Refrat Keratitis Jamur
Refrat Keratitis Jamur
Pembimbing :
dr. P. Tepo Utomo, SpM
Disusun oleh :
Novpi Susanto
11 – 2000 – 003
DEFINISI
Keratitis adalah reaksi inflamasi kornea. Keratitis jamur dapat menyebabkan
infeksi jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah
ditemukan menyebabkan 6%-53% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies
jamur telah dilaporkan menyebabkan keratitis jamur.
INSIDENSI
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh
Leber, tetapi baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan
dilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-
laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan lensa kontak, di samping
juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan laboratorik, seperti
dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat. Singapura melaporkan (selama 2,5 tahun)
dari 112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur, sedang di RS Mata Cicendo
Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, Taiwan (selama 10
tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46 dari 80
ulkus (kern ungkinan keratitis virus sudah disingkirkan).
ETIOLOGI
Secara ringkas dapat dibedakan :
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-
cabang hifa.
a) Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium
sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria
sp.
b) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
2. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :
Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp,
Sporothrix sp.
Tampaknya di Asia Selatan dan Asia Tenggara tidak begitu berbeda penyebabnya,
yaitu Aspergillus sp dan Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur Aspergillus sp.
PATOLOGI
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.
Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat
kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada
keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus.
Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke
membrane Descement yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior. Di banyak
kasus, jamur dapat tidak ditemukan dari permukaan dan stroma superfisial pada
spesimen histopatologi, yang menjelaskan kegagalan pengambilan sampel untuk
menemukan organisme pada ulkus pada tahap yang lanjut.
MANIFESTASI KLINIK
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur
dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut.
Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut ,
respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan
infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang
tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi
utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel
terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi
antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan
sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli
anterior dapat cukup parah.
Sebenarnya gambaran yang khas pada ulkus kornea tidak ada. Infeksi awal
dapat sama seperti infiltrasi stafilokokus, khususnya dekat limbus. Ulkus yang besar
dapat sama dengan keratitis bakteri.
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :
1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.
2. Lesi satelit.
3. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti
hifa di bawah endotel utuh.
4. Plak endotel.
5. Hypopyon, kadang-kadang rekuren.
6. Formasi cincin sekeliling ulkus.
7. Lesi kornea yang indolen.
DIAGNOSIS LABORATORIK
Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan
diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta
India, dengan angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75% dan
80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic
Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir
ini dikembangkan Nomarski differential interference contrast microscope untuk
melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan
cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.
Antibiotik polyene :
Berdaya anti fungi karena mengganggu permeabilitas membran jamur
sehingga terjadi ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul kecil seperti
Natamycin menyebabkan lisis permanen membran dibanding perubahan reversibel
oleh yang bermolekul besar seperti Nystatin, Amphotericin B. Tidak larut dalam air
dan tidak stabil pada oksigen, cahaya, air, panas. Golongan ini mempunyai daya
antifungi spektrum luas tapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia.
Nystatin semula tersedia secara komersial di Indonesia, tetapi sekarang sedang tidak
diproduksi. Mungkin bisa dibuat dari tablet Mycostatin® (500.000 unit/tablet) dengan
konsentrasi 100.000 unit/ml, walaupun vehikulum talknya iritatif terhadap kornea dan
konjungtiva.
Amphotericin B 0,1% tersedia secara komersial dan bila diragukan
kestabilannya, bisa dibuat dari preparat perenteral dengan mengencerkannya dengan
akuades. Prepanat Amphotericin B iritatif terhadap kornea dan konjungtiva. Obat ini
efektif terhadap Aspergillus, Fusanium dan Candida. Pengobatan intravena tidak
dianjurkan karena toksik terhadap ginjal dan penetrasi ke kornea minimal.
Natamycin (piramycin) berspektrum luas seperti polyene lain, tetapi
dilaporkan lebih efektif terhadap Fusanium. Di Amerika Serikat lanutan 5% sering
dipakai dengan berhasil dan di Eropa tersedia dalam bentuk salep 1% dan larutan
2,5%. Walaupun dalam vademikum salah satu industri farmasi tercantum, tetapi
secara komersial agaknya tidak tersedia.
Griseofulvin tersedia luas secara komersial moral, sayang preparat ini sulit
mencapai cairan tubuh atau janingan dalam konsentrasi tinggi sehingga kurang
bermanfaat secara oftalmologik. Golongan Imidazol, dan ketokonazol dilaporkan
efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, Candida. Tersedia secara komersial dalam
bentuk tablet.
Halogen
Larutan 0,025% dilaporkan berhasil mengobati infeksi Candida albicans,
tetapi cepat dinonaktifkan oleh air mata dan berdaya penetrasi lemah pada kornea.
Diberikan secara kauterisasi, dapat dengan kapas lidi steril.
Thimerosal (Merthiolat)
In vitro dilaporkan baik untuk Candida, Aspergillus dan Fusarium, tapi diduga
zat Hg ini cepat diinhibisi oleh radikal sullihidril di jaringan okule Obat ini ada di
Vademikum salah satu pabrik farmasi tetapi secara komersial tidak ada.
TERAPI
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi
pengadaan obat, yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis
keratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi:
1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
2. Jamur berfilamen.
3. Ragi (yeast).
4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10
mg/ml), Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole.
Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat
terpilih), Imidazole (obat terpilih).
Untuk golongan III : Amphoterisin B, Natamycin, Imidazole.
Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.