih baik.
e. Mampu memperbaiki fungsi jenis bahan kemasan pangan yang lebih
bermutu daya pelindung serta fungsinya. Saat inipun sudah muncul
kemasan aktif, Intelligent dan smart packaging.

65
f. Memberikan tingkat penelusuran produk yang lebik baik (product
trace ability), serta penelusuran masalah.

Kekurangan nanoteknologi (regulasi dan keamanan produk nano)


a. Nanoteknologi memiliki potensi pemanfaatan tetapi juga memiliki
resiko kesehatan dan pencemaran lingkungan.
b. Karena Nano partikel hanya tunduk pada hukum Quantum, maka
baik perbedaan bentuk dan ukurannya memiliki sifat yang berbeda,
sehingga sangat sulit melakukan standard assessment.
c. Terjadi tantangan baru terhadap risk assessment dan risk
management dengan nano partikel.
d. Untuk itu diperlukan tersedianya data, prosedur assessment yang
masih harus disesuaikan.
e. Parameter regulasi yang ada tidak sesuai lagi, perlu diperbaharui.
f. Relevansi threshold berdasarkan konsentrasi dan berat masa, perlu
ditinjau dan diperbaharui.
g. Risk assessment perlu dilakukan case by case.

66
STUDI KASUS 1 (Teknologi Tepung)
Seorang peneliti mahasiswa S1 Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin
membuat suatu penelitian mengenai tepung. Tepung yang dibuat peneliti
tersebut adalah tepung komposit. Tepung yang akan dia gunakan tepung
komposit organik yaitu beras merah, ikan sarden, ikan mujair dengan
perbandingan 65%:25%:10%. Tepung tersebut akan digunakan untuk
intervensi ke anak SD dengan melihat perubahan status gizi dan tingkat
kecerdasan anak tersebut.
Diskusikan:
1. Apakah dengan perbandingan dalam pembuatan tepung tersebut
sudah betul? Jika sudah betul jelaskan secara ilmiah! Jika tidak betul,
jelaskan mengapa tidak betul!
2. Jelaskan cara pembuatan tepung komposit tersebut! dan sertakan
alasannya secara saintifik mengapa memilih bahan tersebut untuk
dijadikan sebagai tepung komposit?
3. Apakah produk tersebut baik dikonsumsi dari segi karakteristik fisiknya
jika ingin membuat suatu produk misalnya kue, bubur dan es krim?

STUDI KASUS 2 (TEKNOLOGI FLAVOR)


Mohapatra dkk (2010) mengunakan daun pisang (Musa sapientum
var. sylveteris) sebagai pembungkus makanan dan pemberi flavor dalam
pengolahan bahan pangan. Bahan pangan yang Ia bungkus dengan daun
pisang dikukus karena akan memberikan cita rasa pada bahan pangan
tersebut . Beberapa penelitian mengatakan bahwa salah satu senyawa dari
daun pisang tersebut merupakan sumber penghasil aroma dan dapat
memberikan efek kesehatan bagi tubuh kita
Diskusikan:
1. Jelaskan kandungan apa yang dimiliki dari daun pisang tersebut
sehingga dapat dijadikan sumber penghasil aroma(flavor)?
2. Jelaskan metode apa yang dilakukan untuk mengambil senyawa yang
ada pada daun tersebut untuk dijadikan sebagai flavor!

67
3. Kandungan apa yang dimiliki daun tersebut sehingga dapat
memberikan efek kesehatan bagi tubuh kita?
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan daun pisang apabila digunakan
sebagai pemberi aroma pada makanan? Jelaskan dari segi keamanan
pangan!

STUDI KASUS 3 ( FORTIFIKASI PANGAN)


Semua anak yang berada di suatu daerah di Sulawesi selatan
mempunyai kadar serum vitamin A yang rendah, dan lebih dari
sepertiganya menderita KVA subklinis. Anak tersebut biasanya hanya
mengonsumsi jajanan yang ada disekolahnya seperti goreng-gorengan
dan es krim. Anak sekolah tersebut mempunyai pola konsumsi yang tidak
mencukupi kebutuhan vitamin A-nya. Lebih dari 90% mengkonsumsi
vitamin A < 80% RDA.
Diskusikan:
a. Sebutkan program apa yang akan anda lakukan untuk menangani
masalah tersebut!
b. Sertakan beberapa jurnal penelitian yang mendukung program anda
untuk menanggulangi masalah tersebut!
c. Jelaskan proses pembuatan produk yang akan anda gunakan pada
program anda!

STUDI KASUS 4 (SUPLEMENTASI)


Informasi dari New York Times edisi tanggal 21 Desember 2013
memberitakan seorang laki-laki yang mengalami kerusakan hati yang berat
setelah mengonsumsi ekstrak teh hijau yang dikatakan mempunyai efek fat
burning. Informasi ini ternyata merupakan fenomena gunung es di Amerika
dimana ternyata 20 % kasus kerusakan hati karena obat terjadi akibat
penggunaan suplemen diet. Selain itu, ada juga kasus dengan gangguan
hati akibat penggunaan suplemen bahkan 1-2 kasus per tahun mengalami
kerusakan hati yang fatal sampai harus dirawat di ICU RS.

68
Diskusikan :
a. Jelaskan apakah betul penggunaan suplemen diet dapat menyebabkan
kerusakan hati! Jelaskan!
b. Jelaskan pedoman standar yang ada di dalam dan di luar negeri dalam
melakukan suplementasi pangan !
c. Sebutkan minimal dua contoh suplementasi pangan yang terstandar
dan efeknya bagi kesehatan!
d. Jelaskan proses pembuatan suplementasi pangan tersebut!

STUDI KASUS 5 (NANO TEKNOLOGI)


Seorang Ibu berinisial AA berumur 23 tahun sedang hamil selama 3
bulan. Selama hamil Ibu tersebut memerlukan zat gizi untuk bayi dan dirinya
sendiri. Kekurangan zat gizi pada hamil pada awalnya tidak dirasakan oleh
Ibu hamil namun pada kenyataannya banyak terserap oleh bayinya. Agar
pertumbuhan janin yang ada dalam kandungan baik, kesehatan dan
kekuatan ibu sendiri baik dan luka-luka pada saat persalinan lekas sembuh
dalam nifas. Diskusikan:
1. Langkah apa yang akan anda lakukan untuk mengatasi masalah diatas
dengan berbasis nanoteknologi?
2. Bagaimana metode pembuatan produk tersebut?
3. Apakah produk nanoteknologi yang anda buat sudah terstandar?

69
BIODATA PENULIS
Saifuddin Sirajuddin lahir di Bulukumba , Sulawesi Selatan, 24
Agustus 1959. Meraih gelar sarjana (Drs) kimia di IKIP
Makassar tahun 1984; Magister Sains (MS) Kimia peminatan
Biokimia di Fakultas Pasca Sarjana ITB Bandung tahun 1992;
Doktor (Dr) Gizi Masyarakat di Sekolah Pasca Sarjana IPB
Bogor tahun 2003. Penulis aktif di berbagai kegiatan penelitian
dan pengabdian masyarakat. Selain itu, penulis juga aktif dalam
kegiatan kepenulisan artikel ilmiah dalam jurnal nasional dan internasional.
Beberapa judul diantaranya adalah Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Mekanisme
dan Laju Perubahan Beta Karoten dalam Saus Cabe; Pengaruh Konseling Gizi dan
Suplementasi Gizi Mikro terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin dan Asupan
Makanan Ibu Hamil; Kejadian Anemia pada Siswa Sekolah Dasar; Influence of a
Red Palm Oil Emulsion on the Level of Retinol in the Plasma of Primary School
Children; The Effect of Eggs Consumption and Nutrition Counseling to Increase
Body Weight and Hemoglobin Level of Pregnant Women. Mata kuliah yang diampu
adalah Biomedik, Biokimia, Ekologi Pangan dan Gizi, Analsis Bahan Makanan,
Metabolisme Zat Gizi, Penilaian Status Gizi, dan Teknologi dan Keamanan Pangan.
Saat ini penulis tercatat sebagai dosen tetap di Program Studi Ilmu Gizi dan Kepala
Laboratorium Kimia Biofisik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin. Penulis dapat dihubungi melalui email saifuddin59@yahoo.com atau
nomor telepon pribadinya di 085399796462.

70

Anda mungkin juga menyukai